BAB I PENDAHULUAN. Utama, 2008), hlm Bumi Aksara, 2008), hlm. 37

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. wordpress.com). Widyaiswara PPPPTK Matematika, 3. 4 Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Journal, Heuristic Dalam Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penalaran merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan suatu ilmu dasar yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. adalah matematika. Bekembangnya ilmu matematika harus diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

PENALARAN PROPORSIONAL SISWA KELAS VII SMP NEGERI II BEJI PASURUAN BERDASARKAN TINGKAT KEMAMPUAN MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mengembangkan cara berfikir. Sehingga matematika sangat diperlukan baik

DAFTAR ISI. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ANALISIS PENALARAN PROPORSIONAL SISWA DENGAN GAYA BELAJAR AUDITORI DALAM MENYELESAIKAN SOAL PERBANDINGAN PADA SISWA SMP KELAS VII

BAB 1 PENDAHULUAN. matematika yaitu problem sloving (pemecahan masalah), reasoning and

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan Sumber daya

PEMAHAMAN KONSEP PERBANDINGAN SISWA SMP BERKEMAMPUAN MATEMATIKA RENDAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. dalam Memecahkan Masalah Matematika ditinjau dari Gaya Kognitif Field

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

ARTIKEL ANALISIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF MATERI BANGUN DATAR SEGIEMPAT

BAB I PENDAHULUAN. dinamik dan generatif. Melalui kegiatan matematika (doing math), matematika

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, salah satunya adalah kemampuan dalam bidang matematika.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Penalaran Proporsional Siswa Bergaya Kognitif Sistematis dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang unggul, dan siap menghadapi perubahan-perubahan atau perkembangan. dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TINGGI DAN GAYA KOGNITIF FIELD INDEPENDENT (FI)

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN. Belajar menurut pandangan konstruktivisme adalah proses. pengkonstruksian pengetahuan oleh individu pembelajar sebagai upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan

Amira Yahya. Guru Matematika SMA N 1 Pamekasan. & Amira Yahya: Proses Berpikir Lateral 27

BAB III METODE PENELITIAN

Kiki Yuni Astuty 1, Pradnyo Wijayanti 2

Mengembangkan Kemampuan Guru Matematika Dalam Membuat Soal Penalaran Proporsional Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

Alvi Chusna Zahara 1), Ratri Candra Hastari 2), HM. Farid Ma ruf 3)

BAB 1 PENDAHULUAN. kreatif, dan inovatif serta mampu memecahkan masalah. pembelajaran matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving),

PROFIL PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMP BERDASARKAN GAYA KOGNITIF

BAB I PENDAHULUAN. dari zaman dahulu hingga sekarang, manusia akan selalu berhubungan dengan matematika.

Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian Buku Teks (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 50. Pendidikan (Jakarta: Depdikbud, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DAYA MATEMATIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. standar isi menyatakan bahwa, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Tugas Matakuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD Dosen Pengampu Mohammad Faizal Amir. M.Pd S-1 PGSD Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap

PENALARAN PROPORSIONAL SISWA KELAS VII Yandika Nugraha 1, Imam Sujadi, Pangadi 2

Saintifik pada materi himpunan kelas VII Semester Ganjil MTs GUPPI Sumberejo Tahun Pelajaran ?

BAB V PEMBAHASAN. kognitif peserta didik kelas VIII materi pokok fungsi di MTs Darul Falah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG MATEMATIKA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA SEMPOA PADA SISWA KELAS VD SDLB N MARGOREJO TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. VII di MTs Jabal Noer Taman Sidoarjo, (2) Profil pengajuan masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA ARITMATIKA SOSIAL (ANALYSIS OF STUDENT ERRORS TO SOLVE NARATIVE QUESTIONS SOCIAL ARITMATHIC)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Strategi Belajar Peta Konsep Pada Siswa Keas IV SDN 3 Siwalempu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Seperti halnya ilmu lain, matematika

