BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Menurut Renwick dan Brown (1995), seseorang dikatakan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Salah satu yang berperan dalam. peningkatan gizi remaja. Obesitas merupakan salah satu masalah gizi

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. epidemi global dan harus segera ditangani. Saat ini prevalensi obesitas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari seorang anak menjadi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara rasional mudah menyebabkan kelebihan masukan yang akan. menimbulkan berat badan meningkat (Sismoyo, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK PREVALENSI GANGGUAN CEMAS PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. mereka dan membangun citra tubuh atau body image). Pada umumnya remaja putri

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini, masalah kegemukan ( overweigth dan obesitas) menjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

Faktor-faktor Resiko yang Berhubungan dengan Obesitas pada Laki-laki dan Perempuan di Indonesia: Studi Kasus dari Indonesia Family Life Survey (IFLS)

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) PADA ANAK SD X KOTA BANDUNG TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra tubuh adalah suatu pemahaman yang meliputi. persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak khususnya anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa,

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telah meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata umur

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini menjadikan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. insulin dependent diabetes melitus atau adult onset diabetes merupakan

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. diriwayatkan Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban: minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.

BAB I PENDAHULUAN. membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan media elektronik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Sejalan dengan semakin meningkatnya usia seseorang, maka akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Tingginya prevalensi obesitas di dunia, menyebabkan terganggunya kondisi fisik, psikososial dan meningkatnya angka kematian (Blümel, Juan E. et al, 2014). Prevalensi obesitas remaja telah meningkat di sebagian besar negara-negara berpenghasilan tinggi dalam tiga decade terakhir. Prevalensi obesitas pada anak usia 2 sampai 19 tahun di Amerika Serikat meningkat dari 27,5% menjadi 31,1% (Ogden, C.L et al, 2006). Prevalensi obesitas pada anak usia 6-12 tahun di Bangkok meningkat dari 12,2% menjadi 15,6% dan angka prevalensi di Jepang pada anak 6-10 tahun dari 5% menjadi 10% (WHO, 2000). Dari data yang tersedia, diprediksi akan meningkat pesat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Lobstein, Tim et al, 2015). Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2005, prevalensi gizi lebih di Indonesia mencapai 3,4% (Departemen Kesehatan RI Survey Kesehatan Nasional, 2005). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi nasional berat badan berlebih anak usia 13-15 tahun sebesar 10,8%. Sedangkan prevalensi obesitas anak usia 13-15 tahun di Kota Tangerang sebesar 16,2% dan anak usia 16-18tahun sebesar 12,9%. (Kementrian Kesehatan RI Riset Kesehatan Dasar, 2013). Obesitas dapat menyebabkan konsekuensi psikososial yang signifikan. Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas dapat mengalami prasangka dan diskriminasi sejak usia anak anak. Selain itu, obesitas dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan dan gangguan endokrin (Khodijah et al, 2013). Menurut Puhl & Brownell (2013), dampak lain yang juga penting yaitu dampak terhadap tumbuh kembang terutama aspek psikososial karena untuk tumbuh kembang secara optimal selain kesehatan fisik juga diperlukan kesehatan mental. Obesitas dan depresi merupakan dua masalah kesehatan yang utama dikalangan remaja. Keduanya sangat umum dan terkait dengan berbagai komplikasi kesehatan seperti hipertensi, penyakit jantung kororner, dan peningkatan mortalitas (Nemiary, 2012). Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa remaja obesitas memiliki insiden yang lebih tinggi pada kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan rendahnya harga diri dibanding dengan remaja yang tidak obesitas (Melnyk B.M et al, 2006). Penelitian lain oleh Riza

