PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 4 TAHUN 2005 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBINAAN DAN PERAWATAN TAHANAN POLRES GORONTALO KOTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

2016, No Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165); 3. Undang-Undang No

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGURUSAN TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN DIREKTORAT RESESRE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PEMBAGIAN DAER

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR PENJAGAAN TAHANAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA PEKALONGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK KAMPUNG

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Pemberhentian, dan Tata Kerja Penasihat Ahli Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; Mengingat : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PEDOMAN OPERASIONAL PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tenta

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Transkripsi:

Hsl Rpt Tgl 7-7-05 (6) PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 4 TAHUN 2005 TENTANG PENGURUSAN TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tahanan merupakan manusia yang memiliki hak asasi, terutama hak untuk mendapat perlindungan, pengayoman dan pelayanan dari pemerintah khususnya hak keamanan dan keselamatan atas dirinya sebagai makhluk hidup yang memiliki harkat dan martabat. b. bahwa keberhasilan pelayanan tahanan terletak pada ketepatan petugas dalam menerapkan sistem pembinaan tahanan yang edukatif dan komunikatif. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pengurusan Tahanan Pada Rumah Tahanan Kepolisian Negara Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; 4. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia; 5. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dan perubahannya;

2 6. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja satuan-satuan Organisasi Pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) dan perubahannya; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGURUSAN TAHANAN PADA RUMAH TAHANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2. Pengendalian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pejabat Polri yang dibentuk dan diberi wewenang oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengelola, mengatur dan melakukan pembinaan dan perawatan tahanan Polri, untuk lebih memudahkan proses penyidikan perkara terhadap seorang tersangka oleh penyidik. 3. Pembinaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh pejabat Polri dalam bentuk pelayanan kepada tahanan yang mencakup di dalamnya suatu kegiatan bimbingan dan penyuluhan. 4. Perawatan adalah upaya memberikan pelayanan kepada tahanan dalam bentuk standardisasi ruang tahanan, pelayanan makan, dukungan kesehatan, pakaian, angkutan/kendaraan, kesempatan melaksanakan ibadah, kesempatan berkomunikasi dengan Pengacara/Penasehat hukumnya, kesempatan bertemu dengan keluarganya, rasa aman dan hak-hak lainnya. 5. Tahanan adalah seorang/para tersangka yang ditempatkan pada tempat tertentu oleh penyidik karena diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup. 6. Rumah Tahanan Polri yang selanjutnya disebut Rutan Polri adalah suatu tempat khusus untuk menahan seseorang sesuai dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya dalam proses penyidikan.

3 7. Petugas jaga adalah anggota Polri yang bertugas untuk melaksanakan penjagaan tahanan pada Rutan Polri. 8. Petugas kawal adalah anggota Polri yang diberi tugas untuk melaksanakan pengawalan tahanan Polri selama tahanan berada di luar Rutan Polri. 9. Peminjaman atau bon tahanan adalah surat permintaan yang diajukan oleh pejabat yang berwenang kepada penyidik untuk melaksanakan proses penyidikan. 10. Pengeluaran tahanan adalah keluarnya tahanan dari ruang tahanan karena berubah status atau pindah ketempat penahanan lain. BAB II PENEMPATAN TAHANAN Pasal 2 (1) Setiap tahanan yang dalam proses penyidikan dapat di tempatkan di Rutan Polri dengan disertai surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik. (2) Penempatan tahanan pada ruang tahanan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan umur. (3) Tahanan khusus merupakan pelaku pidana yang menurut pertimbangan penyidik perlu mendapat perlakuan khusus dengan menempatkan pada ruangan khusus yaitu tersangka dalam kasus narkoba, teroris/separatis dan anak serta tersangka lainnya berdasarkan penilaian penyidik. (4) Tahanan yang menderita sakit menular dan/atau gawat darurat, ditempatkan di rumah sakit dan dibuat catatan dalam buku khusus tentang penyakitnya. (5) Tahanan anggota Polri ditempatkan di ruangan terpisah dengan ruangan tahanan lainnya. Pasal 3 (1) Penerimaan tahanan dicatat dalam buku register daftar tahanan oleh petugas jaga yang meliputi : a. penelitian surat perintah penahanan sementara; b. pencocokan identitas tahanan; c. pemeriksaan badan; d. kondisi fisik dan kesehatan tahanan. (2) Dalam melakukan pemeriksaan badan wajib mengindahkan dan menjunjung tinggi norma kesopanan dan hak asasi manusia. (3) Pemeriksaan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terhadap tahanan wanita dilakukan oleh Polisi Wanita.

