SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA



dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

Powered by TCPDF (

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PONED sebagai Strategi untuk Persalinan yang Aman

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN BELITUNG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2014 Seri D Nomor 1 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

Transkripsi:

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Indonesia terletak di wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam, non alam maupun bencana sosial Berbagai jenis bencana ini dapat menimbulkan krisis kesehatan. Seperti timbulnya korban massal, masalah pengungsi, masalah pangan dan gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyebaran vektor penyakit, penyebaran penyakit menular, lumpuhnya pelayanan kesehatan, munculnya kasus stress pasca trauma dan kelangkaan tenaga kesehatan. Hal ini tentu akan mengganggu jalannya pelayanan publik, termasuk pelayanan kesehatan. Salah satu peran Kementerian Kesehatan adalah mempersiapkan standar dan pedoman agar tugas dan tanggung jawab penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat dilaksanakan dengan baik, terpadu dan sinergis dengan pengelola program sektor kesehatan maupun sektor diluar kesehatan. Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat 8encana yang mengacu pada standar intemasional Namun dengan adanya perkembangan di bidang penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dan adanya masukan dari daerah, dari lintas program dan dari lintas sektor, maka Kementerian Kesehatan melakukan revisi terhadap buku pedoman tersebut. Saya menyambut baik terbitnya revisi buku pedoman ini dan saya berharap agar buku pedoman ini dapat disebarluaskan untuk digunakan sebagai acuan oleh seluruh institusi kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana di Indonesia, Kepada semua phak yang telah berperan dalam penyusunan dan penerbitan buku ini, saya sampaikan terima kasih dan apresiasi. Pedoman Teknis PenongguJongon Krisis Kesehatan Akibot 8encana

Semoga buku ini bermanfaat bagi penanggulangan krisis akibat bencana di Indonesia dan bagi peningkatan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Jakarta,S Desember 2011 MENTERI KESEHATAN Rl ~. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH KATA PENGANTAR Negara Republik Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Berbagai jenis kejadian bencana telah terjadi di Indonesia, baik bencana alam (natural disasfet'), bencana karena kegagalan teknologi maupun bencana karena ulah manusia (manmade disastel). Kejadian bencana biasanya menimbulkan jatuhnya korban manusia (meninggal, luka -Iuka dan pengungsian) maupun kerugian harta benda. Adanya korban manusia dapat menimbulkan krisis kesehatan pada masyarakat yang terkena bencana dan masyarakat yang berada di sekitar daerah bencana. Permasalahan yang sering terjadi di lapangan adalah masalah kurangnya koordinasi serta keterlambatan respon tanggap darurat dalam pemenuhan sumber daya dalam penanggulangan krisis kesehatan. Oleh karena itu, dalam rangka pengurangan dampak risiko bencana perlu adanya peningkatan kapasitas dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Keberhasilan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana ditentukan oleh kesiapan masing-masing unit kesehatan yang terlibat, manajemen penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan kesehatan dasar di pengungsian, penanggulangan dan pengendalian penyakit, penyediaan air bersih dan sanitasi, penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan lagistik dan perbekalan kesehatan. Mengingat permasalahan akibat bencana sangat kompleks maka perlu dilakukan revisi pedoman yang sudah ada. Revisi ini dilakukan untuk melengkapi dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini. Pedoman sebelumnya belum ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan, oleh karena itu revisi ini sekaligus untuk menetapkan pedoman ini dalam suatu keputusan Menteri Kesehatan. Dengan dilakukannya revisi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana ini diharapkan petugas di jajaran kesehatan, lembaga donor, LSM/NGO nasional dan internasional serta pihak lain yang ii Pedaman Teknis Penanggulongon Krisis Kesehatan Akibat Bencono Pedomon Teknis Penonggulongan Krisis Kesehoton Akibot Bencono iii

