BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV & AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG. PENANGGULANGAN HIV dan AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BELU

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 24 HLM, LD Nomor 4 TAHUN 2013

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI BELITUNG. Selatan. C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc 1

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BUPATI BONDOWOSO TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROMES DI BONDOWOSO

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2015

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

Salinan NO : 8/LD/2010

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV-AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 16 SERI E

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN MALANG

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAJO NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 4-A PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4-A TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2014

PROVINSI PAPUA BUPATI YALIMO SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN YALIMO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR... TAHUN... TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS/ ACQUIRED IMUNODEFICIENCY SYNDROME

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN BATANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

WALIKOTA JAYAPURA PERATURAN DAERAH KOTA JAYAPURA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG

BUPATI NABIRE PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PROSEDUR WAWANCARA PERAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DALAM PELAKSANAAN PERDA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA SEMARANG

WALIKOTA BANJARMASIN

Transkripsi:

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh yang proses penularannya sangat sulit dipantau, sehingga dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat dan kelangsungan peradaban manusia; b. bahwa penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) semakin meluas tanpa mengenal status sosial dan batas usia, sehingga memerlukan penanggulangan secara melembaga, sistematis, komprehensif, partisipatif, dan berkesinambungan; c. bahwa dalam rangka penanggulangan tersebut, perlu mengatur Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) di Kabupaten Kudus; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Bupati; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);

- 2-3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4484); 7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 8. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) ; 10. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah; 12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22);

- 3-13. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2007 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 99); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kudus (Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kudus Nomor 106); Menetapkan: MEMUTUSKAN : PERATURAN BUPATI TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Bupati adalah Bupati Kudus. 2. Kabupaten adalah Kabupaten Kudus. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus yang merusak sistim kekebalan tubuh. 5. Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). 6. Orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) baik pada tahap belum ada gejala maupun yang sudah ada gejala penyakit ikutan. 7. Orang yang hidup dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang selanjutnya disingkat OHIDHA adalah orang atau anggota keluarga yang hidup bersama dengan Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) dan memberikan perhatian kepada mereka. 8. Komisi Penanggulangan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) Kabupaten yang selanjutnya disingkat KPAK adalah Komisi Penanggulangan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) Kabupaten Kudus.

- 4-9. Penanggulangan adalah serangkaian upaya menekan laju penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), melalui kegiatan promosi, pencegahan, konseling dan tes sukarela rahasia, pengobatan serta perawatan dan dukungan terhadap orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). 10. Pencegahan adalah upaya menghindari penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) di masyarakat, terutama kelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). 11. Penanganan adalah suatu upaya pelayanan yang meliputi perawatan, dukungan dan pengobatan yang diberikan secara kompehensif kepada Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), agar dapat hidup lebih lama secara positif, berkualitas, dan memiliki aktivitas sosial dan ekonomi secara normal seperti masyarakat lainnya. 12. Rehabilitasi adalah suatu upaya untuk memulihkan dan mengembangkan Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) dan Orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (OHIDHA) yang mengalami disfungsi sosial agar dapat mengalami fungsi sosialnya secara wajar. 13. Perawatan Komprehensif Berkesinambungan (Continuum Of Care) adalah perawatan bagi Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) mulai pelayanan dari tingkat primer atau sekunder atau tersier sampai perawatan ditingkat rumah yang didukung oleh sesama Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) maupun oleh masyarakat. 14. Kelompok Dukungan Sebaya adalah kelompok Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang mendukung sesama Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) untuk meningkatkan kualitas hidupnya. 15. Infeksi Menular Seksual selanjutnya disingkat IMS adalah penyakit dan atau gejala penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. 16. Konseling dan Tes Sukarela Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) Voluntary Conselling Testing yang selanjutnya disebut VCT adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) beserta resiko dan konsekuensi terhadap dirinya, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya dan hasilnya harus bersifat rahasia (confidential) serta wajib disertai konseling sebelum dan sesudah tes.

