BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan (Wardhana, 2004). Sekitar 99 % dari gas yang non polusi dalam udara kering yang terdapat pada troposfer, yaitu gas nitrogen (78%) dan oksigen (21%). Sisanya adalah gas argon (kurang dari 1%), karbon dioksida (0,035%), uap air sekitar 0,01% di daerah subtropis dan sekitar 5% di daerah tropis yang lembab (Darmono, 2006). Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami penurunan yang membahayakan kesehatan manusia, kehidupan hewan dan tumbuhan (Soedomo, 2001). Menurut Organization For Economic Cooperation and Development (OECD,1991), polusi udara di wilayah perkotaan dan daerah berpenduduk padat telah menjadi perhatian utama sejak abad terakhir, karena wilayah-wilayah tersebut merupakan tempat di mana sumber pencemaran sering berada dan juga menjadi tempat sebagian besar orang hidup dan menghirup udara tercemar. Beberapa komponen pencemar udara sebagai polutan primer yang mencakup sebagian besar jumlah polutan udara lainnya yang berpotensi mempengaruhi kualitas udara dapat dikelompokkan menjadi: karbon monoksida (CO); nitrogen oksida (NO x ); belerang oksida (SO x ); hidro karbon (HC) dan lainlain (Sunu, 2001). Tingkat polusi udara yang semakin meningkat terutama di kota-kota besar sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Salah satu penyumbang polusi udara di kota-kota besar di Indonesia adalah gas buangan kendaraan bermotor (Ratnawati, 2010). Menurut Baltrenas et al (2003), emisi dari hasil pembakaran bahan bakar transportasi berupa karbon monoksida (80%), hidrokarbon (15%), nitrogen oksida 1
2 (5%), timbal, benzopyrene, dan material-material toksik lainnya. Menurut Austrup (1972) pembakaran bahan bakar oleh kendaraan bermotor adalah sumber utama penghasil karbon monoksida. Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Sebagian besar gas CO berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Kota-kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan (Wardhana, 2004). Menurut Soemirat (2011), karbon monoksida diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau oleh pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin (internal combustion engine). Karbon monoksida secara praktis diproduksi oleh proses-proses yang artifisial dan 80% di duga berasal dari asap kendaraan bermotor. Penelitian-penelitian yang dilakukan di Kalkuta, India mengungkapkan bahwa konsentrasi karbon monoksida di jalanan yang tinggi pada jam-jam sibuk sama dengan yang terjadi di New York (Eckholm, 1982). Hasil intervensi emisi yang telah dilakukan di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang dan Medan menunjukkan bahwa transportasi merupakan sektor yang paling besar kontribusinya dalam pencemaran udara selain industri, rumah tangga dan pengolahan sampah kota. Komposisi emisi pencemar udara pada ke 5 kota besar tersebut menunjukkan bahwa CO selalu menempati urutan pertama sebagai pencemar udara (Soedomo, 2001). Hasil Penelitian Widayani (2004) mengenai kajian korelasi tingkat kepadatan lalu lintas pada tiga ruas jalan yang berbeda di Kota Semarang terhadap konsentrasi CO Dan Pb dengan model Gaussian menunjukkan bahwa kepadatan lalu lintas tertinggi terjadi pada pagi (6.30-7.30 WIB) dan sore hari (16.30-17.30 WIB). Sedangkan konsentrasi CO tertinggi pada ketiga ruas jalan tersebut juga terjadi pada pagi (6.30-7.30 WIB) dan sore hari (16.30-17.30 WIB). Selanjutnya dijelaskan bahwa volume kendaraan sebagai sumber emisi berbanding lurus dengan konsentrasi CO di udara.
3 Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan hemoglobin (Hb) dalam darah sehingga terbentuk karboksihemoglobin atau HbCO (Fardiaz, 1992). Karbon Monoksida mempunyai afinitas terhadap hemoglobin 210-300 kali lebih besar bila dibandingkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin (Depkes RI, 1989) Menurut Soemirat (2011), reaksi terbentuknya HbCO mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan oksigen (O 2 ) kepada jaringanjaringan tubuh. Kadar HbCO akan bertambah dengan meningkatnya CO di atmosfir. Menurut Fardiaz (1992), Faktor penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh adalah konsentrasi HbCO yang terdapat di dalam darah, dimana semakin tinggi persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk HbCO, semakin parah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Kontak manusia dengan CO pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi ternyata kontak dengan CO pada konsentrasi yang rendah (kurang dari 100 ppm) juga dapat mengganggu kesehatan. Gangguan awal yang terjadi pada tubuh akibat paparan karbon monoksida yaitu pada sistem saraf sentral (Wardhana, 2004). Menurut Amitai et al(1998), gejala-gejala awal akibat pengaruh karbon monoksida terhadap sistem saraf yaitu sakit kepala dan kelelahan, saat paparan terhadap CO meningkat maka menyebabkan gejala pusing dan syncope(pingsan). Peningkatan lebih lanjut dari tingkat kadar HbCO di dalam darah menyebabkan kelesuhan, koma, kejang, dan kematian. Jumlah kendaraan bermotor di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkat setiap bulannya. Total kendaraan bermotor (mobil penumpang, bus, mobil barang, sepeda motor, dan kendaraan khusus)di Propinsi DI Yogyakarta sampai dengan bulan Februari 2013 secara keseluruhan berjumlah 1.777.316 kendaraan. Sepeda motor sebagai jenis kendaraan yang paling banyak yaitu 1.560.915, sedangkan kendaraan khusus sebagai jenis kendaraan yang paling sedikit dengan jumlah 502. (Haryanto, 2013).