4 (4) Dalam hal di kantor Polisi tersebut tidak ada Polisi Wanita, pemeriksaan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh PNS Wanita atau Bhayangkari. (5) Semua barang-barang yang didapat dari pemeriksaan badan dicatat secara terperinci dalam buku register dan ditandatangani oleh petugas jaga dan tahanan yang bersangkutan serta diketahui oleh penyidik serta disimpan di tempat yang telah ditentukan, kemudian catatan jumlah dan jenis barang yang disimpan diberikan kepada tahanan/keluarga yang bersangkutan. (6) Barang-barang yang berbahaya atau terlarang yang diperoleh dari hasil pemeriksaan, diserahkan kepada penyidik untuk disita. Pasal 4 (1) Setiap tahanan tidak diperkenankan memakai ikat pinggang, tali, barang-barang tajam dan barang berbahaya lainnya yang dapat digunakan untuk bunuh diri, melarikan diri atau mencederai rekan dalam tahanan. (2) Tahanan dilarang ditempatkan di luar Rutan Polri, kecuali sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4). BAB III PEMBINAAN DAN PERAWATAN TAHANAN Pasal 5 (1) Setiap tahanan diberi kesempatan beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing di dalam Rutan. (2) Setiap tahanan berhak mendapatkan pembinaan rohani dan jasmani yang meliputi : a. ceramah/penyuluhan agama; b. kegiatan beribadah; dan c. olah raga; d. membaca buku agama. (3) Selain pembinaan rohani dan jasmani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tahanan diberikan pembinaan disiplin berupa : a. apel untuk pengecekan setiap pagi/malam; b. kebersihan; c. waktu berobat. (4) Setiap kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diawasi oleh petugas jaga Polri. Pasal 6 Setiap tahanan berhak mendapat perawatan berupa: a. dukungan kesehatan; b. makanan; c. pakaian; dan d. kunjungan.

5 Pasal 7 (1) Dukungan kesehatan di Rutan Polri dilakukan oleh dokter Polri yang bertugas memelihara dan merawat kesehatan tahanan. (2) Apabila dokter Polri tidak tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Penyidik dapat meminta dokter umum/tenaga medis setempat. (2) Petugas jaga tahanan harus meneliti kesehatan tahanan pada waktu, sebelum, selama dan pada saat akan dikeluarkan dari Rutan dengan bantuan dokter atau petugas kesehatan. (3) Dalam keadaan darurat/tahanan sakit keras, seorang dokter atau petugas kesehatan dapat didatangkan ke Rutan yang berada dan/atau ke rumah sakit dengan dikawal oleh petugas kawal sesuai dengan prosedur. (4) Kepala jaga bertanggung jawab terhadap tahanan yang dianiaya oleh sesama tahanan. (5) Apabila ada tahanan yang meninggal dunia karena sakit segera dimintakan surat keterangan dokter dan dibuat berita acara oleh dokter Polri serta diberitahukan kepada keluarganya. (6) Apabila ada tahanan yang meninggal dunia bukan karena sakit, petugas jaga segera melaporkan kepada penyidik untuk dimintakan visum et repertum dan dibuat berita acara kejadian. (7) Sebelum jenazah diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan, petugas mengambil teraan jari (tiga jari kiri) jenazah, untuk pembuktian dan kepastian bahwa jenazah adalah tahanan yang dimaksud dalam surat-surat dan dokumen yang sah. (8) Barang-barang milik tahanan yang meninggal dunia, petugas jaga segera menyerahkan kepada keluarganya dan dibuat berita acara penyerahannya yang ditandatangani keluarga atau ahli waris tahanan yang meninggal dunia, apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak ada keluarganya yang mengambil, maka barang-barang tersebut diserahkan kepada negara. Pasal 8 (1) Makanan standar yang memenuhi gizi dan kalori diberikan kepada tahanan dengan menu dan porsi serta jadwal yang telah ditentukan dalam daftar makanan. (2) Pemberian makanan kepada tahanan dilakukan di ruang makan yang telah ditentukan. (3) Tahanan dapat diberikan kesempatan menikmati makanan yang dikirim oleh keluarga, setelah diperiksa terlebih dahulu oleh petugas jaga tahanan. (4) Tahanan yang sakit, hamil, menyusui dan anak-anak dapat diberikan makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter. (5) Pemasukan bahan makanan dan penyimpanan makanan oleh petugas jaga harus memperhatikan syarat kebersihan dan kesehatan (hygiene makanan).

