BAB IV ANALISIS PENERAPAN BAGI HASIL AKAD MUZARA AH DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama

BAB IV ANALISIS DATA. kepustakaan baik yang diperoleh langsung dari kitab-kitab aslinya atau kitabkitab

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembayaran Upah Buruh Tani Oleh Pemberi Kerja

BAB IV. dijadikan obyek dari penelitian ini adalah tanah ladang, dengan tujuan di ambil

pengetahuan yang kurang, oleh Karena itu untuk mendorong terciptanya

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN OBJEK DARI PRAKTIK PARON HEWAN (SAPI) DI DESA GUNUNG SERENG KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN BANGKALAN

Sebagaimana yang telah diriwayatkan Ibnu Umar ra :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN


BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. melepaskan dirinya dari kesempitan dan dapat memenuhi hajat hidupnya. menujukkan jalan dengan bermu amalat.

BAB I PENDAHULUAN. berbuat dan bertingkah laku yang baik agar dapat bermuamalah dan mencari

BAB IX MUZARA AH. Bagian Pertama Rukun dan Syarat Muzara ah

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Muamalah adalah ketetapan-ketetapan Allah SWT yang mengatur hubungan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. fenomena ketidak percayaan di antara manusia, khususnya di zaman sekarang ini.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK SEWA TANAH TEGALAN YANG DI KELOLA KELOMPOK TANI DI DESA PUTAT KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Praktik Denda bagi Pihak Penggadai Sawah oleh Penerima Gadai di Desa

BAB I PENDAHULUAN. dunia maupun di akhirat. Secara garis besar ajaran Islam berisi kandungan-kandungan

PENERAPAN SISTEM MUZARA AH DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KELURAHAN PALAMPANG KECAMATAN RILAU ALE KABUPATEN BULUKUMBA

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS TENTANG AKAD QIRAD}{ DI GERAI DINAR SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POLA KERJA NGEDOK DI DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. dirumuskan sebagai berikut (1) Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain agar mereka tolong-menolong dalam semua kepentingan hidup

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI HASIL BUMI DENGAN SISTEM PANJAR DI DESA JENARSARI GEMUH KENDAL

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN PERSENAN TANAH PERSILAN OLEH POLISI HUTAN DI DESA TENGGIRING KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

PENERAPAN AKAD MUZÂRA AH PADA TANAH WAKAF. (Studi Pandangan Tokoh Agama Desa Ngariboyo Kecamatan Ngariboyo Kabupaten Magetan)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENANGUNG JAWAB ATAS TANGGUNGAN RESIKO IJARAH. perbolehkan penggunaanya, Jelas, mempunyai tujuan dan maksud, yang

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK SEWA MENYEWA LAHAN PERTANIAN DI DESA GETASREJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II TINJAUN UMUM TENTANG AKAD MUZARA AH. majaz dan makna yang kedua adalah makna hakiki 1.

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak. membeda-bedakan antara muslim dan non muslim.

BAB I PENDAHULUAN. adalah hancurnya rasa kemanusiaan dan hilangnya semangat nilai-nilai etika religius

BAB IV ANALISIS PRAKTIK BAGI HASIL HIBAH SAPI DI DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN TUBAN

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

mud}a>rabah dalam usaha peternakan sapi. Yang mana Taufiq sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP POLA KERJASAMA PEMBUATAN BATU BATA DI DESA GEMEKAN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PEMBAYARAN IMBALAN. A. Analisis Terhadap Mekanisme Pembayaran Imbalan

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PRAKTEK OPER SEWA RUMAH KONTRAKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI LARANGAN PERKAWINAN NYANDUNG WATANG DI DESA NGUWOK KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN DALAM SISTEM NGGADO DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB IV ANALISA DATA. jual beli lada melalui perantara Tengkulak, diperkenankan oleh syara ; apabila

