Presiden Republik Indonesia, Memperhatikan : Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERGUDANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

Menimbang : Bahwa pelanggaran-pelanggaran dalam atau berdasarkan:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 53/PMK.04/2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1960 TENTANG BADAN MUATAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN NOM OR: KEP- 089/J.A/8/1988 TENTANG PENYELESAIAN BARANG RAMPASAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.908, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberian Premi. Tata Cara.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DAN LALU LINTAS TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1959 (4/1959) 9 MARET 1959 (JAKARTA) Sumber: LN 1959/12; TLN NO.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUB NOMOR 39/PMK.04/2014 TENTANG

2016, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 64D ayat (4) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 32 TAHUN 1960 TENTANG PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH DALAM LALU-LINTAS PEMBAYARAN LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1960 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 615/PMK.04/2004 TENTANG TATALAKSANA IMPOR SEMENTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 62/PMK.04/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

1 of 6 18/12/ :44

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PENGAMBILALIHAN AKTIVITAS BISNIS TENTARA NASIONAL INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 05/BC/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 213 TAHUN 1961 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PIMPINAN UMUM ASURANSI JIWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Mengingat :

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1962 TENTANG PERDAGANGAN BARANG-BARANG DALAM PENGAWASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.04/2007 TENTANG AUDIT KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN M

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1960 TENTANG PEMBERIAN GANJARAN (PREMI) KEPADA ORANG-ORANG YANG TELAH MEMBERIKAN JASANYA DALAM PENGUSUTAN BEBERAPA TINDAK PIDANA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Pemerintah dengan maksud mengadakan penertiban keseimbangan dan keseragaman dalam memberikan ganjaran. yang sekarang diatur dalam beberapa peraturan dan dilakukan kepada orang-orang yang telah memberikan jasanya dalam pengusutan pelanggaran-pelanggaran mengenai pemasukan, pengeluaran dan penerusan atau pengangkutan barang-barang (termasuk dalamnya alat-alat pembayaran) melalui darat, laut atau udara, obat-obat bius dan sulingan-sulingan arak, menganggap perlu untuk mengatur pemberian-pemberian ganjaran itu dalam satu peraturan; b. bahwa untuk mempergiat pengusutan tindak pidana yang berhubungan dengan peraturan devisen dan untuk memperlancar peredaran barangbarang, perlu juga diberikan ganjaran kepada orang-orang yang telah memberikan jasanya dalam pengusutan pelanggaran-pelanggaran devisen dan penimbunan barang-barang yang dilarang dan pelanggaran tindak pidana ekonomi lainnya yang bersembunyi dalam penimbunan barang-barang yang tak terlarang. Memperhatikan : Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan; Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia; Mendengar : Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 2 Agustus 1960; Memutuskan: Dengan mencabut: a. Keputusan "Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon" tertanggal 20 Juni 1949 No. 2 (Staatsblad 1949 No. 172) sebagai-mana telah diubah dengan surat keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tertanggal 29 Desember 1956 No. 300961/I. N.; b. Keputusan "Gouverneur General van Nederlans Indie" tertanggal 28 Oktober 1927 No. 33 (Staatsblad 1927 No. 509); c. Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 14 Pebruari 1953 No. 30/1953; Menetapkan : Peraturan Presiden tentang Pemberian Ganjaran (Premi) kepada orang-orang yang telah memberikan jasanya dalam pengusutan beberapa tindak pidana. Pasal I Menteri Keuangan dapat memberikan ganjaran (premi);