- 5-17. Persetujuan Tindakan Medis (informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes Human Immunodeficiency Virus (HIV), operasi, tindakan medis lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen bagian dari dirinya. 18. Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah tes Human Immunodeficiency Virus (HIV) anonim yang dilakukan pada sampel darah, produk darah, jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan. 19. Surveilans Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau serosurveilans Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah kegiatan pengumpulan data tentang infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang dilakukan secara berkala guna memperoleh informasi tentang besaran masalah, sebaran dan kecendrungan penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) untuk perumusan kebijakan dan kegiatan penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dimana tes Human Immunodeficiency Virus (HIV) dilakukan secara unlinked anonymous. 20. Surveilans perilaku adalah kegiatan pengumpulan data tentang perilaku yang berkaitan dengan masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) dan dilakukan secara berkala guna memperoleh informasi tentang besaran masalah dan kecendrungannya untuk perumusan kebijakan dan kegiatan penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). 21. Care Support And Treatment (CST) adalah pengobatan dan perawatan yang bertujuan untuk menghambat perkembangbiakan virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) agar dapat memperpanjang usia penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). 22. Preventing Mother To Child Transmission (PMTCT) adalah tindakan pencegahan penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) dari ibu yang positif kepada anaknya/bayinya dilakukan melalui edukasi kepada penderita. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keadilan dan kesetaraan gender.

- 6 - Pasal 3 Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk mencegah penularan HIV serta penanganan dan rehabilitasi ODHA. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang Lingkup Penanggulangan HIV dan AIDS adalah : a. peningkatan kesehatan; b. pencegahan; c. konseling dan tes sukarela; d. pengobatan; e. perawatan dan dukungan; f. Komisi Penanggulangan AIDS; dan g. peran serta masyarakat. BAB IV PENINGKATAN KESEHATAN Pasal 5 (1) Kegiatan peningkatan kesehatan dilakukan secara komprehensif, integratif, partisipatif, dan berkesinambungan. (2) Kegiatan peningkatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat; b. perubahan sikap dan perilaku kepada kelompok masyarakat resiko tinggi HIV melalui promosi kesehatan, pembinaan kelompok risiko tinggi, seminar dan simposium; c. penyediaan sarana pelayanan kesehatan dengan fasilitas VCT dan pemeriksaan infeksi menular seksual di Rumah Sakit Pemerintah dan Puskesmas yang sudah memiliki tenaga terlatih; d. deteksi dini penularan virus HIV di masyarakat melalui upaya pengamatan penyakit; e. pencegahan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di masyarakat; dan f. pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS. (3) Kegiatan peningkatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh seluruh sektor yang terkait.

- 7 - BAB V PENCEGAHAN Pasal 6 (1) Kegiatan pencegahan (preventif) dilakukan secara komprehensif, integratif, partisipatif, dan berkesinambungan. (2) Kegiatan pencegahan yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : a. skrining darah dan donor organ; b. serosurvey darah; c. penerapan prinsip-prinsip universal precaution pada pusat-pusat layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta; d. skrining infeksi menular seksual pada ibu hamil dan kelompok risiko tinggi; e. mewajibkan ibu hamil terinfeksi HIV melakukan persalinan di rumah sakit; dan f. Penyediaan Pengganti Air Susu Ibu (PASI) untuk bayi ODHA. Pasal 7 Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV wajib melindungi pasangan seksualnya dari tertular virus HIV. Pasal 8 (1) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV dilarang mendonorkan darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya kepada orang lain. (2) Setiap orang yang melakukan skrining darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya wajib mentaati standar prosedur skrining. (3) Setiap orang dilarang meneruskan darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan tubuhnya yang terinfeksi HIV kepada calon penerima donor. Pasal 9 (1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seksual berisiko. (2) Hubungan seksual berisiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. berhubungan seksual dengan Pekerja Seksual Komersial (PSK); dan/atau b. berhubungan seksual dengan orang yang diketahui tertular/terinfeksi HIV.