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL PENGOLAHAN TANAH DI DUSUN DARAH DESA SADENGREJO KEC. REJOSO KAB.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan terhadap orang lain oleh karena itu timbullah hubungan hak

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD KAFA<LAH BI AL-UJRAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN KAFA<LAH HAJI DI KJKS BMT-UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

Banyak orang-orang Islam dalam kehidupan sehari-harinya yang. mengerjakannya, mungkin karena sibuk dengan kegiatan lain atau memang

BAB IV ANALISA DATA. Daar Al-Fikri, 1989), h Pundi Akara, 2006), h Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuha, (Damaskus:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BAGI HASIL AKAD MUZARA AH DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM A. Analisa Penerapan Akad Muzar ah di Desa Pondowan Kecamatan Tayu Kabupaten Pati Hukum mua amalah dalam islam merupakan suatu hukum yang sifatnya dinamis, dimana akan selalu berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan hukum maupun aturan tersebut dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang melingkupinya. Kadang dalam keadaan tertentu diperbolehkan melakukan sesuatu, tapi dalam kondisi lain tidak diperbolehkan. Hukum fiqih islam dapat dapat berubah-ubah karena kondisi lingkungannya. Begitu juga dengan hukum syirkah ataupun perikatan di bidang pertanian atau yang dikenal dengan istilah muzara ah sebagai salah satu transaksi ekonomi islam yang diperbolehkan oleh mayoritas ahli fiqih (fuqaha). Sebagaimana telah kita ketahui bahwa al-qur an telah membrikan ketentuan-ketentuan yang masih bersifat global, hal tersebut dimaksudkan supaya manusia bisa mengikuti sunnah rasul. Segala sesuatu yang belum ada ketentuannya, tetapi muncul dan berkembang di masyarakat dapat menjadi sebuah kebiasaan tersendiri. Berikut 56

57 ini penulis akan mencoba untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan akad muzara ah yang terjadi di desa Pondowan. Dalam fiqih islam materi akad kerja sama/syirkah di bidang pertanian atau bisa juga disebut dengan akad muzara ah, meliputi modal dan pembagian keuntungan, yang mana kedua materi tersebut harus dinyatakan secara jelas dan adil, dan yang terpenting adalah sistem pengelolaan usahanya yang menjamin hak-hak pemilik modal. Pada hakekatnya akad muzara ah hampir sama dengan akad mudharabah, yaitu akad bagi hasil usaha perdagangan anatara pemilik modal dengan pelaksana usaha. Secara teknis mudharabah adalah kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal sedangkan pihak yang lain menjadi pengelola. Dengan kata lain, mudharabah berarti bahwa satu pihak menyediakan modal dan pihak lain memanfaatkan modal tersebut untuk tujuan usaha yang berdasarkan kesepakatan bahwa keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi menurut kesepakatan sebelumnya. Menurut ulama madzhab Hanbali, dalam kerjasama muzara ah ini tidak disyaratkan adanya benih harus dari pemilik lahan. Yang menjadi syarat adalah bahwa masing-masing pihak harus menyiapkan modal. Penduduk desa Pondowan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari tuntunan agama yaitu agama islam. Masyarkat kebanyakan bekerja di bidang pertanian, dalam hal ini adalah perjanjian penggarapan sawah dengan sistem bagi hasil pertanian.

58 Pelaksanaan bagi hasil panen berdasarkan benih yang ditanam dan jangka waktu yang dilakukan tersebut akan penulis kaitkan dengan tinnjaun hukum islam. Apakah perjanjian penggarapan sawah (muzara ah) yang dilakukan masyarakat di wilayah tersebut sesuai dengan hukum islam (syari ah) atau belum? 1. Modal Berkaitan dengan modal (benih) dari akad muzara ah imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-syaibani menyatakan bahwa dilihat dari segi sah atau tidaknya akad muzara ah, maka ada empat bentuk akad muzara ah : a. Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi objek muzara ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah. b. Apabia pemilik lahan hanya menyediakan lahan, sedangkan petani menyediakan bibit, alat dan kerja, sehingga yang menjadi objek muzara ah adalah manfa at lahan, maka akadd muzara ah juga sah. c. Apabila alat, lahan dan bibit dari pemilik lahan dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi objek muzara ah adalah jasa petani, maka akad muzara ah juga sah. d. Apabila lahan pertanian dan alat disediakan pemilik lahan sedangkan bibit dan kerja dari petani, maka akad ini tidak sah. Pelaksanaan akad muzara ah yang terjadi di desa Pondowan, yaitu sebagai berikut :

