BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III KERJASAMA PERTANIAN DI DESA PADEMONEGORO

BAB III PRAKTIK POLA KERJA NGEDOK BIDANG PERTANIAN DI DESA BRANGKAL KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB II KONDISI UMUM KELURAHAN LOMANIS. kelurahan di wilayah Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.Lokasinya

BAB III PELAKSANAAN PRAKTEK SEWA SAWAH DI DESA TAMANREJO KECAMATAN TUNJUNGAN KABUPATEN BLORA

BAB III IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

MUKHA<BARAH DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN

Muza>ra ah dan mukha>barah adalah sama-sama bentuk kerja sama

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KWINTALAN DI DESA TANJUNG KECAMATAN KEDAMEAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB III DESKRIPSI PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WOANOAYU KABUPATEN SIDOARJO. 1. Keadaan Geografis Desa Sumberrejo

BAB III PELAKSANAAN PEMBAYARAN HUTANG DENGAN MEMPEKERJAKAN DEBITUR STUDI KASUS DI DUSUN JERUK KIDUL DESA MABUNG KECAMATAN BARON KABUPATEN NGANJUK

BAB III PRAKTEK SEWA MENYEWA TAMBAK SEBELUM JATUH TEMPO

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

BAB III KERJA SAMA PENGAIRAN SAWAH DI DESA KEDUNG BONDO KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO. Tabel 3.1 : Batas Wilayah Desa Kedung Bondo

PETA SOSIAL DESA CURUG

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN GADAI TANAH DAN PEMANFAATAN TANAH GADAI DALAM MASYARAKAT KRIKILAN KECAMATAN SUMBER KABUPATEN REMBANG

BAB III PRAKTIK BAGI HASIL PENGOLAAN LAHAN TAMBAK DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III PEMBAGIAN KEUNTUNGAN DI RENTAL PLAY STATION DESA MLORAH KEC. REJOSO KAB. NGANJUK

BAB III PRAKTIK ARISAN BERSYARAT DI DUSUN WATUKARAS DESA JENGGRIK KECAMATAN KEDUNGGALAR KABUPATEN NGAWI

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB III PELAKSANAAN WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL. A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB III MAJALENGKA. terdapat beberapa bukit, parit dan sungai. Desa Cieurih ini. berbatasan dengan desa-desa sebagai berikut:

BAB III AKAD UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DAN PELAKSANAANNYA DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA SAWAH SAWAH NGGANTUNG PARI DI DESA BECIRONGENGOR KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB III PELAKSANAAN AKAD PARON SAWAH BERSYARAT DI DESA BANYUATES KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG MADURA

BAB III PRAKTIK PEMANFAATAN LAHAN STREN KALI BRANTAS DI DESA LENGKONG KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG DENGAN SISTEM NGAMBAK DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB III PRAKTEK GANTI RUGI DALAM JUAL BELI PADI TEBASAN DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

BAB III KERJASAMA USAHA TERNAK AYAM POTONG DI DESA TANGGUL WETAN KECAMATAN TANGGUL KABUPATEN JEMBER

BAB III KERJASAMA DALAM PENGADAANDAN PENGOPERASIONALAN MESIN DOS DI DESA LEMBAH KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III DESKRIPSI PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BATUR KECAMATAN GADING DAN PRAKTEK HUTANG PANENANAN KOPI BASAH. 1. Sejarah Desa Batur Kecamatan Gading

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun

BAB III MONOGRAFI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda

BAB IV GAMBARAN UMUM KECAMATAN SEMARANG BARAT. 4.1 Situasi Umum Kecamatan Semarang Barat. Manyaran, Cabean, Tawang Mas, Tawang Sari, Tambak Harjo,

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GADAI SAWAH DI DESA SANDINGROWO KECAMATAN SOKO KABUPATEN TUBAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di dua desa yakni Desa Pagelaran dan Desa Gemah

BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN TRADISI JUAL BELI SAPI KEPADA POLANGAN DI DESA KALIGEDE KECAMATAN SENORI KABUPATEN TUBAN

