Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010)

dokumen-dokumen yang mirip
Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Pentingnya Monitoring Parameter Parameter Hidrograf

BAB I PENDAHULUAN + 2HCO 3. (1)

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

PERKEMBANGAN SISTEM HIDROLOGI KARST DI KARST PIDIE, ACEH. Karst Research Group Fak. Geografi UGM

PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH

VARIASI SPASIAL-TEMPORAL HIDROGEOKIMIA DAN SIFAT ALIRAN UNTUK KARAKTERISASI SISTEM KARST DINAMIS DI SUNGAI BAWAHTANAH BRIBIN, KAB.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata

TANGGAPAN TERKAIT DENGAN PENGGENANGAN LAHAN DI SEKITAR GUA/MATAAIR NGRENENG, SEMANU, GUNUNGKIDUL

KONTRIBUSI HIDROLOGI KARST DALAM PENGELOLAAN KAWASAN KARST

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

KARAKTERISASI AKUIFER KARST MATAAIR NGELENG DENGAN PENDEKATAN VARIASI TEMPORAL SIFAT ALIRAN DAN HIDROGEOKIMIA. Roza Oktama

SEBARAN SPASIAL TINGKAT KARSTIFIKASI AREA PADA BEBERAPA MATAAIR DAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST MENGGUNAKAN RUMUS RESESI HIDROGRAPH MALIK VOJTKOVA (2012)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN DOSEN

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

PENGANTAR. bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini

Naskah publikasi skripsi-s1 Hendy Fatchurohman (belum diterbitkan)

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta

PERSPEKTIF HIDROLOGIS DAN STRUKTUR BAWAH TANAH DALAM MITIGASI BENCANA MATA AIR REKAHAN

Karakteristik Sistem Hidrogeologi Karst Berdasarkan Analisis Hidrokimia Di Teluk Mayalibit, Raja Ampat

Citation: PIT IGI ke-17, UNY, Jogjakarta, 15 Nov 2014

IDENTITAS MATA KULIAH. Status mata kuliah

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

HIDROGEOKIMIA KARST. Tjahyo Nugroho Adji KARST RESEARCH GROUP FAC. OF GEOGRAPHY--GADJAH MADA UNIVERSITY INDONESIA

ANALISIS HIDROKEMOGRAF AIRTANAH KARST SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN KABUPATEN GUNUNG KIDUL. Arie Purwanto

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

Pentingnya Monitoring Parameter-Parameter Hidrograf Dalam Pengelolaan Airtanah di Daerah Karst

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

HIDROGEOLOGI MATA AIR

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

05/1729/PS PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR KEGIATAN HIBAH PENELITIAN UNTUK MAHASISWA PROGRAM DOKTOR TAHUN ANGGARAN 2009

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

ANALISIS NERACA AIR UNTUK MENENTUKAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) SISTEM PINDUL, KECAMATAN KARANGMOJO, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

aptudika.web.ugm.ac.id

bahwa jumlah air lebih penting dibandingkan dengan kualitas air dari sumber air yang ada. Bentuklahan asal proses solusional (karst) merupakan

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

Materi kuliah dapat didownload di

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Keunikan Hidrologi Kawasan Karst: Suatu Tinjauan

KAJIAN RESPON DEBIT MATAAIR NGELENG TERHADAP CURAH HUJAN UNTUK KARAKTERISASI AKUIFER KARST

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Serial:Powerpoint Presentasi: MENGENAL KAWASAN KARST, CIRI-CIRI DAN TINDAKAN PREVENTIV SEDERHANA UNTUK PELESTARIANNYA

Cyclus hydrogeology

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Kenampakan Bentuklahan Karst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Karakteristik dan Pemanfaatan Mataair di Daerah Tangkapan Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Gunungkidul

Tjahyo Nugroho Adji & Igor Yoga Bahtiar Karst Research Group Fak. Geografi UGM SERIAL POWERPOINT PRESENTASI: CROSS CORRELATION (KORELASI SILANG)

Serial Powerpoint Presentasi: Menentukan Derajat Karstifikasi (Karstification Degree) akuifer Karst

Metode Tracer Test untuk Mencari Hubungan Antar Sistem Sungai Bawah Tanah Di Akuifer Karst

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

Evolusi Hidrogeokimia pada Mataair di Sistem Goa Pindul, Karangmojo, Kebupaten Gunungkidul

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang

Citation: Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst Journal, Vol 1. No.1,April 2003 AGRESIVITAS AIRTANAH KARST SUNGAI BAWAH TANAH BRIBIN, GUNUNG SEWU

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

Serial Powerpoint Presentasi

I. PENDAHULUAN. yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai

Analisis Potensi Sungai Bawah Tanah Ngancar untuk Pemanfaatan Sebagai Sumber Air Minum

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

Analisis Potensi Air A I R

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal APLIKASI ISSN X

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kondisi hidrogeologi daerah penelitian.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Bentanglahan karst memiliki daya tarik tersendiri ditinjau dari berbagai disiplin ilmu, karena memiliki karakter yang unik baik secara geomorfologi, geologi, maupun hidrologi. Distribusi bentanglahan karst di dunia menunjukan adanya variasi spasial kenampakan khas dari bentanglahan karst (Kusumayudha, 2005). Karst juga didefinisikan sebagai bentanglahan yang tercipta karena adanya reaksi dari kontak antara air dengan material karbonat, perubahan kondisi air selaku agen pelarut menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap bentuklahan karst yang terbentuk (Van Beynen, 2011). Sistem hidrologi karst memiliki karakter tersendiri dengan adanya dominasi proses pembentukan non-permukaan atau dengan kata lainhasil proses pelarutan mengakibatkan minimnya aliran permukaan dan lebih berkembangnya sistem aliran bawah permukaandengan sifat tidak seragam (heterogen) dan anisotropis yang kemudian diklasifikasikan oleh White (1988) menjadi sistem aliran rembesan (diffuse), sistem aliran rekahan (fissure), dan sistem aliran lorong (conduit). Ford dan Williams (1989) turut menjabarkan bahwa bentanglahan karst tersusun oleh kombinasi batuan yang mudah larut dan perkembangan porositas sekunder yang tinggi, sehingga sistem hidrologi karst memiliki keistimewaan berupa dominasi proses pembentukan aliran bawah permukaan yang merupakan produk dari proses pelarutan yang diilustrasikan dalam Gambar 1.1. Gambar 1.1.Ilustrasi sistem hidrologi karst (Goldscheider, 2010) 1