et al (2007) yang dilakukan di Solo dengan menggunakan kuesioner pediatric symptom checklist (PSC)-35 didapatkan prevalensi gangguan psikososial pada anak obesitas sebesar 11,6%. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anak obes lebih banyak mengalami masalah psikososial dibandingkan anak status gizi normal. Sedangkan hasil penelitian Sajogo et al (2013) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara overweight-obesitas dengan gejala depresi, tetapi didapatkan hubungan antara temperamen dengan gejala depresi. Masalah kesehatan mental mempengaruhi 10%-20% dikalangan anak-anak dan remaja yang sebanding dengan depresi di masa dewasa seluruh dunia (Bonin, 2012). Di Indonesia, hasil Riskedas 2013 mencatat prevalensi gangguan mental emosional anak pada kelompok usia 15-24 tahun di Tangerang sebanyak 9,5%, lebih tinggi dari prevalensi nasional. Prevalensi masalah gangguan mental emosional secara nasional adalah 6% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Malang oleh Asmika et al (2008), melaporkan bahwa prevalensi remaja sekolah menengah yang mengalami depresi ringan sebanyak 32,5%, depresi sedang 28,2%, dan depresi berat 11,1%. Perbedaan tingginya jumlah penderita depresi pada remaja perempuan dan laki laki pada dasarnya telah nampak sejak memasuki periode usia remaja tengah (Petersen et al, 1991). Masalah kesehatan fisik dan psikologis mungkin memiliki efek yang buruk terhadap kualitas hidup remaja (Kim, H.S et al, 2013). Menurut Massam (2002), definisi kualitas hidup harus mencangkup dua dimensi terkait psikologis dan lingkungan. Dimensi psikologis menghasilkan rasa kepuasan pada kehidupan seperti kesejahteraan subjektif, atau kepuasan hidup. Dimensi lingkungan mencangkup kualitas masyarakat, kualitas tempat, dan kualitas hidup lingkungan dan dihubungkan dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian yang dimiliki. Anak dan remaja obesitas memiliki korelasi yang kuat dengan Health-related quality of life (HRQoL), indikator total kesejahteraan individu, termasuk aspek fisik, emosional, dan sosial dari kehidupan individu tersebut. HRQoL dapat berpengaruh negatif pada obesitas di beberapa domain, seperti kenyamanan fisik, body esteem, kehidupan sosial, hubungan keluarga, kesejahteraan emosional dan kualitas umum kehidupan (Rainey, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhasana et al (2009), tingkat depresi secara statistik menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap kualitas hidup pada subjek penelitian. Dari hasil penelitian diketahui bahwa gangguan tingkat depresi dapat menurunkan kualitas pekerjaan dan kualitas hidup penderitanya. Apabila dilihat secara keseluruhan faktor tingkat depresi mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan

kualitas hidup yang buruk. Ketidakmatangan pola pikir serta keinginan kuat untuk mengimitasi lingkungan menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Keterbatasan fungsi fisik, mental, emosional dan sosial akan berdampak pada kualitas hidupnya (Daniels, S.R et al, 2001). Kesehatan jiwa remaja merupakan hal penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan kondusif dan mendukung merupakan sumber daya manusia yang dapat menjadi aset bangsa tidak ternilai (Indarjo, 2009). Prevalensi gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja cenderung akan meningkat sejalan dengan permasalahan kehidupan dan kemasyarakatan yang makin komplek, oleh karena itu memerlukan pelayanan kesehatan jiwa yang memadai sehingga memungkinkan anak dan remaja untuk mendapatkan kesempatan tumbuh kembang semaksimal mungkin (Walker, 2002). Mengingat pentingnya hubungan obesitas dengan depresi pada remaja, maka peneliti tertarik untuk melihat perbedaan kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup pada siswa SMA obesitas dan non obesitas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah ada perbedaan kejadian depresi, aktivitas fisik dan kualitas hidup antara siswa SMA obesitas dengan siswa SMA non obesitas di Kota Tangerang? C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Menganalisis kejadian depresi, tingkat kualitas hidup, dan aktivitas fisik pada remaja usia 16-18 tahun obesitas dan tidak obesitas di Kota Tangerang. Tujuan Khusus: 1. Menganalisis kejadian depresi pada remaja obesitas dan tidak obesitas usia 16-18 tahun di kota Tangerang 2. Menganalisis tingkat aktivitas fisik pada remaja obesitas dan tidak obesitas usia 16-18 tahun di Kota Tangerang 3. Menganalisis tingkat kualitas hidup pada remaja obesitas dan tidak obesitas usia 16-18 tahun di Kota Tangerang

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai informasi bagi para pembuat kebijakan di tataran pemerintahan dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam mengatasi dan mencegah permasalahan obesitas pada remaja. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti dalam permasalahan obesitas yang berkaitan dengan depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup pada remaja. E. Keaslian Penelitian 1. Blümel, Juan (2014). Obesity And Its Relation To Depressive Symptoms And Sedentary lifestyle In Middle-Aged Women. Variabel bebas: Obesitas. Variabel terikat: gejala depresi dan Sedentary lifestyle. Metode penelitian: The present study represents a data re-analysis of a cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gejala depresi adalah 46,5% dan kecemasan 59,7%. Faktor resiko signifikan yang terkait dengan obesitas yaitu Hipertensi (OR: 1,87), gejala depresi (OR: 1,57), gaya hidup (OR: 1,50), Diabetes Mellitus (OR: 1,34), gangguan tidur (OR: 1,16), dan gejala vasomotor (OR: 1,14). Sedangkan faktor resiko terendah didapatkan pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, yaitu (OR: 0,69). Penelitian ini menyimpulkan bahwa obesitas yang dialami wanita paruh baya disebabkan dari interaksi beberapa faktor resiko seperti hipertensi, gejala depresi, gaya hidup, dan faktor lainnya. Pesamaan : metode cross-sectional, variabel bebas Perbedaan : sampel pada penelitian ini adalah wanita paruh baya dengan variabel terikat gejala depresi dan sedentary lifestyle, sedangkan yang akan diteliti adalah sampel remaja SMA dengan usia 16-18 tahun dengan variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, kualitas hidup. 2. Askari, J (2013). The Relationship Between Obesity and Depression. Variabel bebas: Obesitas. Variabel terikat: Depresi. Sampel penelitian: Dewasa usia 16-50 tahun. Metode penelitian: historical cohort study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obesitas tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan secara statistik pada tingkat depresi. Meskipun

