BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim

BAB I PENDAHULUAN. dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kajian Validasi Sistem Informasi Kalender Tanam Dinamis Terpadu Padi Sawah di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

1. BAB I PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia

Bab 5 Pengembangan Aspek Prediksi Iklim pada Atlas Kalender Tanam

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Bagian V Pengelolaan Informasi Bencana dan Teknologi Ringkasan

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

PENDAHULUAN Latar Belakang

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

SOSIALISASI REKOMENDASI TEKNOLOGI PTT BERDASARKAN KALENDER TANAM TERPADU MT II TAHUN 2014 BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Press Release. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tentang. Prediksi Iklim, Kalender Tanam Terpadu dan Monitoring Standing Crop MK 2015

Dicetak : 19-Sep-2013

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi

Dihasilkan : 23-Feb-2013

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : LONG HUBUNG KAB/KOTA : MAHAKAM HULU, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR

DINAMIKA PRODUKSI PADI SAWAH DAN PADI GOGO : IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI. Bambang Irawan

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dihasilkan : 23-Feb

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

ANGKA RAMALAN III (ARAM III) 2010 VS ANGKA TETAP (ATAP) 2009 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) KALENDER TANAM TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi 2012

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Dihasilkan : 23-Feb-2013

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas (Pujiasmanto, 2013). Pertanian merupakan sektor andalan pembangunan nasional, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pangan nasional, peningkatan produksi pertanian harus terus diupayakan (Wirosudarmo dan Apriadi., 2012). Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kondisi paling ideal sebagai daerah agraris yang memiliki potensi pangan yang besar, ditinjau dari segi geomorfologi, iklim, serta kulturalnya (Yuliyanto dan Sudibyakto., 2012). Pulau Jawa merupakan daerah yang memiliki potensi pangan yang sangat besar dan mempunyai tingkat kerentanan yang sangat tinggi, kegagalan pertanian lebih sering dimulai dari permulaan awal tanam yang tidak memperhitungkan fenomena iklim (Boer dan Las., 2009). Frekuensi banjir meningkat menjadi 2-3 tahun sekali khususnya pada tahun la-nina dan kekeringan terjadi pada tahun el-nino (Las dkk., 2008). Hal ini semakin diperparah oleh peningkatan siklus ENSO dari 3-7 tahun sekali menjadi 2-5 tahun sekali (Ratag, 2001). Lebih lanjut Ratag mengemukakan bahwa meningkatnya frekuensi ENSO merupakan dampak dari perubahan iklim akibat pemanasan global. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 28,18 % yang merupakan urutan tertinggi dibanding sektor lainnya. Sektor perdagangan sebesar 25,87 %, sektor jasa 19,93 %, industri pengolahan sebesar 13,36% dan sektor-sektor lainnya sebesar 12,66 % (BPS, 2014). Tanaman pangan yang ada di DIY meliputi komoditas padi, palawija serta hortikultura. Luas penggunaan lahan sawah tadah hujan di Kabupaten/kota yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta terbesar adalah di Kabupaten Gunungkidul yaitu 5.510 ha, kemudian Kabupaten 1

Bantul 2.226 ha, Kabupaten Kulonprogo sebesar 1.030 ha dan Kabupaten Sleman sebesar 583 ha (BPS, 2013). Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang memiliki lahan pertanian sebagian besar adalah lahan kering tadah hujan (± 90 %) yang sistem pengairannya tergantung pada curah hujan (Pemkab Gunungkidul, 2015). Petani yang berada di desa Rejosari Kecamatan Semin mengalami gagal panen karena kurangnya pasokan air yang disebabkan tidak ada hujan. Hal ini menjadikan hasil panen mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya dengan kerugian jutaan rupiah (Kilatnews.com, 2014). Penentuan awal tanam dan jenis tanaman yang tepat merupakan langkah awal keberhasilan panen di samping faktor lainnya. Bila sejak awal tanam sudah menunjukkan gejala buruk maka tahap berikutnya akan lebih buruk bahkan mengalami kegagalan panen. Kegiatan pertanian memerlukan perencanaan awal tanam yang tepat baik waktu awal tanam maupun jenis tanaman yang akan dibudidayakan dengan memperhatikan kebutuhan air untuk tanaman. Hal ini merupakan tindakan yang tepat dalam mengantisipasi resiko kegagalan panen baik dari serangan hama dan kondisi cuaca ekstrim atau perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kekeringan dan banjir (Slamet dkk., 2001). Informasi tentang awal tanam dapat diperoleh dari informasi Katam (Katam). Katam merupakan peta yang menggambarkan potensi pola dan waktu tanam untuk tanaman pangan (padi dan palawija) yang disusun berdasarkan potensi dan dinamika sumberdaya iklim dan ketersediaan air, disusun untuk memberikan informasi pola tanam dan potensi luas areal tanam tanaman pangan pada lahan sawah berdasarkan variabilitas dan perubahan iklim hingga tingkat Kecamatan. Penyusunan Katam dimulai tahun 2007 yaitu berupa Atlas dan Peta Katam Padi Sawah di Pulau Jawa (Volume I, 2007), Pulau Sumatera (Volume II, 2008), Pulau Kalimantan (Volume III, 2009), Pulau Sulawesi (Volume IV, 2009), dan Pulau Bali, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua (Volume V, 2010). Katam tahun 2007 2010 merupakan Katam semi dinamik yang menghasilkan peta dengan tiga skenario iklim la nina (basah), el nino (kering), dan normal yang diasumsikan terjadi sepanjang tahun. Hal ini bertolak belakang dengan 2