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penalaran adalah cara atau perihal menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis, proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. 1 Sedangkan, Mulyasa berpendapat bahwa penalaran adalah berpikir sistematis, logis, dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau pemecahan masalah. Dengan berkembangnya daya nalar siswa, maka siswa akan lebih mudah untuk menentukan keputusan yang tepat pada saat menghadapi masalah dalam kehidupannya. 2 Dengan kata lain, penalaran sangat dibutuhkan siswa untuk menentukan keputusan dalam menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa macam penalaran yang dimiliki siswa saat belajar matematika, salah satunya yaitu penalaran proporsional. Penalaran proporsional menurut Irpan adalah aktivitas mental dalam pengkoordinasian dua kuantitas yang berkaitan dengan relasi perubahan (senilai atau berbalik nilai) suatu kuantitas terhadap kuantitas yang lain. 3 Kemudian menurut Behr, Harel, Post, dan Lest, Proportional Reasoning means being able to understand the multiplicative relationship inherent in situation of comparison, yang dapat diartikan Penalaran Proporsional berarti mampu memahami hubungan perkalian yang melekat dalam situasi perbandingan. 4 Dalam penelitian ini, penalaran proporsional diartikan sebagai aktivitas mental yang mampu memahami relasi (hubungan) 1 Depdiknas, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Utama, 2008), hlm. 950 2 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 37 3 Samsul Irpan, Proses Terjadinya Kesalahan dalam Penalaran Proporsional Berdasarkan Kerangka Kerja Asimilasi dan Akomodasi, (Thesis: Tidak Dipublikasikan, 2009), hlm. 24 4 Devita Kahardini, Proportional Reasoning in Solving Proportional Problem at Grade VII of Junior High School, (Surabaya: UNESA, Tidak Dipublikasikan, 2010), hlm. 20 1

2 perubahan suatu kuantitas terhadap kuantitas yang lain melalui hubungan multiplikatif atau perkalian. Penalaran proporsional merupakan salah satu penalaran yang penting dalam pembelajaran matematika seperti yang diungkapkan oleh Dolle, dkk bahwa pecahan, persentase, rasio, desimal, skala, aljabar, dan peluang membutuhkan penalaran proporsional. Selain itu, banyak materi dalam matematika yang melibatkan penalaran proporsional seperti kesebangunan, statistik, aljabar, peluang, aritmatika sosial, dan lain-lain. Karena banyaknya materi matematika yang melibatkan penalaran proporsional, maka apabila penalaran siswa tidak berkembang dengan baik, siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. 5 Hal ini didukung oleh pendapat Walle yaitu, sampai saat ini siswa perlu memiliki pemikiran yang tepat mengenai pembentuk rasio dan proporsi serta dalam konteks apa ide-ide matematis ini muncul. Pentingnya penalaran proporsional juga ditandai dengan banyaknya penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui proses berpikir anak-anak dalam tugas proporsional. Penelitian itu dilakukan oleh Bright, Joyner, & Walls, 2003; Karplus, Pulos, & Stage, 2000. Pernyataan mengenai pentingnya penalaran proporsional juga dikemukakan oleh NCTM, 1989 bahwa, penalaran proporsional merupakan hal yang begitu penting sehingga layak mendapatkan berapapun waktu dan usaha yang harus digunakan untuk memastikan perkembangannya dengan benar. 6 Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran proporsional siswa sangat penting untuk dikembangkan dengan baik. Meskipun penalaran proporsional penting dimiliki oleh siswa, namun dalam kenyataannya penalaran proporsional siswa memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki perkembangan penalaran yang baik, ada pula yang tidak. Meskipun hal ini merupakan hal yang wajar, tetapi yang dirugikan adalah siswa yang penalaran proporsionalnya kurang berkembang. Penalaran proporsional yang kurang berkembang dapat 5 Samsul Irpan, Op. Cit., hlm. 4 6 John A. Walle, Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah edisi ke-6 jilid 2 (terjemahan Dr. Suyono, M.Si, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 98