BAB III PRAKTIK SEWA TANAH PERTANIAN DENGAN PEMBAYARAN UANG DAN BARANG DI DESA KLOTOK PLUMPANG TUBAN

BAB III PRAKTEK SEWA-MENYEWA TANAH SAWAH DIJADIKAN TAMBAK DI DESA MOJOPUROGEDE KECAMATAN BUNGAH KABUPATEN GRESIK

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

BAB III PRAKTEK DARI HUTANG PIUTANG KE JUAL BELI DI DESA KARANGMALANG WETAN KECAMATAN KANGKUNG KABUPATEN KENDAL

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

BAB III PRAKTIK TAKSIRAN DAN KOMPENSASI DALAM JUAL BELI PADI TEBASAN DI DESA POJOK WINONG KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margasari terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

BAB III MEKANISME JUAL BELI TANAH SAWAH DENGAN SISTEM BATA DI DESA BRUDU KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB III TRANSAKSI UTANG PINTALAN DI DESA BUDUGSIDOREJO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN

KEADAAN UMUM DAERAH. Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang

Transkripsi:

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik dengan jarak 7 km dari kecamatan, 45 km dari kabupaten dan 51 km dari ibu kota propinsi Jawa Timur. Bapak Sogi salah satu perangkat desa menjelaskan bahwa batasbatas Desa Lundo sebagai berikut: 1 a. Sebelah utara : Desa Sedapur Kecamatan Benjeng. b. Sebelah selatan : Desa Gunungan Kecamatan Dawar. c. Sebelah barat : Desa Banjar Agung Kecamatan Balong Panggang. d. Sebelah timur : Desa Balong Mojo Kecamatan Benjeng. Desa Lundo Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik terdiri dari 6 dusun yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Dusun (Kasun) dengan jumlah RW dan RT pada masing-masing dusun yaitu : 2 a. Dusun Telbek terdiri dari 1 RW dan 1 RT. b. Dusun Ngegot terdiri dari 1 RW dan 2 RT. c. Dusun Lundo terdiri dari 1 RW dan 3 RT. d. Dusun Jemek terdiri dari 1 RW dan 1 RT. 1 Sogi, Wawancara, Gresik, 24 Oktober 2014. 2 Data umum PKK Desa Lundo, 2014. 44

45 e. Dusun Patuk terdiri dari 1 RW dan 1 RT. f. Dusun Gempal terdiri dari 1 RW dan 2 RT. 2. Luas wilayah Luas wilayah Desa Lundo Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik adalah 282,445 ha terdiri dari : 3 a. Sawah kering : 140 ha b. Perumahan / pekarangan : 32,21 ha c. Ladang / tegalan : 85,125 ha d. Lain-lain (tambak, waduk, kolam, danau, sungai, kuburan lapangan). 3. Keadaan penduduk Desa Lundo Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik terdiri dari 819 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak 2.675 orang yang terdiri dari: 4 a. Laki-laki : 1.363 orang b. Perempuan : 1.312 orang Jumlah penduduk menurut jenjang pendidikan tahun 2014 yaitu : 5 a. Belum sekolah : 67 jiwa. b. Tidak tamat SD sederajat : 295 jiwa. c. Tamat SD sederajat : 1.323 jiwa. 3 Data monografi Desa Lundo, 2014. 4 Ibid. 5 Ibid.

46 d. Tamat SMP sederajat : 244 jiwa. e. Tamat SMA sederajat : 124 jiwa. f. Tamat akademi : 3 jiwa. g. Tamat perguruan tinggi : 26 jiwa. Sedang jumlah penduduk menurut umur adalah sebagai berikut : 6 Tabel 1.1 Data Penduduk Menurut Umur Umur (Th.) Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah 0-4 121 81 202 5-9 80 74 154 10-14 124 118 242 15-19 132 128 260 20-24 140 132 272 25-29 135 130 265 30-34 48 92 140 35-39 90 106 196 40-44 84 100 184 45-49 77 63 140 50-54 65 47 112 55-59 68 57 125 60-64 92 80 172 65 keatas 107 104 211 Jumlah 1.363 1.312 2.675 Jumlah Desa Lundo menurut mata pencaharian sebagai berikut: a. Petani: 1) Petani pemilik : 571 orang 2) Petani penggarap : 530 orang 6 Ibid.

