II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar Matematika, dan kooperatif tipe Teams Games Tournament

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa yang melakukan kegitan belajar. Keberhasilan kegiatan pembelajaran

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Sehingga proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model dimana para siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Majid (2007:176) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

Ratih Rahmawati Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-visual yang artinya melihat

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II. 1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif. menurut Majid (2013: 174) mengemukakan bahwa Pembelajaran

Shinta Arwidya Pendidikan Sosiologi Antropologi,Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

e-issn Vol. 5, No. 2 (2016) p-issn

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya adalah metode diskusi. Hasibuan dan Moedjiono (2004:20) mengatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Singgih Bayu Pamungkas Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari kehidupan manusia, bahkan sejak manusia lahir sampai akhir hayat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB II LANDASAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN SISWA KELAS V SDN JEJANGKIT MUARA 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Banjar Margo Kabupaten Tulang Bawang. Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 584), efektivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

Wenni Hastuti Universitas PGRI Yogyakarta

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam hal ini tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan guru (Rusman, 2010:203). Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dikatakan selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran (Amri dan Achmadi, 2010:90). Belajar kooperatif bukanlah hal yang baru. Sebagai guru dan mungkin siswa pernah menggunakannya atau mengalaminya sebagai contoh saat berkerja di laboratorium. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-

11 kelompok yang terdiri dari empat atau lima orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru (Slavin dalam Trianto, 2009:56). Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar (Trianto, 2010:56). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainya (Rusman, 2010:203). Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2010:212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:

12 1. Prinsip ketergantungan positif (positif interdependence) yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja oleh masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. 2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompoknya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction) yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari kelompok lain. 4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication) yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran 5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa berkerja sama dengan lebih efektif. TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu sosial maupun bahasa dari jenjang pendidikan dasar (SD, SMP) hingga perguruan tinggi. TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan

13 pembelajaran yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban yang benar (Trianto, 2010:83). Menurut Slavin (dalam Rusman, 2010:225) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament) dan penghargaan kelompok (teams recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut: siswa berkerja dalam kelompok-kelompok kecil, games tournament dan penghargaan kelompok. Adapun langkah-langkah sebagai berikut, pada TGT siswa ditempatkan dalam timbelajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyiapkan pelajaran dan kemudian siswa berkerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. 1) Aturan permainan Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok penantang 1 kelompok penantang 2 dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada. Kelompok pembaca, bertugas: mengambil kartu bernomor dan mencari pertanyaan pada lembar permainan, membaca pertanyaan keras-keras dan memberi jawaban. Kelompok penantang 1 bertugas, menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda.

14 Kelompok penantang 2 bertugas: menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda dan mengecek lembar jawaban. Kegiatan ini dilakukan bergiliran. 2) Sistem perhitungan poin turnamen Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor yang lalu mereka sendiri, dan poin diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai. Poin tiap anggota ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim dan tim mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat (Trianto, 2010:84-85). a) Games dapat dijadikan sarana belajar yang menyenangkan. Games dalam metode ini terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Games tersebut dimainkan diatas meja dengan tiga orang siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan games hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut (Slavin, 2008:166). b) Tournament adalah sebuah struktur games berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan (Slavin, 2008:166).

15 c) Penghargaan kelompok Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapat skor tim dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau ganjaran (award) yang lain (Trianto, 2010:86-87). Tabel 2. Kriteria point penghargaan kelompok No. Perolehan skor Predikat 1. 30 40 Good teams 2. 40 45 Great teams 3. 45- ke atas Super teams (Trianto, 2010:87). Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara implisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut: 1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional. 2. Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan. 3. TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka. 4. TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit)

16 5. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak. 6. TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain. Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran TGT metode pembelajaran kooperatif TGT ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ialah sebagai berikut: 1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas 2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu 3. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam 4. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa 5. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain 6. Motivasi belajar lebih tinggi 7. Hasil belajar lebih baik 8. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi Sedangkan kelemahan TGT adalah: 1. Bagi Guru sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru

