Tugas Akhir Evaluasi Fungsi Halte Sebagai Tempat Henti Angkutan Umum BAB V PENUTUP

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

rata-rata 19 km/jam ; Jalan Kolektor dengan kecepatan rata-rata 21 km/jam ; Jalan Lokal dengan kecepatan rata-rata 22 km/jam

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT HENTI ANGKUTAN UMUM STUDI KASUS RUTE TERBOYO-PUDAKPAYUNG, SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapatkan kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

ANALISIS KEMACETAN LALU LINTAS DI SUATU WILAYAH (STUDI KASUS DI JALAN LENTENG AGUNG)

BAB III METODOLOGI MULAI. Permasalahan

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 5 KESIMPULAN STUDI DAN ARAHAN REKOMENDASI

Tingkat pelayanan pada ruas jalan berdasarkan hasil

BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transportasi pada zaman sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

dimungkinkan terletak diantara pertemuan perencanaan suatu terminal jalur arteri primer Jl. Bekas

Struktur organisasi BIDANG ANGKUTAN SARANA DAN PRASARANA TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Transportasi merupakan bagian terpenting dari kehidupan sehari-hari, namun masih mengalami berbagai

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. luar datang ke Yogyakarta untuk sekedar berwisata maupun menetap untuk melanjutkan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

STUDI KELAYAKAN TERMINAL TINGKIR DENGAN ADANYA JALAN LINGKAR CEBONGAN BLOTONGAN SALATIGA

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia yaitu

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB II TINJUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

Penyusunan Kebijakan, Norma, Standar dan Prosedur Perhubungan Kabupaten Ngawi 6-1

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI KAJIAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

BAB I PENDAHULUAN 1.2. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB IV ANALISIS TINGKAT PELAYANAN TERMINAL LEUWIPANJANG BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT SEBAGAI PENGGUNA

BAN VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN START

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

OPTIMALISASI FUNGSI DALAM DESAIN HALTE

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada umumnya, pasar basah yang sering disebut sebagai pasar tradisional

Transkripsi:

BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa evaluasi fungsi halte sebagai angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung adalah sebagai berikut : V.1.1 Data Sekunder 1. Halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung pada umumnya memiliki kondisi relatif baik tetapi ada beberapa halte yang kurang nyaman. Faktor penyebab kurang nyamannya penggunaan halte adalah sebagai berikut : Banyak pedagang kaki lima yang berjualan di halte. Penyimpangan fungsi menjadi tempat mangkal / ngetem taksi dan parkir kendaraan pribadi. Halte rusak dan kotor. 2. Halte selain berfungsi sebagai tempat henti juga sebagai tempat transit antar angkutan umum terutama pada halte yang merupakan titik simpul rute angkutan umum dimana kondisi idealnya ada halte berpasangan (berseberangan) yang dilengkapi dengan fasilitas jembatan penyeberangan ataupun zebracross. Pada rute Terboyo Pudakpayung ada beberapa simpul yang lengkap dengan halte berpasangan dan jembatan penyeberangan yaitu simpul simpang Terminal Banyumanik dan simpul simpang pertigaan Jl. Teuku Umar Ksatrian, selain dari titik simpul tersebut, hanya terdapat satu halte saja pada satu sisi arah tanpa dilengkapi dengan fasilitas penyeberangan sehingga potensi digunakannya ruas-ruas jalan sebagai tempat memberhentikan angkutan umum sangat besar terutama oleh penumpang yang hendak transit/ganti angkutan ke arah lain. 206