- 8 - Pasal 10 (1) Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib memberikan informasi atau penyuluhan secara berkala mengenai pencegahan HIV dan AIDS kepada semua karyawannya. (2) Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib mendata karyawan yang menjadi tanggungjawabnya. (3) Setiap pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan wajib memeriksakan diri dan karyawannya yang menjadi tanggungjawabnya secara berkala ke tempat-tempat pelayanan IMS yang disediakan Pemerintah Daerah, lembaga nirlaba dan/atau swasta yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus. Pasal 11 Setiap orang yang menggunakan jarum suntik, jarum tato, atau jarum akupuntur pada tubuhnya sendiri dan/atau tubuh orang lain wajib menggunakan jarum steril. Pasal 12 Guna mencegah penularan HIV Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan kesehatan menyediakan : a. skrining HIV pada semua darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan yang didonorkan; b. layanan untuk pencegahan pada pemakai narkoba suntik; c. layanan untuk skrining infeksi menular seksual pada ibu hamil; d. layanan VCT, Care Support And Treatment (CST), Preventing Mother To Child Transmission (PMTCT) dengan kualitas baik dan terjamin; e. surveilans IMS, HIV, dan perilaku; f. pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan kasuskasus HIV dan AIDS; g. pendukung upaya pencegahan lainnya. BAB VI KONSELING DAN TES SUKARELA Pasal 13 (1) Setiap petugas yang melakukan konseling dengan tes HIV untuk keperluan surveilans dan skrining pada darah, produk darah, cairan sperma, organ, dan/atau jaringan yang didonorkan dikukuhkan dengan persetujuan tertulis klien (informed consent) dan wajib melakukan dengan cara unlinked anonymous.

- 9 - (2) Setiap petugas yang melakukan tes HIV untuk keperluan pengobatan, dukungan dan pencegahan serta penularan dari ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya wajib melakukan tes sukarela melalui konseling sebelum dan sesudah tes. (3) Dalam hal keadaan khusus yang tidak memungkinkan konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tes HIV dilakukan dengan konseling keluarga. (4) Setiap orang dilarang melakukan mandatory HIV test. Pasal 14 (1) Setiap orang yang karena pekerjaannya atau sebab apapun mengetahui dan memiliki informasi hasil tes sukarela rahasia berkenaan dengan status HIV seseorang berkewajiban untuk merahasiakanya. (2) Tenaga kesehatan atau konselor dengan persetujuan ODHA dapat membuka informasi hasil tes sukarela rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pasangan seksualnya dalam hal: a. ODHA yang tidak mampu menyampaikan statusnya setelah mendapat konseling yang cukup; b. ada indikasi telah terjadi penularan pada pasangan seksualnya; dan c. untuk kepentingan pemberian pengobatan, perawatan, dan dukungan pada pasangan seksualnya. BAB VII PENGOBATAN Pasal 15 Penyedia layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA tanpa diskriminasi. Pasal 16 (1) Kegiatan pengobatan ODHA dilakukan berdasarkan pendekatan: a. berbasis klinik; dan b. berbasis keluarga, kelompok dukungan, serta masyarakat. (2) Kegiatan pengobatan berbasis klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada pelayanan kesehatan dasar, rujukan dan layanan penunjang milik Pemerintah Daerah maupun swasta. (3) Kegiatan pengobatan berbasis keluarga, kelompok dukungan, serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan di rumah ODHA oleh keluarganya atau anggota masyarakat lainnya.