Lebih jauh mengenai proses pembentukan bentuklahan karst atau juga dikenal juga dengan proses karstifikasi yang berupa interaksi antara airtanah dan mineral karbonat penyusun batuan dengan proses utama berupa pelarutan (dissolution) memberikan pengaruh terhadap komposisi kimia airtanah di kawasan karst (Appelo and Postma, 1994; Bogli, 1980). Jankowski (2002) kemudian menambahkan bahwa terdapat syarat tertentu untuk dapat berlangsungnya proses pelarutan, yaitu sifat air yang melalui sistem karst harus dalam fase tidak jenuh (unsaturated) terhadap material karbonat dan air tersebut harus mampu mengangkut produk hasil pelarutan ke tempat lain. Mekanisme kimiawi yang berpengaruh terhadap dinamika proses karstifikasi adalah perubahan suhu yang memiliki hubungan dengan tekanan gas karbondioksida (CO2), proses percampuran (mixing) dengan air yang memiliki agresivitas berbeda. Sebagai contoh Bogli (1980) memberikan gambaran suatu kondisi ketika terjadi banjir atau hujan yang memiliki peran sebagai input air dengan kondisi tidak jenuh akan mempengaruhi kondisi aliran berupa penurunan derajat keasaman air (ph) sehingga mempercepat proses pelarutan. Hasil dari proses pelarutan yang berupa akuifer dengan perbedaan sifat aliran dan kondisi hidrogeokimia pelarutan dalam rentang waktu tertentu kemudian dipilih sebagai dasar pendekatan dalam karakterisasi akuifer karst yang dilakukan dalam penelitian ini. Bentanglahan karst Indonesia dapat dijumpai di daerah Gombong Jawa Tengah, Kawasan Karst Maros Sulawesi Selatan,dan Kawasan Karst Gunung Sewu di sebagian kecil Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kawasan Karst Gunung Sewu menjadi salah satu yang paling dikenal karena kenampakan permukaan yang khas berupa bukit-bukit berbentuk membulat hasil sisa proses karstifikasi dan keberadaan mataair yang tersebar, dan terutama keberadaan sistem hidrologi bawah permukaan berupa gua dan sungai bawah tanah yang berkembang dan saling terhubung dengan ponor yang tersebar di seluruh luasan Kawasan Karst Gunung Sewu. Secara administratif Kawasan Karst Gunung Sewu termasuk ke dalam tiga provinsi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, dan 2

Provinsi Jawa Timur. Kawasan ini membentang dari barat ke timur yakni dari Daerah Parangtritis hingga sekitaran Teluk Pacitan, seperti yang nampak pada Gambar 1.2. Gambar 1. 2.Cakupan Kawasan Karst Gunung Sewu (Kusumayudha, 2004) Secara praktis penentuan Mataair Ngeleng sebagai objek dalam karakterisasi akuifer karst dilakukan dengan alasan bahwa mataair adalah keluaran atau luahan air dari suatu sistem akuifer yang terbentuk akibat adanya gerakan airtanah pada celah-celah batuan (White, 1988), sehingga air yang keluar dari suatu mataair dianggap sesuai untuk merepresentasikan karakter akuifer karst. Ditinjau dari sisi manfaat, Mataair Ngeleng, Kawasan Karst Gunung Sewu atau secara administratif terletak di Kecamatan Purwosari memiliki fungsi sebagai satu-satunya sumber utama air yang memiliki kelebihan berupa kualitas air yang relatif baik, terdapat di permukaan sehingga cenderung lebih mudah untuk didistribusikan, dan mengalir sepanjang tahun. Bentuk pemanfaatan Mataair Ngeleng adalah untuk pemenuhan kebutuhan air domestik dan irigasi andalan bagi empat dusunyaitu Dusun Petoyan, Dusun Susukan, Dusun Nglegok, dan Dusun Tompak. Dibalik manfaat Mataair Ngeleng, masih sangat sedikit penelitian mengenai karakter mataair, sehingga judul penelitian ini dianggap penting untuk dilaksanakan oleh penyusun. 3

1. 2. Perumusan Masalah Mengingat kondisi hidrologi bawah permukaan yang berkembang pada bentanglahan karst memiliki sifat heterogen dan anisotropis, karakterisasi akuifer karst harus dilakukan dengan pendekatan ilmiah terhadap hasil proses yang berupa sifat aliran dan kondisi hidrogeokimia. Berdasarkan pendekatan terhadap dua aspek tersebut, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana variasi temporal sifat aliran akuifer karst Mataair Ngeleng? 2. Bagaimanakah variasi temporal hidrogeokimia Mataair Ngeleng? 3. Bagaimanakah hubungan antara variasi temporal sifat aliran dan hidrogeokimia akuifer karst Mataair Ngeleng? Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian maka diperoleh dasar pemikiran bahwa pendekatan ilmiah terhadap kondisi hidrogeokimia yang dikombinasikan dengan kajian sifat aliran Mataair Ngeleng dalam rentang waktu tertentu adalah cara yang sesuai untuk karakterisasi akuifer karst, sehingga penyusun memilih judul penelitian skripsi: Karakterisasi Akuifer Karst Mataair Ngeleng dengan Pendekatan Variasi Temporal Sifat Aliran dan Hidrogeokimia 1. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Mengetahui variasi temporal sifat aliran akuifer karst Mataair Ngeleng; 2. Mengkaji variasi temporal hidrogeokimia akuifer karst Mataair Ngeleng; 3. Mempelajari hubungan antara sifat aliran dengan hidrogeokimia Mataair Ngeleng. 4