59 a. Lahan pertanian yang akan dikelola berasal dari pemilik tanah, benih yang akan ditanam serta pengolahan berasal dari petani penggarap. b. Lahan pertanian yang akan diolah berasal dari pemilik lahan, alat dan kerja (tenaga) dan biaya dari petani penggarap, sedangkan benih dan pupuk berasal dari keduanya baik penggarap maupun pemilik lahan sama-sama memberikan benih dan pupuk (separo-separo). Bentuk muzara ah ini yang kebanyakan dilakukan oleh masayarakat desa Pondowan. c. Lahan pertanian yang akan dikerjakan serta benih yang akan ditanam berasal dari pemilik lahan, alat dan kerja berasal dari penggarap. Berdasarkan realita yang terjadi di atas, maka pelaksanaan muazara ah yang dilakukan oleh masayarakat desa Pondowan dilihat dari segi modal (benih) sebagian sudah ada yang sesuai dengan hukum islam, dan semua itu dilakukan berdasarkan atas kesukarelaan dan tidak ada unsur keterpaksaan di dalamnya. 2. Jangka waktu perjanjian (akad muzara ah) Menurut jumhur ulama, syarat sahnya muzara ah yang lain adalah menjelaskan jangka waktu sejak awal perjanjian, sehingga muzara ah sendiri tidak sah apabila tanpa adanya penentuan batas waktu dalam pelaksanaannya. Imam Hanafi menyatakan bahwa syarat yang berkaitan dengan masa ada 3 macam, yaitu : a. Masa atau waktunya ditentukan

60 b. Masa atau waktunya layak untuk terselenggaranya pengolahan tanah sampai selesai c. Masanya terbentang selama-lamanya, namun akad muzara ah juga dianggap sah dengan tanpa menjelaskan waktu dan masanya. M. Najetullah Shiddiqiey, dalam bukunya memberikan ketentuan mengenai jangka waktu dalam usaha sebagai berikut : a. setiap pihak boleh membatalkan perjanjian kapan saja. Jika jumlah pihak yang melakukan perjanjian tersebut lebih dari dua, maka pihak yang masih tetap melanjutkan perjanjian bisa meneruskan kesepakatan yang disetujuinya. b. Perjanjian dapat diakhiri karena suatu batas waktu tertentu c. Perjanjian berakhir karena kematian salah seorang dari pihak-pihak tersebut. Kemudian perjanjian dapat dilanjutkan oleh pihak yang masih ada apabila perjanjian melibatkan lebih dari dua pihak. Dari ketentuan tersebut di atas, jelas bahwa akad muzara ah sebagaimana diketahui sama dengan mudharabah, dimana dalam mudharabah tidak ditentukan mengenai syarat yang menjelaskan masa berlakunya. Karena akad mudharabah merupakan akad yang jaiz, artinya setiap pihak dapat membatalkannya kapan saja. Namun demikian, islam mengajarkan kepada umatnya agar menjunjung nilai-nilai kemaslahatan, karena dengan begitu umat manusia akan terhindar dari kadzaliman, sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