a. setinggi-tingginya Rp. 5.000,_ kepada mereka bersama-sama atau kepada seseorang yang pada umumnya atau pada khususnya tidak berwenang untuk mengusut tindak pidana yang berhubungan dengan pemasukan, pengeluaran, penerusan atau pengangkutan barang-barang, untuk petunjuk-petunjuk yang nyata yang diberikannya hingga dapat ditangkap (achterhalen) pelanggaran, baik dari peraturan-peraturan mengenai bea-cukai maupun dari peraturan-peraturan lain yang mengatur pemasukan, pengeluaran, penerusan atau pengangkutan barang-barang (termasuk didalamnya alat-alat pembayaran) melalui darat, laut dan udara atau untuk bantuan yang nyata yang diberikannya pada penangkapan tersebut; b. setinggi-tingginya Rp. 2.500,- kepada mereka bersama-sama atau kepada seseorang yang pada umumnya berwenang untuk mengusut suatu perkara pidana atau pada khususnya berwenang untuk mengusut tindak pidana yang berhubungan dengan pemasukan, pengeluaran, penerusan atau pengangkutan barang-barang, karena kegiatannya dalam menangkap (achterhalen) pelanggaran-pelanggaran baik dari peraturan-peraturan mengenai bea dan cukai maupun dari peraturan-peraturan lain yang mengatur pemasukan, pengeluaran atau penerusan dan pengangkutan barang-barang (termasuk didalamnya alat-alat pembayaran) melalui darat, laut dan udara, akan tetapi hanya dalam hal mereka/ia terhadap pelanggaran yang tertangkap itu tidak diberikan ganjaran sebagaimana dimaksud dalam sub c atau d; c. setinggi-tingginya 50% yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,-dari jumlah hasil bersih dari penjualan barang-barang (termasuk didalamnya alatalat pembayaran) yang adalah hak Negara menurut pasal 13 ayat (6) "Rechtenordonnantie" (Staatsblad 1882 No. 240 jo. Staatsblad 1931 No. 471, 1935 No. 149 dan 1948 No. 43), kepada mereka bersama-sama atau kepada seseorang yang benar-benar secara giat telah ikut-serta dalam menahan (annhalen) barang-barang tersebut yang tidak diketahui siapa pelanggarnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 13"Rechtenordonnantie" tersebut diatas, d. 1. setinggi-tingginya 50% yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,-dari jumlah hasil bersih dari denda-denda dan hasil pelelangan barang-barang yang dirampas, yang adalah hak Negara, kepada mereka bersama-sama atau kepada seseorang yang benar-benar dan secara giat telah ikut-serta atau dengan cara apapun yang nyata juga, telah memberi bantuan dalam menangkap pelanggaranpelanggaran, baik dari peraturan-peraturan bea cukai maupun dari peraturan-peraturan lain, yang mengatur pemasukan, pengeluaran, penerusan dan pengangkutan barang-barang (termasuk didalamnya alat-alat pembayaran) melalui darat, laut dan udara, ataupun dari peraturan devisen sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 sub 1 e huruf f Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi; 2. dalam hal dilakukan pendendaan damai atau dalam hal diadakan penyimpanan perkara dengan syarat-syarat mengenai perkara pelanggaran yang disebut dalam sub a dan b diatas, maka ganjaran adalah setinggi-tingginya 30% yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,-. e. setinggi-tingginya Rp. 5.000,-selama mereka/ia tidak memperoleh ganjaran seperti dimaksud dalam sub c dan d, kepada mereka bersamasama atau kepada seseorang untuk petunjuk-petunjuk yang nyata yang diberikan, hingga dapat ditangkap pelanggaran penimbunan barangbarang, seperti yang dimaksud dalam pasal 1 sub 1 e huruf c Undang-

undang Tindak Pidana Ekonomi sebagaimana beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No. 1 tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 13) atau untuk petunjuk-petunjuk yang nyata yang diberikan tentang sesuatu penimbunan barang-barang lain, hingga dapat ditangkap pelanggaran tindak pidana ekonomi lain, seperti yang di-maksud dalam pasal sub 1e dan 3e dari peraturan-peraturan tersebut; f. setinggi-tingginya Rp. 1.000,-kepada mereka bersama-sama atau kepada seseorang yang atas petunjuk-petunjuk yang nyata, dapat diketemukan suatu penyulingan arak (stokerij dan distileerderij) yang tidak sah, apabila pesawat itu diketemukan sedang bekerja, atau setinggitingginya Rp. 500,-apabila pesawat itu tidak bekerja, sekedar ia belum menerima ganjaran berdasar sub a, b atau d; g. sebesar harga resmi obat bius yang ditangkap, kepada mereka bersamasama atau kepada seseorang yang dengan cara apapun yang nyata telah mengakibatkan penangkapan obat-obat bius yang jenisnya ditetapkan oleh seorang ahli, atau sebesar setinggi-tingginya Rp. 50.000,- dalam hal penangkapan yang bersangkutan dilakukan dalam keadaan yang sangat sulit dan mengenai obat bius yang sangat besar; Pasal II a. Untuk dapat memperoleh ganjaran sebagaimana tersebut dalam pasal I, instansi yang bersangkutan mengirimkan surat permohonan ganjaran kepada Menteri Keuangan disertai : a. salinan putusan Hakim yang bersangkutan yang telah mempunyai kekuatan mutlak atau salinan penetapan penyelesaian perkara diluar sidang Pengadilan. b. bukti penyetoran dalam Kas Negeri dan denda-denda atau dendadenda damai yang telah dipungut berdasarkan surat putusan penetapan tersebut dan/atau hasil bersih dari penjualan barangbarang yang dirampas. c. uraian tentang jasa orang atau orang-orang yang dimohonkan ganjaran. d. jumlah ganjaran yang diusulkan. b. Apabila dalam pasal 1 sub g dimohon ganjaran yang lebih besar pada harga resmi obat bius, maka diterangkan juga keadaan penangkapan yang sangat sulit dan jumlah-jumlah obat bius yang telah ditahan atau dirampas. Pasal III Pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pasal IV Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada hari diundangkannya, kecuali bagi pemberian ganjaran untuk jasa-jasa yang diberikan dalam pasal I sub e, yang berlaku mulai tanggal 13 Juli 1959. Pasal V Ganjaran yang belum diberikan untuk perkara-perkara yang belum selesai pada