3 mengakibatkan beberapa masalah, misalnya kesalahan dalam memahami pelajaran yang diberikan, kesalahan dalam memahami maksud soal, dan kesalahan dalam menjawab soal. Apabila hal ini terjadi dapat memberikan jawaban yang salah sehingga nilai siswa menjadi rendah. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai penalaran proporsional memberikan beberapa gagasan untuk menolong siswa mengembangkan penalaran proporsionalnya. Beberapa di antaranya, yaitu: 1. Menyediakan tugas-tugas yang melibatkan rasio dan proporsi seperti misalnya pengukuran, harga, dan konteks visual lain. 2. Mendorong siswa untuk melakukan diskusi dan percobaan dalam memprediksi dan membandingkan, misalnya dengan memberikan soal yang melibatkan perbandingan. 3. Guru menyadari bahwa metode simbolik atau mekanis, seperti algoritma kali silang, untuk menyelesaikan soal proporsi tidak mengembangkan penalaran proporsional siswa. 7 Dengan diterapkannya langkah-langkah tersebut di atas, diharapkan mampu mengembangkan penalaran proporsional siswa sehingga siswa mampu menyelesaikan soal yang berkaitan dengan masalah proporsi dengan baik dan benar, serta mampu memecahkan masalah proporsi dalam kehidupan sehari-hari. Penalaran proporsional penting karena banyak materi matematika yang menggunakan konsep proporsi yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, dalam menyelesaikan masalah matematika, Slameto menyatakan bahwa setiap orang memiliki cara-cara khusus, yang dinyatakannya melalui aktivitas-aktivitas perseptual dan intelektual secara konsisten. Aspek perseptual dan intelektual menunjukkan bahwa setiap individu mempunyai ciri khas yang berbeda dengan individu lain. Sesuai dengan tinjauan aspek perseptual dan intelektual tersebut, perbedaan individu dapat diungkapkan melalui tipe-tipe kognitif yang dikenal dengan gaya kognitif. 8 Keduanya merupakan hal penting karena berhubungan dengan proses berpikir logis dan 7 Ibid, hlm.101 8 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.160

4 sistematis setiap individu dalam mempelajari matematika terutama dalam menyelesaikan masalah matematika. Gaya kognitif atau gaya berpikir merupakan cara seseorang memproses, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau sesuatu hal dalam berbagai jenis lingkungannya. Gaya kognitif atau gaya berpikir mempunyai potensi yang besar bila dimanfaatkan untuk meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar. Siswa akan mencapai hasil yang optimal apabila belajar sesuai dengan gaya masing-masing. Macam-macam dari gaya kognitif cukup banyak, di antaranya gaya refleksif-impulsif, field dependent-field independent, preseptif-reseptif, dan intuitif-sistematis. 9 Gaya kognitif reflektif adalah gaya kognitif dimana siswa mempertimbangkan segala alternatif penyelesaian sebelum mengambil keputusan dalam situasi atau soal yang tidak memiliki penyelesaian yang mudah. Gaya kognitif impulsif adalah gaya kognitif dimana siswa tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dalam situasi atau masalah yang sangat tidak pasti jawabannya. Gaya kognitif field dependent adalah gaya kognitif dimana siswa melihat dan menerima sesuatu secara global dan sulit fokus. Gaya kognitif field independent adalah gaya kognitif dimana siswa dapat membedakan objek dan memisahkannya dari latar belakangnya atau dapat dikatakan lebih fokus. Gaya kognitif dimana siswa hanya memperhatikan perincian informasi tanpa berusaha mempertalikan informasi yang satu dengan yang lain disebut gaya kognitif represif. Selanjutnya, gaya kognitif dimana siswa mencoba melihat struktur masalah dan bekerja sistematis dengan data atau informasi untuk memecahkan suatu permasalahan disebut gaya kognitif sistematis. Gaya kognitif dimana siswa langsung mengemukakan jawaban tertentu tanpa menggunakan informasi secara sistematis disebut gaya kognitif intuitif. 10 Kelebihan dari gaya kognitif refleksif-impulsif adalah sangat mudah terlihat dari kebiasaan menjawab soal sehari-hari dalam proses belajar mengajar. Gaya kognitif refleksif-impulsif memiliki kelemahan yaitu siswa impulsif cenderung salah dalam 9 S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995), hlm.93 10 Sigit. Gaya Kognitif. http://sigitgajahkuwcil.blogspot.com/2011/04/gayakognitif.html, diakses pada tanggal 29 Maret 2013, jam 10:54

