STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR (STATIK) MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI MEDIUM ENERGY RADIUM-226 (Ra 226 )

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 )

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 2, April 2014 ISSN

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

PENGARUH TANGGAPAN DETEKTOR KAMERA GAMMA SPECT PADA PEMERIKSAAN GINJAL

PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN

UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI

RENOGRAF DUAL PROBES Berbasis komputer personal Akurat Aman, dan Ekonomis

ANALISIS SISA RADIOFARMAKA TC 99M MDP PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Radiologi Kedokteran Nuklir dan Radioterapi; oleh Dr. Ir. Hj Rusmini Barozi, AIM., M.M.; Daniel Kartawiguna, S.T., M.M., M.Acc. Hak Cipta 2015 pada

PEREKAYASAAN SISTEM DETEKSI PERANGKAT SCINTIGRAPHY MENGGUNAKAN PSPMT

Estimasi Penyebaran Kanker Paru pada Bagian Tulang Belakang (Vertebra) dengan Menganalisis Nilai Uptake Tc 99m MDP

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT

KARAKTERISASI DOSIMETRI SUMBER BRAKITERAPI IR-192 MENGGUNAKAN METODE ABSOLUT

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI RADIASI PERANGKAT RIA IP10.

PENENTUAN BIODISTRIBUSI DAN UPTAKE TIROID DARI Tc 99m PERTEKNETAT PADA PASIEN HIPERTIROID MENGGUNAKAN TEKNIK IN VIVO

RANCANG BANGUN SISTEM TOMOGRAFI TRANSMISI-EMISI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

ANALISIS KUALITAS RADIASI DAN KALIBRASI LUARAN BERKAS FOTON 6 DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK VARIAN CLINAC CX 4566 ABSTRAK

Penentuan persentase uptake radiofarmaka Tc 99m Sulfur Colloid pada sidik hati (Liver scan)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

VERIFIKASI PENENTUAN LAJU DOSIS SERAP DI AIR BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK CLINAC 2100 C MILIK RUMAH SAKIT

Tomografi Resonansi Magnetik Inti; Teori Dasar, Pembentukan Gambar dan Instrumentasi Perangkat Kerasnya, oleh Daniel Kartawiguna Hak Cipta 2015 pada

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG

PEREKAYASAAN SISTEM DETEKSI PERANGKAT SCINTIGRAPHY MENGGUNAKAN PSPMT

HUBUNGAN TEGANGAN DAN CITRA RADIOGRAFI REAL TIME PADA PESAWAT SINAR-X RIGAKU RADIOFLEX-250EGS3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

NUKLIR DI BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

PERKEMBANGAN KEDOKTERAN NUKLIR DAN RADIOFARMAKA DI INDONESIA

OPTIMALISASI DOSIS RADIASI SINAR-X TERHADAP PROYEKSI PA (POSTERO-ANTERIOR) DAN LAT (LATERAL) PADA TEKNIK PEMERIKSAAN FOTO THORAX SKRIPSI

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

Jurnal Fisika Unand Vol. 4, No. 4, Oktober 2015 ISSN

Spesifikasi Teknis Teras Reaktor Nuklir Kartini dan Eksperimental Setup Fasilitas Uji In-vitro dan In-vivo Metode BNCT

PENGARUH JARAK TABUNG SINAR-X DENGAN FILM TERHADAP KESESUAIAN BERKAS RADIASI PADA PESAWAT X-RAY SIMULATOR DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUD DR

Buletin Fisika Vol. 8, Februari 2007 : 31-37

PENGUKURAN AKTIVITAS ISOTOP 152 Eu DALAM SAMPEL UJI PROFISIENSI MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

ANALISIS AKUMULASI RADIOFARMAKA Tc-99m MDP PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Analisis Pengaruh Faktor Eksposi terhadap Nilai Computed Tomography Dose Index (CTDI) pada Pesawat Computed Tomography (CT) Scan

UJI BANDING SISTEM SPEKTROMETER GAMMA DENGAN METODA ANALISIS SUMBER Eu-152. Nugraha Luhur, Kadarusmanto, Subiharto