bekerja/berkaitan dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Indonesia menjadi lebih jelas perannya masing*masing secara terintegrasi sehingga dapat melakukan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dengan lebih optimal. Akhirnya kepada semua pihak dan instansi yang terkait baik pemerintah maupun non pemerintah, kami sampa jkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas peran sertanya sehingga revisi buku pedoman ini dapat terwujud. Oemikian, semoga buku ini dapat bermanfaat bag; kita semua. Jakarta, 5 Oesember 2011 Sekretaris lenderal ~..- dr. Ratna Rosita, MPHM UCAPAN TERIMA KASIH Puj; syukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan-nya, Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Revisi pedoman yang melibatkan lintas program maupun lintas seldor telah melewati beberapa tahapan proses. Kegiatan penanggulangan bencana, dimulai dari kegiatan pencegahan mitigasi dan kesiapsiagaan yang dilakukan pada fase pra-bencana; kegiatan tanggap darurat pada saat bencana; dan fase pemulihan sebagai masa transisi menuju ke keadaan normal yang didukung oleh kegiatan pemantauan dan pengumpulan informasi sehingga menuntut sebuah pedoman teknis yang praktis, komprehensif dan mudah digunakan oleh para pelaku yang berperan di dalamnya. OJ sisi lain, bencana dengan segala karakteristiknya merupakan peristiwa yang juga selalu menuntut pembelajaran dari hari ke hari, tidak terkecuali untuk Indonesia yang telah sejak lama menyandang predikat sebagai negara supermarket bencana. Selain itu dengan adanya UU No. 24 tahun 2007 yang menempatkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai koordinator penanggulangan bencana di Indonesia, turut mengubah mekanisme penanggulangan bencana menjadi lebih terintegrasi dan terkoordinasi. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, baik dari segi peraturan maupun mekanisme penanggulangan bencana, maka buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana yang ada saat ini dipandang perlu untuk di revisi dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Kami mengucapkan terima kasih kepada unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan, Unit Pelaksana Teknis, kalangan profesional, WHO EHA (Emergency and Humanitarian Action) dan semua pihak yang telah membantu memberik.an masukan dan saran dalam penyempurnaan buku pedoman ini. ;v Pedomon Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Pedoman Teknis Penanggu/angan Krisis Kesehatan Akibat Bencana v

Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bekerja dalam penanganan krisis kesehatan, khususnya bagi para pelaksana di jajaran kesehatan, lembaga donor, LSM/NGO nasional dan internasional. Jakarta, 5 Desember 2011 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis ~ Mudjiharto, SKM, MM Remark WHO Representative to Indonesia The first edition of Technical guideline of Health Action in Crisis has served as the platform for governments, donor agencies, national and international humanitarian agencies to work. more effectively and efficiently based on standards for the people affected. During the implementation, we faced dynamic changes in disaster management based on lesson learnt on the recent disasters occurred in Indonesia such as the type and severity of disaster; recent policies of Government of Indonesia (GoI) and revision on health policy, law and regulations based on the updated version of Standard Operating Procedure (SOP) in each sector related to disaster management. In 2007, Gol released law no.24 on Disaster Management and established National Disaster Management Agency (NDMA) based on the Presidential Regulation no.s Year 200S on 26 January 200S. This agency provides one line command during disaster phase, coordinative function in pre and post disaster phase. The task and function of NOMA is supported by line ministries/departments including Ministry of Health (MOH) and related organizations based on their tasks and functions. This guideline has been modified based on the updated SOP from each unit in MOH and UN agencies. It is expected to strengthen the Disaster Risk. Reduction Programme in Health Sector (DRR-PHS) and disaster emergency management as a whole in various sectors, enabling self sustainability in reducing risk. by having good preparations and effective response to emergencies and disasters according to updated Standard Operating Procedures in 446 districts, Indonesia by 2012. WHO will always provide necessary supports for MOH in addressing Disaster Management. I would like to thank everyone involved in making this work. possible. Dr. Khanchit Limpakarnjanarat WHO Representative to Indonesia v; Pedomon Teknis Penanggulongon Krisis Kesehaton Akibot Bencano Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibot Bencona vii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Karakteristik Bencana 10 Tabel 2.2 Klaster yang ada di Indonesia beserta organisasi ketua dan anggotanya 17 Tabel 2.3 Koordinasi serta pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana 25 Tabel 2.4 Jenis obat dan jenis penyakit sesuai dengan jenis bencana 28 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Jenis penyakit, obat, dan perbekalan kesehatan pada tahap tanggap darurat berdasarkan bencana Contoh Obat untuk Pos Kesehatan dan Pustu dengan tenaga medis dan paramedis 127 129 ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Penanganan Bencana 7 Gambar 2.2 Struktur Organisasi dalam Kementerian Kesehatan pada Penanggulangan Bencana 13 Gambar 2.3 Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan 14 Gambar 2.4 Peta Lokasi PPK Regional 15 Gambar 2.5 Alur penyampaian informasi pra bencana 30 Gambar 2.6 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi awal kejadian bencana 31 Gambar 2.7 Alur penyampaian informasi penilaian cepat kesehatan 34 Gambar 2.8 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi perkembangan kejadian bencana 37 Gambar 3.1 Pembagian area kerja 47 Gambar 3.2 Pos pelayanan medis depan 51 Gambar 3.3 Pos pelayanan medis lanjutan standar 52 Gambar 3.4 Alur evakuasi korban dengan sistem noria 53 Gambar 3.5 Permintaan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan 123 Gambar 3.6 Alur pelaporan tahap tanggap darurat 126 x