47 3) Buruh tani : 141 orang b. Karyawan: 1) ABRI : 10 orang\ 2) PNS / Guru negeri : 18 orang 3) Guru / dosen swasta : 9 orang 4) Pegawai swasta : 12 orang 5) Buruh perusahaan : 47 orang c. Wiraswasta 1) Pedagang : 25 orang 2) Toko : 17 orang 3) Warung : 12 orang 4) Peternak : 5 orang 5) Perancangan : 17 orang 6) Pengrajin : 43 orang d. Jasa : 50 orang Dari data di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Lundo bermata pencaharian sebagai petani. Saat peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Desa bapak Dakhlan, dapat diketahui bahwa yang menggunakan sistem setoran rata-rata orang dewasa sekitar umur 35 tahun keatas dengan jumlah pemilik sawah sekitar 105 orang dan penggarap sekitar 120 orang. 7 7 Dakhlan, Wawancara, Gresik, 7 November 2014.

48 4. Kehidupan masyarakat Desa Lundo Pada bagian ini peneliti akan memaparkan kondisi kehidupan masyarakat Desa Lundo sebagai berikut: 8 a. Kondisi sosial ekonomi Berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di Desa Lundo Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik, masyarakat mempunyai rasa persaudaraan yang kuat antara satu dengan yang lainnya. Hal itu terlihat dari kehidupan sehari-hari yang selalu hidup gotong royong dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat berjalan dengan baik. Dari segi ekonomi kehidupan masyarakat Desa Lundo juga baik, mereka lebih banyak mendapatkan penghasilan dengan bekerja sebagai petani. b. Kondisi keagamaan Mayoritas penduduk Desa Lundo beragama Islam dan memiliki tempat peribadatan yaitu 4 mushola dan 4 masjid. Dengan adanya tempat peribadatan tersebut maka menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Desa Lundo cukup agamis. B. Kerjasama Penggarapan Tanah Sawah dengan Sistem Setoran 1. Latar belakang dan akad dalam sistem setoran Penggarapan tanah sawah merupakan aktifitas pertanian yang biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Lundo baik laki-laki maupun 8 Data monografi Desa Lundo, 2014.

49 perempuan bahkan kedua suami istri. Praktik tersebut dilakukan antara pemilik sawah dengan penggarap dan penggarap juga terkadang mengajak buruh tani untuk menggarap sawah pemilik. Jenis tanaman yang digunakan tidak hanya pada komoditi padi saja, akan tetapi pada komoditi pertanian yang lain seperti jagung, kacang, kangkung, atau tanaman lainnya. Menurut ibu Giani pemilik sawah, penggarapan sawah dengan sistem setoran adalah bukan akad sewa karena sewa dibayar diawal dan jangka waktu tahunan bukan setiap panen. Kerjasama tersebut dilakukan masyarakat dikarenakan bagi pemilik sawah tidak mempunyai waktu untuk mengelolanya sendiri karena ada kesibukan atau pekerjaan lainnya meskipun mereka bisa menggarap sendiri. Kesibukan yang dimaksud seperti berdagang sehingga penghasilan utama adalah hasil dari berdagang bukan dari hasil panen. 9 Pendapat lain dari ibu Sup pemilik sawah mengatakan bahwa ada yang memilih untuk menjadi buruh tani dari pada menggarap sawahnya sendiri karena menurutnya menggarap sawah sendiri akan menghabiskan modal dan tenaga yang cukup banyak dibanding menjadi buruh tani yang hanya mengeluarkan tenaga seketika itu saja sehingga pemilik lebih suka menyerahkan sawahnya kepadan penggarap untuk dikelola. Dan ditambahkannya bahwa setoran berbeda dengan sewa. 10 9 Giani, Wawancara, Gresik, 2 November 2014. 10 Sup, Wawancara, Gresik, 8 November 2014.

