BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan kejuruan. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. pelatihan dengan strategi mastery learning. Setelah melakukan tindakan melalui

BAB I PENDAHULUAN. berkembang merupakan makna dari pendidikan. Membentuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang dilakukan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk menjamin. pelaksanaan pembangunan serta dalam menghadapi era globalisasi.

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilham Fahmi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. serta persaingan bebas telah mengantarkan manusia pada era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional meghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ideal yang terlihat ketika guru berinteraksi dengan peserta didik melalui

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal Millenium ketiga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan hidup dan kemajuan bangsa tersebut khususnya bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini diberlakukan mempunyai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. secara kompetitif dalam mengembangkan pembangunan suatu negara. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. negara menjadi lebih baik. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan. kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan yang bermutu, akan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keahlian dan kemampuan yang unggul. Salah satu upaya pemerintah

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah bidang yang sangat penting terutama di Negara. berkembang seperti Indonesia, karena pendidikan yang berintegritas

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi sosial, dan kompetensi akademik. mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. (Sutama dalam rachmawati, 2000:3). Mutu pendidikan sangat tergantung pada

PENERAPAN MODEL MASTERY LEARNING BERBANTUAN LKPD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK DI KELAS VIII.3 SMP NEGERI 4 KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. lulusan yang siap terjun secara profesional dan ikut bergerak di dunia usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi dan industrialisasi dewasa ini menimbulkan banyak permasalahan,

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan hubungan yang tidak linier antar pendidikan dengan lapangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

STRATEGI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN DASAR KEJURUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja seorang guru merupakan komponen yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2003:10).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan pendidikan kejuruan adalah untuk menyiapkan tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Indonesia KURIKULUM SMK. Sekolah Menengah Kejuruan. Dadang Hidayat M LOGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar merupakan bagian penting lembaga formal, dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

RANI DIANDINI, 2016 PENDAPAT SISWA TENTANG PELAKSANAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN TATA HIDANG DI SMK NEGERI 2 BALEENDAH

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum SMK edisi 2004 juga menjelaskan tujuan SMK antara lain: melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya,2005).

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) MELALUI WORKSHOP MODEL P2FR DI SMP NEGERI 43 MEDAN

BAB V PENUTUP. guru-guru bersertifikasi di SMK Negeri 2 Sragen. seperti yang dikemukakan pada bab sebelumnya, karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Perkembangan zaman tersebut secara tidak langsung menuntut suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berpengaruh untuk meningkatkan kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Selain sebagai pengajar, guru juga

Kata Kunci : Supervisi Akademik, Kompetensi Guru Dalam Mengelola KBM, PAIKEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

yang lebih baik dalam rangka mewujudkan SDM yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas dasar prestasi dan kinerjanya. dengan meningkatkan profesionalisme dalam melakukan pekerjaan sebagai guru.

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam menghadapi era globalisasi secara total pada tahun 2020 menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi tenaga kerja Indonesia untuk bersaing dengan tenaga kerja asing dalam memperoleh dan mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Tenaga kerja yang terampil adalah tenaga kerja yang mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan bidang-bidang tertentu pada level menengah dilakukan melalui pendidikan kejuruan. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Menurut House Committee on educational and labour dalam Hamalik (2004:24), pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan kejuruan yang bertanggung jawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memilliki kemampuan, keterampilan, dan keahlian, sehingga lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Dalam kurikulum SMK Edisi 2006 disebutkan bahwa secara khusus tujuan SMK

2 adalah sebagai berikut: (1) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada dan dunia usaha lainnya sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilihnya; (2) menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya; (3) membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi; (4) membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Dalam penyelenggaraannya SMK berbeda dengan SMA. SMK merupakan pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional (Atmodiwiryo, 2011:17). Terdapat tiga karakteristik utama SMK yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraannya, yaitu: (1) penekanan pada ranah psikomotorik; (2) sesuai dengan perkembangan teknologi; dan (3) orientasi pada bidang kerja (Sonhaji dalam Djatmiko, 2012:5). Kriteria keberhasilan SMK berbeda dengan SMA. Pada SMK kriteria keberhasilan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda, yaitu (1) aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah di orientasikan ke persyaratan dunia kerja; dan (2) keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro dalam Sukandi, 2011: 62). Oleh karena itu SMK harus mampu memberi pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif, dan psikomotorik untuk