1. 4. Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan variasi temporal sifat aliran dan hidrogeokimia dalam menentukan karakteristik akuifer karst. Manfaat langsung penelitian ini terhadap masyarakat adalah memberikan informasi mengenai potensi akuifer karst baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau, serta gambaran mengenai kualitas air secara umum beradarkan kandungan kimia yang dimiliki. Manfaat lain yang lebih luas adalah penelitian ini pada waktu mendatang dapat berfungsi sebagai referensi untuk manajemen Ekosistem Karst Gunung Sewu terutama dalam aspek hidrologi mencakup kebutuhan konservasi, eksplorasi, dan pengelolaan sumberdaya air. Terkait keperluan pengembangan riset teknologi dan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan juga berperan sebagai acuan dalam pembelajaran ilmu bumi terutama di bidang geografi fisik dan lingkungan terlebih dalam lingkup kajian kawasan karst dan juga mampu menjadi contoh untuk menarik antusiasme para peneliti muda Indonesia yang memiliki potensi dan ketertarikan agar lebih menyadari keistimewaan bentanglahan karst yang luas untuk dikaji lebih jauh. 1. 5. Tinjauan Pustaka 1. 5. 1. Karst Ford dan Williams (1989) menjelaskan istilah karst sebagai kenampakan alami dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari adanya proses pelarutan material karbonat dan keberadaan porositas sekunder yang lebih dominan berkembang. Karst merupakan suatu kawasan bentanglahan dengan fenomena alam yang terjadi akibat perpecahan batugamping, dolomit, gipsum, atau batugaram oleh hujan, es yang mencair, aliran sungai, ataupun aliran bawah tanah yang menghasilkan sistem retakan, celah, lubang gua dan saluran-saluran air. Kawasan karst umumnya dikenal dengan kenampakan yang khas seperti lembah buta (sinkhole), lembah kering, ornamen gua, mataair, serta dapat dijumpai watertable yang datar dan relatif dalam (Erdelyi and Galfi, 1988). White (1988) mencirikan karst dengan kenampakan sebagai berikut: 5

1. Adanya cekungan tertutup dengan berbagi ukuran dan bentuk, 2. Drainase permukaan dan sungai permukaan sangat langka, 3. Terdapatnya gua dan sistem drainase bawah permukaan. Perkembangan karst sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain, hal tersebut disebabkan oleh faktor pengontrol perkembangan karst yaitu batuan, struktur geologi, vegetasi dan iklim. Secara umum, kenampakan eksokarst berdasarkan relief permukaan secara umum dibedakan menjadi bentuklahan dengan relief negatif atau cekungan dan bentuklahan dengan relief positif atau menonjol di atas permukaan bumi (Kusumayudha, 2005). Proses pelarutan material karbonat pada bentanglahan karst terjadi di tempat yang mengalami konsentrasi pelarutanyang berasosiasidengan konsentrasi struktur kekar, konsentrasi mineral mudah larut, maupun tempat dengan perpotongan struktur geologi berupa kekar dan bidang perlapisan. Perkembangan dari bentukan karst dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni ketinggian tempat, intensitas hujan, keberadaan batuan mudah larut (soluable material), dan kerapatan vegetasi. Perkembangan karst di permukaan dapat diketahui dari fenomena kenampakan fisik singkapan batugamping dari batugamping dan batugamping kalice (Kusumayudha, 2005). 1. 5.2. Proses Karstifikasi Karstifikasi adalah proses yang menyebabkan berkembangnya bentuklahan karst. Proses karstifikasi pada batugamping diawali oleh larutnya karbon dioksida (CO2) di dalam air yang kemudian membentuk H2CO3. Ada dua hal pokok dalam proses pelarutan, yaitu agen pelarut dan materi yang terlarut. Air memiliki peran penting sebagai agen pelarut utama, sedangkan materi terlarut adalah batuan dari jenis batuan karbonat seperti gipsum maupun batugamping. Proses karstifikasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor pendorong dan faktor pengontrol. Faktor pengontrol menentukan keberlangsungan proses karstifikasi si suatu tempat, sedangkan faktor pendorong menentukan kecepatan dan tingkat kesempurnaan proses karstifikasi (Haryono dan Adji, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor pengontrol tersebut meliputi keberadaan batuan yang 6

mudah larut, kompak, tebal, dan mempunyai banyak rekahan, terdapat curah hujan yang cukup (lebih dari 2500 mm/tahun), topografi yang tinggi sehingga terdapat batuan yang tersingkap di ketinggian yang memungkinkan perkembangan sirkulasi air secara vertikal. Berikut Tabel 1. 1. yang berisikan faktor-faktor dalam proses karstifikasi. Tabel 1. 1. Faktor dalam Proses Karstifikasi Faktor Pengontrol Faktor Pendorong Keberadaan batuan mudah larut disertai rekahan Curah hujan cukup (>2500 mm/tahun) Batuan terekspos di ketinggian terkait perkembangan drainase vertikal Temperatur Tutupan vegetasi Aktivitas organisme Sumber: Adji dan Haryono (2004) Bogli (1980) menjelaskan bahwa pada proses pelarutan batugamping oleh air hujan yang berasal dari atmosferkemudian jatuh ke permukaan sehingga terjadi proses fisika dan kimia yang menyebabkan perpindahan massa dan reaksi antara fase udara, air, dan batuan. Reaksi yang terjadi pada batas antar fase (interface) dalam proses karstifikasi adalah transfer massa dan difusi, sementara reaksi kimia lebih dominan terjadi di fase air. Sistem perpindahan massa yang terjadi pada sistem karbonat kemudian dikenal sebagai sistem CO2-H2O-CaCO3, yang menurut Bogli (1980) memiliki tahapan proses, berupa: (1) Terjadi hujan yang diikuti dengan masuknya gas karbondioksida (CO2) di atmosfer ke dalam air melalui proses difusi (2) Air yang mengandung CO2 bersenyawa membentuk asam karbonat (carbonic acid) dengan reaksi kimia CO2(di air) + H2O H2CO3, sehingga dapat dikatakan bahwa gas karbondioksida larut dalam air (3) H2CO3 merupakan asam kuat, maka dapat mengalami proses dissociation (perpecahan) awal, yakni: H2CO3 HCO3 - + H + dan proses 7