5 menjawab soal dan siswa refleksif cenderung benar dalam menjawab soal. Cara menjawab soal siswa impulsif cenderung sangat singkat dengan menggunakan alternatif pemecahan soal yang cepat. Hal ini akan mempersulit dalam melihat proses berpikir siswa dari jawaban masalah yang digunakan. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa bergaya impulsif dengan siswa yang bergaya belajar refleksif. Kelebihan dari gaya kognitif preseptif-reseptif adalah gaya ini memiliki batasan yang jelas dalam proses berpikir atau memiliki proses berpikir yang sangat jelas berbeda. Kelemahannya adalah sulit melihat proses berpikir dari siswa preseptif-reseptif dalam pemecahan soal. Untuk gaya kognitif intuitif-sistematis, kelebihannya adalah sangat mudah terlihat dari cara pengerjaan soal dalam proses belajar mengajar setiap hari, proses berpikirnya yang jelas berbeda dan akan lebih mudah mengetahui proses berpikir siswa yang sistematis. Kelemahan gaya kognitif intuitif-sistematis adalah tidak adanya tes psikologi khusus yang secara valid dapat membedakan siswa yang intuitif dengan siswa yang sistematis. Kelebihan gaya kognitif field dependent-field independent adalah adanya tes psikologi khusus untuk mengetahui secara jelas perbedaan antara siswa field dependent dan siswa field independent. Selain itu, adanya perbedaan cara bersosialisasi dan sikap yang ditunjukkan kepada lingkungannya menjadikan gaya kognitif ini dapat terlihat jelas berdasarkan karakteristiknya. Selain itu, hasil penelitian menyimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa field dependent dengan siswa field independent. Adapun kelemahan gaya kognitif field dependentfield independent adalah sangat dipengaruhi oleh cara didik orang tua sejak kecil, sehingga sangat perlu pendekatan yang mendalam dalam memilih sampel siswa. Dengan pertimbangan adanya tes psikologi khusus (GEFT) yang dapat membedakan secara jelas antara siswa field dependent-field independet, maka penelitian ini menggunakan gaya kognitif atau gaya berpikir field dependent dan field independent. Meskipun terdapat dua kelompok gaya berpikir yang berbeda, namun tidak dapat dikatakan bahwa siswa field dependent lebih baik dari siswa field independent atau sebaliknya. Perbedaan tersebut bukan didasarkan pada baik buruknya, karena masing-

masing dari gaya berpikir tersebut memiliki kelebihan dalam bidangnya. Dalam penelitian ini, siswa yang terpilih sebagai subjek penelitian berdasarkan tes GEFT dan Kuesioner akan diberikan tes penalaran proporsional yang terdiri dari satu soal untuk menyebutkan contoh hubungan proporsional (perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai) dalam kehidupan sehari-hari, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan senilai dengan bilangan pengali bilangan bulat, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan senilai dengan bilangan pengali pecahan atau desimal, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan berbalik nilai dengan bilangan pengali bilangan bulat, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan berbalik nilai dengan bilangan pengali pecahan atau desimal, dan dua soal untuk membandingkan rasio. Berdasarkan langkah-langkah penyelesaian dan hasil wawancara dapat dianalisis proses penalaran proporsional siswa yang ditinjau dari gaya berpikir field dependent dan field independent. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Penalaran Proporsional Siswa Pada Saat Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Berpikir Field Dependent dan Gaya Berpikir Field Independent. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penalaran proporsional siswa pada saat menyelesaikan masalah matematika yang memiliki gaya berpikir field dependent? 2. Bagaimana penalaran proporsional siswa pada saat menyelesaikan masalah matematika yang memiliki gaya berpikir field independent? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Penalaran proporsional siswa pada saat menyelesaikan masalah matematika yang memiliki gaya berpikir field dependent. 2. Penalaran proporsional siswa pada saat menyelesaikan masalah matematika yang memiliki gaya berpikir field independent. 6

