BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 4 SERI E

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

2008, No c. bahwa pembentukan Kota Tangerang Selatan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyar

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN. daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. i. HALAMAN PERSETUJUAN. ii. HALAMAN PENGESAHAN.. iii. HALAMAN PERNYATAAN.. iv. KATA PENGANTAR.. v. DAFTAR ISI.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 35 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam menjalankan pemerintahan daerah. Dewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

KEPALA DESA CIBITUNG KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA CIBITUNG NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

2008, No Mengingat : 1. c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Morotai bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 26

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG MONOGRAFI DESA DAN KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 2 SERI E

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN GORONTALO UTARA DI PROVINSI GORONTALO

2008, No.99 2 c. bahwa pembentukan Kabupaten Lombok Utara bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. antara Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

2008, No c. bahwa pembentukan Kabupaten Buru Selatan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyaraka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Dengan Kesepakatan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LUMBUNG KAUH dan PERBEKEL LUMBUNG KAUH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi birokrasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Kedudukan desa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diakui sebagai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2001 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara tegas dalam konstitusinya menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Salah satu prinsip negara hukum menurut A.V. Dicey adalah adanya supremacy of law atau supremasi hukum. 2 Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. 3 Di dalam konstitusi diatur ketentuan-ketentuan yang fundamental, diantaranya mengenai bentuk Negara Indonesia sebagai negara kesatuan sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Kemudian berdasarkan Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945, sebagai konsekuensi bentuk negara kesatuan adanya pembagian wilayah Indonesia menjadi daerah besar (provinsi) dan daerah kecil (kabupaten/kota). Perlunya pembagian wilayah tersebut untuk menjalankan otonomi daerah, mengingat tugas presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan begitu besar, sebagaimana konstitusi menjelaskan bahwa, Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luanya kecuali urusan 1 Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Jimly Asshiddiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 154. 3 Ibid.

2 pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 4 Selain itu, terdapat amanat konstitusi lainnya yang berbunyi : 5 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Kedua ketentuan di dalam konstitusi tersebut memberikan jalan adanya penyelenggaraan pemerintahan hingga level desa, yang kemudian perlu diatur di dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, maupun undang-undang yang mengatur mengenai pemerintahan daerah, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, pada mulanya mengatur mengenai desa sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebagai contoh, Pasal 200 sampai Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur berbagai kewenangan desa dalam upaya mengembangkan potensi masing-masing desa secara umum. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa kemudian memperinci pengaturan mengenai desa. Dikaitkan dengan kewenangan desa, peraturan pemerintah tersebut pada intinya mengatur bahwa: 6 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan 4 Lihat Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5 Lihat Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6 Lihat Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587).

3 d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangundangan diserahkan kepada desa. Kewenangan desa dewasa ini semakin diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014. Tidak sampai sembilan bulan kemudian, tepatnya pada 2 Oktober 2014, keluar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disusul 18 Maret 2015 keluar Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kedua undang-undang tersebut tidak mengubah ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 karena lebih rinci mengatur mengenai otonomi daerah provinsi dan kabupaten/kota, serta kepala daerah baik gubernur maupun bupati atau walikota. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa saat ini mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa, disamping tiga kewenangan desa lainnya, yakni pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. 7 Pada intinya, Undang-Undang Desa mengatur dan memberikan kesempatan bagi desa untuk mengurus kemampuannya sendiri dalam aspek ekonomi, sosial politik, kependudukan, dan potensi lainnya. Pelaksanaan kewenangan desa kemudian secara teknis diatur oleh peraturan pemerintah. Dengan diakuinya eksistensi desa termasuk penyelenggaraan pemerintahan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, 7 Lihat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).