- 10 - Pasal 17 (1) Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang membidangi pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pengobatan menyediakan sarana pelayanan kesehatan : a. pendukung pengobatan; b. pengadaan obat anti retroviral; c. obat anti infeksi oportunistik; dan d. pengadaan obat IMS. (2) Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. BAB VIII PERAWATAN DAN DUKUNGAN Pasal 18 (1) Kegiatan perawatan dan dukungan terhadap ODHA dilakukan berdasarkan pendekatan: a. medis; b. psikologis; c. sosial dan ekonomi melalui keluarga; d. masyarakat; dan e. dukungan pembentukan persahabatan dan kelompok dukungan sebaya bagi ODHA. (2) Pendekatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah kegiatan pengobatan dan perawatan yang bermutu bagi penderita HIV dan AIDS berbasis klinik agar dapat memperpanjang usia hidupnya. (3) Pendekatan psikologis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah kegiatan untuk memberikan dukungan secara mental spiritual bagi penderita HIV dan AIDS dalam rangka memberdayakan dirinya sendiri untuk mengelola penyakitnya dengan baik dan tidak menularkan kepada orang lain. (4) Pendekatan sosial dan ekonomi melalui keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pembedayaan ekonomi keluarga bagi penderita HIV dan AIDS untuk dapat berusaha dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. (5) Pendekatan masyarakat dan dukungan pembentukan persahabatan dan kelompok dukungan sebaya bagi ODHA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e adalah kegiatan yang diharapkan masyarakat dapat menerima ODHA dalam lingkungan disekitarnya dan dilingkungan sesama ODHA sendiri untuk memecahkan masalah-masalah atau hambatan dirinya sendiri.

- 11 - BAB IX KOMISI PENANGGULANGAN AIDS Pasal 19 (1) Dalam rangka upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten dibentuk KPAK. (2) Pembentukan KPAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Tugas KPAK sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. mengkoordinasikan perumusan penyusunan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS sesuai kebijakan. strategi, dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; b. memimpin, mengelola, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Kudus; c. menghimpun, menggerakkan, menyediakan, dan memanfaatkan sumber daya yang berasal dari pusat, daerah, masyarakat, dan bantuan luar negeri secara efektif dan efisisen untuk kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS; d. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi masing masing instansi yang tergabung dalam keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Kudus; e. mengadakan kerjasama regional dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS; f. menyebarluaskan informasi mengenai upaya penanggulangan AIDS kepada aparat dan masyarakat; g. memfasilitasi pelaksanaan tugas Camat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan dalam Penanggulangan HIV dan AIDS; h. mendorong terbentuknya LSM/kelompok HIV dan AIDS; dan i. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV AIDS serta menyampaikan laporan secara berkala dan berjenjang kepada Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (4) Keanggotaan KPAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, masyarakat, dan sektor usaha. (5) Pengisian keanggotaan KPAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terbuka dan partisipatif. (6) KPAK dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Bupati.

- 12 - Pasal 20 KPAK mengkoordinasikan setiap kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan sektor swasta. BAB X PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 21 (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara: a. berperilaku hidup sehat; b. menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ODHA dan keluarganya; c. terlibat dalam kegiatan peningkatan kesehatan, pencegahan, tes dan kerahasiaan, pengobatan, serta perawatan dan dukungan. (2) Pemerintah Daerah membina dan menggerakkan swadaya masyarakat di bidang penanggulangan HIV dan AIDS. BAB XI PEMBIAYAAN Pasal 22 (1) Segala biaya untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan oleh KPAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kudus dan sumber dana lain yang sah. (2) Pertanggungjawaban pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23 (1) Tenaga atau lembaga kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 ayat (4), Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, dan Pasal 17 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan maupun tertulis oleh Bupati atas dasar pertimbangan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus.

- 13 - (2) Pemilik dan/atau pengelola tempat hiburan yang melanggar ketentuan Pasal 10 dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin. (3) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Kudus. Ditetapkan di Kudus pada tanggal 3 Januari 2013 BUPATI KUDUS, ttd Diundangkan di Kudus pada tanggal 4 Januari 2013 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUDUS, M U S T H O F A ttd NOOR YASIN BERITA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 NOMOR 1