BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia telah memasuki tahapan baru berkaitan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Juanda, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, serta pendekatan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan politik di landasi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

Pembaruan Parpol Lewat UU

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

Peranan Partai Politik Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu dan Pilkada. oleh. AA Gde Putra, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

TANTANGAN DAN STRATEGI PARPOL DALAM PILKADA SERENTAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.

H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Setelah adanya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk perwujudan dan bentuk partisipasi bagi rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyedot perhatian yang luar biasa dari masyarakat Indonesia. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dafin Nurmawan, 2014 Gema Hanura sebagai media pendidikan politik

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia telah memasuki tahapan baru berkaitan dengan penyelenggaraan dan tata pemerintahan ditingkat lokal. Kepala daerah, baik Gubernur maupun Walikota dan Bupati yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sejak Juni 2005 dipilih secara demokratis langsung oleh rakyat, melalui proses Pemilihan Kepala Daerah yang kemudian dikenal dengan istilah PILKADA. Berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian beberapa ketentuan diubah, perubahan tersebut tercantum dalam UU No. 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang kemudian diubah melalui PP No. 17 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005. PP No. 17 Tahun 2005 diubah kembali melalui PP No. 25 Tahun 2007 dan yang terakhir beberapa ketentuan diubah kembali melalui PP No. 49 Tahun 2008. Sejak disahkannya UU No. 32 Tahun 2004 maka pemilihan Kepala Daerah, seperti Gubernur (Provinsi) dan Walikota/Bupati (Kota/Kabupaten) akan dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini tertera pada Pasal 56 ayat (1) UU No. 32

2 Tahun 2004, yang berbunyi bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Maka, secara teknis dan konseptual telah terjadi perubahan pelaksanaan kedaulatan yang sebelumnya dilaksanakan secara tidak langsung menjadi langsung dipilih oleh rakyat. Pilihan terhadap sistem PILKADA langsung merupakan perbaikan atas PILKADA terdahulu yang menggunakan sistem perwakilan oleh DPRD, sebagaimana tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan PP No. 151 Tahun 2000 tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Namun demikian, dalam pelaksanaannya sering tidak berjalan dengan aturan yang ada, sehingga menimbulkan keprihatinan dan kekecewaan terhadap praktek Pilkada tersebut. Dalam pandangan Prihatmoko (2005:6), keprihatinan dan kekecewaan terhadap praktek pilkada menurut UU No. 22 Tahun 1999 disebabkan oleh dua isu krusial, yaitu maraknya politik uang (money politics) dan adanya campur tangan (intervensi) pengurus partai politik di tingkat daerah maupun pusat. Pilkada dinilai sebagai perwujudan dan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekruitmen pimpinan daerah sehingga mendinamisir kehidupan demokrasi di tingkat lokal. Sehubungan dengan pengembalian hak-hak dasar masyarakat daerah, Pilkada langsung menurut Prihatmoko (2005:21) memiliki asumsi-asumsi positif sebagai berikut: 1. Penarikan kedaulatan yang dititipkan DPRD, 2. Sumber kekuasaan adalah rakyat,

3 3. Rakyat adalah subyek demokrasi, 4. Demokrasi merupkan sistem politik terbaik dari yang ada. Terdapat alasan-alasan lain yang mendasari dilaksanakannya Pilkada langsung sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah (2005:53-55) sebagai berikut: 1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, 2. Legitiminasi yang sama antara kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan DPRD, 3. Kedudukan yang sejajar antara kepala daerah dan wakil kepala daerah dengan DPRD, 4. UU No. 22 Tahun 2003 tentang susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD, 5. Mencegah terjadinya politik uang. Pilkada lansung merupakan jalan alternatif untuk menguasai kemacetan demokratisasi politik dan peningkatan kualitas politik lokal. Mashuri Maschab (Prihatmoko, 2005:13) mendefinisikan kemacetan demokrasi sebagai situasi dimana elit daerah, baik eksekutif (birokrat) maupun legislatif (politisi), melakukan konspirasi dengan mengabaikan aspirasi dan kepentingan rakyat daerah untuk kepentingan kelompok elit itu sendiri. Melalui Pilkada langsung diharapkan akan terjadinya demokratisasi politik di daerah dan makin meningkatnya partisipasi rakyat dalam proses kebijakan politik dan pelaksanaan pembangunan di daerah itu sendiri. Berkaitan dengan tujuan Pilkada langsung, Prihatmoko (2005:viii) menyatakan bahwa tujuan utama Pilkada langsung adalah penguatan masyarakat daerah dalam rangka peningkatan kapasitas demokrasi di tingkat lokal dan peningkatan harga diri masyarakat yang sekian lama dimarginalkan. Secara teoritik, tujuan dilaksanakannya Pilkada langsung terkait dengan tujuan kebijakan