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Penanganan Bencana 7 Gambar 2.2 Struktur Organisasi dalam Kementerian Kesehatan pada Penanggulangan Bencana 13 Gambar 2.3 Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan 14 Gambar 2.4 Peta Lokasi PPK Regional 15 Gambar 2.5 Alur penyampaian informasi pra bencana 30 Gambar 2.6 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi awal kejadian bencana 31 Gambar 2.7 Alur penyampaian informasi penilaian cepat kesehatan 34 Gambar 2.8 Alur penyampaian dan konfirmasi informasi perkembangan kejadian bencana 37 Gambar 3.1 Pembagian area kerja 47 Gambar 3.2 Pos pelayanan medis depan 51 Gambar 3.3 Pos pelayanan medis lanjutan standar 52 Gambar 3.4 Alur evakuasi korban dengan sistem noria 53 Gambar 3.5 Permintaan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan 123 Gambar 3.6 Alur pelaporan tahap tanggap darurat 126

DAFTAR ISTILAH Angka Kematian Ibu (AKI): kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebabsebab lain, per 100.000 kelahiran hidup. Antihistamin : obat yang digunakan untuk mengurangi atau mencegah reaksi histamin (misal alergi). Antipiretik : obat penurun demam. Antropometri gizi: cara pengukuran status gizi berdasarkan umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada dan tebal jaringan lunak. Apotek: Tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Apoteker: Sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Bahaya: Faktor faktor yang dapat mengganggu dan mengancam kehidupan manusia. Buffer stock: Persediaan obat obatan dan perbekal an kesehatan di setiap gudang farmasi provinsi dan kabupaten/kota yang ditujukan untuk menunjang pelayanan kesehatan selama bencana. Bencana: Suatu kejadian peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Bencana Non Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Bencana Sosial: bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xi xii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Brigade siaga bencana (BSB): Suatu satuan tugas kesehatan yang terdiri dari petugas medis (dokter dan perawat), paramedis, dan awam khusus yang memberikan pelayanan kesehatan berupa pencegahan, penyiagaan, maupun pertolongan bagi korban bencana. Bronkodilator : alat yang dapat memperlebar lubang saluran napas yang menyempit ketika seseorang mendapat serangan asma. Campak (measles): Ruam kulit (skin rash) yang sifatnya maculo papular dengan demam, disertai conjungtivitis dan/atau batuk pilek. Daerah rawan bencana: Suatu daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap suatu bencana akibat kondisi geografis, geologis, dan demografis serta akibat ulah manusia. Dekongestan : penyembuh pengembangan pembuluh darah. Diare: Buang air lembek atau encer bahkan berupa air saja lebih sering dari biasanya dan merupakan penyakit yang sangat berbahaya terutama bagi balita. Diare disertai darah (bloody diarrhea): Buang air besar lebih dari tiga kali selama 24 jam dengan konsistensi tinja lembek atau cair, disertai lendir dan/atau darah yang terlihat pada tinja. Endemis: suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah. Evakuasi: Upaya untuk memindahkan korban dari lokasi yang tertimpa bencana ke wilayah yang lebih aman untuk mendapatkan pertolongan. HIV: Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Infeksi Menular Seksual (IMS): penyakit yang menyerang manusia melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA): Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga bawah, dan pleura. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xiii xiv Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

