HUBUNGAN ANTARA SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI PULAU MANTEHAGE KECAMATAN WORI, KABUPATEN MINAHASA UTARA. Febelina Nauw*, Maureen I. Punuh*, Nancy S.H. Malonda * *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Stunting adalah balita dengan tinggi atau panjang badan yang tidak sesuai umur yang melampaui < -2 standar deviasi sampai dengan < -3 Standar Deviasi. Faktor yang mempengaruhi stunting adalah sosial ekonomi yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan jumlah tanggungan keluarga. Mengetahui hubungan antara sosial ekonomi yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan jumlah tanggungan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di Pulau Mantehage. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Menggunakan cross sectional, pengambilan sampel dengan total populasi 85 balita. Penelitian dilakukan di Pulau Mantehage, pada bulan Agustus Oktober tahun 2016 populasi 145 balita usia 6-59 bulan. Tingkat pendidikan ibu terendah 62,4%, tertinggi 37,6%, pekerjaan ibu 84,7% tidak bekerja, 15,3% bekerja, pendapatan keluarga lebih rendah 77,6%, tertinggi 22,4%, dan jumlah tanggungan keluarga > 4 orang 60,0% dan 4 orang 40,0%. Analisis uji statistik chi square dengan batas kemaknaan α atau > 0,05, menunjukkan bahwa pendidikan ibu (p=1.000), pekerjaan ibu (p=0,224), pendapatan keluarga (p=0,811), Jumlah tanggungan keluarga (p=0,066). Pendidikan Ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, dan ju mlah tanggungan keluarga tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Pulau Mantehage Kecemata n Wori Kabupaten Minahasa Utara. Bagi petugas kesehatan untuk melakukan promosi kesehatan, dan melakukan pemantauan penilaian status gizi. Kata Kunci : Stunting, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan Keluarga, Jumlah Tanggungan Keluarga ABSTRACT Stunting is a under-5-year-old child with a body height or length that does not match with age that is over <-2 of the deviation standard of up to <-3 of the Deviation Standard. The factors affecting stunting is the social-economy which is the education parents, profession of parents, family income and number of family dependents. To know the relationship between the social-economy namely the education of parents, profession of parents, family income and the number of family dependents with the stunting incidence in under-5-year-old children in Mantehage Island. This study applies a quantitative research. This research uses a cross-sectional. The sample is taken from the total of 85 population of unde- 5-year-old children. The study is conducted in Mantehage Island, from August to October 2016, with the population of 145 under-5-year-old children with the ages of 6-59 months. The lowest level of the education of mothers is 62.4%, the highest one is 37.6%, the profession of mothers is 84.7% is jobless and 15.3% of them have jobs, lower income of the families is 77.6%, the highest is 22.4%, and the number of family dependents is > 4 people 60.0% and 4 people 40.0%. The statistical analysis of the chi square test with a significance limit is α or > 0.05, indicating that the education of mothers is (p = 1.000), the profession of mother is (p = 0.224), the family income is (p = 0.811), the number of family dependents is (p = 0.066). The education of mothers, the profession of mothers, the family income and the number of family dependents do not relate with the stunting incidence in under-5-year-old children in Mantehage Island, in Wori sub-district, in North Minahasa regency. For health officers to promote health and survey on nutritional status assessment Keywords: Stunting, Education, Profession, Income, The Number Of Family Dependents 1
PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu input penting untuk menentukan kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator yang menentukan kualitas gizi anak adalah tinggi badan mereka. Anak usia prasekolah di Indonesia tergolong pendek, sehingga akan berdampak negatif pada saat mereka memasuki usia sekolah. Prevalensi anak pendek ini semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan gambaran ini ditemukan baik pada jenis kelamin lakilaki maupun perempuan. Buruknya kualitas fisik anak-anak Indonesia berimbas pada gangguan prestasi belajar, dan daya saing bangsa melemah (Khomsan, 2012). Gizi buruk terutama pertumbuhan yang terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Anak pendek (stunting) merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. Prevalensi anak pendek (stunting) sangat tinggi, mempengaruhi satu dari tiga anak balita, yang merupakan proporsi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), (UNICEF, 2012). Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Rikesdas), (2013) bahwa prevalensi kejadian stunting di Indonesia secara nasional tahun 2007 (36,8%) dan tahun 2010 (35,6%) yang berarti terjadi peningkatan pada tahun 2013 (37,2%). Prevalensi stunting (TB/U) lebih tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi kejadian underweight atau gizi buruk (BB/U) (19,6 %) dan prevalensi kejadian wasting atau kurus (BB/TB) (5,3 %) pada anak balita di Indonesia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, termasuk kesehatan, pendidikan, ketrampilan yang berdampak pada rendahnya pendapatan keluarga. Kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak mempunyai biaya untuk berobat dan tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan besarnya keluarga atau jumlah tanggungan keluarga yang miskin dan penghasilannya tidak cukup untuk kebutuhan rumah tangga ini akan berpengaruh kepada anak-anak (Arsyad, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dengan kejadian stunting pada balita di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini survey analitik dengan pendekatan yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Pulau Mantehage, 2
Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara pada bulan Agustus Oktober tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Ibu yang memiliki balita usia 6 59 bulan yang berada di Pulau Mantehage, Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara dengan jumlah populasi 145 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah balita yang berada di Pulau Mantehage. Total sampling dimana jumlah sampel sama dengan populasi yaitu 145 balita. Penelitian dilakukan terdapat 85 balita dan 60 balita yang lain tidak ada ditempat penelitian ini. Balita yang tidak ada ditempat penelitian ini mengikuti orang tuanya yang bekerja di luar Pulau yaitu Kota Manado, Tomohon, Tondano. 60 balita ini dari setiap masing-masing Desa yaitu Desa Tinongko 15 balita, Desa Buhias 17 balita, Desa Bango 22 balita dan Desa Tangkasi 6 balita. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Balita Karakteristik balita di Pulau Mantehage dilihat dari distibusi frekuensi jenis kelamin dan distribusi frekuensi berdasarkan usia (bulan) serta frekuensi berdasarkan status gizi pada balita. Tabel 1. Karakteristik Subjek penelitian di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Karakteristik Subjek n % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 51 34 60,0 40,0 Usia (bulan) 6 12 12 24 24 36 36 48 48 59 Status Gizi Balita Stunting Normal 12 23 15 19 16 49 36 Berdasarkan tabel 1, diatas diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 51 subjek 60,0 %, sedangkan jenis kelamin perempuan dengan jumlah 34 subjek 40,0 %. Subjek dalam penelitian ini sebagaian besar berusia 12-24 bulan 14,1 27,1 17,6 22,4 18,8 57,6 42,4 sebanyak 23 subjek 27,1%, kemudian usia 36-48 bulan sebanyak 19 subjek 22,4%, diikuti usia 48 59 bulan sebanyak 16 subjek 18,8%, lalu usia 24 36 bulan sebanyak 15 subjek 17,6% dan jumlah balita paling sedikit berada pada usia 6 12 bulan sebanyak 12 subjek 3
14,1%. Berdasarkan tabel 1, diatas diketahui bahwa balita yang stunting sebanyak 49 subjek 57,6% dan balita yang tidak stunting atau normal sebanyak 36 subjek 42,4%. Karakteristik Responden Karateristik responden orang tua di Pulau Mantehage dilihat pada pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga yang tertanggung serta balita stunting dan tidak stunting. Tabel 2 Karakteristik Responden penelitian di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara Responden (Ibu) n % Pendidikan Ibu Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Diploma Sarjana 5 26 22 26 1 5 5,8 30,6 25,9 30,6 1,2 5,9 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja/IRT Buruh PNS/TNI/PORLI Petani Honorer TKW Pendeta Pendapatan Keluarga < 2.400.000; 2.400.000; Jumlah Tanggungan Keluarga > 4 orang 4 orang 72 3 5 1 2 1 1 66 19 51 34 84,7 3,5 5,9 1,2 2,4 1,2 1,2 77,6 22,4 60,0 40,0 Berdasarkan tabel 2, diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan ibu yang tamat SD 26 responden 30,6%, tamat SMA sebanyak 26 responden 30,6%, tamat SMP sebanyak 22 responden 25,9%, tidak tamat SD sebanyak 5 responden 5,8%, Sarjana sebanyak 5 responden 5,9%, dan Diploma sebanyak 1 responden 1,2%. Pekerjaan Ibu yang tidak bekerja/irt sebanyak 72 atau 48,7%, kemudian yang bekerja sebagai PNS/TNI/PORLI sebanyak 5 atau 5,9%, lalu yang bekerja sebagai buruh sebanyak 3 atau 3,5%, dikuti dengan yang bekerja sebagai honorer sebanyak 2 atau 2,4% dan yang bekerja sebagai 4