4 desentralisasi, yaitu untuk mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Berdasarkan uraian di atas, Pilkada langsung diharapkan dapat menumbuhkan kesetaraan politik (political equality), akuntabilitas dan responsifitas politik tingkat lokal, yang pada akhirnya akan mampu membawa perubahan yang sangat mendasar dalam kehidupan politik di daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan pengembalian hak-hak dasar politik rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Dengan demikian, rakyat dapat leluasa ikut berpartisipasi politik dalam hal pemilihan kepala daerah, hal ini menunjukkan bahwa proses demokratisasi politik tengah berlangsung, sebagaimana diungkapkan oleh Robert Dahl (Sorensen, 2003:21) yang menyatakan bahwa proses demokratisasi poltik dapat terjadi dengan dua hal, yaitu dengan jalan yang terfokus pada partisipasi politik dan jalan yang terfokus pada kompetisi politik. Pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi alasan berkembangnya peningkatan partisipasi politik dan peran serta masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini sejalan dengan pendapat Perwira dalam Harian Umum Pikiran Rakyat, 17 Mei 2003, yang menegaskan bahwa : Aspirasi masyarakat hanya akan terwujud secara nyata melalui proses peran serta, dan bukan pada apa yang dipikirkan para wakil rakyat. Selain itu mengakui adanya peran serta masyarakat adalah sejalan dengan prinsip demokrasi modern yang telah lama meninggalkan model elitis. Hakikat demokrasi modern adalah pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, termasuk didalamnya pemilihan kepala daerah. Berkait penjelasan di atas, gelombang demokrasi menuntut kaum muda untuk aktif jika menginginkan eksistensinya diakui serta mampu membawa

5 perubahan. Termasuk di dalamnya gelombang demokrasi yang berujung pada munculnya kompetisi politik di ranah lokal bernama pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Dalam level Kota Tegal adalah pemilihan walikota dan wakil walikota. Sebagai bagian dari pemilih, kaum muda (pemilih pemula) yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, atau pemilih dengan rentang usia 17-25 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkali memunculkan kejutan, dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Unik, sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan, dan tipis pengaruh KKN politik. Dari kecenderungan memilih tersebut, tidaklah mengherankan jika potensi munculnya golongan putih (golput) dari pemilih pemula sangat tinggi. Terlebih jika pada saat yang sama dihadapkan kepada kandidat calon kepala daerah yang kurang mendapat tempat di hati pemilih pemula. Ketiadaan pilihan kandidat kepala daerah yang dirasa pemilih pemula mampu membawa perubahan dengan rekam jejak serta program kerja yang pas di hati pemilih pemula. Sebaliknya jika tampak kandidat yang dirasa sesuai dengan keinginan pemilih pemula tidaklah mengherankan jika kemudian memunculkan sejumlah kejutan politik. Contoh paling baru adalah kemenangan pasangan Ahmad Heryawan Dede Yusuf dalam Pilkada Jawa Barat. Meskipun tidak keluar sebagai partai pemenang, PKS dengan perolehan 45 kursi dan Partai Demokrat 57 kursi di DPR sebagai pendatang baru dalam Pemilu 2004 lalu juga dapat dijadikan cermin akan suara pemilih pemula yang secara