61 Berdasarkan pendapat di atas, masyarakat pelaku kerjasama penggarapan sawah dengan sistem bagi hasil (muzara ah) di desa Pondowan dalam akadnya tidak menyatakan secara jelas jangka waktu atau masanya, apakah hanya satu kali musim panen, atau dua kali musim panen, atau yang lainnya. Maka praktek tersebut bisa dikatakan tidak sah menurut jumhur ulama, dan bisa dikatakan sah menurut pendapat imam Hanafi. 3. Bagi hasil akad muzara ah Bagi hasil merupakan salah satu bentuk dari pembagian keuntungan dalam ekonomi islam. Sudah sepantasnya bagi hasil ini harus mengikuti aturan yang berlaku dalam islam. Pembagian presentase kerjasama pengolahan tanah (muzara ah) dengan sistem bagi hasil panen/tanaman, menurut penulis tertuang dalam pendapat ahli fiqih yang bersifat umum, yang tidak secara spesifik dijelaskan oleh ahli fiqih tersebut, maupun oleh para sahabat atau tabi in. Selain itu juga terdapat pedoman mengenai bagi hasil tanaman yang tertuang dalam Undangundang No 2 Tahun 1960. Adapun menurut jumhur ulama syarat yang menyangkut dengan hasil ialah, pembagian hasil panen harus jelas (presentasenya) serta hasil penen itu benar-benar milik orang yang berakad, tanpa ada pengkhususan seperti disisihkan lebih dahulu sekian persen. Pembagian hasil panen yang dilakukan oleh masyarakat pelaku bagi hasil di desa Pondowan, yakni dengan cara melakukan pengurangan benih

62 sebanyak yang disetorkan di awal perjanjian terhadap hasil penen yang belum dibagi antara keduanya, hal ini merupakan kebiasaan penduduk setempat. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa pengurangan benih terhadap hasil penen yang belum dibagi merupakan pengembalian terhadap modal berupa benih yang telah diberikan dan sudah seharusnya dipergunakan kembali untuk penanaman selanjutnya agar ketika awal tanam lagi tidak kesulitan mencari benih, namun perlu digarisbawahi hal semacam ini terjadi apbila pemilik lahan dan penggarap melakukan perjanjian penggarapan kembali, artinya kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan lagi kerjasamanya. Berbiacara tentang modal, kerjasama antara pemilik tanah dengan petani penggarap di bidang pertanian dengan sistem bagi hasil panen, terdapat ketentuan-ketentuan mengenai pembagian keuntungan dimana keuntungan akan dibagi antara para pihak dalam usaha yang berdasarkan bagian-bagian yang mereka tetapkan sebelumnya yang disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan. Keuntungan merupakan pertumbuhan modal dan kerugian adalah reduksi atau pengurangan modal. Pembagian hasil panen tiap pihak harus dilakukan berdasarkan perbandigan prosentase tertentu, bukan ditentukan dalam jumlah yang pasti. Menurut pengikut mazhab Hanafi dan Hanbali, perbandingan prosentase keuntungan dari hasil paenen harus ditentukan dalam kontrak (perjanjian). Penentuan jumlah yang pasti bagi setiap pihak tidak dibolehkan, sebab seluruh hasil panen (keuntungan) tidak mungkin direalisasikan dangan melampaui jumlah tertentu, yang dapat menyebabkan pihak lain tidak memperoleh bagian