50 Bagi ibu Lastri penggarap sawah yang mengelola sawah milik orang lain dikarenakan mereka mencari tambahan penghasilan karena lahan yang mereka miliki hanya sedikit ataupun tidak mempunyai lahan tetapi mempunyai keahlian dalam pengelolaan lahan. Disamping itu, penggarap memilih pekerjaan sebagai petani karena memang sudah pekerjaannya dan menjadi penghasilan utama dalam memenuhi hidupnya. Dia menuturkan bahwa setoran adalah kerjasama dan bukan sewa menyewa. 11 Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan ibu Mia pemilik sawah bahwa penggunaan sistem setoran memang sudah dilakukan sejak lama. Sistem setoran tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sewa karena biasanya diberikan dalam jangka waktu tertentu saja. Menggunakan sistem setoran lebih mudah dan tidak ribet daripada sistem pertelon. Karena dalam sistem setoran pemilik sawah hanya meminta setoran satu kali saja pada panen pertama. Berbeda dengan sistem pertelon, antara pemilik sawah dan penggarap akan mendapatkan keuntungan pada setiap panen dimana pemilik sawah akan mendapatkan 1/3 dari hasil panen sedangkan penggarap akan mendapat 2/3 dan untuk semua jenis tanaman tidak hanya tanaman padi. 12 Ibu Arniyah dan ibu Supiyah penggarap sawah mengatakan bahwa setoran itu bukan sewa dan terkadang dengan sistem setoran penggarap mengalami kerugian dengan alasan yaitu hasil panen yang mereka terima 11 Lastri, Wawancara, Gresik, `2 November 2014. 12 Mia, Wawancara, Gresik, 31 Oktober 2014.

51 tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang mereka keluarkan selama proses penggarapan. Walaupun terkadang hasil yang didapatkan penggarap tidak sebanding, tetapi mereka tetap mengelola sawah guna mencukupi kebutuhan hidupnya dan sebagai tabungan ketika musim panen tiba. 13 Adapun ibu Seni penggarap sawah yang menambahkan bahwa sistem setoran itu bukan sistem sewa yang ditentukan dalam waktu tahunan. Sistem setoran lebih menguntungkan dari pada sistem yang lainnya karena dengan sistem setoran maka penggarap akan memiliki hasil panennya selama dua kali yaitu panen kedua dan ketiga. 14 Pendapat yang berbeda dari pemilik sawah lainnya, menurut bapak Yukanan bahwa sistem setoran tersebut bisa dikatakan sebagai sewa karena dalam setahun pemilik hanya meminta setoran sekali. 15 2. Mekanisme sistem setoran Yang dimaksud dengan sistem setoran menurut ibu Giani pemilik sawah yaitu penggarap wajib memberikan setoran sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan oleh pemilik sawah di awal perjanjian dari hasil panen pertama berupa padi yang disepakati dengan penggarap sawah dalam bentuk timbangan. 16 13 Arniyah, Wawancara, Gresik, 19 Oktober 2014. 14 Seni, Wawancara, Gresik, 9 November 2014. 15 Yukanan, Wawancara, Gresik, 2 November 2014. 16 Giani, Wawancara, Gresik, 2 November 2014.

52 Menurut bapak Yukanan pemilik sawah bahwa ia meminta jumlah setoran tersebut didasarkan pada luas tanah sawahnya dan lokasi jauh dekatnya dari tempat penggarap. Selain itu dilihat dari hasil panen sebelumnya yang selalu melebihi dari jumlah setoran. Sistem setoran tersebut bisa dikatakan sebagai sewa karena dalam setahun pemilik hanya meminta setoran sekali. 17 Alur perjanjian yang dilakukan antara pemilik sawah dengan penggarap yang dijelaskan oleh bapak Ramelan pemilik sawah adalah: 18 a. Perjanjian yang dilakukan sebagaimana kebiasaan yang berlaku di Desa Lundo dari dahulu sampai sekarang. Awal mula pemilik sawah mendatangi rumah warga lain yang mau mengelola sawahnya, biasanya warga yang memiliki sawah datang ke warga yang tidak mempunyai sawah atau yang dianggap mampu mengelola sawahnya. b. Perjanjian tersebut dilakukan secara lisan tanpa perlu adanya pencatatan karena kebiasaan yang mereka lakukan seperti itu dengan memegang prinsip kepercayaan antara pemilik sawah dengan penggarap. c. Untuk jangka waktu tidak dibatasi oleh pemilik sawah artinya terserah penggarap mau mengelola sawah sampai kapan. Oleh karena perjanjian tidak dibatasi maka perjanjian tersebut dapat diakhiri kapan saja, meskipun dalam hal ini salah satu pihak belum atau tidak ingin mengakhiri perjanjian tersebut. Jika penggarap mau berhenti 17 Yukanan, Wawancara, Gresik, 2 November 2014. 18 Ramelan, Wawancara, Gresik, 31 Oktober 2014.