17 yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh. 2. Bagi siswa masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain (Anonim, 2012:15-20). B. Aktivitas Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirnya tentang belajar belajar sering kali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingatkan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (Hamalik, 2004:27-28). Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim

18 dilakukan di sekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2005:95) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memerhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi interupsi. 3. Lestening activities, sebagai contoh mendegarkan, uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activties, seperti misalnya, menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, misalnya: mengambar, membuat garfing, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan. 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Menurut pandangan ilmu jiwa modern menerjemahkan jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu, secara alami anak didik itu juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan anak didik dipandang

19 sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini, anaklah yang beraktivitas, berbuat dan aktif sendiri. Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan mencerna adalah para siswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan latar belakang masing-masing. Dengan demikian, jelas bahwa aktivitas itu dalam arti luas, baik yang berarti fisik/jasmani maupun mental/rohani. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal (Sardiman, 2005:95). Whipple (Hamalik, 2004:176) membagi kegiatan kegiatan murid sebagai berikut: a. Bekerja dengan alat-alat visual b. Ekskursi dan trip c. Mempelajari masalah-masalah d. Mengapresiasi literatur e. Ilustrasi dan konstruksi f. Berkerja menyajikan informasi g. Cek dan tes Pengunaan aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa oleh karena: 1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral

20 3. Memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan siswa 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri 5. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis. 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat dan hubungan orang tua dan guru. 7. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman berpikir kritis serta menghindarkan verbalitis. 8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan dimasyarakat. C. Penguasaan Materi Penguasaan materi merupakan hasil belajar dari ranah kognitif. Ada beberapa teori yang berpendapat bahwa proses belajar itu pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik. Secara umum, belajar boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi adalah: 1. Proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar; 2. Dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.

21 Proses internalisasi dan dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera perlu ada follow upnya yakni proses sosialisasi dalam hal ini dimaksudkan mensosialisasikan atau menularkan kepada pihak lain. Dalam proses sosialisasi, karena berinteraksi dengan pihak lain sudah barang tentu melahirkan pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, akan menyebabkan proses perubahan pada diri seseorang. Sudah dikatakan di muka bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Orang yang sebelumnya tidak tahu setelah belajar menjadi tahu. Proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi karena hasil pengalaman. Oleh karena itu dapat dikatakan terjadi proses belajar, apabila seseorang menunjukkan tingkah-laku yang berbeda. Sebagai contoh, orang yang belajar itu dapat membuktikan pengetahuan tentang faktafakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Jadi belajar menempatkan seseorang dari status abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain (Sardiman, 2005:21-23). Mengenai perubahan status ablitas itu, Menurut Bloom (dalam Sardiman, 2005:23) meliputi tiga ranah/matra, yaitu: matra kognitif, afektif dan psikomotorik. Masing-masing matra atau domain ini dirinci lagi menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence). Rincian ini dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Kognitif domain. a. Knowledge (pengetahuan, ingatan). b. Comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh). c. Analysis (menguraikan, menentukan hubungan).

22 d. Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan). e. Evaluation (menilai). f. Application (menerapkan). 2. Afektif Domain. a. Receiving (sikap menerima). b. Responding (memberikan respon). c. Valuing (nilai). d. Organization (organisasi). e. Characterization (karakteristik). Dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan, dalam kegiatan pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruaan tinggi, formatif adalah penggunan hasil tes prestasi belajar untuk melihat sejauhmana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil tes prestasi merupakan umpan balik (feed back) kemajuan belajar dan karena itu biasanya tes diselenggarakan di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes formatif dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau belajar. Contoh tes prestasi yang berfungsi formatif adalah ujian tengah semester di perguruan tinggi atau hasil belajar (THB) disetiap catur wulan atau setiap semester di sekolah-sekolah tingkat menengah dan dasar. Sumatif adalah pengunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pembelajaran. Tes sumatif merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan

23 apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program pendidikan tersebut, atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi (Azwar, 2007:9-11).