6 mengejutkan mampu mendudukkan kedua partai tersebut dalam jajaran tujuh partai besar. Mayoritas pemilih PKS dan Partai Demokrat yang didominasi oleh pemilih pemula serta unggul di wilayah perkotaan. Bahkan untuk PKS militansi kader muda dari kalangan mahasiswa adalah kunci keberhasilan tersendiri yang belum dimiliki partai politik lainnya. Dari sisi kuantitas suara pemilih pemula juga cukup menjanjikan. Jika mengacu pada jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan KPU Kota Tegal sebanyak 195.704 orang pemilih maka ada sekitar 17.614 (9 persen) pemilih pemula. Angka yang tentunya cukup signifikan bagi pasangan manapun untuk memuluskan jalan menjadi pemenang. Tidak mudah memang memperkirakan ke mana suara pemilih pemula ini akan lari. Apalagi dilihat dari figur lima pasangan calon walikota-wakil wali kota yang telah mendaftar ke KPUD popularitas mereka di kalangan pemilih pemula relatif hampir seimbang (tidak ada yang menonjol satu pun). Sementara pada saat yang sama juga belum tampak program riil yang mampu ditawarkan sehingga mampu menarik simpati pemilih pemula. Inilah sumber munculnya protes politik dalam bentuk golput dari pemula dalam Pilwalkot nanti. Karenanya program unggulan yang mampu menarik simpati pemilih pemula semestinya sudah disiapkan. Sukur-sukur dibarengi dengan jangka waktu capaian program sehingga riil dan implementatif. Tidak sekedar jargon politik saja. Pemilih pemula dalam ritual demokrasi (Pemilu Legislatif, Pilpres, Pilkada) selama ini agaknya sengaja dijadikan objek politik sebagai bagian dari massa untuk kepentingan elit sesaat. Selepas momen politik berlangsung praktis

7 pemilih pemula ditinggal begitu saja. Fenomena riil akan hal itu tampak jelas dari momentum kampanye selam ini yang justru menampakkan pembodohan pemilih. Sekadar melibatkan pemilih pemula untuk meramaikan kampanye melalui karnaval kendaraan bermotor, joget bersama artis, bagi-bagi kaos, tanpa dibarengi dengan proses-proses pencerdasan melalui dialog, pemahaman visi-misi kandidat misalnya. Ruang dialog yang mampu membentuk dan mengasah rasionalitas pemilih pemula belum mampu terbangun. Kalaupun ada proses tersebut, selama ini tidak lebih dari upaya pemilih pemula sendiri. Hal yang kiranya belum terjadi pada pemilih pemula dari pelajar (SMU), maupun dari pemilih pemula di luar pelajar dan mahasiswa yakni mereka dengan usia 17-25 tahun yang sudah tidak lagi mengenyang bangku pendidikan. Mereka semakin menjadi sapi perahan elit politik tanpa adanya upaya proses pencerdasan yang semestinya sedini mungkin didapat. Akibat yang kemudian muncul adalah tidak adanya perbedaan antara pemilih pemula dengan pemilih lama, yang mana dalam mengambil keputusan politik sekadar berdasarkan popularitas figur atau lebih sial lagi menjadi bagian dari pemilih pragmatis yang mendasar pada berapa nilai nominal uang yang akan diterima. Dalam proses seremoni demokrasi selama ini sikap kritis yang semestinya muncul dari pemilih pemula menjadi kurang nampak. Eksploitasi terhadap pemilih pemula oleh elit kian tak terhindarkan jika melihat munculnya organisasi sayap partai yang di desain guna menggalang basis kekuatan pada pemilih pemula. Dalam strategi politik memang halal hukumnya, bahkan satu keharusan (wajib) ketika partai mencoba membidik segmen pemilih