petani, TKW, Pendeta sebanyak 1 atau 1,2%. Pendapatan keluarga terendah < 2.400.000; sebanyak 66 responden 77,6% dan pendapatan keluarga tinggi 2.400.000; sebanyak 19 responden 22,4%. Jumlah tanggungan keluarga lebih dari 4 orang sebanyak 51 responden 60,0% dan kurang dari 4 orang sebanyak 34 responden 40, Tabel 3. Hubungan antara Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu, Pendapatan Keluarga dan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita. Variabel Pendidikan Ibu Rendah Tinggi Pekerjaan Ibu Bekerja Tidak Bekerja Pendapatan Keluarga Rendah Tinggi Jumlah Tanggungan Keluarga > 4 orang 4 orang Stunting Normal Total P n % n % n % 31 18 5 44 39 10 34 15 58,5 56,3 38,5 61,1 59,1 52,6 66,7 44,1 8 28 22 14 27 9 17 19 41,5 43,8 61,5 38,9 40,9 47,4 33,3 55,9 53 32 13 72 66 19 51 34 62,4 37,6 15,3 84,7 77,6 22,4 60,0 40,0 1.000 0,224 0,811 0,066 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting Berdasarkan penelitian ini dapat digambarkan bahwa tingkat pendidikan Ibu yang terendah 53 responden 62,4% dan tingkat pendidikan ibu yang tertinggi 32 responden 37,6% jika dibandingkan dengan penelitian Siahan, dkk, (2013) terdapat tingkat pendidikan Ibu terendah lebih banyak 65 responden 100% dan tingkat pendidikan tertinggi lebih rendah 4 responden 100%. Pendidikan Ibu yang rendah lebih banyak yang stunting bila dibandingkan dengan pendidikan Ibu yang tinggi lebih sedikit yang stunting. Hasil uji statistik terdapat bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu yang rendah dengan kejadian stunting. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Kusuma 2013, di Kecamatan Semarang Timur tahun 2013, menunjukan bahwa pendidikan Ibu tidak merupakan faktor risiko stunting pada balita dan penelitian Rahayu di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang tahun 2011, bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan 5
Ibu dengan kejadian stunting pada balita dan penelitian yang lainnya yaitu Ardiyah, dkk, di Puskesmas Patrang dan Puskesmas Mangli tahun 2014 bahwa hasil analisis hubungan status pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting pada anak balita diperoleh hasil bahwa antara status pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting pada anak balita tidak memiliki hubungan yang signifikan. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Ngaisyah di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul tahun 2015 dan puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2013, bahwa pendidikan Ibu didominasi berpendidikan dasar atau rendah berhubungan signifikan dengan kejadian stunting pada balita. Dan penelitian lainnya yaitu Fitri di Sumatra tahun 2012 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan stunting. Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Stunting Pekerjaan Ibu yang bekerja 13 responden 15,3% dan Ibu yang tidak bekerja 72 responden 84,7% bila bandingkan dengan penelitian Siahan, ddk, (2013) Ibu yang tidak bekerja lebih sedikit 62 responden 100% dan yang bekerja lebih sedikit 12 responden 100%. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Ibu yang tidak bekerja lebih banyak stunting pada balita bila dibandingkan Ibu yang bekerja hanya sedikit stunting dalam uji statistik bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting pada balita, penelitian ini sesuai dengan penelitian Aridiya, dkk, di Kabupaten Jember Puskesmas Patrang dan Puskesmas Mangli tahun 2014, hasil analisis hubungan status pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting pada anak balita diperoleh hasil bahwa antara status pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada anak balita tidak memiliki hubungan yang signifikan dan penelitian Rahayu di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang yang terletak di Provinsi Banten tahun 2011 juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan Ibu dengan stunting pada balita dan penelitian lainnya yaitu penelitian Rahayuh, dkk, di Puskesmas Hulu Karias, Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2014, mengatakan tidak ada hubungan antara pekerjaan Ibu dengan kejadian pendek atau stunting pada balita. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Siahaan, dkk, di Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2013, bahwa secara statistik ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan stunting pada balita. Risma, dkk, 2013, status pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan status gizi dan perkembangan anak 6
balita. Maka dapat dikatakan bahwa pola asuh yang baik dan buruk seorang ibu akan berdampak terhadap anaknya. Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting Pendapatan keluarga yang lebih rendah 66 atau 77,6% dan pendapatan keluarga yang lebih tinggi 19 atau 22,4% dapat dibandingkan dengan penelitian Ngaisah lebih tinggi pendapatan keluarga terendah 187 atau 100% dan tertinggi 205 atau 100% pendapatan keluarga. Pada penelitian ini menunjukan bahwa keluarga yang pendapatan rendah dibawah upah minimum provinsi (UMP) lebih banyak stunting, sedangkan dibandingkan dengan upah pendapatan minimum provinsi (UMP) keluarga yang berpendapatan tinggi lebih sedikit stunting. Balita yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah lebih banyak yang stunting dibandingkan balita dari keluarga dengan status ekonomi tinggi. Dari hasil uji statistik maka tidak ada hubungan antara pendapatan orang tua atau keluarga dengan kejadian stunting dalam penelitian ini dan penelitian Aridiyah, dkk di Puskesmas Patrang tahun 2014 terdapat bahwa pendapatan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian Ngaisya