53 tidak mengelola sawahnya lagi maka dia harus memberitahukan kepada pemilik sawah jauh-jauh hari sebelumnya dan tidak mendadak. d. Pemilik sawah membuat kesepakatan bahwa seluruh biaya penggarapan sawah ditanggung oleh penggarap, mulai dari pembelian benih sampai biaya operasionalnya hingga tiba masa panen. Penggarap harus menyetorkan hasil panennya pada saat panen pertama yaitu panen padi sesuai dengan permintaan pemilik sawah dan biasanya dalam ukuran kuintal. Untuk jenis tanaman panen yang kedua dan ketiga tidak ditentukan oleh pemilik sawah dan hasil panennya adalah milik penggarap seluruhnya. Adapun proses penanaman padi yang diungkapkan ibu Supiyah penggarap sawah dan pendapat dari masyarakat lainnya yaitu melalui beberapa tahap sebagai berikut : 19 a. Pembersihan sawah atau pembukaan lahan Sebelum musim hujan tiba, penggarap terlebih dahulu membersihakan sawah pemilik dengan cara mencabuti atau memotong rumput yang ada. Disamping itu, penggarap juga menggunakan cangkul untuk tanah yang keras. b. Penyiapan benih Dalam persiapan benih yang akan digunakan untuk menanam padi, tidak ditentukan oleh pemilik sawah dan benih berasal dari penggarap. Semuanya diserahkan kepada penggarap tanpa ketentuan 19 Supiyah, Wawancara, Gresik, 2 November 2014.

54 dari pemilik sawah sehingga penggarap bisa memilih benih sesuai kebutuhannya dan menyesuaikan lahannya. c. Penanaman benih Cara menanam padi yang dilakukan oleh masyarakat yaitu dengan melubangi (gejik) dan menaruh padi di lubang tersebut dengan memberi jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya. Pada saat penanaman ini, penggarap menyewa jasa orang lain untuk membantu menanam. Selanjutnya setelah benih ditanam kemudian dilakukan penyulaman, penyulaman dilakukan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh atau mati. d. Pemberian pupuk Pemberian pupuk dilakukan dengan jangka waktu satu bulan setelah penanaman padi. Lalu diberi pupuk lagi setelah jarak satu bulan lagi. Setelah itu menunggu sampai panen dan menjaganya dari gangguan hama dengan memberikan obat. Seperti yang dikemukakan ibu Lastri penggarap sawah bahwa ketika tiba masa panen yang pertama yaitu panen padi, maka penggarap terlebih dahulu melakukan penggilingan padi. Panen pertama yaitu dalam jangka waktu 3 bulan sekitar bulan desember sampai februari. Ditanami tanaman padi karena pada saat itu musim hujan, Setelah itu dapat diketahui hasil panen yang diperoleh. Maka penggarap menyetorkan jumlah hasil panennya sesuai permintaan pemilik sawah sesuai