3 menguasai kompetensi produktif secara tajam dan mendalam, dan menguasai kompetensi-kompetensi lainnya agar mereka mampu memasuki lapangan kerja secara profesional. Pengalaman belajar siswa di SMK diperoleh melalui proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini ditegaskan oleh Djojonegoro dalam Ambarita dan Pangaribuan (2013:120) bahwa mutu pendidikan dapat ditinjau dari segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dari segi proses jika proses pembelajaran berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dari segi produk jika mempunyai salah satu ciri ciri sebagai berikut : (1) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan; (2) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik; (3) hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja. Mutu pendidikan SMK pada hakikatnya adalah bagaimana pembelajaran yang dilakukan guru di kelas berlangsung secara bermutu dan bermakna. Meningkatkan mutu pembelajaran, perlu dilakukan melalui perbaikan dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas yang bermutu adalah pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta didik. Kebutuhan yang dimaksud dalam hal ini adalah dapat belajar sesuatu yang baru dan berguna bagi masa depannya. Melalui proses pembelajaran yang bermutu diletakkan fondasi pemahaman tentang berbagai pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan, yang menjadi dasar pengembangan komponen komponen pembelajaran lainnya. Proses Pembelajaran yang bermutu sesuai dengan

4 penerapan manajemen mutu terpadu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor manusia (guru, siswa, kepala Sekolah dan staf administrasi), faktor prosedur atau sistem dan faktor materi (program), faktor peralatan dan lingkungan. Guru merupakan faktor manusia yang mempengaruhi proses pembelajaran yang bermutu. Guru adalah faktor pertama dan utama yang menentukan mutu pendidikan, di tangan gurulah indikator mutu pendidikan lebih banyak ditentukan, yakni pembelajaran yang baik sekaligus bernilai sebagai pemberdayaan kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) peserta didik. Prasyarat utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang menjamin optimalisasi hasil pembelajaran ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan kompetensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya. Guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta tugas tambahan yang releven dengan fungsi sekolah/ madrasah (Permenpanrb No. 16 Tahun 2009). Guru adalah pendidik profesional berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional dibidang pembelajaran/ bimbingan dan tugas tertentu. Guru profesional melaksanakan tugas berdasarkan keahlian yang dimilikinya sehingga dapat melakukan proses pendidikan yang bermutu. Guru yang profesional adalah yang guru memiliki kompetensi. Kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni kompetensi pedagogik, kempetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan

5 kompetensi profesional (Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru). Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada bulan November 2015 untuk mengukur kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional menunjukkan bahwa rata-rata nilai nilai UKG secara nasional 53,02. Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan ke 20 dari 34 provinsi yang mengikuti UKG guru dengan rata-rata nilai UKG 48,98, selanjutnya Nilai UKG di Kota Pematangsiantar ratarata dibawah 55, dan SMK Negeri 2 Pematangsiantar rata-rata nilai UKG 53,52. Dari hasil UKG tersebut menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru secara nasional dan secara khusus di SMK Negeri 2 Pematangsiantar masih di bawah standar. Kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru harus senantiasa ditingkatkan secara berkelanjutan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran secara berkesinambungan dan terus menerus. Peningkatan kompetensi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan tindakan reflektif yang dilakukan oleh guru. Tindakan reflektif merupakan tindakan yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan proses pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam melakukan tindakan reflektif adalah dengan melakukan penelitian dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Dengan penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas diharapkan dapat memecahkan persoalan-persoalan pembelajaran dan meningkatkan mutu proses pembelajaran.

6 Kemampuan guru meneliti akan meningkatkan kemampuan atau kompetensinya dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kunandar (2012:25) yang menyatakan bahwa kemampuan guru untuk meneliti akan meningkatkan kinerja dalam profesinya sebagai pendidik. Selanjutnya Suprihatiningrum (2013:203) menyatakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan mutu guru adalah melakukan penelitian tindakan kelas dengan membuat karya tulis ilmiah (KTI). Penelitian dilakukan untuk mengetahui lebih dalam tentang perilaku siswa, gaya belajar, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Seorang guru dituntut menjadi pendidik yang lebih baik dengan melakukan penelitian di dalam kelas. Penelitian dapat dilakukan oleh guru dalam kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas yang sedang berlangsung. Penelitian yang dilakukan oleh Guru di dalam kelas dikenal dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kunandar (2012:27) berpendapat bahwa dengan PTK kekurangan atau kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar dapat teridentifikasi dan terdeteksi, untuk selanjutnya dicari solusi yang tepat. Penelitian Tindakan Kelas diyakini dapat mendorong dan memastikan terjadinya pemecahan masalah dan menghasilkan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran di kelas. Yaumi dan Damopolii (2014:1) menyatakan penelitian tindakan dimaksudkan untuk menguji praktik pendidikan secara sistematis dan hati-hati dengan menggunakan teknik tertentu berdasarkan asumsi bahwa penyelenggaraan pendidikan akan menjadi semakin baik jika dilakukan kajian mendalam untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih efektif bila