8 pemula melalui organisasi sayap yang di khususkan untuk perjuangan pemilih pemula. Namun demikian hakikat ideal dari sayap partai yang seharusnya berfungsi sebagai instrumen pendidikan politik semestinya juga dibangun. Melalui program-program yang berakar dari kebutuhan dasar pemilih pemula berupa pembentukan pola pikir politik dengan basis rasionalitas. Mempertimbangkan segala keputusan politik atas dasar kemampuan, visi-misi, dan track record dari para kandidat. Berkait penjelasan di atas, siswa SMA (pemilih pemula) sebagai salah satu unsur masyarakat, turut menentukan dinamika politik nasional, termasuk dalam usaha menyukseskan Pilkada Langsung. Siswa SMA yang berada pada masa-masa remaja akhir memiliki banyak keunikan, baik secara psikologis, emosional, psikis, dan intelektual. Para siswa harus dihadapkan pada pesta demokrasi yang baru dilaksanakan dan merupakan pertama kalinya keterlibatan mereka dalam perpolitikan dengan skala yang lebih luas (pemilih pemula). Partisipasi mereka (pemberian suara) sangat penting dalam pemilihan pemimpin pemerintahan, karena bagaimanapun suaranya akan menentukan nasib daerah dan dirinya sendiri sebagai individu kedepan. Namun, dengan kemampuan intelektual dan pengalaman mereka menyaksikan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa Pemilihan Kepala Daerah di berbagai daerah, yang dianggap merupakan hal serupa dengan Pilkada yang akan mereka ikuti, tentunya akan menimbulkan sikap politik dan bentuk partisipasi politik tersendiri.

9 Didasari hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam tentang Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, mengingat tingkat daya kritis dan emosional mereka sedang berkembang. B. Rumusan Masalah Untuk memperoleh kejelasan dan sasaran dalam penelitian ini, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada Kota Tegal?. Selanjutnya rumusan masalah tersebut penulis rinci ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi pemilih pemula terhadap Pilkada? 2. Bagaimana bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam Pilkada Kota Tegal? 3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi pemilih pemula dalam Pilkada? 4. Bagaimana partisipasi politik pemilih pemula terbentuk? 5. Apakah harapan pemilih pemula dengan adanya Pilkada? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitan ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran secara aktual dan faktual mengenai partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan kepala daerah Kota Tegal pada Pilkada Kota Tegal tanggal 26 Oktober 2008.

10 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui persepsi pemilih pemula terhadap Pilkada Kota Tegal b. Untuk mengetahui bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam Pilkada Kota Tegal, c. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi pemilih pemula dalam Pilkada Kota Tegal, d. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi politik pemilih pemula terbentuk, e. Untuk mengetahui harapan pemilih pemula dengan adanya Pilkada. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Kegunaan secara Teoritis Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan keilmuan bagi peneliti khususnya dan berbagai pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu politik terutama berkaitan dengan pemilihan kepala daerah.

11 2. Kegunaan secara Praktis a. Dengan diketahuinya persepsi pemilih pemula terhadap Pilkada, peneliti dapat memberikan gambaran dan informasi secara faktual bagaimana persepsi pemilih pemula terhadap Pilkada. b. Dengan diketahuinya bentuk partisipasi politik pemilih pemula dalam Pilkada Kota Tegal, peneliti dapat memberikan gambaran dan informasi secara faktual bentuk partisipasi yang diberikan oleh pemilih pemula dalam pilkada. c. Dengan diketahuinya kendala-kendala apa saja yang dihadapi pemilih pemula dalam Pilkada, peneliti dapat memberikan gambaran dan informasi secara faktual mengenai kendala-kendala apa yang dihadapi pemilih pemula dalam Pilkada. d. Dengan diketahuinya partisipasi politik pemilih pemula terbentuk, peneliti dapat memberikan gambaran dan informasi secara faktual mengenai partisipasi apa saja yang dilakukan pemilih pemula dalam pemilihan kepala daerah. e. Dengan diketahuinya harapan pemilih pemula dengan Pilkada, peneliti dapat memberikan gambaran dan informasi secara faktual harapan pemilih pemula, f. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi juga sebagai masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan terutama Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan para pendidik untuk dijadikan studi banding dalam menilai dan