ISPA non pneumonia: Batuk atau pilek disertai demam <2 minggu. Gizi buruk: Pengukuran status gizi buruk menggunakan antropometri dengan indeks BB/TB atau BB/PB. Disebut gizi buruk apabila hasil perhitungan BB/TB atau BB/PB < 3SD. Keadaan gawat gizi (serious situation): Keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi kurang balita pengungsi lebih besar atau sama dengan 15%, atau 10 14,9% dan disertai faktor pemburuk. Keadaan kritis gizi (risky situation): Keadaan yang ditandai dengan prevalensi gizi kurang balita pengungsi lebih besar atau sama dengan 10 14,9%, atau 5 9,9% dan disertai faktor pemburuk. Kedaruratan: Kejadian tiba tiba yang memerlukan tindakan segera karena dapat menyebabkan epidemi, bencana alam, atau teknologi, kerusuhan atau karena ulah manusia lainnya. (WHO) Kejadian Luar Biasa (KLB): meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Rawan Bencana : kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Kesehatan reproduksi: suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Kesiapsiagaan: Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal Precautions (UP): adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya (Dr. Akhmad Wiryawan, 2007). Menurut Prof. Dr. Sulianti Saroso (2006) Kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Kit Kesehatan Reproduksi: bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan reproduksi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xv xvi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

dalam situasi darurat sesuai dengan tujuan dari PPAM. Lembaga swadaya masyarakat (LSM, nongovern mental organization/ngo): Suatu lembaga nonpemerintah yang dibiayai sendiri oleh masyarakat dan bergerak yang dalam bidang tertentu. Leptospirosis: Penderitaan dengan demam mendadak tinggi disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual, muntah, diare. Bradikardi relatif, ikterus, infeksi silier mata. LILA: Lingkar Lengan Atas, merupakan salah satu metode pengukuran status gizi. Lumpuh layuh akut (acute flaccid paralysis, AFP): Kelumpuhan mendadak (progresif) yang sifatnya layuh (flaccid, floppy) pada satu atau lebih anggota gerak termasuk Guillain Barre Syndrome, pada anak usia <15 tahun atau Kelumpuhan mendadak (progresif) yang sifatnya layuh (flaccid, floppy) pada penduduk usia >15 tahun dan diduga kuat sebagai polio. Manajemen SDM kesehatan: Serangkaian kegiatan perencanaan dan pendayagunaan tenaga yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan. Malaria klinis (clinical malaria): Demam atau ada riwayat demam disertai gejala menggigil, mual, muntah dan diare, nyeri kepala, nyeri punggung, dan penyakit infeksi lainnya dapat dikesampingkan. Masalah gizi darurat: Keadaan gizi dimana jumlah kurang gizi pada sekelompok masyarakat pengungsi meningkat dan mengancam memburuknya kehidupan Masa inkubasi: waktu berlalu antara paparan suatu patogen organisme, suatu bahan kimia atau radiasi, dan ketika gejala dan tanda tanda yang pertama jelas. Mitigasi: Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Mobilisasi: Penggerakan bantuan, tenaga, dan sumber daya lain ke lokasi bencana. Neonatal: bayi yang berumur 0 28 hari Obat: Sediaan atau paduan bahan bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka menetapkan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Obat bantuan: Obat obat yang berasal dari sumber dana selain dari kabupaten/kota yang bersangkutan, baik dari pemerintah (pusat dan provinsi) maupun pihak swasta dan bantuan luar negeri. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xvii xviii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

Obat esensial: Obat yang diperlukan dan sering digunakan. Obat rusak: Obat yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Paket Layanan Awal Minimum (Minimum Initial Service Package/MISP) untuk Kesehatan Reproduksi: seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi yang dirancang untuk: mencegah dan menangani akibat dari kekerasan seksual; mengurangi penyebaran HIV; mencegah kelebihan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi; dan me rencana kan layanan Kesehatan Reproduksi lengkap pada hari hari dan mingguminggu awal dari situasi darurat dan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pelaku kemanusiaan mengenai layanan Kesehatan Reproduksi prioritas ini agar dapat dimulai di awal situasi krisis. Penghapusan/pemusnahan obat: Serangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan obat obatan milik atau kekayaan Negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Kegiatan Pencegahan Bencana : Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. PONED : Pelayanan Obsterik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk : a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), b) Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan, c) Perdarahan post partum, d) infeksi nifas, e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi, f) Asfiksia pada bayi, g) Gangguan nafas pada bayi, h) Kejang pada bayi baru lahir, i) Infeksi neonatal, j) Persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan Obstetri Neonatal antara lain Kewaspadaan Universal Standar. PONEK: Pelayan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksia sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, cedera kandung/saluran kemih, d) Perawatan Intensif ibu dan Neonatal, e) Tranfusi darah. Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional: Unit fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan kesehatan pada kejadian bencana. Penilaian risiko: Suatu evaluasi terhadap semua unsur yang berhubungan dengan pengenalan bahaya serta dampaknya terhadap lingkungan tertentu. Pencegahan: segala upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan/atau bila memungkinkan meniadakan sebagian atau seluruh bencana yang mungkin terjadi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xix xx Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