7 didorong untuk memeriksa dan menilai pekerjaan yang dihasilkan dan kemudian saling membantu dan bekerjasama dalam pengembangan profesi. Kusumah dan Dwitagama (2012: 1-6) menyatakan bahwa dewasa ini banyak guru yang belum melakukan PTK di dalam proses pembelajarannya. Padahal banyak masalah yang timbul pada saat proses pembelajaran berlangsung yang dapat dijadikan tulisan dalam bentuk PTK. Beberapa faktor yang menyebabkan guru belum melakukan PTK adalah sebagai berikut: (1) guru kurang memahami profesi guru; (2) guru malas membaca; (3) guru malas menulis; (4) guru kurang sensitif terhadap waktu; (5) guru terjebak ke dalam rutinitas kerja; (6) guru kurang kreatif dan inovatif; (7) guru malas meneliti; (8) guru kurang memahami PTK. Studi pendahuluan tentang PTK di SMK Negeri 2 Pematangsiantar ditemukan bahwa hanya 5 orang guru telah melakukan PTK dari total 103 orang guru. Artinya hanya 4,85% dari total jumlah guru yang sudah dan pernah melakukan PTK. Faktor-faktor yang menyebabkan guru belum melakukan PTK di atas juga dialami oleh guru-guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. Hasil wawancara sementara yang dilakukan terhadap guru-guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar akan rendahnya PTK yang dibuat oleh guru disebabkan oleh berbagai kendala yang dihadapi diantaranya adalah rendahnya motivasi, rendahnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, besarnya biaya yang dibutuhkan, tidak tersedianya panduan penulisan PTK, kurangnya kepercayaan diri dalam menulis PTK, menjadi faktor penghambat untuk membuat dan melaksanakan PTK.

8 Untuk mengatasi masalah kemampuan guru dalam membuat dan melaksanakan PTK, perlu pembinaan dalam bentuk supervisi. Supervisi pendidikan dilakukan oleh supervisor seperti pengawas sekolah dan kepala sekolah. Keberadaan pengawas sekolah memegang peranan penting dalam membina dan mengembangkan kemampuan profesional tenaga pendidik/ guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya agar sekolah yang dibinanya dapat meningkatkan mutu pendidikan. Kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh seorang pengawas sekolah terdiri atas pemantauan, penilaian, pelatihan/pembimbingan kemampuan profesional guru dan kepala sekolah (Sudjana, 2012:6). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemampuan guru dalam membuat dan melaksanakan PTK adalah dengan cara mengadakan pelatihan. Pelatihan pada dasarnya bermakna sebagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja (Pribadi, 2014:2). Beberapa pelatihan pernah diadakan dan diikuti oleh guru untuk peningkatan kemampuannya dalam membuat dan melaksanakan PTK seperti Pelatihan PLPG, Workshop, Lecture/ Ceramah, dll, Namun pelatihan tersebut belum memberikan pengaruh yang berarti dalam peningkatan kemampuan guru membuat PTK. Fauzi (2011: 9) menyebutkan beberapa penyebabnya pelatihan yang tidak memberikan pengaruh adalah karena metode yang digunakan lebih banyak ceramah, peserta cenderung didudukkan sebagai obyek pelatihan, peserta pasif (mendengarkan, mencatat, dan bertanya untuk klarifikasi), waktu pelatihan yang terlalu singkat, dan pelatihan yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan.