55 kesepakatan awal. Jika terjadi kelebihan hasil panen maka sisanya adalah hak dari penggarap, tetapi ketika terjadi kekurangan yang disebabkan karena musim yang tidak mendukung, hama atau penyebab lainnya, maka penggarap berusaha mencarikan kekurangannya atau dipenuhi ketika panen kedua karena penggarap merasa bahwa setoran itu sudah perjanjian sehingga penggarap berusaha tidak mengingkarinya walaupun terkadang pemilik sawah tidak meminta kekurangannya. 20 Adapun menurut ibu Waginten penggarap sawah, bahwa ada pemilik sawah yang tidak menentukan jumlah setoran artinya terserah penggarap ingin memberikan hasil panennya berapa sehingga jika jumlah panennya sedikit maka penggarap hanya memberikan sedikit pula kepada pemilik sawah tanpa menambahi kekurangannya pada panen kedua atau ketiga. 21 Setelah masa panen pertama, maka penggarap merawat sawahnya dengan membersihkan sisa-sisa tanaman yang ada dan penyuburan tanah, membutuhkan waktu kurang lebih satu atau dua bulan. Pada panen kedua yaitu pada bulan maret sampai mei. Hasil panen seluruhnya adalah milik penggarap, tetapi jika penggarap masih ada kekurangan pada panen yang pertama, maka penggarap berusaha memberikan tambahan kekurangannya dan sisanya dimiliki penggarap. 22 20 Lastri, Wawancara, Gresik, 22 Oktober 2014. 21 Waginten, Wawancara, Gresik, 22 Oktober 2014. 22 Lastri, Wawancara, Gresik, 22 Oktober 2014.

56 Panen yang ketiga yaitu panen tanaman lain seperti jagung, kangkung atau tanaman lainnya. Panen yang ketiga dilakukan pada jenis tanaman selain padi karena pada saat itu musim kemarau dan jenis tanaman bukan padi tidak membutuhkan air terlalu banyak. Pada panen ini, seluruh keuntungan adalah menjadi hak dari penggarap dan tergantung dari penggarap jika ingin memberikan sedikit hasilnya untuk dinikmati pemilik sawah tidak dilarang. 23 Salah satu tokoh agama ustad Yusuf di Desa Lundo mengatakan bahwa sistem setoran diqiyaskan seperti akad sewa dengan pembayaran di akhir setelah masa panen sehingga penggarap harus menyetorkan hasil panennya sesuai dengan permintaan pemilik sawah sebagai biaya sewa lahannya tanpa melihat hasil panennya untung atau rugi. Berbeda dengan masyarakat lainnya yang mengatakan bahwa akad sewa pembayarannya dilakukan di awal perjanjian. 24 3. Pelaksanaan bagi hasil Pada umumnya, pelaksanaan bagi hasil masyarakat Desa Lundo dilakukan dengan penentuan bagi hasil di awal yaitu pemilik sawah meminta hasil dengan sistem setoran dan dalam bentuk timbangan misalnya dalam kuintal. Dalam pembagian hasil tersebut tidak disisihkan atau dikurangi biaya-biaya yang harus ditanggung penggarap seperti benih, pupuk, obat, 23 Ibid. 24 Yusuf, Wawancara, Gresik, 13 November 2014.

57 tenaga orang, biaya penggilingan, dan lain sebagianya, yang dibagi tersebut adalah hasil kotor. Berikut contoh perincian perhitungan biaya : 25 a. Hasil Panen Pertama dengan jenis tanaman padi (dalam rupiah) : 1 sak = 50 sampai 60 kg = 0,5 sampai 0,6 kuintal Jumlah setoran = 6 kuintal = 11 sak (tergantung besar sak) 1 kg benih = Rp 8. 000,- Jumlah benih = 15 kg = 15 x Rp 8.000,- = Rp 120.000,- 1 sak pupuk = Rp 140.000,- Jumlah pupuk = 3 sak = 3 x Rp 140.000,- = Rp 420.000,- 1 botol obat` = Rp 20.000,- Jumlah obat = 2 botol = 2 x Rp 20.000,- = Rp 40.000,- 1 tenaga = Rp 70.000,- Jumlah tenaga = 10 orang = 10 x Rp 70.000,- = Rp 700.000,- 1 sak penggilingan = Rp 5.000,- Jumlah penggilingan = 21 sak = 21 x Rp 5.000,- = Rp 105.000,- 1 sak panen = Rp 200.000,- Hasil panen = 21 sak = 21 x Rp 200.000,- = Rp 4.200.000,- Setoran = 11 sak = 11 x Rp 200.0000,- = Rp 2.200.000,- 25 Kasmadi, Wawancara, Gresik, 2 November 2014.