63 dari hasil panen tersebut. Menurut pendapat pengikut mazhab Syafi I pembagian hasil panen tidak perlu ditentukan dalam perjanjian, karena setiap pihak tidak boleh melakukan penyimpangan antara kontribusi benih (modal) yang diberikan dan tingkat ratio keuntungan dari hasil panen. Sedang menurut Nawawi keuntungan dan kerugian harus sesuai dengan proporsi benih (modal) yang diberikan, apakah dia turut kerja atau tidak, bagian tersebut harus diberikan dalam porsi yang sama diantara setiap pihak. Para pengikut mazhab Syafi I tidak membolehkan perbedaan antara perbandingan bagi hasil panen dengan kontribusi benih (modal) yang disertakan dalam perjanjian, sedangkan menurut pengikut mazhab Hambali dan Hanafi pembagian tersebut sedapat mungkin dilakukan secara fleksibel. Setiap pihak dapat membagi hasil panen berdasarkan ketentuan porsi yang sama atau tidak sama. Misalnya pihak yang memberikan 1/3 dari keseluruhan modal dapat memperoleh ½ atau lebih dari keuntungan. Prinsipnya setiap pihak berhak mendapatkan keuntungan dari hasil panen yang ditentukan oelh beberapa hal, yaitu modal (benih), peran dalam pekerjaan, dan tanggung jawab dalam perjanjian. Sedangkan dalam penjelasan Undang-undang No 2 tahun 1960 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hasil tanah ialah hasil bersih, yaitu hasil kotor setelah dikurangi biaya untuk bibit, pupu, ternak, dan biaya untuk menanam (tandur) dan panen. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa syarat muzara ah dimana hasil merupakan milik bersama orang yang berakad tanpa

64 ada pengkhususan lebih dahulu, belum dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat pelaku akad muzara ah di desa Pondowan yang menjadi lokasi penelitian. Meskipun demikian tata cara pembagian hasil panen tersebut menurut mereka sudah merupakan tradisi setempat dimana memang sudah seharusnya apabila benih yang akan ditanam berasal dari kedua belah pihak, maka sebelum hasil panen dibagi, terlebih dahulu dilakukan pengurangan benih dan bagian untuk ladon. Kemudian sisanya baru dibagi antara keduanya separo-separo. Sedangkan dalam syara dijelaskan bahwa apabila suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan adat harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada hukum islam sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fiqih bahwa adat (dapat dijadikan pertimbangan) dalam penetapan hukum. Berdasarkan uraian di atas secara umum, meskipun pelaksanaan akad muzara ah di desa Pondowan belum sesuai dengan konsep muzara ah yang ada dalam fiqih islam, akan tetapi pelaksanaan tersebut merupakan adat dan kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun di lingkungan setempat. Sehingga dari adat dan kebiasaan tersebut akan terus berkembang dan dapat menjadi sebuah ketentuan hukum yang sifatnya tidak tertulis, seperti kaidah fiqhiyah berikut ini : ا دة Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat di dalam al-qur an dan Sunnah Rasul, demikian pula untuk memperoleh ketentuan-

65 ketentuan hukum muamalah yang baru timbul sesuai dengan perkembangan masyarakat, diperlukan sebuah pemikiran-pemikiran baru yang berupa ijtihad termasuk di dalamnya adat kebiasaan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Perbuatan yang dilakukan logis dan relevan dengan akal sehat yang menunjukkan bahwa adat tidak mungkin berkenaan dengan maksiat. b. Perbuatan maupun perkataan yang dilakukan berulang-ulang. c. Tidak bertentangan dengan ketentuan nash al-qur an dan Hadits. d. Tidak mendatangkan kemadlaratan. 1 Apabila adat istiadat dapat memenuhi kriteria di atas, maka bisa dikatakan urf yang dapat dijadikan sebagai sumber ijjtihad. Tata cara pembagian hasil panen berdasarkan asal benih yang akan ditanam merupakan bentuk kebiasaan tersendiri, oleh karena itu pelaksanaannya bisa dikatakan sebagai Urf yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum. a) Semua pelaksanaan pembagian prosentase hasil panen jelas dilakukan berdasarkan kepada kesepakatan tanpa adanya tekanan atau paksaan dan relevan dengan akal sehat, karena masyarakat Pondowan dalam melakukan akad muzara ah adalah mereka yang sudah berkeluarga dan perbuatan tersebut sudah menjadi tradisi sendiri yang berpijak pada kemanfaatan dunia dan akhirat. 1 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, jakarta : Sinar Grafika Ofset, 2009, h. 335-336