12 menentukan suatu sistem yang paling tepat dalam melakukan sosialisasi hal yang baru (Pilkada Langsung) dalam rangka meningkatkan kualitas Pilkada Langsung di Indonesia mendatang, g. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi Partai Politik (Parpol) juga para calon kepala daerah guna merebut suara dan simpati pemilih terutama pemilih pemula. Strategi politik dan manajemen politik dari partai politik juga tim sukses para calon kandidat kepala daerah yang terencana akan memudahkan juga memuluskan jalan kemenangan partai politik maupun calon kepala daerah merebut suara pemilih terutama pemilih pemula mengingat potensi suara yang cukup besar. E. Definisi Operasional 1. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005). Dalam penelitian ini, pemilihan kepala daerah yang dimaksud adalah Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Kota Tegal yang dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2008. 2. Partisipasi Politik ialah keterlibatan individu sampai pada bermacammacam tingkatan di dalam sistem politik (Michael Rush dan Phillip

13 Althoff, 2005: 23). Partisipasi politik yang dimaksud, yaitu partisipasi politik dalam Pemilihan Kepala Daerah Kota Tegal. 3. Pemilih Pemula adalah pemegang hak pilih yang pertama kali memberikan suara pada pemilu. Dalam hal ini pemilih pemula yang dimaksud adalah Siswa SMA yang telah memiliki hak pilih dalam Pilkada Kota Tegal. F. Metoda dan Teknik Penelitian Metode penelitian merupakan unit kerja suatu penelitian yang menggunakan alat dan prosedur penelitian untuk dapat memahami objek yang dijadikan sasaran penelitian. Sebagaimana dikemukakan oleh Ali (1984:54) bahwa metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau memecahkan masalah yang dihadapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yang memfokuskan penelitian pada masalah yang aktual serta memberikan pemahaman yang berarti sehingga menimbulkan pemikiran-pemikiran kritis. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (1996:3), secara fundamental penelitian kualitatif bergantung pada pengamatan kepada manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Hal tersebut sejalan dengan hakekat penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan Nasution (2003:5) yang menyatakan bahwa hakekat penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha untuk memahami bahasa tafsiran mereka tentang dunia

14 sekitarnya. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama yang berusaha mengungkapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa teknik pengumpulan data. Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, angket, studi dokumentasi, studi literature dan observasi. 1. Wawancara; digunakan untuk memperoleh informasi tentang partisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan kepala daerah Kota Tegal. Wawancara tersebut dilakukan kepada siswa SMA Negeri 3 Tegal yang telah memiliki hak pilih. 2. Studi dokumentasi; bertujuan untuk mempelajari dokumen-dokumen yang ada untuk mendapatkan informasi baik empirik maupun teoritik. 3. Studi literatur; yaitu teknik penelitian yang mempelajari literatur untuk mendapatkan informasi teoritik yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. 4. Observasi; digunakan untuk melakukan pengamatan proses Plikada dimana peneliti melibatkan atau meleburkan diri pada permasalahan penelitan yang dilakukan. G. Lokasi dan Subjek Penelitian Menurut Nasution (2003:32), subjek penelitian adalah sumber penelitian yang dapat memberikan informasi secara purposif dan bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Dalam penelitian kualitatif, tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan (purpose sample) (Moleong, 1996: 165).

15 Berdasarkan pendapat di atas, subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengurus OSIS SMA Negeri 3 Tegal yang terdiri atas: 1. Ketua OSIS SMA Negeri 3 Tegal 2. Wakil Ketua OSIS SMA Negeri 3 Tegal 3. Bendahara OSIS SMA Negeri 3 Tegal 4. Koordinator Seksi Organisasi, Pendidikan dan Kepemimpinan 5. Koordinator Seksi Ketakwaan 6. Koordinator Seksi Keterampilan, Kewirausahaan dan Kesegaran Jasmani 7. Koordinator Seksi Kehidupan Berbangsa dan Berbudi Pekerti Luhur Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini di SMA Negeri 3 Tegal. Adapun yang menjadi subjek penelitiannya adalah siswa-siswi SMA Negeri 3 Tegal yang sudah memiliki hak pilih dalam pelaksanaan Pilkada Langsung di Kota Tegal.