6 Pasal 9 (1) Tahanan wajib memakai pakaian tahanan dengan uniform dan model yang telah ditetapkan. (2) Tahanan yang akan melaksanakan kegiatan tertentu (ibadah, olah raga, peringatan hari besar nasional, dll) dapat menggunakan pakaian sendiri dengan memperhatikan kesopanan dan ketertiban. Pasal 10 (1) Tahanan diberi hak untuk menerima kunjungan keluarga/teman sesuai jadwal kunjungan dan tempat yang telah ditentukan serta diawasi oleh petugas jaga. (2) Tahanan diberi hak untuk menerima kunjungan pengacara dalam kaitan kepentingan proses pembelaan, setelah mendapat izin dari penyidik. (3) Petugas jaga wajib meneliti dan mencatat identitas pengunjung yang telah mendapat izin kunjungan serta menggeledah/memeriksa barang yang dibawanya. (4) Surat menyurat antara tahanan dengan pengacaranya atau keluarganya tidak perlu diperiksa, kecuali jika terdapat cukup alasan diduga bahwa surat tersebut disalahgunakan. BAB IV SARANA DAN PRASARANA RUMAH TAHANAN Pasal 11 (1) Sarana dan prasarana yang terdapat pada Rutan Polri adalah : a. ruang tahanan/kamar tahanan/sel tahanan; b. MCK ( Mandi, Cuci, Kakus); c. ruang pertemuan; d. ruang pembinaan; e. ruang kunjungan; f. ruang makan; g. ruang jaga; h. ruang perkantoran; i. ruang ibadah; j. poliklinik; k. kelengkapan Rutan; dan l. sarana angkutan tahanan (kendaraan tahanan). (2) Kelengkapan Rutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k meliputi: a. tongkat polisi; b. borgol; c. flashlight (lampu senter); d. kunci gembok dan tempat penyimpanannya; e. kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK); f. kotak surat perintah penahanan; g. hydran/pemadam kebakaran; h. buku-buku.