yangkedua adalah HCO3 - CO3 2- + H + dengan proporsi yang kecil dibawah ph 8,4 (4) Kemudian air dan batuan gamping berinteraksi, terjadi pelepasan ion dengan reaksi pelarutan pelarutan batugamping: CaCO3 Ca 2+ + CO3 - (5) Selanjutnya, CO3 2- bergabung dengan ion H + yang lepas pada reaksi (3) sehingga CO3 2- + H + HCO3-1. 5. 3. Akuifer Karst Bentanglahan Karst dicirkan dengan akuifer atau sistem drainase bawah permukaan yang bersifat tidak seragam (heterogen) dan anisotropik (Ford and William, 1989). Ciri spesifik bentanglahan karst adalah berkembangnya tipe porositas sekunder yang merupakan hasil dari proses pelarutan, dimana proses tersebut juga berperan sebagai pengontrol dari akuifer yang memiliki material karbonat. Cepat lambat atau tingkat laju pelarutan batugamping bergantung pada besar kecilnya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) yang terdapat pada sistem akuifer karst terbuka ataupun sistemakuifer karst tertutup. Gambar 1. 3. Konsep Aliran Airtanah pada Akuifer Karst (White, 2004 dalam Adji, 2009) Sistem aliran di akuifer karst terbagi atas 4 (empat) komponen aliran utama yang menyumbang air menuju akuifer karst (White, 1988). Konsep dari sistem aliran airtanah pada akuifer karst disajikan pada Gambar 1. 3. 8

Imbuhan akuifer karst paling sedikit terbagi atas 4 (empat) komponen antara lain yakni : 1. Allogenic recharge, yaitu aliran permukaan berupa sungai yang masuk ke dalam akuifer karst melalui bentukan ponor (swallow hole); 2. Internal runoff, yaitu aliran permukaan dan hujan yang jatuh ke bentuk cekungan karst tertutup dan kemudian masuk ke akuifer karst secara bertahap melalui sinkhole atau ponor; 3. Diffuse infiltration, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan terinfiltrasi secara perlahan melewati pori-pori tanah yang mampu disimpan dalam kurun waktu tertentu pada zone epikarst sebelum kemudian turun ke bawah melalui rekahan atau matriks batuan menuju ke muka airtanah; 4. Imbuhan dari akuifer yang bertengger (perched akuifer): yaitu imbuhan yang berasal dari akuifer lokal suatu area yang berada di atas akuifer karst, kemudian dapat mencapai muka airtanah. Sistem aliran akuifer di karst diidentifikasi memiliki sistem aliran lorong (conduit) atau sistem rembesan (diffuse) seperti pada Gambar 1. 4. yang tidak terdapat pada akuifer non-karst (White, 1988), dimana pada bentanglahan karst dijumpai sistem aliran yang tidak seragamdi tiap wilayah. Gambar 1.4. Sistem aliran airtanah karst (Domenico and Schwartz, 1990) 9

White (1988) juga mengklasifikasikan akuifer karst berdasarkan tipe alirannya menjadi tiga konsep, yaitu: a. Diffuse-flow Karst Aquifer atau akuifer dengan sistem aliran didominasi sistem rekahan(diffuse). Akuifer ini mengalami proses pelarutan yang tidak terlalu dominan, ciri dari akuifer ini adalah muka airtanah yang dapat didefinisikan dengan fluktuasi yang tidak terlalu besar, serta kedudukan muka airtanahnya sedikit di atas muka airtanah regional; b. Free-flow Karst Aquifer yang memiliki tipe aliran lorong(conduit) yang menunjukan keberadaan dominasi proses pelarutan, ciri akuifer ini adalah memiliki respon yang sangat cepat terhadap kejadian hujan dan mempunyai hidrograf aliran dengan karakter yang mirip dengan hidrograf pada aliran permukaan; c. Confined-flow Karst Aquifer yang terletak di bawah lapisan batuan dengan nilai permeabilitas yang sangat kecil, sehingga kondisi aliran yang dimiliki sangat dipengaruhi lapisan di bagian atasnya. Hobbes (1986) mengutarakan bahwa terdapat sifat aliran lain di sistem hidrologi karst yaitu tipe aliran fissure dengan karakteristik seperti yang dapat diamati pada Tabel 1. 2. berikut. Tabel 1. 2. Karakteristik Aliran Akuifer Karst TIPE ALIRAN CONDUIT FISSURE KARAKTERISTIK Perpipaan, terhadap hujan sensitif Percelahan, respon sedang terhadap hujan Menyebar, respon DIFFUSE lambat terhadap hujan Sumber: Hobbes (1986) KONDISI IMBUHAN Banyak dan ponor Fracture, joint Fracture, intergranuler sinkhole SIMPANAN Rendah dan hanya pada saat musim hujan Sedang dan perenial musiman Besar dan sepanjang tahun 10