MAKALAH LENGKAP INSTRUMENTASI UNTUK PENCITRAAN KEDOKTERAN NUKLIR

METODA PENENTUAN DAYA SERAP PERISAI RADIASI UNTUK GONAD DARI KOMPOSIT LATEKS CAIR TIMBAL OKSIDA

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

METODE KALIBRASI MONITOR GAS MULIA MENGGUNAKAN SISTEM SUMBER GAS KRIPTON-85 STATIS

UJI LINE SCAN CAMERA PADA RANCANG BANGUN SISTEM PENCITRAAN PETI KEMAS DENGAN TEKNIK SERAPAN SINAR GAMMA

PENENTUAN DOSIS SERAP RADIASI- 99m Tc PADA TUMOR PARU-PARU DALAM TAHAP DIAGNOSIS MENGGUNAKAN SOFTWARE MONTE CARLO N-PARTICLE X VEETHA ADIYANI

ANALISIS PERHITUNGAN KETEBALAN KONTAINER PERALATAN BRAKITERAPI MDR UNTUK TERAPI KANKER LEHER RAHIM

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KELUARAN ANTARA PESAWAT SINAR-X TOSHIBA MODEL DRX-1824B DAN TOSHIBA MODEL DRX-1603B. Skripsi

DESAIN DASAR PERANGKAT SCINTIGRAPHY

SIMULASI KURVA EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM UNTUK SINAR GAMMA ENERGI RENDAH DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

SIMULASI EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM DI LABORATORIUM AAN PTNBR DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

PERANGKAT LUNAK PELATIHAN PENCITRAAN PADA PERALATAN KAMERA GAMMA

PENENTUAN CALIBRATOR SETTING CAPINTEC CRC-7BT UNTUK SAMARIUM-153

BAB IV PERHITUNGAN DOSIS SERTA ANALISIS PENGARUH UKURAN MEDAN PAPARAN TERHADAP OUTPUT BERKAS FOTON

PENGUKURAN FLUKS NEUTRON SALURAN BEAMPORT TIDAK TEMBUS RADIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN SUBCRITICAL ASSEMBLY FOR MOLYBDENUM (SAMOP) REAKTOR KARTINI

EVALUASI KINERJA SPEKTROMETER GAMMA YANG MENGGUNAKAN NITROGEN CAIR SEBAGAI PENDINGIN DETEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS HASIL PENGUKURAN PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) BERKAS ELEKTRON LINAC ELEKTA RSUP DR. SARDJITO

Analisis Dosis Keluaran Radiasi Dengan Sumber Cs-137 Pada Proses Kalibrasi Pendosimeter. Muhijrah 1,Wira Bahari Nurdin, Bannu Abdul

PENGUKURAN TEBAL KONTAMINASI ZAT RADIOAKTIF PADA PERMUKAAN TANAH SECARA IN SITU MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA PORTABEL

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PENENTUAN CALIBRATION SETTING DOSE CALIBRATOR CAPINTEC CRC-7BT UNTUK Ce-139

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 2, No. 1, April 2013, Hal 27-34

Biodistribusi radiofarmaka Tc 99m DTPA pada pemeriksaan renografi

UNIVERSITAS INDONESIA UJI QUALITY CONTROL DETEKTOR PESAWAT SPECT DENGAN PROTOKOL IAEA DAN AAPM. Naskah Ringkas Skripsi

5. Diagnosis dengan Radioisotop

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV

PENGUNGKUNGAN SUMBER 85 Kr, 133 Xe, 198 Au, DAN 24 Na PASCA IRADIASI

IMPLEMENTASI COMPLIANCE TEST PESAWAT DENTAL INTRAORAL PADA SALAH SATU KLINIK GIGI DI KOTA PADANG

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 9, Oktoberl 2006

Desain Ulang Shielding Ruangan Linear Accelerator (Linac) untuk Keselamatan Radiasi Di Gedung 14 PSTA-BATAN Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi seringkali dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya dan tidak

PEMERIKSAAN KUALITAS BOOM FOOT MENGGUNAKAN TEKNIK UJI TAK RUSAK

FISIKA ATOM & RADIASI

PENGARUH VARIASI AIR GAP TERHADAP DOSIS SERAP PENYINARAN BERKAS ELEKTRON PADA PESAWAT LINAC SIEMENS / PRIMUS M CLASS 5633