66 b) Pelaksanaan akad muzara ah di desa Pondowan dapat dikatakan sesuai dengan syara. Dilihat dari sudah terpenuhinya rukun dan syaratnya. Kesesuaian itu tidak didasarkan pada hal-hal yang dilarang oleh syari at islam. c) Perbuatan muzara ah (kerjasama dalam bidang pertanian) mengandung kemaslahatan. Dengan muzara ah ini dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan untuk saling membantu dan juga memperkuat tali persaudaraan baik untuk pemilik tanah maupun petani penggarap, meskipun saat ini hasil tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan oleh penggarap. Dari uraian di atas, penulis dapt menyimpulkan bahwa dasar hukum yang digunakan dalam perjanjian penggarapan sawah (muzara ah) di desa Pondowan adalah Urf. Urf adalah apa yang bisa dijalankan orang, baik dalam kata-kata maupun perbuatan atau identik dengan adat atau kebiasaan B. Analisa Terhadap Pelaksanaan Akad Muzara ah Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam Dalam membahas perspektif ekionomi islam, ada satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan, yaitu : ekonomi dalam islam itu ssesungguhnya bermuara kepada akidah islam, yang bersumber dari syari atnya. Dan hal ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain adalah al- Qur an dan Sunnah. Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa akadd muzara ah adalah kerjasama pengolahan pertabnian antara pemilik

67 lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan membherikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presntase) dari hasil panen dan benihnya disediakan oleh pemilik lahan. Disini penulis akan mencoba menganalisa pelaksanaan akad muzara ah yang terjadi di Desa Pondowan dilihat dari perspektif ekonomi islam. Dimana ekonomi islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap yang berdasarkan pada sumber hukum islam, yaitu al-qur an, As- Sunnah, Ijmak, Qiyas. Sehingga dalam pengambilan hukum dalam ekonomi islam harus berbasis minimal kepada keempat tersebut, agar hukum yang diambil sesuai dengan prinsip dan filsosofi yang terdapat pada ekonomi islam. Jadi bisa dikatakan bahwa semua aktivitas manusia di muka bumi ini harus berlandaskan pada prinsip dan filosofi yang terdapat dalam ekonomi islam, yaitu seperti prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh M.A Choudury : 1. Prinsip tauhid dan persaudaraan Tauhid adalah konsep yang menggambarkan hubungan antara manusia dengan tuhannya. Jadi segala aktivitas yang dilakukan oleh muslim akan selalu terjaga, karena mereka merasa bahwa Allah SWT selalu melihat apa yang dilakukannya. Sementara konsep persaudaraan atau yang biasa disebut dengan Ukhuwah Islamiyah memberikan makna persaudaraan dan kerjasama yang tulus antara sesama muslim dalam aktivitas ekonomi. Pelaksanan akad muzara ah yang terjadi di Desa Pondowan sendiri menurut penulis dilakukan sudah sesuai dengan prinsip tauhid dan

68 persaudaraan. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka bertransaksi dan saling mempercayai satu sama lain dalam akad. Selain itu dengan adanya akad muzara ah ini, maka persaudaraan antara pemilik lahan dan juga penggarap akan terjalin harmonis, yang dahulu tidak kenal dan akrab satu sama lain, dengan adanya akad muzara ah ini terjalin tali persaudaraan diantara mereka. 2. Prinsip bekerja dan prokdutivitas Dalam ekonomi islam individu dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin dengan tingkat prokduvitas yang tinggi agar dapt memberikan yang terbaik bagi kemaslahatan umat. Hasil pekerjaan ini harus dikompensasi secara layak sesuai dengan standar kehidupan yang layak. Didalam pelaksanaan akad muzara ah di Desa Pondowan secara tidak langsung mengandung prinsip bekerja dan prokdutivitas, karena dalam pelaksanaan akad muzara ah ini penggarap dituntut untuk bekerja semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal juga, yaitu hasil panen yang layak dan bisa menguntungkan kedua belah pihak. 3. Prinsip distribusi kekayaan yang adil Prinsip ekonomi islam yang ketiga ini adalah pengkuan atas hak masyarakat dan redistribusi kekayaan. proses redistribusi kekayaan yang adil ini bertujuan untuk memeratakan kekayaan antara pihak yang kaya dan juga yang miskin. Akad muzara ah yang dilakukan di Desa Pondowan sendiri merupakan salah satu bentuk dari distribusi kekayaan tersebut, karena rata-rata orang

