BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otomoni daerah yang berlaku di Indonesia berdasarkan UU No.22 Tahun 1999

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah ke dalam program-program yang tidak lain demi terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis, menimbulkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

Ana Sri Widayati Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah daerah berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat dan kebutuhan rakyat. Kemudian undang-undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan dijadikan sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah. Merujuk pada firman Allah, Surah An-Nisa 58 yang berbunyi: Artinya, sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Ayat di atas bermakna bahwa Allah menyuruh umat manusia untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh manusia agar adil dalam menetapkan hukum atau kebijakan. Dalam hal ini pemerintah 1

2 daerah adalah sebagai pihak yang diberikan wewenang untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan ayat tersebut pemerintah diharapkan dapat bertindak jujur, adil, akuntabel, dan transparan di dalam melaksanakan amanat dari masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, diikuti dengan perimbangan keuangan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Undang-undang tersebut menjelaskan tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban berupa kinerja pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga diperlukan suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sekaligus menjadi bagian dari sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan daerah perlu ditekankan agar dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui peningkatan mutu pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Salah satu alasan dilaksanakannya penyelenggaraan otonomi daerah adalah agar pembangunan daerah mampu berjalan beriringan dengan pembangunan di pemerintah pusat. Hal ini karena selama ini pelaksanaan pembangunan masih diprioritaskan pada pembangunan pusat sedangkan kurang memperhatikan pembangunan di daerah. Kebijakan seperti ini menyebabkan ketidakseimbangan pembangunan di daerah dan pusat sehingga daerah tidak mampu berkembang secara memadai. Perhatian ekonomi masyarakat juga tersedot pada wilayah pusat dan kurang memunculkan sumber daya dan potensi yang

3 dimiliki oleh daerah. Otonomi daerah sebagaimana dimaksud bertujuan untuk menyelaraskan dan memperbaiki ketidakseimbangan antara pusat dan daerah agar memberikan peluang kepada daerah untuk mengelola secara mandiri pembangunan dan sistem keuangan, pemberdayaan masyarakat, pelayanan kepada masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat (Azhar, 2008). Dengan diberlakukannya otonomi daerah, seorang pemimpin daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam memajukan daerah yang dipimpinnya. Melalui aspirasi masyarakat, pemerintah daerah diberikan tanggung jawab untuk menyusun anggaran guna membiayai aktivitas pemerintah yang diwujudkan dalam pembangunan daerah dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat (Hidayat, 2013). Anggaran daerah disebut juga sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hamzah (2008) menyatakan bahwa anggaran daerah adalah instrumen kebijakan pemerintah daerah yang utama. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk penentuan besaran pendapatan, pengeluaran (belanja), perencanaan pembangunan, pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan, alat evaluasi kinerja, alat koordinasi unit kerja, dan alat otoritas pengeluaran untuk masa depan. Mengkaji kinerja pemerintah daerah, akan berkaitan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah.mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dilakukan dengan cara membandingkan komponen-komponen yang dituangkan di dalam laporan keuangan. Menurut Halim (2007) analisis kinerja keuangan dilakukan dengan mengidentifikasi ciri-ciri pada laporan keuangan menggunakan rasio keuangan. Hasil dari kinerja keuangan diharapkan sesuai dengan teori value

4 for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efektif, dan efisien. Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilihat dari laporan keuangan pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah diharapkan mampu memperoleh sumber daya yang cukup untuk memenuhi anggaran yang telah ditetapkan, sehingga dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah termasuk salah satunya belanja modal. Tujuan hal tersebut adalah untuk memberikan ruang dalam menciptakan pembangunan daerah guna memacu pertumbuhan ekonomi. Definisi belanja modal sendiri adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah guna menambah inventaris aset untuk memberikan manfaat kepada masyarakat dan memiliki manfaat lebih dari satu tahun yang bersifat rutin (Sularso dan Restianto, 2011). Belanja modal yang telah direalisasikan nantinya diharapkan mampu mendorong masyarakat dalam kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Secara umum pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan nilai tambah barang dan jasa dari aktivitas ekonomi masyarakat dalam suatu periode tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur melalui indikator PDRB atau produk domestik regional bruto. Jika pertumbuhan ekonomi naik secara signifikan hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan dari pemerintah telah berhasil dalam membangun daerahnya (Mirza, 2012).

5 Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang telah menerapkan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun pada kenyataannya, berdasarkan informasi dari BPS DIY dalam situs http://perpustakaan.bappenas.go.id/ menyatakan bahwa pemerintah daerah Provinsi D.I. Yogyakarta periode 2006-2013 menunjukkan kinerja yang kurang baik. Permasalahan tersebut dapat dilihat pada grafik laju pertumbuhan ekonomi berikut ini: Sumber: BPS, 2013 Gambar: 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB ADHK 2000 Pada grafik di atas menunjukkan bahwa tingkat PDRB Provinsi D.I. Yogyakarta tumbuh pada laju 4,78 persen per tahun. Level tersebut masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada angka 5,9 persen. Dengan laju pertumbuhan ekonomi tersebut belum cukup untuk