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian penalaran proporsional siswa ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan informasi bagi guru matematika tentang penalaran proporsional siswa ditinjau dari gaya berpikir field dependent dan field independent. Dari informasi tersebut, guru dapat mendesain pembelajaran yang dapat memfasilitasi semua siswa berdasarkan gaya berpikir yang dimiliki oleh masing-masing siswa untuk mengembangkan penalaran proporsionalnya. 2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai penalaran proporsional siswa dalam menyelesaikan masalah matematika ditinjau dari gaya berpikir field dependent dan field independent. E. Asumsi Penelitian Karena peneliti tidak mampu mengontrol semua keadaan yang terkait dengan penelitian dan agar kesimpulan dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan, maka dalam penelitian ini perlu diasumsikan bahwa: 1. Pada saat diwawancarai, siswa memberikan jawaban ataupun respon sesuai dengan apa yang dipikirkan saat mengerjakan tes penalaran proporsional karena tidak ada unsur paksaan baik dari peneliti maupun guru bidang studi. 2. Soal GEFT yang diadaptasi untuk menentukan gaya berpikir field dependent atau field independent valid karena disusun oleh pakar yang sudah berpengalaman. 3. Angket Kepribadian yang digunakan untuk menentukan gaya berpikir field dependent atau field independent valid karena diadaptasi dari Angket Kepribadian pada penelitian sebelumnya. 4. Soal Tes Penalaran Proporsional valid karena telah divalidasi oleh dosen ahli. F. Batasan Penelitian Karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian, maka peneliti memberikan beberapa batasan terhadap penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian ini dilakukan pada 4 siswa dari salah satu kelas VII di MTs Raden Rahmat Ngerong Gempol Pasuruan pada semester genap tahun ajaran 2013-2014. 2. Empat subjek penelitian terdiri dari 2 siswa yang memiliki gaya berpikir field dependent dan 2 siswa yang memiliki gaya 7

berpikir field independent. Pengelompokan siswa didasarkan pada hasil tes GEFT dan Angket Kepribadian untuk mengetahui gaya berpikir siswa. 3. Instrumen Penalaran Proporsional penelitian ini adalah: a. Soal Penalaran Proporsional yang terdiri dari: satu soal untuk menyebutkan contoh hubungan proporsional (perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai) dalam kehidupan sehari-hari, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan senilai dengan bilangan pengali bilangan bulat, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan senilai dengan bilangan pengali pecahan atau desimal, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan berbalik nilai dengan bilangan pengali bilangan bulat, satu soal untuk mencari nilai yang belum diketahui dari suatu perbandingan berbalik nilai dengan bilangan pengali pecahan atau desimal, dan dua soal untuk membandingkan rasio. b. Pedoman Wawancara. G. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran, maka beberapa istilah perlu didefinisikan sebagai berikut: 1. Penalaran yaitu proses berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan masalah. 2. Penalaran proporsional adalah aktivitas mental yang mampu memahami relasi perubahan suatu kuantitas terhadap kuantitas yang lain melalui hubungan multiplikatif. 3. Gaya berpikir adalah cara seseorang memproses, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya serta untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan informasi yang diperoleh. 4. Gaya berpikir field dependent adalah gaya berpikir yang bersifat global, yang mengalami kesulitan untuk memisahkan diri dari keadaan sekitarnya atau lebih dipengaruhi oleh lingkungan. Lebih menguasai materi tentang ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan sejenisnya. 5. Gaya berpikir field independent adalah gaya berpikir yang bersifat analitik, yang cenderung menyatakan sesuatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut, serta mampu 8

membedakan obyek-obyek dari konteks sekitarnya. Lebih menguasai materi tentang ilmu-ilmu sains, seperti matematika dan IPA. 6. Rasio adalah sebuah bilangan yang menghubungkan dua kuantitas atau ukuran dalam sebuah hubungan perkalian. Rasio bisa menyatakan perbandingan dari sebagian terhadap keseluruhan (pecahan, presentase, dan peluang). 7. Proporsi adalah kesamaan nilai dari dua rasio. 9