3. Jembatan penyeberangan merupakan fasilitas yang diperlukan di lokasi halte, terutama halte yang terletak pada simpul rute berlainan guna menjamin keamanan penumpang yang hendak menyeberang untuk melakukan transit / pindah rute / berganti angkutan umum. Di rute Terboyo Pudakpayung, fasilitas ini sudah ada beberapa titk lokasi tetapi ada beberapa titik dimana bangkitan dan tarikan perjalanannya besar namun tidak tersedia halte, hanya jembatan penyeberangan saja sehingga penumpang akan cenderung menunggu angkutan umum di bawah jembatan dan mengakibatkan tetidakteraturan lalu lintas. 4. Kondisi Halte Fasilitas utama yang harus tersedia, di sebagian besar titik halte yang tersebar berdasarkan atas kondisi aktual belum tersedia. Kondisi fisik halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung secara umum telah memiliki kondisi yang baik, namun di beberapa titik lokasi masih memiliki kondisi fisik yang buruk dan terjadi penyimpangan fungsi halte. 5. Karakteristik pemanfaatan halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung Halte yang ada di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung kurang berfungsi sebab banyak penumpang yang tidak melakukan awal pergerakan mereka melalui halte yang telah disediakan tetapi mereka lebih cenderung untuk melakukan awal dari suatu pergerakan pada titik-titik lokasi yang dianggap lebih strategis (ruas-ruas jalan). Intensitas penggunaan halte oleh penumpang angkutan umum pada saat ini masih kurang. Hal ini disebabkan karena banyak angkutan umum yang mau menaikkan ataupun menurunkan penumpang di sembarang lokasi selain halte. Angkutan umum yang umumnya menggunakan halte sebagai tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang adalah dari jenis angkutan bus. 207

6. Sistem Operasional Perhentian Angkutan Umum Sistem perhentian angkutan umum secara mixed stop menyebabkan berkurangnya fungsi halte sebagai tempat henti karena sistem operasional perhentian angkutan umum ini tidak melarang pengemudi untuk berhenti guna menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat sehingga menyebabkan berkurangnya pemanfaatan halte oleh penumpang. 7. Evaluasi fungsi halte sebagai tempt henti angkutan umum di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung Lokasi halte Jarak antar halte pada rute Terboyo Pudakpayung pada dasarnya belum memenuhi syarat yang direkomendasikan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat dimana jarak antar halte yang direkomendasikan adalah 200m-300m untuk guna lahan sebagai pusat kegiatan sangat padat, 300m- 400m untuk guna lahan padat dan permukiman, 300m- 500m untuk guna lahan campuran padat, dan 500m- 1000m untuk guna lahan campuran jarang. Jarak antar halte yang sudah mendekati rekomendasi tersebut adalah di ruas Jalan Pemuda dan Kaligawe, selain ruas jalan tersebut jarak halte masih dirasa terlalu jauh sehingga penumpang cenderung menunggu di ruas-ruas jalan yang dianggap strategis untuk mengehentikan angkutan umum. Jarak antara halte dengan fasilitas penyeberangan secara garis besar sudah sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Keputusan Dirjen Perhubungan Darat yaitu 100 m, kecuali pada 3 halte yaitu : Jl. Perintis Kemerdekaan ( Asrama Ex-Brigif-5 ), jarak dengan fasilitas penyeberangan 125 m. Jl. Kaligawe ( Depan RS. Sultan Agung ), jarak dengan fasilitas penyeberangan 180 m. 208