1. 5. 4. Mataair Karst Mataair adalah pemunculan airtanah ke permukaan bumi karena suatu sebab, berupa topografi, gravitasi, maupun struktur geologi, kemudian mataair karst menurut White (1988) adalah air yang keluar dari akuifer karst terutama pada keluaran hasil pelarutan di permukaan atau bawah permukaan bumi. Keistimewaan yang dijumpai pada mataair karst adalah kondisi mataair dengan debit yang relatif sama besar, bersuhu sama, serta memiliki kesadahan yang sama dapat pula dijumpai pada mataair karst di tempat lain. Keunikan yang lain adalah karakteristik mataair karst yang sangat tergantung dari tingkat karstifikasi suatu wilayah. Elevasi suatu mataair karst dapat menurun ke arah dalam sepanjang kurun waktu tertentu dan bila mencapai local base level, maka mataair di sekitarrnya dengan ukuran yang lebih kecil akan hilang dan bergabung seiring dengan berkembangnya sistem pelorongan. Klasifikasi mataair karst hampir tidak berbeda dengan klasifikasi mataair pada kawasan lain di permukaan bumi, yakni klasifikasi atas dasar periode pengalirannya oleh Kusumayudha (2004) menjadi: 1. Mataair Perenial, mataair dengan debit yang konsisten sepanjang tahun, dengan pengaruh perubahan musim hanya pada dinamika debit. 2. Mataair Periodik, mataair yang mengalir pada saat banyak terjadi hujan dan merupakan salah satu tipe mataair yang umum dijumpai di Kawasan Karst. 3. Mataair Intermittent, mataair yang memiliki aliran dipengaruhi oleh perubahan muka airtanah regional, atau berasosiasi dengan aliran yang hanya terdapat pada waktu musim hujan. 4. Mataair Episodik, mataair yang mengalir tidak dengan pola tertentu, melainkan terjadi setelah hujan dan juga merupakan matair yang umum dijumpai di Kawasan Karst. Kemudian klasifikasi berdasarkan asal airtanah yang meluah menurut Kusumayudha (2004) digolongkan menjadi: 11

1. Mataair Emergence, mataair dengan debit besar namun daerah tangkapannya tidak jelas, dalam artian tidak memiliki kenampakan nyata yang jelas sebagai bukti. 2. Mataair Resurgen, mataair yang berasal dari sungai yang masuk ke dalam tanah dan muncul lagi ke permukaan (re-emergence flow). 3. Mataair Eksurgen, mataair dengan debit kecil berupa rembesan, seperti pada akuifer intergranuler. Klasifikasi mataair berdasarkan struktur geologi oleh Kusumayudha (2004) terbagi menjadi: 1. Mataair Kontak, mataair yang muncul karena adanya kontak antara lapisan permeabel dengan lapisan impermeabel pada bidang perselingan formasi batuan. 2. Mataair Rekahan, mataair yang keluar dari bukaan struktural berupa kekar atau retakan yang terbuka di batuan karbonat. 3. Mataair Descending, mataair yang keluar melalui sistem lorong dengan arah aliran menuju bagian bawah. 4. Mataair Ascending, mataair yang terbentuk dari proses pengeringan zona freatik pada bidang kekar yang terbuka dengan ciri pada debit aliran yang sangat bervariasi. 5. Mataair Aluvial Karst, mataair yang mengeringkan zona freatik dan memotong kenampakan lembah. Beberapa klasifikasi tersebut ditampilkan pada Gambar 1. 5. Gambar 1. 5. Jenis Mataair Karst Berdasarkan Struktur Geologi (White, 1988; Kusumayudha, 2004) 12

1. 5. 5. Hidrogeokimia Secara harfiah hidrogeokimia merupakan suatu pendekatan dalam proses interpretasi reaksi kimiawi antara airtanah dengan material penyusun akuifer. Secara praktis hidrogeokimia digunakan sebagai salah satu alat dalam menjawab berbagai permasalahan dalam ruang lingkup kajian ilmu geohidrologi, seperti menghitung laju reaksi kimia airtanah, menentukan tingkat kontaminasi airtanah, serta memprediksi arah dan kecepatan aliran airtanah (Jankowski, 2002; Santosa, 2010). Kondisi hidrogeokimia memiliki perbedaan baik secara spasial maupun temporal, karena terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh antara lain: proses presipitasi, evaporasi-transpirasi, pertukaran ion, proses reduksi-oksidasi, pelarutan mineral, proses pengendapan, proses percampuran, dan keberadaan pengaruh dari aktivitas manusia (Sudarmadji, 1990). Secara detail faktor-faktor tersebut akan dijelaskan berikut ini. a. Proses Presipitasi Proses presipitasi atau hujan merupakan salah satu komponen iklim yang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi hidrogeokimia. Berdasarkan kandungan kimia yang dimiliki, air hujan mengandung berbagai zat yang awalnya berwujud gas seperti SOx, NOx, dan COx. Secara sederhana Santosa (2010) menjelaskan bahwa air hujan yang jatuh akan mengalami kontak langsung dengan permukaan tanah, diikuti oleh proses infiltrasi dan perkolasi untuk kemudian mencapai kedalaman airtanah. Proses tersebut jelas memberikan pengaruh terhadap kondisi hidrogeokimia airtanah di tiap wilayah. b. Evaporasi-Transpirasi Evaporasi dan transpirasi merupakan dua proses dalam siklus hidrologi yang dipengaruhi oleh suhu. Secara teoritis dua proses tersebut memiliki pengaruh terhadap kandungan zat kimia dalam air. Secara sederhana air hujan yang jatuh sebagian akan mengalami evaporasi sebelum mencapai permukaan, dan sebagian sisanya kembali mengalami evaporasi setelah mencapai permukaan. Proses transpirasi kembali terjadi setelah air mengalami kontak dengan tumbuhan, dimana 13

kembali terjadi pengurangan volume air. Akibat dari dua proses tersebut adalah terjadi peningkatan konsentrasi kandungan garam-garam yang sebelumnya telah terlarut dalam air hujan, kemudian air yang tersisa masuk kedalam tanah menjadi airtanah. c. Pertukaran Ion Pertukaran ion merupakan suatu proses yang melibatkan zat cair dan zat padat. Pertukaran ion akan merubah komposisi kimia air. Kation yang sering mengalami pertukaran adalah Na +, Ca 2+, dan Mg 2+. d. Proses Reduksi-Oksidasi Proses reduksi-oksidasi merupakan salah satu proses dalam kajian kimia airtanah yang terbilang penting. Dalam proses reduksi terjadi perolehan elektron bebas oleh unsur yang telah mengalami reduksi. Sedangkan dalam proses oksidasi merupakan proses pelepasan elektron bebas oleh unsur yang teroksidasi. Kedua proses ini pasti terjadi dan memberikan kompensasi satu sama lain (Purnama, 2004). e. Pelarutan Mineral Proses pelarutan mineral akan membebaskan ion dari senyawanya dan kemudian larut dalam airtanah (Matthess, 1982 dalam Purnama, 2004). Pelarutan dalam lingkup kajian airtanah terjadi antara airtanah dengan material penyusun akuifer karena adanya kontak langsung dalam kurun waktu yang terbilang panjang. Sebagai contoh langsung dari pelarutan mineral terdapat dalam penelitian ini dimana mineral karbonat berupa kalsit akan melepaskan ion-ion karbonat yang dimiliki untuk kemudian larut dalam airtanah. Akibat dari terjadinya pelarutan mineral adalah perubahan yang signifikan dari komposisi kimia airtanah. Perlu juga diketahui bahwa jika material penyusun akuifer berbeda di setiap tempat maka komposisi kimia airtanah yang dimiliki juga berbeda. f. Proses Pengendapan Proses pengendapan merupakan kebalikan dari proses pelarutan, yakni proses yang terjadi akibat penggabungan ion-ion akibat zat yang berfungsi sebagai 14