7 (3) Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l digunakan untuk kepentingan penyidikan, serah terima ke Kejaksaan dan kepentingan khusus tahanan serta dalam rangka pelayanan perawatan rujukan ke Rumah Sakit. (4) Untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diperlukan beberapa kendaraan yang disesuaikan jenis maupun jumlahnya antara lain: a. truk angkutan tahanan massal; atau b. bus, untuk Tahanan yang akan melakukan kegiatan rekonstruksi dengan pengawalan ketat/besar; atau c. minibus; atau d. ambulance; atau e. kendaraan lapis baja. Pasal 12 Tempat/ruang jaga tahanan berjarak dekat dengan ruang tahanan. BAB V KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Pengendali, Pembinaan dan Perawatan Tahanan Pasal 13 (1) Organisasi/satuan pengendali dalam pelaksanaan pembinaan dan perawatan Tahanan berkedudukan di bawah Deputi Kapolri Bidang Operasi. (2) Penjabaran tugas pembinaan dan perawatan tahanan disesuaikan dengan penggolongan, tipe khusus sampai tipe umum pada tingkatan Mabes Polri, Polda, Polwil, Polres sampai dengan Polsek. Pasal 14 (1) Pada tingkat Mabes Polri, pelaksanaan tugasnya dipertanggung jawabkan oleh Pusdalops, dalam hal ini Bagian Pembinaan Perawatan Tahanan (Bag Binwattah), dengan melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian secara berjenjang terhadap pelaksanaan Pembinaan dan Perawatan Tahanan, baik pada tingkat Mabes Polri maupun Satuan Kewilayahan antara lain : a. memberikan bimbingan teknis maupun arahan dalam pelaksanaan Pembinaan dan Perawatan Tahanan. b. melakukan Supervisi langsung di lapangan baik tingkat Mabes Polri maupun Satuan Kewilayahan. c. memonitor dan mengevaluasi anggaran perawatan tahanan Polri ke Mabes Polri dan Kewilayahan. (2) Pada tingkat Polda, pelaksanaan tugas pembinaan dan perawatan tahanan diemban oleh Kapusdalops Ro Ops Polda dibantu oleh Kepala Sub Bagian Perawatan Tahanan (Kasubbag Wattah) yang melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian secara berjenjang, baik pada tingkat Polda maupun Satuan Kewilayahan di bawahnya.

8 (3) Pada tingkat Polwilt dan Polres, pelaksanaan tugas pembinaan dan perawatan tahanan diemban oleh Kabag Ops yang dibantu oleh Kasubbag Wattah dengan melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian secara berjenjang, baik pada tingkat Polwil dan Polres maupun Satuan Kewilayahan di bawahnya. (4) Pada tingkat Polsek, pelaksanaan tugas pembinaan dan perawatan tahanan diemban Kapolsek dibantu oleh Kataud. Pasal 15 (1) Untuk kepentingan tugas rutin dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan perawatan tahanan pada masing-masing tingkat, para pejabat sesuai fungsi harus mengadakan hubungan secara : a. vertikal; b. horizontal. (2) Hubungan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu: a. wajib melaporkan situasi tahanan maupun keadaan sarana/prasarana secara rutin/periodik kepada Kesatuan atasnya; b. menerima petunjuk, perintah serta arahan dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan perawatan tahanan. (3) Hubungan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. intern, yaitu antar bidang/bagian/satuan/unit dan antar sesama rumah tahanan yang sama maupun antar rumah tahanan kejenjang yang lebih tinggi; b. ekstern, yaitu dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, dan lain-lain. Pasal 16 Penjadwalan kegiatan pembinaan dan perawatan Tahanan diatur dalam satu format yang menggambarkan hari, tanggal, waktu, sasaran dan cara bertindak, yang meliputi tiga tahap yaitu : a. tahap persiapan yang meliputi: 1. pedoman petunjuk dan arahan pimpinan; 2. koordinasikan dengan Satuan/Unit atau instansi terkait tentang rencana kegiatan dimana mereka akan dilibatkan. b. tahap penyusunan yang meliputi: 1. menyusun acara kegiatan mingguan; 2. kegiatan disusun dalam satuan waktu jam/menit; 3. kegiatan yang dilakukan dan penanggung jawab. c. tahap pelaksanaan yang meliputi: 1. setiap hendak melaksanakan kegiatan yang sudah dijadwalkan, hendaknya disiapkan materi/alat yang akan digunakan; 2. seluruh kegiatan dilakukan di dalam koridor/ruang tahanan; 3. dalam melaksanakan kegiatannya, para petugas harus tetap bersifat mengawasi dan selalu bersikap teliti, waspada, dan berwibawa.