OPTIMASI ALAT CACAH WBC ACCUSCAN-II UNTUK PENCACAHAN CONTOH URIN

UNIVERSITAS INDONESIA

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

VALIDASI METODA PENENTUAN UNSUR RADIOAKTIF Pb-212, Cs-137, K-40 DENGAN SPEKTROMETER GAMMA

FAKTOR KOREKSI PENGUKURAN AKTIVITAS RADIOFARMAKA I-131 PADA WADAH VIAL GELAS TERHADAP AMPUL STANDAR PTKMR-BATAN MENGGUNAKAN DOSE CALIBRATOR

TANGGAPAN THERMOLUMINESCENT DOSIMETER CaSO 4 :Dy TERHADAP MEDAN RADIASI CAMPURAN BETA, GAMMA DAN MEDAN RADIASI CAMPURAN BETA GAMMA

Uji Kesesuaian Pesawat Fluoroskopi Intervensional merek Philips Allura FC menggunakan Detektor Unfors Raysafe X2 di Rumah Sakit Universitas Andalas

UJI KESTABILAN PENCACAH RADIASI DOSE CALIBRATOR

Transkripsi:

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR (STATIK) MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI MEDIUM ENERGY RADIUM-226 (Ra 226 ) Resky Maulanda Septiani 1, Dian Milvita 1, Fadil Nazir 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR-BATAN) Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan 1 e-mail : reskymaulandaseptiani@yahoo.com, 1 e-mail : d_milvita@yahoo.com 2 e-mail : niningadel@yahoo.com ABSTRAK Penelitian tentang uji perangkat kamera gamma telah dilakukan di bidang Teknik Nuklir Kedokteran (TNK) Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis perangkat kamera gamma dual head model pencitraan planar (statik) menggunakan sumber radiasi medium Energy Ra 226. Data penelitian diperoleh dari hasil pencacahan Ra 226 dengan aktivitas 0,08 mci selama 5 menit pada jarak 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. Penelitian ini menggunakan kamera gamma Dual Head Mediso S Series As-105061-S, kolimator MEGP, phantom linier dan phantom BAR. Data diolah menggunakan program Statistica 6.0. Hasil penelitian menunjukkan laju cacahan tanpa kolimator MEGP lebih besar dibandingkan menggunakan kolimator MEGP dan laju cacahan menggunakan phantom BAR lebih besar dibandingkan menggunakan phantom linier. Studi awal uji kamera gamma dual head menggunakan sumber radiasi medium energy Ra 226, menunjukkan bahwa kamera gamma memberikan tanggapan yang baik dalam mencacah. Kata kunci: kamera gamma, Ra 226, kolimator MEGP, phantom linier, phantom BAR, planar (statik). ABSTRACT Preliminary test of dual head gamma camera has performed at TNK PTKMR-BATAN, South Jakarta. The purpose of this study is examine and analyze the dual head gamma camera planar (static) imaging models using a medium energy radiation source Ra 226. The data were obtained from the enumeration of Ra 226 with activity 0.08 mci for 5 minutes at a distance of 5 cm, 10 cm, and 15 cm. This study uses a Dual Head Gamma Camera Mediso S Series As-105061-S, collimator MEGP, linear phantom and BAR phantom. The data were processed using Statistica 6.0 program. Results showed the total count without collimator MEGP greater than using the collimator MEGP and the total count using a linear phantom greater than using BAR phantom. Preliminary test of dual head gamma camera using a medium energy radiation source of Ra 226, showed that the gamma camera is able to provide good response in enumerating. Keywords: gamma camera, Ra 226, collimator MEGP, linear phantom, BAR phantom, planar (static). I. PENDAHULUAN Kedokteran nuklir merupakan cabang dari ilmu kedokteran yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radionuklida buatan untuk penunjang diagnostik (secara invivo dan in-vitro), terapi dan penelitian. Perkembangan instrumentasi kedokteran nuklir dicatat dengan penemuan kamera gamma oleh Hal Anger pada tahun 1957. Awal penggunaannya, kamera gamma baru bisa digunakan untuk model pencitraan planar dan perkembangan selanjutnya kamera gamma dapat melakukan model pencitraan tomografi seperti Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Kamera gamma saat ini sudah semakin maju dengan berbagai varian yaitu kamera gamma satu kepala (single head), kamera gamma dua kepala (dual head) dan kamera gamma tiga kepala (triple head). Kelancaran pelayanan diagnostik di rumah sakit sangat tergantung pada kemampuan mempertahankan seluruh peralatan dalam kondisi operasional yang baik dan unjuk kerja alat yang optimal untuk menjamin hasil diagnosis. Hal tersebut bisa tercapai jika program perawatan dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Menurut Isaris (2004), sering terjadi kerusakan pada alat yang disebabkan oleh faktor buruknya kualitas laboratorium, tidak dilakukan perawatan dan kesalahan operasional (human error). Melihat kondisi tersebut perlu 109