hari mulai berlakunya Peraturan Presiden ini, diberikan menurut Peraturan Presiden ini. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1960 Menteri Kehakiman, UMUM Ttd. SAHARDJO Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1960 Presiden Republik Indonesia, Ttd. SOEKARNO PENJELASAN ATAS PERATURAN PRESIDEN No. 18 TAHUN 1960 tentang PEMBERIAN GANJARAN (PREMI) KEPADA ORANG-ORANG YANG TELAH MEMBERIKAN JASANYA DALAM PENGUSUTAN BEBERAPA TINDAK PIDANA Peraturan Presiden ini pertama mengadakan penertiban, keseimbangan dan keseragaman dalam memberikan ganjaran (premi) kepada orang-orang yang telah memberikan jasanya dalam pengusutan beberapa tindak pidana. Sebagaimana diketahui, maka hingga sekarang berlaku tiga macam peraturan pemberian ganjaran, yakni: I. yang berdasarkan keputusan Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon tertanggal 20 Juni 1949 No. 2 (Staatsblad 1949 No 172) sebagaimana telah diubah dengan surat putusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tertanggal 29 Desember 1956 No. 300961/I.N., ialah pemberian ganjaran kepada orang-orang yang telah memberikan jasanya dalam pengusutan pelanggaran-pelanggaran mengenai pemasukan pengeluaran, penerusan dan pengangkuran barang-barang, yang lazim dinamakan orang perbuatan-perbuatan penyelundupan. II. yang berdasarkan keputusan Gouverneur Generaal Hindia Belanda tertanggal 28 Oktober 1927 No. 33 (Staatsblad 1927 No. 509), ialah pemberian ganjaran kepada mereka yang atas petunjuknya dapat diketemukan suatu penyulingan arak (stokerij dan distilleerderi) yang dibuat secara tidak sah dan III. yang berdasarkan Keputusan Presiden Repuplik Indonesia No. 30 tahun 1953 ialah pemberian ganjaran kepada mereka yang telah mengakibatkan