6 mengurangi kesenjangan pendapatan PDRB per kapita dari rata-rata nasional. PDRB per kapita Provinsi D.I. Yogyakarta pada tingkat wilayah menjadi daerah yang paling rendah rasio pertumbuhannya. Dengan kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak terlalu berbeda jauh antar provinsi namun tingkat pertumbuhan PDRB perkapita memiliki perbedaan yang cukup berarti. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa provinsi D.I. Yogyakarta memiliki kinerja yang kurang berkembang dan masih di bawah rata-rata provinsi lainnya di Jawa dan Bali. Pemerintah juga terlihat masih belum memprioritaskan pada investasi pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan dengan relatif rendahnya rasio belanja modal pemerintah daerah kabupten/kota dan Provinsi D.I. Yogyakarta. Sumber: BPS, 2013 Gambar: 1.2 Komposisi Belanja Pemerintah Daerah 2013

7 Berdasarkan data APBD tahun 2013, presentase belanja modal di D.I. Yogyakarta adalah sebesar 11,91 persen dari total seluruh komponen belanja daerah. Hal tersebut digolongkan ke dalam kisaran presentase yang rendah karena secara umum belanja modal berdampak langsung pada perkonomian dengan dampak yang relatif tinggi. Dapat disimpulkan bahwa komitmen pemerintah untuk memperioritaskan investasi publik masih rendah. Dengan kenyataan pada kondisi tersebut pemerintah belum secara optimal meningkatkan potensi daerah melalui pembangunan jalan, listrik, irigrasi, dan prasarana transportasi lainnya serta peningkatan kualitas sumber daya manusia SDM, sehingga terlihat dunia usaha daerah masih belum berkembang. Jika kebijakan pemerintah belum berjalan sesuai harapan sebagaimana mestinya, maka dari program-program pemerintah yang berkeinginan untuk menyukseskan otonomi daerah belum bisa terpenuhi dengan baik. Melihat kondisi tersebut, tujuan dari kebijakan otonomi daerah di Provinsi D.I. Yogyakarta belum sepenuhnya tercapai, dengan kata lain kabupaten/kota D.I. Yogyakarta masih belum mampu mengimplementasikan tujuan dari otonomi daerah yang dilimpahkan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah dapat dikatakan belum memaksimalkan anggaran belanja modal, sehingga laju pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta belum meningkat secara optimal. Berdasarkan informasi-informasi tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah kinerja keuangan berdampak pada alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi, dengan judul Dampak Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi pada Pemerintah Daerah

8 Kabupaten/Kota D.I. Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian Sularso dan Restianto (2011) dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian tersebut yaitu alokasi belanja modal dipengaruhi oleh kinerja keuangan, alokasi belanja modal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Arsa dan Setiawina (2015), dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa derajat desentralisasi dan efektivitas PAD berpengaruh positif pada belanja modal, sedangkan ketergantungan keuangan berpengaruh negatif pada belanja modal. Alokasi belanja modal berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Tiga dari lima indikator kinerja keuangan pemerintah daerah, berupa tingkat desentralisasi, ketergantungan keuangan, dan efektivitas PAD, secara tidak langsung berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Bali. Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2015), yang mana penelitian tersebut dilakukan di kabupaten/kota Riau dengan hasil penelitian kinerja keuangan berpengaruh secara langsung terhadap alokasi belanja modal, alokasi belanja modal secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan kinerja keuangan secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Gisore et al. (2014), menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Afrika.

9 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada periode penelitian yaitu penelitian ini dilakukan dengan periode laporan keuangan selama tahun 2003-2014 dan objek penelitian yang akan dilakukan di kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Selain kedua hal tersebut, perbedaan yang lain terletak pada alat ukur variabel kinerja keuangan. Penelitian ini menggunakan tiga rasio yang dipakai yaitu rasio kemandirian, rasio ketergantungan, dan rasio efektivitas. B. Batasan Penelitian Penelitian ini hanya menggunakan tiga macam rasio dalam pengukuran kinerja keuangan, yaitu rasio kemandirian, rasio ketergantungan, dan rasio efektivitas. Untuk mengukur kinerja keuangan dan alokasi belanja modal penelitian ini menggunakan data dari laporan realisasi anggaran. Sedangkan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB. Untuk mengetahui kinerja keuangan dan alokasi belanja modal penelitian ini menggunakan data tahun 2003-2014 pada laporan realisasi anggaran kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan melalui situs http;//www.djpk.depkeu.go.id, untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi menggunakan data pertumbuhan PDRB tahun 2003-2015 yang diperoleh dari BPS DIY.

10 C. Rumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk membuktikkan adanya dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonmi. Adapun rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: 1. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 2. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio rasio ketergantungan berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 3. Apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio efektifitas berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal? 4. Apakah alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi? 5. Apakah alokasi belanja modal memediasi pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. 2. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio ketergantungan berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

11 3. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan berdasarkan rasio efektivitas berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. 4. Untuk mengetahui apakah alokasi belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 5. Untuk mengetahui apakah alokasi belanja modal memediasi pengaruh kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan, informasi, pemikiran, dan ilmu pengetahuan mengenai akuntansi sektor publik kepada pihak yang berkepentingan. b. Sebagai pedoman bagi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya tentang kinerja keuangan daerah terhadap alokasi belanja modal dan prtumbuhan ekonomi. 2. Manfaat Praktik a. Sebagai informasi kepada pemerintah mengenai kinerja keuangan pada kabupaten dan kota di D.I. Yogyakarta untuk menetapkan kebijakan di masa yang akan datang.