dilaksanakan program uji kualitas (quality control) instrumentasi nuklir secara rutin oleh operator untuk mendapatkan hasil pengukuran yang berkualitas tinggi. Arifin dkk (2013) telah melakukan uji pengaruh tanggapan detektor kamera gamma pada pemeriksaan ginjal menggunakan sumber radiasi Tc 99m dengan akivitas 1 mci sampai 25 mci, menggunakan phantom akrilik, kolimator low energy general purposes (LEGP) dan model pencitraan planar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa detektor 2 kamera gamma masih dapat memberikan diagnosis yang tidak berbeda signifikan dengan detektor 1 kamera gamma. Hal ini terlihat dari hubungan aktivitas Tc 99m terhadap laju cacahan untuk detektor kamera gamma yang linier. Berbeda dengan penelitian Arifin yang melakukan uji tanggapan detektor kamera gamma dan melakukan pemeriksaan pada ginjal beberapa orang pasien, pada penelitian ini hanya dilakukan uji perangkat kamera gamma saja tanpa melakukan pemeriksaan pada pasien. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat sangat berperannya kamera gamma dalam kedokteran. Penggunaan kamera gamma yang melibatkan kontak langsung dengan sumber radiasi dan manusia, sehingga harus dilakukan uji perangkat alat untuk meminimalisir terjadinya kesalahan yang berasal dari berbagai faktor khususnya yang berasal dari alat. Uji perangkat ini menggunakan beberapa parameter seperti sumber radiasi, kolimator dan phantom. Pada penelitian ini menggunakan kolimator MEGP (Medium Energy General Purposes) dengan sumber radiasi medium energy radium-226 (Ra 226 ) yang memberikan gambaran planar secara anterior, posterior, lateral maupun oblique. Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan menganalisis perangkat kamera gamma dual head model pencitraan planar (statik) menggunakan sumber radiasi medium energy Ra 226. Metode penelitian akan mengacu pada peraturan IAEA khususnya TECDOC 317 mengenai instrumentasi kedokteran nuklir. II. METODE PENELITIAN Pengujian perangkat kamera gamma dual head diawali dengan melakukan setting energi sebesar 186 kev dengan windows 20% dan matrik 256 x 256. Aktivitas Ra 226 yang digunakan pada uji perangkat kamera gamma sebesar 0,08 mci. Penelitian ini menggunakan model pencitraan planar (statik). Sumber radiasi medium energy Ra 226 dicacah tanpa menggunakan kolimator MEGP, menggunakan kolimator MEGP, menggunakan phantom linier dan phantom BAR selama 5 menit dengan jarak pengukuran 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Data hasil pencacahan disusun dalam bentuk tabel dan kemudian dianalisis menggunakan program Statistica 6.0. III. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Pencacahan Ra 226 tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator MEGP Pencacahan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan yang ditangkap oleh detektor kamera gamma tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator MEGP. Data hasil pencacahan Ra 226 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pencacahan Ra 226 tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator MEGP pada jarak pengukuran 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Laju Cacahan (kcpm) No Jarak (cm) Tanpa Kolimator MEGP Kolimator MEGP 1 5 22387,359 944,997 2 10 21826,913 757,039 3 15 19686,598 601,674 110