pelarut mengalami penguapan, atau akibat terjadi reaksi kimia yang membentuk garam yang bersifat tidak mudah larut. Pengandapan mineral akan mempengaruhi tipe kimia airtanah. Mineral yang terbilang mudah mengalami pengendapan selama proses evaporasi antara lain adalah: kalsit, gypsum, klorida, dan kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Jika dihubungkan dengan proses pelarutan, maka terdapat suatu rangkaian proses dimana jika air sudah tidak mampu lagi melarutkan mineral tertentu, maka airtanah telah jenuh (saturated) dan mulai terjadi proses pengendapan, kemudian jika airtanah masih mampu melarutkan mineral (unsaturated) maka proses pelarutan akan terus berlangsung. g. Proses Percampuran Proses percampuran merupakan proses yang biasanya terjadi dengan melibatkan air tawar dengan air asin. Proses percampuran air dengan konsentrasi yang berbeda jelas akan memberikan pengaruh berupa perubahan komposisi kimia air. Proses percampuran menurut Santosa (2010) biasanya terjadi pada zona dengan perbedaan karakteristik terutama perbedaan lingkungan fisik. h. Pengaruh Aktivitas Manusia Pengaruh aktivitas manusia yang umum dijumpai adalah berupa pencemaran airtanah, yang mengakibatkan berubahnya komposisi kimia airtanah. Terjadinya pencemaran akan meningkatkan konsentrasi zat maupun unsur terlarut dalam airtanah, sehingga merubah kualitas airtanah. Sebagian besar pencemaran airtanah berkaitan erat dengan cara pembuangan limbah di permukaan yang kemudian akan mengalami proses infiltasi dan perkolasi menuju airtanah (Sudarmadji, 1990). 1. 6. Penelitian Sebelumnya Penelitian yang memiliki keterkaitan dengan riset yang dilaksanakan dalam skripsi ini dilakukan oleh Raeisi, E dan Karami, G pada tahun 1997 dengan menggunakan analisis hidrokemograf secara temporal disertai pemisahan aliran dasar, serta pemodelan hidrogeokimia dengan perangkat lunak WATEQF terhadap data temporal selama 32 bulan di Mataair Berghan, Iran untuk mengidentifikasi 15

karakteristik akuifer karst. Lopez Chichano et al pada tahun 2000 melakukan penelitian hidrogeokimia dengan pemodelan hidrogeokimia terutata indeks kejenuhan (saturation indices) dengan perangkat lunak WATEQF dan kalkulasi transfer massa dengan perangkat lunak PHREEQC terhadap mataair karstdi Spanyol dengan hasil bahwa input air terhadap akuifer mencakup jenis imbuhan dan kondisi input air memberikan pengaruh terhadap pola temporal kondisi hidrogeokimia. Penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia dilakukan oleh Adji, T.N dan Sudarmadji pada tahun 2006 berupa pemisahan aliran dasar dengan analisis konstanta resesi hidrograf untuk penentuan karakter aliran akuifer karst di Sungai Bawah Tanah Bribin, Provinsi DIY. Hasil variasi nilai konstanta resesi untuk komponen aliran diffuse, fissure, dan conduit pada tiga gua di sepanjang aliran Sungai Bribin adalah sangat tinggi, dengan rata-rata nilai konstanta resesi aliran diffuse tertinggi terjadi di Gua Bribin (0,998), kemudian Gua Gilap memiliki ratarata nilai konstanta resesi diffuse yang paling kecil, sedangkan Gua Ngreneng yang merupakan bocoran dari aliran Sungai Bribin, akuifernya mempunyai sifat pelepasan komponen aliran diffuse yang hampir sama dengan Gua Bribin (0,98-0,99), dengan variasi nilai sepanjang musim banjir cukup besar (0,94-0,99). Hariadi, B di tahun 2008 mendeskripsikan variasi temporal intensitas dan komposisi kimia air tetesan ornamen gua beserta seluruh faktor yang mempengaruhinya. Adji, T. N kemudian kembali melakukan penelitian di tahun 2009 berupa pemisahan aliran dasar dengan analisis konstanta resesi, scatter plot analysis kondisi hidrogeokimia, dan analisis hubungan antar variabel sistem karst dinamis di Sungai Bawah Tanah Bribin, Provinsi DIY. Misqi, M pada tahun 2010 melakukan penelitian yang terfokus pada perhitungan konstanta resesi pada tiga objek yang mewakili karakter berbeda yaitu Mataair Beton, Sungai Bawah Tanah Bribin, dan Sungai Bawah Tanah Toto dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ketiga objek penelitian memiliki perbedaan dalam pelepasan komponen aliran. Penelitian yang telah dilakukan termasuk penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk matriks dalam Tabel 1. 3. berikut. 16