9 Pelatihan bagi guru sebagai proses pembelajaran harus dibangun atas perspektif pembelajaran orang dewasa (andragogi). Guru merupakan orang dewasa sebagai peserta pembelajaran dalam pelatihan. Beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa (Knowles dalam Kaswan, 2013:39) yaitu: (1) orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengetahui mengapa mereka seharusnya mempelajari sesuatu; (2) pembelajar orang dewasa mengarahkan dirinya sendiri; (3) pembelajar orang dewasa memiliki banyak pengalaman yang digunakan sebagai dasar pembelajaran yang baru; (4) orang dewasa memasuki pengalaman belajar dengan orientasi belajar berbasis masalah, tugas atau kehidupan; (5) pembelajaran orang dewasa benar-benar praktis. Orang dewasa datang untuk belajar agar dapat melaksanakan tugas, memecahkan masalah, atau mencapai kepuasan hidup yang lebih tinggi; dan (6) orang dewasa termotivasi untuk belajar oleh faktor internal dan faktor eksternal. Penelitian yang dilakukan oleh Obidiegwu dan Ajibare pada tahun 2007 yang membahas teori belajar tuntas Bloom dan implikasinya pada pendidikan orang dewasa. Penelitian ini mencatat bahwa pelajar dewasa memiliki karakteristik khas yang harus diperhatikan ketika memfasilitasi mereka untuk belajar agar memungkinkan peserta didik dewasa mencapai penguasaan materi pelajaran. hal Ini membahas prosedur teori belajar penguasaan Bloom yang didasarkan pada premis bahwa peserta didik dapat belajar ketika diberikan kondisi yang sesuai dengan situasi mereka. Hubungan antara prestasi, waktu, konsep diri dan motivasi seperti yang dibahas oleh Bloom berhubungan dengan karakteristik peserta didik dewasa. Teori belajar Bloom mendorong pembelajaran dan

10 pelatihan, pendidikan seumur hidup, pendidikan untuk semua dan oleh karena itu dianjurkan untuk pendidikan orang dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Dongoran pada tahun 2015 terhadap guru matematika SMK di Kabupaten Aceh Selatan,yang menyimpulkan bahwa kemampuan guru matematika SMK menganalisis butir soal dapat ditingkatkan melalui penerapan supervisi akademik teknik pelatihan. Peningkatan tersebut dibuktikan dengan pencapaian nilai indikator keberhasilan peserta pelatihan pada siklus II. Sebelum pelatihan dimulai rata rata kemampuan peserta pelatihan dalam menganlisis butir soal sangat rendah, yaitu 8,52. Nilai rata rata tersebut meningkat menjadi 76,15 dengan kategori kurang setelah pelatihan siklus I, kemudian meningkat menjadi 94, 13 dengan kategori sangat baik setelah selesai pelatihan pada siklus II. Peningkatan tersebut dibuktikan juga dengan taraf signifikansi/ keberartian antara perolehan nilai sebelum pelatihan, nilai peserta setelah pelatihan siklus I, dan nilai peserta setelah pelatihan siklus II. Sejalan dengan penelitian tersebut, Utomo (2011) mengemukakan bahwa jika pelatihan dilakukan dengan pendekatan yang tepat, dan guru diberi kesempatan yang cukup untuk lebih aktif menerapkan apa yang diperolehnya dari pelatihan, maka hasilnya sangat positif. Oleh karena itu pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan penelitian di kelas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas.

11 Kegiatan pelatihan berupaya membelajarkan peserta pelatihan dengan maksud untuk mencapai tujuan pelatihan yang diharapkan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan proses pembelajaran yang terarah. Proses yang terarah dapat dicapai dengan strategi yang tepat dan jelas. Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sulit tercapai secara optimal (Wena,2014:2). Strategi pembelajaran dalam pelatihan sangat berguna, baik bagi instruktur maupun peserta pelatihan. Bagi Instruktur, strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran pelatihan. Bagi peserta pelatihan penggunaan strategi pembelajaran dapat mempermudah proses belajar (mempermudah dan mempercepat memahami isi pembelajaran), karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah proses belajar. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pelatihan adalah strategi mastery learning (belajar tuntas). Obidiegwu dan Ajibare (2007) menyatakan bahwa keberhasilan pengalaman belajar dapat diberikan untuk pelajar dewasa dengan mengadopsi ide-ide dalam teori belajar tuntas Bloom. Situmorang (2012: 36-37) menyatakan bahwa model pembelajaran yang dapat dikembangkan pada pelatihan keterampilan dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan dengan perilaku (behavioral) diantaranya adalah belajar tuntas (mastery learning). Model pembelajaran mastery learning ini dikembangkan oleh John B. Carrol dan Benjamin Bloom pada tahun 1971. Mastery learning menyajikan suatu cara yang menarik dan ringkas untuk meningkatkan unjuk kerja ke tingkat pencapaian suatu pokok bahasan yang lebih memuaskan (Joice and Weil dalam Wena,2014:184). Model pembelajaran ini terdiri dari lima tahap, yaitu: (1) orientation (orientasi);