Gambar 1 Hubungan jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator MEGP. Berdasarkan Gambar 1 terlihat hubungan antara jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan tanpa kolimator MEGP diperoleh persamaan garis y = 24001,0512 270,07614x dengan nilai regresi r = - 0,9474 dan probabilitas p = 0,2074 yang menjelaskan bahwa jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan memiliki hubungan yang kuat namun tidak signifikan karena nilai p > 0,1. Namun, pengujian menggunakan kolimator MEGP diperoleh persamaan garis y = 1111,22607 34,33228x dengan nilai regresi r = - 0,9985 dan probabilitas p = 0,0349 yang menjelaskan bahwa jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan memiliki hubungan yang kuat namun signifikan karena nilai p < 0,1. Data dikatakan signifikan atau bermakna, apabila nilai p < 0,1 (Azwar, 2005). Dari analisis statistik untuk pengujian tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator MEGP diperoleh hubungan yang mendekati linier. Jarak sumber radiasi dengan laju cacahan seharusnya memenuhi hukum kuadrat terbalik (inverse square law). Namun pada grafik hal tersebut belum terlihat jelas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurang bervariasinya data yang diambil di lapangan. Berdasarkan Gambar 1 laju cacahan pada pengujian tanpa kolimator MEGP lebih besar dibandingkan pengujian menggunakan kolimator MEGP. Hal ini disebabkan kolimator berfungsi menyearahkan foton gamma yang masuk melalui detektor kamera gamma, dimana hanya foton gamma yang searah dengan lubang kolimator saja yang diteruskan sehingga laju cacahan menjadi lebih kecil. Pencacahan Ra226 tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator pada jarak 5 cm, 10 cm, dan 15 cm menghasilkan citra yang ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, citra menggunakan kolimator MEGP lebih tajam dan merata dibandingkan dengan citra tanpa kolimator MEGP. Hal ini disebabkan oleh kolimator selain untuk menyearahkan foton gamma, juga berfungsi memberikan penajaman pada citra. Kolimator berperan penting dalam menghasilkan suatu citra yang tajam dan jelas. Pengujian tanpa menggunakan kolimator akan menghasilkan citra yang kurang tajam dan tidak jelas. Selain itu, citra pada jarak pengukuran 15 cm, daerah yang dilalui radiasi lebih luas dibandingkan daerah pada citra pengukuran 10 cm dan 5 cm. Kondisi ini sesuai dengan hukum kuadrat terbalik (inverse square law) dimana intensitas radiasi akan melemah dengan bertambahnya luas daerah yang dilalui oleh radiasi tersebut. Oleh karena itu, pada pemeriksaan 111

medis kemungkinan jika digunakan kolimator akan diperoleh citra yang lebih baik dan bagus yang dapat menunjang kegiatan diagnosis. Gambar 2 Citra hasil pengujian tanpa kolimator dan menggunakan kolimator pada jarak yaitu: (a) 5 cm, (b) 10 cm, (c) 15 cm. 3.2 Pencacahan Ra 226 Menggunakan Phantom Linier dan Phantom BAR. Pencacahan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan yang ditangkap oleh detektor kamera gamma dual head menggunakan phantom. Data hasil pencacahan Ra 226 ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Gambar 3 terlihat hubungan antara jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan pada pengujian menggunakan phantom linier diperoleh persamaan garis y = 8538,9516 409,64186x dengan nilai r = - 0,9791 dan probabilitas p = 0,1305. Namun pengujian menggunakan phantom BAR diperoleh persamaan garis y = 33284,5587 1653,5087x yang berarti setiap penambah nilai x (laju cacahan), maka akan terjadi pengurangan nilai y (laju cacahan) sebesar 1653,5087 kcpm. Pada pengujian menggunakan phantom BAR memiliki nilai regresi r = - 0,9844 dan probabilitas p = 0,1127 yang menjelaskan bahwa jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan pada kedua phantom memiliki hubungan yang kuat namun 112