Tabel 1. 3. Penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang dilaksanakan dalam skripsi ini No Nama Tahun Judul Tujuan Metode Hasil 1 Analisis temporal Daerah tangkapan Mataair Raeisi, E Hydrochemographs of Berghan Identifikasi karakteristik hidrokemograf dan Berghan didominasi tipe dan Karami, 1997 Karst Spring as Indicators of akuifer dengan analisis pemisahan aliran dasar aliran diffuse dengan G Aquifer Characteristics hidrokemograf (baseflow) imbuhan bertipe autogenik 2 Analisis temporal Pola temporal Factors Which Determine The Mengetahui faktorfaktor yang beberapa mataair dalam 1 hidrogeokimia dari Lopez hidrogeokimia mataair Hydrogeochemichal Behaviour Of Chichano, et 2000 karst dipengaruhi oleh Karstic Springs, A Case Study mempengaruhi kondisi (satu) sistem hidrogeologi, al dinamika input air yang from The Betic Cordilleras, Spain hidrogeokimia serta mengidentifikasi dimiliki faktor yang mempengaruhi Gua Bribin dan Gua 3 Mengidentifikasi Ngreneng didominasi sifat The Distribution of Flood Adji, T. N konstanta resesi aliran diffuse, sedangkan Hydrograph Recession Constant of Pemisahan aliran dengan dan 2006 hidrograf untuk Gua Gilap memiliki respon Bribin River For Gunung Sewu konstanta resesi hidrograf Sudarmadji mengkarakterisasi sifat aliran yang paling cepat Karst Aquifer Characterization akuifer karst SBT Bribin atas keberadaan input air dari sinkhole 4 Hariadi, B 2008 Sumber: Telaah Pustaka Peneliti (2012) Studi Variasi Temporal Kandungan Geokimia Air Tetesan Gua di Kawasan Karst Gunung Sewu: Kasus Pada Ornamen Drappery di Dalam Gua Gilap dan Ornamen Stalaktit di Dalam Gua Bribin Mendeskripsikan variasi temporal intensitas dan komposisi kimia air tetesan ornamen Analisis temporal kandungan kimia air yang berasal dari ornamen gua Kondisi geokimia air tetesan pada ornamen Gua Gilap dan Gua Bribin dipengaruhi oleh kondisi musim 17

Tabel 1. 3. Penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang dilaksanakan dalam skripsi ini (Lanjutan) No Nama Tahun Judul Tujuan Metode Hasil Variasi Spasial-Temporal Pemisahan aliran dasar Terdapat pola variasi spasialtemporal pada hubungan Menganalisis variasi spasialtemporal persentase aliran Hidrogeokimia dan Sifat dengan konstanta resesi, Aliran Untuk Karakterisasi scatter plot analysis kondisi antara karakteristik aliran, 5 Adji, T N 2009 dasar, kondisi hidrogeokimia, Sistem Karst Dinamis di hidrogeokimia, analisis kondisi hidrogeokimia, dan dan kondisi SKD Sungai Sungai bawah Tanah Bribin, hubungan antar variabel karakter sistem karst dinamis Bawah Tanah Bribin, DIY Kabupaten Gunungkidul DIY sistem karst dinamis di SBT Bribin Analisis Konstanta Resesi 6 Misqi, M 2010 7 Oktama, R 2012 Sungai Bawah Tanah Untuk Karakterisasi Pelepasan Komponen Akuifer Karst (Studi Kasus: Mataair Beton, Sungai Bawah Tanah Seropan, dan Sungai Bawah Tanah Bribin, Kab. Gunungkidul, Provinsi DIY) Karakterisasi Akuifer Karst Mataair Ngeleng dengan Pendekatan Variasi Temporal Sifat Aliran dan Hidrogeokimia Sumber: Telaah Pustaka Peneliti (2012) Mengetahui karakteristik aliran akuifer karst dalam melepaskan komponen simpanannya dengan perhitungan konstanta resesi Mendeskripsikan karakter akuifer karst dengan analisis variasi temporal sifat aliran, kondisi hidrogeokimia serta hubungan antara keduanya Analisis konstanta resesi pada tiga objek yang berbeda (Mataair Beton, SBT Seropan, dan SBT Bribin) Pemisahan aliran dasar dan analisis konstanta resesi, analisis kondisi hidrogeokimia meliputi tipe kimia air, analisis hidrokemograf, indeks kejenuhan (saturation indices), serta analisis scatter plot untuk kemudian mendeskripsikan hubungan antara sifat aliran dan kondisi hidrogeokimia Pelepasan komponen aliran yang bervariasi pada ketiga objek penelitian Sifat aliran akuifer karst, variasi temporal kondisi hidrogeokimia, dan deskripsi karakteristik akuifer karst berdasarkan hubungan kedua variabel 18

1. 7. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dibangun dari proses awal dalam proses hidrologi, yakni dari proses presipitasi. Presipitasi memiliki kandungan tersendiri berupa gas CO2 yang spesifik berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Kandungan gas CO2 dalam air hujan merupakan produk dari adanya proses transfer antar fase gas dengan fase cair yang terjadi di atmosfer. Presipitasi juga memiliki fungsi sebagai input air utama bagi sistem akuifer karst. Variasi karakter yang dimiliki oleh proses presipitasi baik berupa kandungan gas CO2, waktu kejadian, hingga intensitasnya memberikan pengaruh sehingga proses presipitasi dianggap penting untuk diketahui. Air dari proses presipitasi kemudian diikuti oleh kontak langsung dengan vegetasi. Kontak dengan vegetasi turut mempengaruhi kondisi air baik secara kuantitas maupun kimiawi terkait proses biologis yang dimiliki. Proses recharge sendiri dalam sistem akuifer karst dikelompokan menjadi imbuhan langsung melalui ponor (sinkhole), imbuhan yang terlebih dahulu terakumulasi dalam cekungan, dan imbuhan yang berlangsung secara perlahan melalui zona epikarst. Air yang telah melalui proses di permukaan dan sub-permukaan kemudian masuk ke dalam sistem utama berupa akuifer karst. Selama berada dalam fase simpanan, air mengalami kontak langsung dengan material penyusun akuifer karst berupa material karbonat, sehingga terjadi proses kimiawi berupa proses pelarutan (dissolution) pada awalnya, kemudian diikuti dengan proses pengendapan (precipitation). Berdasarkan proses tersebut diperoleh poin pertama yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Pelepasan simpanan dalam sistem akuifer karst kemudian menjadi proses yang terkait dengan output air dari keseluruhan proses, menjelang proses selanjutnya yang kemudian melibatkan aktivitas manusia dalam pemenuhan kebutuhan atau proses-proses antropogenik. Komponen yang dilepaskan oleh akuifer karst terbagi menjadi aliran diffuse, aliran fissure, dan 19