58 Modal = biaya benih + pupuk + obat + tenaga orang + penggilingan = Rp 120.000,- + Rp 420.000,- + Rp 40.000,- + Rp 700.000,- + Rp 105.000,- = Rp 1.385.000,- Untung / rugi = hasil panen setoran modal = Rp 4.200.000,- Rp 2.200.000,- Rp 1.385.000,- = Rp 615.000,- (untung) b. Hasil Panen Kedua dengan jenis tanaman padi (dalam rupiah) : Jumlah benih = 15 kg = 15 x Rp 8.000,- = Rp 120.000,- Jumlah pupuk = 3 sak = 3 x Rp 140.000,- = Rp 420.000,- Jumlah obat = 2 botol = 2 x Rp 20.000,- = Rp 40.000,- Jumlah tenaga = 10 orang = 10 x Rp 70.000,- = Rp 700.000,- Jumlah penggilingan = 11 sak = 11 x Rp 5.000,- = Rp 55.000,- Hasil panen 11 sak = 11 x Rp 200.000,- = Rp 2.200.000,- Modal = biaya benih + pupuk + obat + tenaga orang + penggilingan = Rp 120.000,- + Rp 420.000,- + Rp 40.000,- + Rp 700.000,- + Rp 55.000,- = Rp 1.335.000,- Untung / rugi = hasil panen modal = Rp 2.200.000,- Rp1.335.000,- = Rp 865.000,- (untung)

59 c. Hasil panen ketiga dengan jenis tanaman kangkung (dalam rupiah) : 1 kg benih = Rp 5. 000,- Jumlah benih = 1,5 kg = 1,5 x Rp 5.000,- = Rp 7.500,- Jumlah pupuk = 1 sak = 1 x Rp 140.000,- = Rp 140.000,- Jumlah obat = 1 botol = 1 x Rp 20.000,- = Rp 20.000,- Jumlah tenaga = 1 orang = 1 x Rp 70.000,- = Rp 70.000,- Jumlah penggilingan = 3 sak = 3 x Rp 5.000,- = Rp 15.000,- 1 sak kangkung = Rp 280.000,- Hasil panen 3 sak = 3 x Rp 280.000,- = Rp 840.000,- Modal = biaya benih + pupuk + obat + tenaga orang + penggilingan = Rp Rp 7.500,- + Rp 140.000,- + Rp 20.000,- + Rp 70.000,- + Rp 15.000,- = Rp 252.500,- Untung / rugi = hasil panen modal = Rp 840.000,- Rp 252.500,- = Rp 587.500,- (untung) Dari perincian di atas terlihat bahwa penggarap mendapat keuntungan secara terus menerus dalam setahun. Adapun contoh ketika terjadi gagal panen yaitu hasil panen sebanyak 5 sak dan diserahkan kepada pemilik 3 sak sehingga penggarap hanya mendapat 2 sak. Dari 2 sak tersebut jika dihitung adalah untuk penggantian modal pembelian pupuk, belum termasuk tenaga yang digunakan sehingga disini penggarap

60 mengalami kerugian. Tetapi hasil panen kedua dan ketiga adalah milik penggarap seluruhnya. 26 Dalam kerjasama tersebut si pemilik sawah tidak ikut menanggung ketugian, jika ada kerugian maka si penggarap yang menanggungnya. Dan dapat dilihat dari kedua contoh di atas bahwa penggarap dan pemilik sawah sama-sama mendapatkan keuntungan. Disamping itu penggarap dapat menekan modal pengeluaran berupa biaya tenaga orang yang digunakan yaitu penggarap lebih banyak menggunakan tenaga sendiri maka yang didapatkan akan lebih banyak. 4. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya sistem setoran a. Bagi pemilik sawah 27 Dalam hal ini, pemilik sawah mendapatkan keuntungan berupa hasil panen tanpa menanggung beban apapun dan hasil panen tersebut menambah penghasilannya. Pemilik sawah tidak pernah mendapatkan kerugian karena ia tidak ikut mengeluarkan modal sama sekali dan seluruh biaya penggarapan sawah ditanggung penggarap. b. Bagi penggarap sawah 28 Penggarap akan mendapatkan keuntungan dari hasil panen kedua dan ketiga. Dan meskipun sawah itu bukan miliknya tetapi 26 Ibid. 27 Ramelan, Wawancara, Gresik, 31 Oktober 2014. 28 Supiyah, Wawancara, Gresik, 2 November 2014.