4 diharapkan dalam penataan desa akan menghasilkan kebijakan yang memberikan prioritas pada peningkatan kesejahteraan rakyat, pelayanan yang lebih baik, peningkatan kehidupan demokratis, pembagunan ekonomi yang lebih cepat, meningkatnya keamanan dan ketertiban, serta relasi yang harmonis antar-desa. Seiring berjalannya waktu, impelentasi dari kewenangan desa yang diberikan melalui Undang-Undang Desa berdampak negatif. Hal ini dikarenakan pelaksanaan kewenangan desa tersebut didorong oleh kepentingan politik para elit pada masing-masing desa untuk dapat menduduki jabatan dan memperkaya diri. Anggaran yang diberikan kepada masing-masing desa sebagian besar hanya digunakan untuk belanja administrasi dan terbukti tidak mampu menjawab pertanyaan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Penyebab permasalahan lainnya juga terjadi karena kurang atau tidak mengetahui maupun memahami mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik unsur pemerintahan desa maupun terlebih masyarakat desa. Pada saat yang sama, telah berlaku living law dalam suatu desa yang tidak tertulis, tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Desa. Kondisi demikian memperlihatkan bahwa tidak semua desa siap melaksanakan peannya masingmasing dalam keberhasilan pelaksanaan kewenangan desa berdasarkan Undang- Undang Desa. Selain itu, implementasi penyelenggaraan pemerintahan desa yang tidak sesuai harapan pemerintah pusat karena masih terdapat banyak pengaturan yang abstrak, tidak tersusun secara sistematis, maupun hal-hal penting yang tidak diatur dalam Undang-Undang Desa itu sendiri. Pun demikian, masih terdapat banyak kekurangan mengenai hal-hal yang diatur di dalam Undang-Undang Desa maupun

5 peraturan pelaksananya. Tidak hanya itu, pelaksanaan kewenangan desa juga dipengaruhi oleh kekuatan politik di dalam desa itu sendiri, maupun relasi antara pemerintah desa dengan pemerintah kabupaten/kota. Pada saat yang sama, semakin berkembangnya zaman, maka semakin kompleks pula permasalahan pada setiap desa mengingat kondisi geografis dan penduduk yang beragam, sangat mempengaruhi jalannya politik masing-masing wilayah. Mengingat banyak rumusan pasal mengenai kewenangan desa yang begitu luas, yang berpotensi akan menyebabkan penyelewengan dalam penyelenggaraan kewenangan desa dan tidak maksimalnya dalam upaya membangun desa masing-masing dengan segala fasilitas yang telah disediakan dari pusat. Sebagai contoh, Undang-Undang Desa telah mengatur bahwa pendapatan bagi pemerintah desa diambil dari APBN yang diterima oleh dan ditetapkan melalui APBD kabupaten/kota. 8 Selain itu, tanah kas desa merupakan salah satu aset milik desa, yang mana diatur secara tersirat tidak dapat digunakan untuk peruntukkan lainnya termasuk pendapatan bagi pemerintah desa. 9 Namun demikian, Pasal 100 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015, mengakomodir tanah bengkok sebagai pendapatan tunjangan bagi pemerintah desa, yang mendasarkan pada Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Desa. Begitu pula pelaksanaan kewenangan desa di Desa Sedadi yang terletak di Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Pendapatan tanah 8 Lihat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495). 9 Lihat Pasal 76 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).

6 bengkok bagi pemerintah desa masih diterapkan di tengah sebagian besar penduduk berprofesi sebagai buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian dan petani yang memiliki lahan pertanian. Lahan pertanian yang sebagian besar terletak di wilayah utara desa, terdapat lahan pertanian milik kepala desa maupun perangkat desa yang dianggap sebagai bondo atau harta desa. Hal tersebut telah lama diterapkan sejak sebelum keluarnya Undang- Undang Desa mengingat Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa masih mengakomodir hal tersebut sampai dengan saat ini. Di dalam peraturan daerah kabupaten tersebut diatur yang pada intinya mengatur bahwa salah satu penghasilan tetap pemerintah desa senilai uang dari hasil pemanfaatan tanah bengkok, meskipun dinyatakan bahwa, Tanah Kas Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, tanah desa yang hasilnya dipergunakan untuk keperluan desa di luar gaji Kepala Desa dan Perangkat Desa. 10 Besaran penghasilan bagi Pemerintah Desa Sedadi pun tidak terlepas dari proses penyusunan APBDes di dalam musyawarah desa, yang sangat dipengaruhi dari peran masing-masing unsur pemerintahan desa sesuai hak dan kewajibannya yang diberikan melalui Undang-Undang Desa. Permasalahan tanah bengkok sebagai pendapatan pemerintah desa tersebut menjadi salah satu dari sekian permasalahan implementasi atas Undang-Undang Desa yang tidak sesuai dengan pengaturan dan konsep yang dibangun di dalam undang-undang itu sendiri. 10 Lihat Pasal 1 angka 13, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Grobogan Tahun 2009, tidak tercantum nomor dan seri).