9 Bagian Kedua Keamanan dan Ketertiban Rumah Tahanan Pasal 17 (1) Tanggung jawab keamanan dan ketertiban Rutan berada di tangan Kepala Jaga Tahanan yang memimpin regu jaga tahanan. (2) Apabila Kepala Jaga Tahanan tidak di tempat, wewenangnya berada pada Wakil Kepala Jaga Tahanan atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mewakilinya. (3) Setiap petugas jaga wajib ikut serta memelihara keamanan dan ketertiban rumah tahanan. Pasal 18 Tugas pokok Petugas Jaga Tahanan adalah: a. mencegah agar tidak terjadi penindasan, pemerasan, perkelahian, gangguan kesusilaan dan lain-lain yang menimbulkan situasi menjadi resah dan ketakutan; b. menjaga agar tahanan tidak melarikan diri atau bunuh diri; c. memelihara, mengawasi dan menjaga agar suasana kehidupan tahanan selalu tertib dan harmonis; d. memelihara, mengawasi dan menjaga keutuhan barang inventaris rumah tahanan; e. melaksanakan administrasi keamanan dan ketertiban. Pasal 19 Petugas Jaga Tahanan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. hadir selambat-lambatnya 15 menit sebelum jam dinas dan apabila berhalangan hadir agar segera memberitahu kepada atasan; b. mempersiapkan buku jaga untuk mencatat kegiatan atau peristiwa pergantian tugas jaga dengan mencatat jumlah tahanan, jumlah dan keadaan senjata api serta situasi khusus yang perlu diketahui oleh petugas jaga berikutnya; c. mengecek dan memastikan blok/kamar hunian telah terkunci dan menyimpan kunci-kunci blok/kamar hunian, kantor, gudang, lemari senjata api, harus disimpan di tempat penyimpanan; d. merawat perlengkapan keamanan dan ketertiban sebaik-baiknya; e. tidak diperkenankan menjadi penghubung dari dan untuk tahanan atau orang lain maupun penegak hukum; f. tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap tahanan dan menyalahgunakan kewenangannya; g. memahami dan mengerti cara menggunakan perlengkapan keamanan dan ketertiban; h. harus selalu waspada dalam melaksanakan tugas penjagaan terutama pada waktu malam hari atau pada waktu hujan;

10 i. apabila tahanan melarikan diri, maka petugas jaga melakukan antara lain halhal sebagai berikut: 1. segera mengumpulkan tahanan yang masih ada dan diperintahkan untuk masuk kamar tahanan masing-masing dan dikunci; 2. melapor kepada atasan untuk mengambil tindakan lebih lanjut; 3. melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan prosedur dinas dan peraturan perundang-undangan. j. melakukan pengawasan terhadap ruang-ruang tahanan secara berkala, sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) jam sekali. k. Apabila tahanan bunuh diri di Rutan Polri, petugas jaga segera menghubungi penyidik untuk mengambil sidik jari dan membuat berita acara dan mengirim ke rumah sakit untuk keperluan visum et repertum serta melaporkan kepada atasan untuk mengambil tindakan selanjutnya. Pasal 20 Petugas jaga tahanan melaporkan kondisi rumah tahanan dan kelengkapannya 1 (satu) minggu sekali secara berjenjang kepada pimpinannya. BAB VI PENGELUARAN, PEMINJAMAN DAN PEMINDAHAN TAHANAN Bagian Kesatu Pengeluaran Pasal 21 (1) Pengeluaran tahanan dilakukan dengan alasan: a. penangguhan penahanan; b. dialihkannya jenis penahanan; c. dipindahkan ke rumah tahanan negara; d. dikirim ke kesatuan/instansi lain. (2) Prosedur pengeluaran tahanan adalah: a. penyidik yang akan mengeluarkan tahanan membawa surat pengeluaran tahanan yang dilampiri Surat Perintah Pengeluaran Tahanan yang merupakan kelengkapan sahnya seorang tahanan dikeluarkan dari ruang tahanan Polri, ditujukan kepada Kepala Jaga Tahanan dengan tembusan kepada Kabag/Kasubbag Wattah/Kataud. (3) Setiap pengeluaran tahanan dilakukan pada hari dan jam kerja. Bagian Kedua Peminjaman Tahanan Pasal 22 (1) Peminjaman tahanan atau bon tahanan dilakukan oleh penyidik dalam rangka pemeriksaan dan pengembangan penyidikan.