tidak signifikan karena nilai p > 0,1. Data dikatakan signifikan atau bermakna, apabila nilai p < 0,1 atau kebermaknaan data sebesar 90% (Azwar, 2005). Tabel 2 Hasil pencacahan Ra 226 menggunakan phantom linier dan phantom BAR pada jarak pengukuran 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Laju Cacahan (kcpm) No Jarak (cm) Phantom Linier Phantom BAR 1 5 6736,568 24162,806 2 10 3950,881 18457,890 3 15 2640,149 7627,719 Gambar 3 Hubungan jarak sumber radiasi terhadap laju cacahan menggunakan phantom linier dan phantom BAR. Dari analisis statistik pengujian menggunakan phantom linier dan phantom BAR diperoleh hubungan yang mendekati linier. Sesuai dengan kondisi pada pengujian tanpa kolimator MEGP dan menggunakan kolimator MEGP, seharusnya jarak sumber radiasi dengan laju cacahan memenuhi hukum kuadrat terbalik (inverse square law). Namun pada penguji ini, inverse square law belum juga terlihat disebabkan kurangnya variasi data yang diambil di lapangan. Berdasarkan Gambar 3 laju cacahan pada pengujian menggunakan phantom linier lebih besar dibandingkan menggunakan phantom BAR yang disebabkan oleh phantom BAR memiliki empat kuadran dengan lebar celah yang berbeda-beda yaitu: 2 mm, 2,5 mm, 3 mm dan 3,5 mm, sedangkan phantom linier memiliki lebar celah yang lebih sempit yaitu 1 mm. Perbedaan lebar celah inilah yang mengakibatkan foton gamma yang ditangkap kamera gamma pada phantom BAR lebih banyak sehingga laju cacahan juga menjadi lebih besar. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar pengukuran radiasi, dimana semakin tinggi kuantitas radiasi yang mengenai detektor (alat ukur) maka jumlah cacahan yang dihasilkan semakin banyak (BATAN Homepage, 2010). Pencacahan Ra 226 pada jarak 5 cm, 10 cm, dan 15 cm menggunakan phantom linier dan phantom BAR menghasilkan citra yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. 113

Gambar 4 Citra hasil pengujian menggunakan phantom linier (a) 5 cm, (b) 10 cm, (c) 15 cm. Gambar 5 Citra hasil pengujian menggunakan phantom BAR (a) 5 cm, (b) 10 cm, (c) 15 cm. Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5, citra hasil pengujian menggunakan phantom linier dan phantom BAR pada jarak 5 cm lebih tajam dan jelas dari pada citra pada jarak 10 cm dan 15 cm. Akan tetapi, daerah yang dilalui radiasi pada jarak 15 cm dan 10 cm lebih luas dibandingkan daerah pada jarak 5 cm. Hal ini terjadi karena semakin bertambah jarak sumber radiasi maka daerah yang dilalui oleh radiasi akan semakin luas namun citra yang dihasilkan kurang tajam dan kurang jelas. Kondisi ini sesuai dengan hukum kuadrat terbalik, dimana intensitas radiasi akan melemah dengan bertambahnya luas daerah yang dilalui oleh radiasi tersebut. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pengujian perangkat kamera gamma model pencitraan planar (statik) ini dapat ditarik beberapa kesimpulan. Laju cacahan tanpa kolimator MEGP lebih besar dibandingkan dengan menggunakan kolimator MEGP dan laju cacahan menggunakan phantom BAR lebih besar dibandingkan menggunakan phantom linier. Semakin jauh jarak sumber radiasi maka laju cacahan yang ditangkap detektor kamera gamma semakin kecil. Citra hasil uji kamera gamma menunjukkan bahwa semakin luas daerah yang dilalui radiasi maka intensitas radiasi semakin melemah. Hal ini memenuhi hukum kuadrat terbalik. Uji awal kamera gamma dual head menggunakan sumber radiasi medium energy Ra 226, menunjukkan bahwa kamera gamma mampu memberikan tanggapan yang baik dalam mencacah. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. dan Soedjoko, D.S., 2013, Pengaruh Tanggapan Detektor Kamera Gamma SPECT pada Pemeriksaan Ginjal, Jurnal Fisika, No.1, Vol 16. Azwar, S., 2005, Signifikan atau Sangat Signifikan, Yogyakarta: Buletin Psikologi, No.1, Vol. 13, hal. 38-44. Isaris, R., 2004, Suatu Tinjauan tentang Peralatan Kedokteran Nuklir dan Masalah Pemeliharaannya, Yogyakarta: Ganendra, No. 2, Vol VII, BATAN. BATAN Homepage, 2010, Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi, http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/pengukuran_radiasi/_private/prinsip%20 Dasar.pdf, diakses 12 Januari 2014. 114