beberapa penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dan depresi, penelitian ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, sehingga tampaknya hubungan antara obesitas dan depresi dipengaruhi beberapa faktor lain seperti sosiodemografi, psikososial dan faktor budaya. Persamaan: variabel bebas Perbedaan : penelitian ini variabel terikat depresi pada dewasa usia 16-50 tahun dengan metode penelitian historical cohort study. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup pada remaja SMA usia 16-18 tahun dengan metode penelitian cross-sectional. 3. Kim (2013). Factors Influencing Health-Related Quality of Life (HRQoL) of Overweight and Obesitas Children in South Korea. Variabel terikat: faktor kualitas hidup. Variabel bebas: overwight dan obesitas. Sampel penelitian: anak overweight dan obesitas di Korea Selatan. Metode penelitian: cross-sectional descriptive. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa predictor HRQoL termasuk harga diri, depresi, dan stress fisik menyumbang 58,7 % dari varians (p < 0,5). Anak-anak dengan pendapatan bulanan yang rendah memiliki HRQoL yang lebih rendah. HRQoL memiliki beberapa dimensi, dengan demikian selain perubahan gaya hidup, program kesehatan untnuk anak-anak overweight dan obesitas harus focus pada kesehatan psikologis dan mempertimbangkan faktor lingkungan juga. Persamaan : metode penelitian cross-sectional Perbedaan : penelitian ini menggunakan variabel terikat faktor kualitas hidup, variabel bebas overweight dan obesitas pada sampel anak usia 9-13 tahun. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas obesitas & non obesitas pada remaja SMA usia 16-18 tahun. 4. Sajogo, I et al (2013). Hubungan Antara Tingkat Overweight-Obesitas Dan Gejala Depresi Pada Remaja SMA Swasta Di Surabaya. Variabel bebas: Overwight-Obesitas. Variabel terikat: Gejala Depresi. Sampel penelitian: remaja overweight-obesitas. Metode penelitian: analitik observasional cross-sectional. Hasil penelitian: Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 181 remaja, perempuan sebesar 51 responden (28,2%) dan laki-laki 130 responden (71,8%). Kategori overweight sebesar 141 responden (77,9%), obesitas ringan sebesar 35 responden (19,3%) dan obesitas sedang sebesar 5 responden (2,8%). Sebanyak

139 responden (76,8%) dengan skor CDI 0-12 yang berarti tidak terdapat gejala depresi dan 42 responden (23,2%) dengan skor CDI 13 yang berarti terdapat gejala depresi. Persamaan : metode penelitian cross-sectional Perbedaan : variabel bebas overweight-obesitas, variabel terikat gejala depresi dengan sampel remaja overweight-obesitas. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas obesitas & non obesitas pada sampel remaja SMA usia 16-18 tahun. 5. Khodijah, Dodoh (2013). Obesitas Dengan Kualitas Hidup Remaja. Variabel bebas: Obesitas. Variabel terikat: Kualitas hidup. Sampel penelitian: Remaja obesitas. Metode penelitian: observasional cross-sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi obesitas remaja pada populasi penelitian adalah 5%. Rata-rata kualitas hidup remaja dengan IMT obesitas lebih rendah (SD 12,5) dibandingkan dengan IMT normal (21,15), dengan p=0,01 baik pada fungsi fisik maupun fungsi psikososial (emosional, sosial dan fungsi sekolah). Faktor lain yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah umur (p<0,01). Persamaan : metode penelitian cross-sectional Perbedaan : variabel bebas obesitas, variabel terikat kualitas hidup pada sampel remaja obesitas. Sedangkan yang akan diteliti adalah variabel terikat kejadian depresi, aktifitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas obesitas & non obesitas pada sampel remaja SMA usia 16-18 tahun. 6. Cortese, S et al (2009). The Relationship between Body Size and Depression Symptoms in Adolescents. Variabel bebas: Ukuran tubuh. Variabel terikat: Depresi. Sampel penelitian: Remaja. Metode penelitian: Study group comprised. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor CDI yang terendah untuk BMI sebesar z score antara 1 dan 0,5. Skor CDI meningkat dengan z score > 0. Pada laki-laki, skor CDI meningkat dengan z score >2, sedangkan pada perempuan skor CDI >0,5 dan <1. Usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Status sosial ekonomi memiliki pengaruh hanya pada anak laki-laki. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hubungan antara ukuran tubuh dan gejala depresi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Persamaan : sampel penelitian pada remaja Perbedaan : penelitian ini menggunakan variabel bebas ukuran tubuh dan variabel terikat depresi dengan metode penelitian study group comprised. Sedangkan yang akan dilakukan adalah variabel terikat kejadian depresi, aktivitas fisik, dan kualitas hidup, variabel bebas

obesitas & non obesitas pada sampel remaja SMA usia 16-18 tahun dengan metode penelitian cross-sectional.