12 (2) presentation (penyajian); (3) structured practice (latihan terstruktur); (4) guided practice (latihan terbimbing); dan (5) independent practice (latihan mandiri). Strategi mastery learning ini dapat memberi keuntungan sebagai berikut: (1) peserta pelatihan dengan mudah dapat menguasai isi pembelajaran; (2) meningkatkan motivasi peserta pelatihan; (3) meningkatkan kemampuan peserta pelatihan memecahkan masalah secara mandiri; (4) meningkatkan kepercayaan diri peserta pelatihan. Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2012: 32-53) pada tahun 2011 yang berjudul Pengkajian Program Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dalam menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di Sumatera Utara. Dalam penelitian ini diterapkan pelatihan model belajar tuntas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peserta pelatihan (86%) mencapai tingkat ketuntasan belajar 80 ke atas (interval 0-100) dan hanya 14% yang mencapai tingkat ketuntasan 60 s.d. 79. Secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa capaian ketuntasan belajar cukup tinggi. Artinya, efektifitas program dilihat dari keberhasilan peserta pelatihan menyelesaikan program PKH, dapat dikatakan tinggi. Berdasarkan penjelasan yang didukung oleh beberapa penelitian yang relevan di atas, diyakini bahwa pelaksanaan pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning sesuai dengan langkah langkah yang telah ditetapkan maka kompetensi guru dalam membuat proposal penelitian tindakan kelas dapat meningkat. Untuk itu perlu diadakan Penelitian dengan cara memberikan suatu

13 tindakan kuratif (perbaikan) atas masalah yang dihadapi oleh guru guru di SMK Negeri 2 Pematangsiantar melalui kegiatan pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning untuk meningkakan kompetensi guru dalam membuat proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMK Negeri 2 Pematangsiantar. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan faktor faktor yang berkaitan dengan rendahnya kompetensi guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas di SMK Negeri 2 Pematangsiantar antara lain: (1) motivasi guru untuk membuat PTK rendah; (2) pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh guru untuk melaksanakan PTK rendah; (3) panduan penulisan PTK yang dapat dipergunakan sebagai acuan tidak tersedia; (4) kurang percaya diri guru dalam menulis PTK; (5) Pelatihan PTK yang diselenggarakan selama ini tidak mampu meningkatkan kemampuan guru membuat PTK; (6) Apakah metode pelatihan yang digunakan sudah tepat?; (7) Bagaimana cara meningkatkan kompetensi guru dalam membuat PTK melalui pelatihan?; (8) Apakah melalui pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning kompetensi guru dalam membuat PTK dapat meningkat? C. Pembatasan Masalah Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya kompetensi guru dalam membuat proposal PTK. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dari guru sendiri diantaranya adalah rendahnya motivasi, pengetahuan, dan keterampilan yang

14 dimiliki oleh guru. Sementara faktor eksternal adalah faktor dari luar guru itu sendiri seperti peran pengawas/ supervisor sekolah dalam memberikan pembinaan dan pelatihan guru dalam meningkatkan kompetensi guru membuat PTK. Untuk mengarahkan serta memfokuskan kajian penelitian maka penelitian ini dibatasi pada masalah rendahnya pengetahuan guru dalam membuat proposal PTK. Pengetahuan guru dalam penelitian ini adalah pada tingkat penerapan pengetahuan (C3) dalam membuat proposal PTK. Sedangkan pelatihan dalam penelitian ini dibatasi pada strategi yang digunakan yakni strategi mastery learning. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah pelaksanaan pelatihan dengan strategi mastery learning dapat meningkatkan kompetensi guru membuat proposal PTK di SMK Negeri 2 Pematangsiantar? E. Tujuan Penelitian Tindakan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan kompetensi guru di SMK Negeri 2 pematangsiantar dalam membuat proposal PTK melalui pelatihan dengan menerapkan strategi mastery learning. F. Manfaat Penelitian Tindakan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

15 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk pengembangan teori yang berhubungan dengan upaya peningkatan kompetensi guru dalam membuat proposal PTK. 2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi guru, kompetensi profesional guru dapat meningkat melalui pelaksanaan penelitian tindakan kelas b. Bagi pengawas, ditemukan strategi pembinaan yang tepat dalam melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam membuat proposal penelitian tindakan kelas. c. Bagi sekolah, dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran melalui peningkatan kemampuan guru dalam penelitian tindakan kelas.