Jl. Pemuda ( Sebelah Penny Textile ), jarak dengan fasilitas penyeberangan 110 m. Hal ini berpengaruh pada pemanfaatan halte maupun jembatan penyeberangan oleh penumpang karena semakin besar jaraknya, maka semakin rendah pemanfaatan fasilitas ini oleh penumpang. Perletakan halte pada persimpangan secara garis besar juga sudah sesuai dengan rekomendasi Keputusan Dirjen Perhubungan Darat yaitu 50 m, tetapi masih ada juga halte dengan perletakan yang dekat dengan persimpangan (< 50 m), yaitu pada halte : a. Jl. Setiabudi (depan Nasmoco Gombel). b. Jl. Teuku Umar (Pertigaan Kesatrian). c. Jl. Pemuda (Depan Bengkel Tossa). d. Jl.Sultan Agung (Tm.Diponegoro). Hal ini berpengaruh pada kelancaran arus lalu lintas, karena jarak yang terlalu dekat dengan simpang akan mengakibatkan penumpukan arus lalu lintas pada lokasi halte. Perletakan halte di ruas jalan sepanjang rute Terboyo- Pudak payung didominasi oleh perletakan halte dengan sidewalk didepan halte, dan hanya dua halte yang perletakan haltenya dengan sidewalk dibelakang halte. Lebar sidewalk yang ada di halte sepanjang rute Terboyo Pudakpayung mayoritas sudah memenuhi dari lebar minimum 0.8 m tapi masih ada yang lebih kecil, yaitu halte di Jl.Perintis Kemerdekaan (Asrama Ex-Brigif-5) sidewalk di depan halte 0.3m dan halte di Jl. Kaligawe (seberang RS Sultan Agung ) sidewalk di depan halte 0.6m. Dalam hal ini sidewalk dapat ditempatkan didepan atau dibelakang shelter tergantung dari tata letak shelter. 209

V.1.2 Data Primer (Kuisioner) Karakteristk user / pengguna halte pada lintasan Terboyo Pudakpayung. Penumpang angkutan umum sepanjang rute Terboyo Pudakpayung pada survei ini bervariasi jumlah pendapatannya. Jumlah paling dominan adalah penumpang dengan pendapatan 400 ribu 1.5 juta (400 ribu 1juta (35.9%) dan 1 juta 1.5 juta (33%)). Pengguna angkutan umum rute Terboyo Pudak payung mayoritas berpenghasilan 400ribu 1juta (35.9%) dengan alasan mereka menggunakan angkutan umum adalah karena murah (21%), nyaman (7.2%), cepat (1.7%) dan tidak ada angkutan lain (5.9%). Sedangkan penumpang yang berpenghasilan 1juta - 1.5juta (33.1%) dengan alasan mereka menggunakan angkutan umum adalah karena murah (22.4%), cepat (3.8%), nyaman (4.1%), dan tidak ada angkutan lain (2.8%). Total penumpang yang mengatakan bahwa angkutan umum murah (60%), dan lainnya nyaman (18.6%), tidak ada angkutan lain (12.1%), dan cepat (9.3%). Sehingga penggunaan angkutan umum di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung dapat disimpulkan mayoritas didasari atas alasan karena biaya yang relatif murah. Maksud perjalanan di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung didominasi oleh pergerakan dengan tujuan bekerja (18.4%) dan sekolah (18%) dengan frekuensi setiap hari. Sedangkan sebagian kecil melakukan pergerakan dengan tujuan bervariasi seperti belanja (7.3%), rekreasi (4%), sosial (13.3%) dan pulang ke kampung halaman (14.2%) dengan frekuensi tidak tentu. Mayoritas penumpang angkutan umum di rute Terboyo Pudakpayung berjalan kaki (75.1%) untuk mencpai halte, 210