61 penggarap dapat menanami sayuran atau apapun yang sewaktu-waktu bisa diambil ketika penggarap membutuhkannya untuk dimasak. Kerugian bagi penggarap yaitu ketika hasil panen tidak sesuai dengan yang diharapkan karena musim, hama atau lainnya sehingga harus menerima resiko. Disamping itu karena semua biaya ditanggung oleh penggarap sehingga hasil panen dengan tenaga dan biaya terkadang tidak sebanding. Ketika penggarap di tahun pertama mengalami kerugian karena musim, hama atau lainnya, maka penggarap bisa menutupi kekurangannya tersebut di tahun berikutnya karena menurut pengalaman di tahun sebelumnya peluang terjadi keuntungan lebih besar daripada terjadi kerugian. Masyarakat secara umum juga sependapat bahwa dengan sistem setoran lebih menguntungkan daripada sistem yang lainnya. Namun di satu sisi, penggarap harus mau mengakhiri pekerjaannya tersebut ketika pemilik sawah meminta sawahnya kembali meskipun jangka waktu di awal tidak ditentukan dan terserah penggarap karena pemilik sawah juga mempunyai hak untuk mengambil sawahnya kembali. Alasan pemberhentian kesepakatan yaitu ketika pemilik sawah ingin menggarapnya sendiri atau mengalihkan kepada orang lain, dan ketika penggarap yang menghentikannya biasanya dikarenakan sudah tidak mampu menggarapnya lagi.

62 Tabel 2.1 Kesimpulan dari pemilik sawah No. Pemilik Sawah Pendapat 1. 2. 3. 4. 5. Ibu Giani Ibu Sup Ibu Mia Bapak Yukanan Bapak Ramelan Penggarapan sawah dengan sistem setoran adalah bukan akad sewa karena sewa dibayar diawal dan jangka waktu tahunan bukan setiap panen. Kerjasama dilakukan karena pemilik sawah sibuk. Ada yang lebih memilih menjadi buruh tani karena menurutnya menggarap sawah sendiri akan menghabiskan modal dan tenaga yang cukup banyak. Setoran berbeda dengan sewa. Sistem setoran lebih mudah dan tidak ribet daripada pertelon dan sistem setoran tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sewa karena biasanya diberikan dalam jangka waktu tertentu saja. Jumlah setoran didasarkan pada luas dan jarak sawah dari rumah. Setoran bisa dikatakan sebagai sewa karena dalam setahun pemilik hanya meminta setoran sekali. Pemilik sawah tidak pernah mendapatkan kerugian karena seluruh biaya ditanggung penggarap dan setoran tersebut berbeda dengan sewa.

63 Tabel 2.2 Kesimpulan dari penggarap No. Penggarap Pendapat 1. 2. 3. Ibu Lastri Ibu Arniyah Ibu Seni Setoran adalah kerjasama dan bukan sewa, dilakukan untuk mencari tambahan penghasilan. Setoran itu bukan sewa dan terkadang dengan setoran penggarap mengalami kerugian. Sistem setoran itu bukan sistem sewa yang ditentukan dalam waktu tahunan dan sistem tersebut lebih 4. 5. Ibu Waginten Ibu Supiyah menguntungkan karena dengan setoran penggarap akan memiliki hasil panennya selama dua kali. Ada pemilik sawah yang tidak menentukan jumlah setoran artinya terserah penggarap ingin memberikan hasil panennya berapa. Setoran itu bukan sewa karena penggarap terkadang mengalami kerugian karena musim, hama atau penyebab lainnya.