4 Malioboro merupakan pasar tradisional dan menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang selalu ramai jumlah pengunjungnya. Tingkat kepadatan lalu lintas di Jalan Malioboro cenderung tinggi karena banyaknya kendaraan para pengunjung, sehingga tingkat pencemaran udaranya juga cenderung mengikuti kepadatan lalu lintas. Hasil penelitian Ali (1998) cit Nurrochman (2003) dengan judul Pengaruh Faktor Lalu Lintas Kendaraan Bermotor Terhadap Kadar CO Ambien di Jalan Malioboro Yogyakarta menyatakan bahwa terdapat hubungan berkorelasi positif antara volume lalu lintas dengan kadar CO udara di Jalan Malioboro. Semakin tinggi volume lalu lintas di Jalan Malioboro, semakin tinggi pula kadar CO udaranya. Petugas parkir yang berada di sepanjang Jalan Malioboro merupakan sekelompok orang yang terpapar CO setiap hari dari emisi kendaraan bermotor. Menurut Folinsbee (1992) salah satu tempat paparan CO di daerah perkotaan adalah di dekat jalan raya. Peningkatan kepadatan lalu lintas di wilayah Yogyakarta khusunya di Jalan Malioboro akan meyebabkan konsentrasi CO di udara juga meningkat dan akan berdampak negatif pada kesehatan. Berdasarkan pada kenyataan ini, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan kadar karbon monoksida dalam darah (HbCO) dengan kejadian kelelahan pada tukang parkir di Jalan Malioboro, Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah yang telah di paparkan, maka rumusan masalah yang dapat ditentukan dalam penelitian ini yaitu"apakah ada hubungan kadar karbon monoksida dalam darah dengan kejadian kelelahan pada petugas parkir di Jalan Malioboro, Yogyakarta?. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan kadar karboksihemoglobin dalam darah petugas parkir di Jalan Malioboro Yogyakarta 2. Untuk mengetahui hubungan kadar karboksihemoglobin dalam darah dengan kelelahan pada petugas parkir di Jalan Malioboro Yogyakarta
5 3. Untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan kadar karboksihemoglobin dalam darah petugas parkir di Jalan Malioboro Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi mengenai bahaya karbon monoksida terhadap kesehatan petugas parkir di Jalan Malioboro, Yogyakarta 2. Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi pemerintah daerah terutama instansi pengelola jalan dalam upaya mengurangi pemaparan karbon monoksida pada petugas parkir di Jalan Malioboro, Yogyakarta. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh karbon monoksida dalam darah. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang permasalahan karbon monoksida yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Kirwono (2007), meneliti mengenai hubungan pemaparan karbon monoksida biomassa dan terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR) di Kabupaten Boyolali. Hasil analisis univariate adalah lama paparan, letak dapur, kondisi dapur, dan kadar CO di dapur bermakna secara statistik. Hasil analisis multivariate penelitian ini adalah lama paparan (OR=1,853), kondisi dapur (OR=4,459), dan kadar CO (OR=3,216) di dapur merupakan faktor yang paling dominan. 2. Selvia et al (2011), meneliti mengenai hubungan kadar COHb dengan kapasitas vital paru pedangang di terminal bus Purwokerto. Hasilnya adalah Kadar COHb tidak berhubungan dengan kapasitas vital paru setelah mengendalikan variabel perancu. Dari sekian variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kapasitas vital adalah lama bekerja. 3. Widayani (2004), meneliti kajian korelasi tingkat kepadatan lalu lintas di Kota Semarang terhadap konsentrasi CO Dan Pb dengan model Gaussian. Penelitian ini dilakukan di tiga ruas jalan berbeda. Hasilnya adalah kepadatan
6 lalu lintas tertinggi pada ke tiga ruas jalan yang diteliti terjadi pada pagi (6.30-730 WIB) dan sore hari (16.30-17.30 WIB). Sedangkan konsentrasi CO dan Pb tertinggi pada ketiga ruas jalan tersebut juga terjadi pada pagi (6.30-730 WIB) dan sore hari (16.30-17.30 WIB). 4. Nurrochman (2003), meneliti mengenai kadar CO dan Kadar Pb di ruang bawah tanah pusat pertokoan yogyakarta (Studi kasus Mall Malioboro). Hasil penelitian ini adalah kepadatan arus kendaraan bermotor dengan kadar CO dan Pb mempunyai hubungan yang sangat bermakna (p < 0,010) yakni berkorelasi positif, artinya semakin banyak kendaraan yang parkir, semakin tinggi kadar CO dan Pb di ruang parkir bawah tanah. Selain itu, terdapat hubungan berkorelasi positif yang sangat bermakna (p < 0,010) antara suhu udara dengan kadar CO dan bermakna (p < 0,050) antara suhu udara dengan kadar Pb serta terdapat hubungan yang berkorelasi negatif yang sangat bermakna (p < 0,010) antara kelembaban dengan kadar CO dan Pb.