69 yang mempunyai lahan sendiri yang diserahkan kepada penggarap adalah dari kalangan orang yang berkecukupan, sedangkan mayoritas penggarap yang ada di desa Pondowan berasal dari golongan menengah kebawah yang memamng menggantungkan kehidupannya pada pertanian dan salah satunya dengan perjanjian bagi hasil ini. Selain dari ketiga prinsip diatas, dalam ilmu ekonomi islam dekenal dengan asas-asas dalam ekonomi islam, yaitu : a) Asas suka sama suka (asas kesukarelaan) b) Asas keadilan c) Asas saling menguntungkan dan tidak ada pihak yang dirugikan d) Asas tolong menolong dan saling membantu Sesuai dengan pembahasan pada bab III mengenaai pelaksanan akad muzara ah di desa Pondowan. Secara umum akad muzara ah yang dilaksanakan di desa Pondowan ini sudah mencakup keempat asas di atas. Hal ini bisa dilihat dari : - Dalam melaksanakan akad muzara ah ini pemilik lahan dengan sukarela menyerahkan lahannya untuk digarap oleh penggarap dengan perjanjian bagi hasil pada waktu panen tiba. Dan penggarap pun dengan sukarela menerima lahan tersebut untuk digarap dan menghasilkan. Artinya antara kedua belah pihak (pemilik lahan dan penggarap) tidak ada keterpaksaan untuk melakukan akad ini.

70 - Berdasrkan hasil wawncara dengan penggarap di desa Pondowan ada yang berpendapat bahwa dalam bagi hasil yang terjadi sudah sesuai dengan perjanjian di awal akad dan saling menguntungkan antara keduanya. Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa bagi hasil yang mereka terima ketika panen tidak sesuai dengan kerja dan biaya pengolahan yang dikeluarkan penggarap dari awal penanaman sampai panen tiba. - Antara pemilik laha dan penggap dalam melakukan akad muzara ah juga bisa dikatakan sudah mengandung asas tolong menolong, karena tidak disadari pemilik lahan sudah membantu para penggarap untuk mendapatkan penghasilan tambahan dalam memenuhi kebutuhan sehariharinya. Dan penggarap juga telah menolong pemilik lahan untuk mengolah lahannya yang rata-rata pemilik lahan ini tidak sempat untuk mengolah lahannya sendiri. Dari analisi diatas penulis bisa menyimpulkan bahwa akad muzara ah ini di tinjau dari perspektif ekonomi islam, dari mulai prinsip dasar dan juga dilihat dari asas-asas ekonomi islam yang ada. Maka akad muzara ah ini adalah akad yang baik untuk diterapkan dalam dunia modern saat ini. Akan tetapi yang harus menjadi perhatian adalah akad muzara ah dengan segala konsekuensinya yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih dan juga buku-buku yang ada adalah penerpan pada zaman dahulu. Contoh kecil dalam hal benih. Zaman dahulu benih dipandang sesuatu yang berharga dalam penentuan kerjasama pertanian semacam ini, dan juga pada zaman dahulu biaya perawatan dari awal penanaman sampai panen tidak

71 terlalu dirasakan berat. Akan tetapi dewasa ini permasalahan benih menjadi suatu hal yang biasa, bahkan bila dibandingkan dengan biaya perawatan dari awal penanaman sampai panen tiba tidak seberapa. Maka dari itu harus ada perbaikan mengenai tata cara dalam akad muzara ah ini sendiri.