aliran conduit. Ketiga komponen aliran tersebut dilepaskan dangan cara yang berbeda-beda terkait dengan karakter akuifer yang lebih dominan berkembang, yaitu berupa rembesan, rekahan, maupun pelorongan. Perbedaan dalam pelepasan komponen aliran pada akuifer karst kemudian menjadi poin kedua dalam penelitian ini. Dua poin utama yang telah dijabarkan sebelumnya, yakni mengenai kondisi hidrogeokimia dan sifat aliran kemudian dijadikan pendekatan utama dalam karakterisasi akuifer karst dengan pertimbangan bahwa kedua poin mewakili proses yang berlangsung di dalam, hingga bagaimana proses pelepasan dari sistem akuifer karst, baik dengan kajian dari masing-masing poin, hingga hubungan antar keduanya. Secara sistematis, kerangka pemikiran yang dibangun untuk penelititian ini tersaji pada Gambar 1. 6. Atmosfer Presipitasi Vegetasi Epikarst Permukaan Tanah Batuan Sistem Akuifer Karst Sifat Aliran Kondisi Persentase Aliran Komponen Aliran Difusse Fissure Conduit Karakter Akuifer Gambar 1. 6. Kerangka Pemikiran 20

1. 8. Batasan Ilmiah a. Agresivitas air adalah kondisi atau kemampuan air untuk melarutkan mineral (Jankowski, 2002) b. Akuifer karst adalah lapisan berbahan material karbonat yang mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah dalam jumlah yang cukup dengan spesifikasi kondisi sistem aliran bawah permukaan tersendiri (Ford and Williams, 1989) c. Aliran conduit adalah tipe aliran bawah tanah karst yang berupa loronglorong dengan bentuk menyerupai pipa dengan diameter hingga beberapa meter yang terbentuk dari pelebaran rekahan dan bidang perlapisan batuan karena proses pelarutan, pada aliran ini distribusi airtanah karst dikontrol oleh persebaran dan arah lorong-lorong tersebut (White, 1988) d. Aliran diffuse adalah tipe aliran bawah tanah karst yang berada pada rekahan-rekahan kecil pada batuan yang menunjukan sedikit sekali hasil dari proses pelarutan. Keluaran air dari aliran ini biasanya hanya memiliki debit yang kecil dengan fluktuasi yang hampir seragam (White, 1988) e. Aliran Fissure adalah komponen aliran pengisi sungai bawah tanah dari akuifer yang mengalir melalui retakan-retakan pada batuan gamping yang berukuran 10-102 mm (Bonacci, 1990) f. Baseflow atau aliran dasar adalah debit aliran pada suatu sungai yang tetap mengalir pada musim kemarau karena berasal dari air yang tersimpan dalam akuifer (Fetter, 1994) g. Baseflow separation adalah pemisahan aliran dasar, suatu metode untuk memisahkan komponenaliran pada suatu sungai menjadi komponen aliran dasar dan komponen aliran langsung (Schulz, 1976) h. Batugamping merupakan jenis batuan sedimen, batuaan karbonat, yang didominasi oleh kalsium karbonat yang merupakan hasil rombakan dari binatang dan vegetasi laut (Ford and Williams, 1989) 21

i. Debit adalah laju aliran air dalam bentuk volume air yang melewati suatu penampang melintang per satuan waktu (Asdak, 2007) j. Eksokarst adalah bagian atas permukaan dari suatu bentanglahan karst(white, 1988) k. Endokarst adalah bagian bawah permukaan dari suatu bentangalam karst (White, 1988) l. Hidrogeokimia merupakan pendekatan yang mengkaji proses dan reaksi yang terjadi karena adanya interaksi antara airtanah dan batuan pada akuifer (Mudry, 2004) m. Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu (Sri Harto Br, 1993) n. Hidrograf banjir adalah grafik berskala yang menunjukkan hubungan antarawaktu pada sumbu horisontal dan data debit aliran pada saat kejadian banjir pada sumbu tegak (Schulz, 1976) o. Hidrokemograf adalah gambar atau grafik berskala yang berisi informasi perubahan debit aliran danperubahan sifat kimia air secara temporal (Plagnes, 2001) p. Indeks Kejenuhan adalah nilai yang menunjukkan tingkat kejenuhan atau agresivitas air untuk melarutkan suatu mineral batuan (Appelo and Postma, 1994) q. Karst merupakan medan dengan sistem hidrologinya yang khusus dan bentukan-bentukannya yang timbul dari sebuah kombinasi antara batuan yang memiliki daya larut tinggi dan porositas sekunder yang berkembang dengan baik (Ford and Williams, 1989) r. Karstifikasi adalah salah satu bagian siklus pada karbon, air, kalsium yang terdapat pada batas antar fase hubungan litosfer, hidrosfer, atmosfer, dan biosfer (Daoxian, 2002) s. Konstanta Resesi adalah suatu angka yang biasa digunakan sebagai indikator keberlangsungan aliran dasar, dapat diperoleh secara eksponensial dari kurva resesi suatu hidrograf aliran (Nathan and McMahon, 1990) 22

t. Kurva resesi adalah suatu bagian dari hidrograf banjir dari suatu sungai setelah tidak terjadi hujan, sehingga debit aliran akan mengalami penurunan atau akuifer akan melepaskan komponen alirannya (Nathan and McMahon, 1990) u. Mataair Karst adalah air yang keluar dari akuifer karst terutama pada cavities hasil pelarutan di permukaan atau bawah permukaan bumi (White, 1988) v. Rating Curve adalah grafik hubungan antara debit dengan tinggi muka air pada penampang tertentu (Sri Harto Br, 1993) 23