di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul tahun 2015 dan penelitian Fitri di Sumatra Utara 2012 bahwa terdapat hubungan antara status ekonomi atau pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita dan penelitian Siahaan, dkk, di Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2013, hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan stunting pada balita. Hubungan antara Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Kejadian Stunting Penelitian ini terdapat jumlah angota keluarga yang tertanggung lebih > 4 orang banyak 60,0% yang stunting dan kurang dari 4 orang lebih sedikit 40,0% stunting. Balita yang berasal dari jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang banyak stunting hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Siahaan, dkk, di Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara tahun 2013 secara statistik, tidak ada hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan stunting pada balita dan penelitian Aridiyah, dkk di Puskesmas Patrang tahun 2014 juga mengatakan bahwa hasil analisis diperoleh hasil bahwa jumlah 7
anggota keluarga bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita. Penelitian Oktarina dan Sudiarti di Sumatra tahun 2012, balita dari keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga banyak cenderung mengalami stunting dibandingkan balita dari keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga cukup. Terdapat hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita. KESIMPULAN 1. Berdasarkan keadaan sosial ekonomi Ibu, 62,4% memiliki tingkat pendidikan rendah, 84,7% tidak bekerja, 77,6% pendapatan rendah dan 60,0% memiliki tanggungan lebih dari empat orang. 2. Tidak ada hubungan antara pendidikan orang tua atau responden Ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 6-59 bulan di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. 3. Tidak ada hubungan pekerjaan orang tua atau responden Ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 6-59 bulan di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Wori Kabupaten Minahasa Utara. 4. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 6-59 bulan di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. 5. Tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 6-59 bulan di Pulau Mantehage Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. SARAN Dari hasil penelitian ini penulis sarankan kepada : Pemerintah Pulau Mantehage perlu adanya program perencanan penanggulangan stunting pada keluarga yang memiliki balita yang berstatus sosial ekonominya rendah. Petugas kesehatan untuk melakukan promosi kesehatan kepada Ibu-Ibu yang memiliki balita dan melakukan pemantauan penilaian status gizi terhadap tinggi atau panjang badan balita. Perlu dilakukan studi lanjutan mengenai sosial ekonomi dengan kejadian stunting dengan variabel yang belum tercakup didalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Aridiyah OF, Rohmawati N, Ririanty M. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan danperkotaan. (online) diambil dari: (//journal.download.portalgaruda.o rg/article.php?article=431528val= 8
539&title. diakses,25-09-2016,jam 12.00). Arsyad L. Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013 h. 214-215. Riset Kesehatan Dasar RI. Jakarta; (online) diambil dari: (http://www.depkes.go.id/resource s/download/general/hasil%20risk esdas%202013.pdf diakses, 23-04-2016, jam 12.00). Fitri. 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita (12-59 Bulan) di Sumatra Utara (Analisa Data Rikesdas 2010). (online) diambil dari: (//lib.ui.ac.id/file?file=digital/2029 8098-T30071-Fitri.pdf diakses, 25-09-2016, jam 12.00) Khomsan A. 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, & Kemiskinan. Bandung: Alfabeta Kusuma EK. 2013 Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi di Kecamatan Semarang Timur), (Online), Vol.2, No. 4, 2013,diambil dari: (//ejournals1.undip.ac.id/index.ph p/jnc/article/view/3735 diakses 23-04-2016, jam 12.00). Ngaisyah DRr., 2015. Hubungan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul., (online) Jurnal Medika Respati., Vol. X, No. 4, Oktober 2015., diambil dari: (//ejournal.respati.ac.id/index.php/ medika/article/viewfile/299/242 diakses, 23-04-2016, jam 12.00). Oktarina Z, Sudiarti T. 2013. Faktor Risiko Stunting Pada Balita (24 59 Bulan) Di Sumatera., Jurnal Gizi dan Pangan, vol. No. November 2013 (online) diambil dari: (//journal.ipb.ac.id/index.php/jgizi pangan/article/view/7977 diakses, 23-09-2016, jam 12.00) Siahaan N, Lubis, Ardiani F. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2013., (Online),Vol.1, No.1, 2014: (//jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/ article/view/5912. diakses, 23-09- 2016, jam 12.00) UNICEF Indonesia Laporan Tahunan. 2012. Perlindungan Anak, Jakarta; (online) diambil dari: (http://www.unicef.org/indonesia/i d/unicef_annual_report_%28i nd%29_130731.pdf diakses, 23-04-2016, jam 12.00) 9
10