diantaranya yaitu mencapai halte dengan jarak < 100m (34%), mencapai halte dengan jarak 100m 300m (20.2%), dan dengan jarak 300m 500 m (13.6%). Dari pejelasan ini dapat diketahui bahwa ternyata aksesibilitas halte yang dirasa nyaman dan masih bisa dilakukan dengan berjalan kaki adalah <500m, lebih dari jarak tersebut, penumpang sudah merasa enggan untuk menunggu di halte karena jaraknya sudah terlalu jauh Dapat dilihat pula bahwa jika jarak halte terlalu jauh, ternyata penumpang memilih menggunakan angkutan umum (lain-lain) atau diantar untuk mencapai halte, sehingga disini halte juga berfungsi sebagai transit penumpang. Angkutan umum yang menaikkan/menurunkan penumpangnya di lokasi halte beranggapan bahwa lokasi yang banyak mendatangkan penumpang adalah di halte dengan presentase 31.4% dan di ruas-ruas jalan sepanjang halte dengan presentase 14.3%, hal ini menunjukkan bahwa angkutan umum yang menaikkan/menurunkan penumpangnya di halte masih beranggapan bahwa di ruas-ruas jalan sepanjang rute juga berpotensial untuk mendatangkan penumpang. Sedangkan angkutan umum yang menaikkan/menurunkan penumpangnya di ruas-ruas jalan sepanjang rute tetap beranggapan bahwa lokasi yang banyak mendatangkan penumpang adalah di ruas-ruas jalan sepanjang rute 31.4%, hal ini menunjukkan bahwa ruas-ruas jalan sangat sering digunakan penumpang untuk memberhentikan angkutan umum sehingga berpotensial menimbulkan ketidakteraturan lalu lintas. Mayoritas penumpang tidak setuju dengan perilaku angkutan umum yang menaikkan / menurunkan penumpang disembarang tempat, yaitu sebesar 61.6%, dimana 36.4% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di halte, 8.2% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sekitar halte, 16.2% dari penumpang yang menunggu 211

angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute. Dari hasil analisa dapat kita lihat bahwa 36.4% dari 51.6% penumpang yang menunggu angkutan umum di halte tidak setuju dengan perilaku ini, alasan mereka tidak setuju adalah karena hal tersebut menimbulkan kemacetan, mengganggu kelancaran lalu lintas dan kendaraan lainnya, tidak tertib serta membahayakan bagi para pengguna jalan yang lain, sedangkan 7.8% dari 51.6% yang setuju menyatakan bahwa hal tersebut memudahkan mereka dalam mendapatkan angkutan umum. Dapat kita lihat pula bahwa 9.3% dari 33.1% penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute menyatakan setuju dengan perilaku ini, tetapi sebaliknya 16.2% dari 33.1% penumpang tidak setuju pada perilaku ini, hal ini berarti secara tidak langsung penumpang tersebut sadar bahwa tindakannya dalam menunggu angkutan umum di ruas jalan dapat memancing angkutan umum untuk berhenti di sembarang lokasi. Mayoritas penumpang tidak setuju dengan perilaku penumpang yang suka memberhentikan angkutan umum disembarang tempat, yaitu sebesar 52.5%, dimana 31.8% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di halte, 5.3% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sekitar halte, 14.7% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute. Dari hasil analisa dapat kita lihat bahwa 31.8% dari 51.6% penumpang yang menunggu angkutan umum di halte tidak setuju dengan perilaku ini, alasan mereka tidak setuju adalah sama dengan point pertama yaitu karena hal tersebut menimbulkan kemacetan, mengganggu kelancaran lalu lintas dan kendaraan lainnya, tidak tertib serta membahayakan bagi para pengguna jalan yang lain, sedangkan 10.5% dari 51.6% yang setuju menyatakan bahwa hal tersebut memudahkan mereka dalam mendapatkan angkutan umum. Dapat kita lihat pula bahwa 212