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pemerintahan Desa Sedadi menggunakan otoritas yang diberikan oleh Undang-Undang Desa? 2. Bagaimana upaya Pemerintahan Desa Sedadi dalam melaksanakan asas partisipatif, asas keterbukaan, dan asas profesionalitas sebagaimana disebutkan di dalam Undang-Undang Desa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Dalam lingkup ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum, khususnya dalam bidang desa yaitu: a. Untuk mengetahui peran Pemerintahan Desa Sedadi dalam upaya melaksanakan kewenangan desa sesuai otoritasnya yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta peraturan pelaksananya; dan b. Untuk mengetahui upaya Pemerintahan Desa Sedadi dalam melaksanakan kewenangan desa dilihat dari asas partisipatif, asas keterbukaan, dan asas profesionalitas sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

8 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan informasi, serta ilmu pengetahuan bagi penulis dalam rangka mengemban tugasnya selama menjadi mahasiswa, khususnya dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. D. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian dalam penulisan hukum ini, maka penulis melakukan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun beberapa penulisan hukum yang terkait dengan topik yang dibahas oleh penulis diantaranya sebagai berikut: 1. Rasya Rahma, pada tahun 2008, telah melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Dampak Pemekaran Desa tehadap Pelaksanaan Pelayanan Publik di Desa Tilangobula. Penelitian tersebut mentitikberatkan pembahasannya mengenai faktor yang menyebabkan adanya pemekaran desa dan dampaknya terhadap pelayanan publik di Desa Tilangobula, Provinsi Gorontalo. 11 2. Muhammad Farid Alwajdi, pada tahun 2013, telah melakukan penelitian dengan judul Kedudukan dan Kewenangan Desa dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Penelitian tersebut mentitikberatkan 11 Rasya Rahma, 2008, Tinjauan Yuridis Dampak Pemekaran Desa tehadap Pelaksanaan Pelayanan Publik di Desa Tilangobula, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8.

9 pembahasannya pada kedudukan dan kewenangan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 12 3. Muhammad Nurcholis Alhadi, pada tahun 2014, telah melakukan penelitian dengan judul Kedudukan Peraturan Desa Pasca Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penelitian tersebut memfokuskan pembahasannya dalam hal eksistensi peraturan desa setelah berlaunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 13 4. I Nyoman Pranata Sena, pada tahun 2016, telah melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Pemilihan Kepala Desa secara Serentak Pasca Disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian tersebut memfokuskan pembahasannya mengenai pelaksanaan pemilihan kepala desa di seluruh desa yang berada di Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dikaitkan dengan pengaturan mengenai pemilihan kepala desa di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 14 12 Muhammad Farid Alwajdi, 2013, Kedudukan dan Kewenangan Desa dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8. 13 Muhammad Nurcholis Alhadi, 2014, Kedudukan Peraturan Desa Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 7. 14 I Nyoman Pranata Sena, 2016, Tinjauan Yuridis Pemilihan Kepala Desa secara Serentak Pasca Disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di Kabupaten Kulon Progo, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 9.

10 Penelitian ini pada intinya berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan desa. Hal ini dikarenakan penelitian ini menelaah mengenai konsep pemerintahan desa yang dibangun di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beikut peraturan pelaksananya, sekaligus membahas implementasinya dengan studi kasus yang teletak di Desa Sedadi, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini secara khusus membahas lebih dalam mengenai kewenangan desa berupa penyelenggaraan pemerintahan desa berikut pembagian pokok bahasannya, yaitu kelembagaan pemerintahan desa, regulasi pemerintahan desa, tata laksana pemerintahan desa, serta pengelolaan kekayaan dan sumber daya desa, yang mana juga dikaitkan dengan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan desa. E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini agar dapat memahami kewenangan desa, khususnya konsep penyelenggaraan pemerintahan desa yang dibangun melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2. Secara Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Mendapatkan hasil evaluasi atas pelaksanaan kewenangan desa khususnya penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai Undang- Undang Desa.

11 b. Memberikan pemahaman maupun menumbuhkan kesadaran masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan desa mendasari pelaksaan kewenangan desa yang diatur dalam Undang-Undang Desa. c. Memahami sekaligus mengkritisi konsep dan pengaturan kewenangan desa agar penyelenggaraan pemerintahan desa ke depan dapat berjalan secara efektif dan efisien.