Penanggulangan Bencana : Serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana: Serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakkan (mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, mensiapsiagakan sumber daya kesehatan, menanggapi kedaruratan kesehatan, dan memulihkan (rehabilitasi), serta membangun kembali (rekonstruksi) infrastruktur kesehatan yang rusak akibat bencana secara lintas program dan lintassektor. Pengungsi: Orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Penilaian cepat masalah kesehatan (Rapid Health Assessment, RHA): Serangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan informasi subjektif dan objektif guna mengukur kerusakan dan meng identifikasi kebutuhan dasar penduduk yang menjadi korban dan memerlukan ketanggapdarurat an segera. Kegiatan ini dilakukan secara cepat karena harus dilaksanakan dalam waktu yang terbatas selama atau segera setelah suatu kedaruratan. Peringatan dini: Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Perbekalan kesehatan: Semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. PMT darurat (blanket supplementary feeding programme): Pemberian makanan tambahan kepada seluruh kelompok rentan: anak balita, wanita hamil, dan ibu meneteki (khususnya sampai 6 bulan setelah melahirkan) yang bertujuan mencegah memburuknya keadaan gizi pengungsi. PMT darurat terbatas (targeted supplementary feeding programme): Pemberian makanan tambahan kepada kelompok rentan yang menderita gizi kurang. PMT terapi (therapeutic feeding programme): Pemberian makanan tambahan dengan terapi diet dan medis pada anak yang menderita gizi buruk (sangat kurus) yang bertujuan menurunkan angka kematian. Pneumonia: Proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru paru (alveoli). Profilasis: langkah langkah yang dirancang untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit atau pencegahan penyakit ke derajat sakit yang lebih berat atau mengendalikan penyakit. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxi xxii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

Psikoedukasi: Sebuah sub disiplin ilmu piskologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan Psikopatologi: Bagian Psikologi yang menjadikan gejala kejiwaan sebagai objeknya Psikososial: sebuah cabang ilmu psikologi yang mempelajari atribu2 sosial dalam perilaku manusia sehari hari dalam kaitan interaksi di dalam lingkungan kesehariannya Psikotropika: Suatu zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh efektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku Public Safety Center (PSC): Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal hal yang berhubungan dengan kegawat daruratan, termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat di manapun berada, dan merupakan ujung tombak pelayanan yang bertujuan untuk mendapatkan respons cepat (quick response) terutama pelayanan pra rumah sakit. Rehabilitasi: Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi: Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Rencana kontinjensi: Suatu proses perencanaan ke depan, dalam keadaan yang tidak menentu, di mana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau kritis. Resusitasi: Upaya pertolongan pada korban dengan memberikan bantuan hidup dasar untuk menyelamatkan jiwa korban. Risiko Bencana : Potensi kerugian akibat yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxiii xxiv Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

RS PONEK 24 Jam: RS yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONEK siap 24 jam untuk meberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan nkomplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan Puskesmas PONED. Sediaan farmasi: Obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT): Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antarrumah sakit. Pelayanan berpedo man pada respons cepat yang menekankan pada Time Saving is Life and Limb Saving, yang melibatkan masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, ambulans gawat darurat, dan sistem komunikasi. Sistem Peringatan Dini: Sistem (rangkaian proses) pengumpulan dan analisis data serta diseminasi informasi tentang keadaan darurat atau kedaruratan. Sistem rujukan upaya kesehatan: suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan: Seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Surveilans epidemiologi: kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalahmasalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Surveilans Gizi Pengungsi: Proses pengamatan keadaan gizi pengungsi secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan intervensi. Surveilans penyakit: proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi suatu jenis penyakit kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. (WHO) Suspek demam berdarah dengue/dbd (dengue hemorrhagic fever): Demam tinggi mendadak, berlangsung terus menerus selama >2 hari, disertai salah satu atau lebih gejala antara lain, uji torniquet positif; petekia, ekimosis purpura; perdarahan mukosa, epitaksis, perdarahan gusi; hematemesis; dan melena. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxv xxvi Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