10.0% dari 33.1% penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute menyatakan setuju dengan perilaku ini, tetapi sebaliknya 14.7% dari 33.1% penumpang tidak setuju pada perilaku ini, hal ini berarti secara tidak langsung penumpang tersebut sadar bahwa tindakannya dalam menunggu angkutan umum di ruas jalan memiliki andil yang besar dalam menyebabkan ketidakteraturan lalu lintas. Mayoritas penumpang juga tidak setuju dengan perilaku penumpang yang suka memberhentikan angkutan umum disembarang tempat, yaitu sebesar 45.8%, dimana 26.0% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di halte, 7.3% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sekitar halte, 12.0% dari penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan sepanjang rute. Dari hasil analisa dapat kita lihat bahwa 26.0% dari 51.6% penumpang yang menunggu angkutan umum di halte tidak setuju dengan perilaku ini, alasan mereka tidak setuju adalah karena menimbulkan kemacetan, membuang waktu mereka karena lamanya waktu untuk ngetem, serta hal tersebut sangat mengganggu lalu lintas disekitar halte, karena dengan banyaknya angkutan umum yang ngetem di lokasi halte, maka kinerja halte akan menjadi terganggu karena areal yang seharusnya disediakan sebagai tempat berhenti untuk menaikkan/menurunkan penumpang berubah menjadi tempat untuk parkir/ngetem kendaraan, dan pada akhirnya angkutan umum yang akan menaikkan/menurunkan penumpang akan berhenti pada ruas jalan yang berakibat terganggunya lalu lintas di belakangnya, sedangkan 16.5% dari 51.6% yang setuju menyatakan bahwa hal tersebut memudahkan mereka dalam mencari angkutan umum, sebab mereka tidak perlu menunggu lama dan langsung dapat menaiki angkutan umum yang dituju. Dapat kita lihat pula bahwa 13.3% dari 33.1% penumpang yang menunggu angkutan umum di ruas jalan 213

sepanjang rute menyatakan setuju dengan perilaku ini, tetapi sebaliknya 12.0% dari 33.1% penumpang tidak setuju pada perilaku ini. Ternyata presentase yang setuju lebih banyak dari yang tidak setuju, hal ini berarti penumpang yang menunggu angkutan di ruas jalan menginginkan kepraktisan dalam mendapatkan angkutan umum karena jika angkutan umum ngetem, mereka tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan angkutan umum. V.2. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan atas hasil analisis sebagai Tempat Henti Angkutan Umum adalah sebagai berikut : 1. Saran untuk Pemerintah (Dinas Perhubungan Kota Semarang) - Penyediaan fasilitas halte di sepanjang rute Terboyo Pudakpayung khususnya pada titik simpul rute angkutan umum dan pada lokasi dengan bangkitan serta tarikan perjalanan yang besar (pasar, sekolah, dan pertokoan) terutama pada lokasi yang sudah tersedia jembatan penyeberangan tetapi belum ada halte agar penumpang yang akan transit dapat berganti angkutan umum dengan aman dan nyaman serta berkurangnya penggunaan ruas-ruas jalan oleh penumpang akibat tetiadaan halte pada satu titik lokasi. - Perbaikan fisik halte yang sudah rusak agar lebih nyaman. - Menggunakan sistem operasional pehentian secara set-stops, yaitu sistem operasional yang hanya mewajibkan pengemudi angkutan umum terutama pengemudi moda angkutan Bus untuk hanya berhenti di lokasi perhentian yang telah disediakan serta larangan bagi moda angkutan umum untuk berhenti guna menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang lokasi yang disertai dengan pelaksanaan sanksi tegas. - Penyediaan fasilitas di halte yang masih belum lengkap di beberapa halte seperti sidewalk yang sesuai baik untuk 214

penumpang yang antri menunggu dan juga pedestrian, dilengkapi dengan papan identitas dan informasi di masing-masing halte dan rambu sehingga memberikan kemudahan dan informasi bagi calon penumpang angkutan umum. 2. Saran untuk Pengguna Angkutan Umum - Sosialisasi pentingnya penggunaan halte guna meningkatkan pemanfaatan halte dari pengguna angkutan umum. - Larangan bagi penumpang untuk mengawali pergerakan dengan menggunakan angkutan umum selain melalui halte yang disertai dengan pelaksanaan sangsi secara tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. - Larangan bagi pengemudi untuk memberhentikan angkutan umum di sembarang tempat dan hanya di halte atau tempat yang diijinkan disertai dengan pelaksanaan sangsi secara tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. - Larangan untuk pengemudi memberhentikan angkutan umum dalam waktu lama di sembarang tempat yang menyebabkan kemacetan disertai dengan pelaksanaan sangsi secara tegas terhaap pelanggaran yang terjadi. 215