11 (2) Peminjaman tahanan atau bon tahanan harus menggunakan bon pinjaman yang dibuat secara tertulis oleh penyidik yang menangani perkaranya dengan diketahui oleh Kanit/Kasat yang dibuat rangkap dua, satu untuk arsip peminjam dan satu diserahkan pada Kepala Jaga Tahanan dengan tembusan kepada Kabag/Kasubbag Wattah/Kataud. (3) Surat bon pinjaman diserahkan kepada petugas jaga tahanan untuk diketahui dan dicatat dalam buku mutasi tahanan. (4) Surat bon pinjaman ditunjukkan kepada tahanan yang selanjutnya tahanan yang dimaksud dikeluarkan dari ruang tahanan. (5) Petugas jaga tahanan memeriksa keadaan fisik tahanan, dan dicatat dalam buku mutasi tahanan serta diketahui oleh Penyidik/Penyidik Pembantu, selanjutnya tanggung jawab keamanan beralih kepada petugas Penyidik/Penyidik Pembantu yang membawa/meminjam tahanan, selama masa peminjaman. (6) Surat bon pinjaman disimpan di tempat yang telah ditentukan oleh petugas jaga tahanan sebagai bukti bahwa seorang tahanan sedang berada di luar ruang tahanan. (7) Pengembalian tahanan yang dipinjam/bon dilaksanakan dengan ketentuan: a. tahanan yang dipinjam/dibon, wajib diserahkan kembali oleh penyidik/penyidik pembantu kepada petugas jaga tahanan dan dicatat dalam buku mutasi tahanan; b. sebelum dimasukkan kedalam ruang tahanan, petugas jaga tahanan harus lebih dahulu memeriksa kondisi fisik/kesehatan tahanan; c. apabila saat menerima pengembalian tahanan terdapat perubahan kondisi fisik tahanan petugas jaga harus membuat Laporan Polisi untuk proses lebih lanjut; d. petugas jaga tahanan mengembalikan surat bon tahanan kepada penyidik/penyidik pembantu. Bagian Ketiga Pemindahan Tahanan Pasal 23 (1) Pemindahan tahanan dapat dilakukan dengan alasan: a. tidak tersedianya sarana yang memadai untuk menampung tahanan (kelebihan daya tampung tahanan); b. untuk perawatan kesehatannya sampai dinyatakan sembuh; c. terjadi bencana alam, kebakaran, dan huru-hara. (2) Pemindahan tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan c dilaksanakan oleh Kepala Jaga Tahanan, setelah lebih dahulu penyidik yang bersangkutan mendapat surat izin dari Deops Kapolri/Kapolda/Kapolwil /Kapolres. (3) Pemindahan tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Kepala Jaga Tahanan, setelah lebih dahulu mendapat surat keterangan kesehatan dari dokter Polri/yang ditunjuk dan persetujuan dari Deops Kapolri/Kapolda/Kapolwil /Kapolres.

12 (4) Pemindahan tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Kabag/Kasubbag Wattah/Kataud. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 24 Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pembinaan dan perawatan tahanan dibebankan kepada anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 25 (1) Apabila terjadi perubahan struktur organisasi baik di tingkat pusat dan/atau di tingkat kewilayahan, maka struktur organisasi dan jabatan menyesuaikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14. (2) Penitipan tahanan dari Polsek ke Polres, Polres ke Polwil, Polwil ke Polda, Polda ke Mabes Polri dan sebaliknya, serta tahanan dari instansi lain berlaku ketentuan sesuai Peraturan ini. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 2005 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ttd. Drs. SUTANTO JENDERAL POLISI Paraf : a. Konseptor /Kadivbinkum Polr i Selaku Penanggung Jawab Tim Pokja : Vide Draft b. Kasetum Polri :... c. Wakapolri :...