Tanggap darurat bencana: Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana. Tenaga Disaster Victim Identification (DVI): Tenaga yang bertugas melakukan pengenalan kembali jati diri korban yang meninggal akibat bencana. Triase: Pengelompokan korban yang didasarkan atas beratringan trauma/penyakit serta kecepatan penanganan/pemindahannya. Tersangka hepatitis (suspected hepatitis): Penderita dengan warna kuning pada sklera matanya. Tim Reaksi Cepat (TRC): Tim yang sesegera mungkin bergerak ke lokasi bencana setelah ada informasi bencana untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi korban. Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Rapid Health assessment/rha team): Tim yang dapat diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul untuk menilai kondisi dan kebutuhan pelayanan kesehatan. Tim Bantuan Kesehatan: Tim yang diberangkatkan untuk menangani masalah kesehatan berdasarkan laporan Tim RHA. Tim rescue: Tim yang dibentuk khusus untuk menyelamatkan korban di lokasi bencana yang terdiri dari tenaga medis, petugas pemadam kebakaran, dan SAR. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana xxvii xxviii Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

DAFTAR ISI Sambutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kata Pengantar Ucapan Terima kasih Sambutan Perwakilan WHO Indonesia Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Istilah Daftar Isi i iii v vii ix x xi xxix I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang 1 2. Tujuan 4 3. Sasaran 4 4. Dasar Hukum 4 II MANAJEMEN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN 6 1. Konsep Dasar dan Karakteristik Bencana 6 1.1. Konsep dasar manajemen penanggulangan bencana 6 1.2. Karakteristik bencana 9 2. Kebijakan Penanganan Krisis Kesehatan 11 2.1. Pengorganisasian 11 a. Tingkat pusat 12 b. Tingkat daerah 19 2.2. Mekanisme pengelolaan bantuan 20 a. Sumber daya manusia 20 b. Obat dan perbekalan kesehatan 23 c. Pengelolaan bantuan SDM internasional 24 d. Pengelolaan donasi obat dari donor internasional 25 2.3. Pengelolaan Data dan Informasi Penanggulangan Krisis 29 a. Informasi pra bencana 29 b. Informasi saat dan pasca bencana 30 III PELAYANAN KESEHATAN SAAT BENCANA 39 1. Pelayanan Kesehatan Korban 39 1.1. Pusat pengendali operasi kesehatan 39 1.2. Tahap penyiagaan 41 1.3. Tahap upaya awal (initial action) 42 1.4. Tahap rencana operasi 43 a. Menyusun rencana operasi 43 b. Keselamatan 44 1.5. Tahap operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat 45 xxix

a. Pencarian dan penyelamatan 45 b. Triase 47 c. Pertolongan pertama 49 d. Proses pemindahan korban 52 e. Perawatan di rumah sakit 54 f. Evakuasi pos medis sekunder 60 2. Pelayanan Kesehatan Pengungsi 60 2.1. Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 60 a. Surveilans penyakit dan faktor resiko 61 b. Proses kegiatan surveilans 63 c. Imunisasi 67 d. Pengendalian vektor 68 e. Pencegahan dan pengendalian penyakit 70 2.2. Air bersih dan sanitasi 97 a. Air bersih 97 b. Pembuangan kotoran 103 c. Sanitasi pengelolaan sampah 104 d. Pengawasan dan pengamanan makanan dan minuman 105 2.3. Pelayanan kesehatan gizi 107 a. Surveilans gizi darurat 107 b. Penanganan gizi darurat 108 c. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) usia 0 24 bulan 114 2.4. Pengelolaan obat bencana 120 a. Tahap kesiapsiagaan 120 b. Tahap tanggap darurat 121 c. Tahap rehabilitasi dan rekonstruksi 130 d. Evaluasi 131 2.5. Kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana 133 2.6. Penanganan kesehatan jiwa 140 a. Fase kedaruratan akut 140 b. Fase rekonsiliasi 143 c. Fase rekonsolidasi 146 IV PENATALAKSANAAN KORBAN MATI 151 1. Proses Disaster Victim Identification 151 1.1. Fase 1 : fase TKP 151 1.2. Fase 2 : fase post mortem 153 1.3. Fase 3 : fase ante mortem 155 1.4. Fase 4 : fase rekonsiliasi 155 1.5. Fase 5 : fase debriefing 156 2. Metode dan Teknik Identifikasi 156 xxx

3. Prinsip Identifikasi 158 4. Setelah Korban Teridentifikasi 158 5. Jika Korban Tak Teridentifikasi 159 6. Beberapa Hal Penting Berkaitan dengan Tata Laksana 160 V MONITORING DAN EVALUASI 162 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xxxi