penangkapan obat-obat bius. Kedua, maka Peraturan Presiden ini memperluas juga pemberian ganjaran kepada orang-orang yang telah berjasa dalam pengusutan tindak pidana lain dari pada yang tersebut diatas, yaitu pengusutan tindak pidana ekonomi yang menyangkut penimbunan barang-barang yang terlarang dan yang tidak terlarang. Dengan dilakukannya pelanggaran yang diuraikan dalam peraturan ini, maka Negara sangat dirugikan, yaitu dalam hal bea-cukai, devizen dan sebagainya, yang sebenarnya adalah hak Negara, karena itulah maka sangat dihargakan, apabila ada orang-orang yang dengan semangat dan kesadaran nasionalnya suka membantu dalam penyelidikan dan penahanan orang-orang dan barang-barang, yang mungkin akan terlepas dari pengawasan Negara, baik mereka yang membantu itu adalah pegawai yang tugasnya adalah melakukan pengusutan ataupun tidak maupun orang-orang swasta. Untuk jasa mereka itu, maka Pemerintah dapat memberikan ganjaran sekedarnya. Pemberian ganjaran itu adalah penghargaan atas jasa tersebut dan bertujuan memperbesar semangat dan kesadaran nasional untuk turut membongkar pelanggaran-pelanggaran, yang merugikan Negara dalam hak-haknya untuk memungut bea-cukai, memperoleh devizen dan yang merintangi Pemerintah untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Ganjaran itu harus dapat dirasakan oleh orang-orang yang memperolehnya, akan tetapi dalam pada itu, harus pula tetap diingat tujuan dari pada ganjaran, sedang ganjaran itu haruslah setimpal dengan jasa dari orang-orang yang telah ikut menangkap achterhalen) pelanggaran-pelanggaran yang bersangkutan. Berhubung dengan itu, maka : a. diberikan ganjaran sebesar setinggi-tingginya Rp. 5.000,- kepada mereka yang pada umumnya atau pada khususnya tidak berwenang untuk mengusut tindak pidana yang berhubungan dengan peraturan-peraturan bea dan cukai serta peraturan-peraturan lain yang mengatur pemasukan, pengeluaran, penerusan dan pengangkutan barang-barang (termasuk didalamnya alatalat pembayaran) melalui darat, laut dan udara, untuk petunjuk dan bantuan yang nyata pada penangkapan pelanggaran tersebut; b. diberikan ganjaran sebesar setinggi-tingginya Rp. 2.500,- kepada mereka yang pada umumnya berwenang melakukan atau pada khususnya berwenang melakukan pengusutan tindak pidana yang berhubungan dengan peraturan-peraturan bea dan cukai dan peraturan-peraturan lain, yang mengatur pemasukan, pengeluaran, penerusan dan pengangkutan barang-barang (termasuk didalamnya alat-alat pembayaran) melalui darat, laut dan udara, apabila mereka memprlihatkan kegiatannya dalam melakukan penangkapan pelanggaran tersebut. Jumlah-jumlah tersebut dalam a dan b ini tidak diberikan apabila mereka telah memperoleh ganjaran sebagaimana tersebut dalam sub c dan d dibawah ini; c. diberikan ganjaran setinggi-tingginya 50%.(termasuk didalam-nya alat-alat pembayaran) tidak melebihi Rp. 1.000.000,- kepada mereka dari penjualan barang-barang yang dapat ditahan dari para pelanggar yang tidak diketahui dari pasal 13 Rechtenordonnantie, apabila mereka benar-benar secara giat telah ikut-serta dalam menahan barang-barang tersebut; d. diberikan ganjaran setinggi-tingginya 50% yang tidak melebihi Rp.

1.000.000,- dari jumlah hasil bersih denda-denda dan hasil pelanggaran barang-barang, kepada mereka yang benar- benar dan secara giat telah ikut-serta atau dengan cara apapun yang nyata telah membantu dalam penangkapan pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan peraturan-peraturan bea dan cukai, peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang pemasukan, pengeluaran, penerusan dan pengangkutan barang-barang (termasuk didalamnya alat-alat pembayaran) melalui darat, laut dan udara ataupun dari peraturan deviezen; Perlu diperhatikan, bahwa apabila dalam sub a dan b mengenai perkara pelanggaran diadakan pendendaan damai atau dilakukan penyimpanan perkara dengan syarat-syarat, maka ganjaran adalah sebesar seinggi-tingginya 30% yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,-; e. diberikan ganjaran setinggi-tingginya Rp. 5.000,-, kepada mereka yang telah memberikan petunjuk-petunjuk yang nyata hingga dapat ditangkap penimbunan barang-barang yang terlarang dan yang tidak terlarang, yang menimbulkan tindak pidana ekonomi lain, selama mereka tidak telah diberi ganjaran seperti disebutkan dalam sub c dan d diatas; f. diberikan ganjaran setinggi-tingginya Rp. 1.000,- dan Rp. 500,- masing-masing untuk petunjuk-petunjuk tentang adanya penyulingan anak yang tidak sah, yang diketemukan sedang bekerja dan tidak, selama. belum diperoleh ganjaran dalam sub a, b atau d; g. diberikan ganjaran sebesar harga resmi obat bius atau setinggitingginya Ro. 50.000,- apabila penangkapan dilakukan dalam keadaan yang sangat sulit dan mengenai jumlah obat bius yang sangat besar, apabila mereka dengan cara apapun mengakibatkan penangkapan obat-obat bius. Permohonan untuk dapat memperoleh ganjaran harus dilakukan oleh instansi yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan dengan diserahi segala sesuatu yang diperlukan, yaitu : a. salinan keputusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan mutlak atau salinan penetapan penyelesaian perkara diluar sidang pengadilan; b. bukti penyetoran denda atau denda damai dalam Kas Negara; c. uraian tentang jasa orang atau orang-orang yang dimohonkan ganjaran. d. jumlah ganjaran yang diusulkan. Apabila permohonan ganjaran mengenai obat bius lebih besar dari pada harga resmi, maka perlu juga disertakan keterangan keadaan yang sangat sulit dalam melakukan penangkapan dan jumlah obat bius yang telah ditahan atau dirampas. Karena pemberian ganjaran menyangkut keuangan Negara, maka Menteri Keuanganlah yang menentukan tentang pemberian ganjaran itu. Mengingat bahwa pemberian bantuan untuk menangkap pelang- garan penimbunan yang terlarang dan tindak pidana ekonomi lainnya yang tersembunyi dalam penimbunan yang tidak terlarang, sangat membantu pelaksanaan program sandang pangan Pemerintah, maka untuk penangkapan tindak pidana ekonomi ini, pemberian ganjaran diberlakukan surut mulai 13 Juli 1959, yaitu mulai berkerjanya Kabinet Kerja. Dalam pada itu maka untuk perkara-perkara yang pada waktu Peraturan Presiden ini berlaku, belum selesai diputus, diberikan ganjaran menurut Peraturan Presiden ini. Pemberian ganjaran bagi perkara-perkara yang telah selesai diurus dan dimohonkan ganjaran, tetap dilakukan menurut peraturan (2) lama.

PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Sub a dan b meliputi 1. "Rechtenordonnantie", 2. "Crissuitvoerordonnantie", 3. "Deviezeonordonnantie" (untuk sebagian), 4. Lain-lain peraturan yang mengatur pemasukan, pengeluaran, penerusan dan pengangkutan barang-barang, termasuk dida- lamnya alat-alat pembayaran. Petunjuk-petunjuk yang nyata harus dibedakan dari petunjuk yang samar-samar. Contoh dari petunjuk-petunjuk yang nyata, adalah : Dirumah si A ada beberapa senjata api disembunyikan. Digudang si B ada barang-barang textiel ditimbun. Sebaliknya, maka petunjuk-petunjuk yang samar-samar adalah misalnya : Dirumah si A rupanya ada sesuatu yang disembunyikan. Orang-orang berkata, bahwa di Pasar Ikan sering dilakukan penyelundupan. Barang-barang termasuk dalam pengertian ini ialah : 1. nilai-nilai. 2. hak-hak. 3. tagihan-tagihan. "Yang benar-benar dan secara giat telah ikut-serta atau yang dengan cara apapun telah memberikan bantuannya" yang diuraikan dalam sub b, c dan d dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Ikut=serta dalam sebuah kendaraan bersama dengan seorang petugas karena hanya ingin mengetahui saja, bukanlah ikut-serta seperti yang dimaksud dalam sub b, c dan d tersebut. Yang dimaksudkannya ialah : Ikut-serta bersama seorang petugas unuk membantunya dalam pergulatan dengan pelanggar hukum, serta membelanya apabila petugas itu diserang, membawa alat-alat untuk membongkar sesuatu atau meminjamkan perahunya kepada petugas untuk mengejar serta menangkap perahu sipenyelundup. Bantuan yang nyata yang dapat diberikan dalam pembongkaran pelanggaran-pelanggaran peraturan deviezen ialah misalnya: pengambilan catatan-catatan pembukuan dari majikannya oleh seorang bawahan, untuk diperlihatkan kepada seorang petugas, karena ada dugaan keras, bahwa telah dilakukan pelanggaran deviezen. Penimbunan yang terlarang adalah penimbunan barang-barang yang diatur dalam pasal 1 sub 1e dan huruf e Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi. Dalam pada itu, maka sesuatu penimbunan barang-barang yang tidak terlarang, dapat pula menyembunyikan didalamnya tindak pidana ekonomi lainnya, misalnya tidak adanya pembukuan, tidak ada faktur dan sebagainya (lihatlah pasal 1 sub 1 e dan 3e Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi). Pasal II Telah diterangkan dalam penjelasan umum. Pasal III.

Cukup jelas. Pasal IV. Cukup jelas. Pasal V. Cukup jelas. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 NOMOR 96 DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 2033