kenyataannya karena iklim dalam setahun bisa mengalami pergeseran baik maju atau mundur. Katam 2007-2010 sudah tidak sesuai lagi bila diterapkan pada kondisi saat ini. Untuk menyesuaikan kondisi yang ada maka diterbitkan Katam terpadu pada akhir tahun 2011. Katam tahun 2011 mengalami perubahan menjadi Sistem Informasi Katam Terpadu yang bersifat dinamik karena disusun berdasarkan hasil interpretasi prakiraan curah hujan dan prakiraan awal musim dari BMKG. Katam disusun berdasarkan prakiraan iklim per musim sehingga mudah diperbaharui, sangat operasional karena disusun hingga skala Kecamatan, bersifat spesifik lokasi karena mempertimbangkan potensi sumberdaya iklim, air & tanah, wilayah rawan bencana (banjir, kekeringan, organisme pengganggu tanaman/opt), bersifat mudah dipahami karena disusun secara spasial dan tabular dengan uraian yang jelas. Keberlanjutan pertanian dengan lahan tadah hujan sangat tergantung pada informasi iklim khususnya curah hujan. Hasil pertanian yang diperoleh petani akan mengalami gangguan bila terjadi perubahan iklim karena mengalami pergeseran dalam pola tanam dan jadwal tanam sehingga petani mengalami gagal panen dan kerugian baik tenaga, waktu maupun pendapatan. Kondisi seperti ini bila dibiarkan akan mengganggu kehidupan secara berkelanjutan. Perubahan iklim secara signifikan mengubah ketersediaan air dan suhu udara yang akan mempengaruhi produksi padi. Lahan yang cocok untuk tanaman padi akan mengalami perubahan dan pergeseran (Ye et al., 2015). Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian pada sawah tadah hujan khususnya di Kabupaten Gunungkidul diperlukan arah dan strategi adaptasi dengan dukungan teknologi inovatif dan adaptif dalam menghadapi perubahan iklim (Balitbang Pertanian, 2011). Salah satu strategi adaptasi pada sektor pertanian yang direkomendasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mulai tahun 2012 adalah dengan menyusun Katam menyesuaikan dengan perkembangan dan pola hujan yang terjadi dimasing masing wilayah pertanian khususnya di Kabupaten Gunungkidul. 3

Curah hujan adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan salju di daerah iklim sedang (Asdak, 2007). Curah hujan yang digunakan yaitu jumlah curah hujan yang diukur dalam dasarian dan bulanan dengan satuan millimeter (mm). Penelitian ini mengkaji curah hujan per stasiun hujan. Tipe iklim menurut Oldeman untuk wilayah Gunungkidul pada umumnya memiliki tipe iklim C2, C3, D3,D4 dan E4 (Harmoni, 2014). Tipe iklim C2 dan C3 yaitu wilayah ini dapat ditanami padi sekali dan palawija dua kali dalam setahun, dengan mempertimbangkan penanaman palawija yang kedua tidak jatuh pada bulan kering. Tipe iklim D3 dan D4 adalah tipe iklim yang wilayahnya hanya dapat ditanami padi atau palawija satu kali dalam setahun tergantung pada adanya persediaan air. Tipe iklim E4 yaitu daerah yang pada umumnya terlalu kering, kemungkinan hanya dapat satu kali palawija yang tergantung adanya hujan. Menyikapi kejadian iklim yang tidak menentu dalam rangka mengoptimalkan produktivitas pertanian maka diterbitkan Katam terpadu yang dikeluarkan oleh Balitbang Pertanian. Katam yang dibuat pada tahun 2012 masih tergolong baru, sehingga perlu sosialisasi dan kesadaran petani untuk mengikuti petunjuk dalam bercocok tanam. Katam yang dikeluarkan oleh Litbang Pertanian ternyata belum memberikan informasi distribusi spasial, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut yang mencakup distribusi spasial yang lebih detil di level Kecamatan. Oleh karena itu kajian mengenai Evaluasi Katam Berdasarkan Curah Hujan dan Implikasinya Bagi Petani Di Kabupaten Gunungkidul menjadi menarik dilakukan untuk mengetahui apakah Katam yang telah dibuat sudah berdasarkan curah hujan dan apakah petani di Kabupaten Gunungkidul telah menerapkan katam tersebut sehingga hasil produksi pertanian dapat tercapai secara maksimal. Kegagalan pertanian di Kabupaten Gunungkidul sebagian besar disebabkan karena adanya perubahan dan variasi musim/iklim serta pemanfaatan Katam yang belum maksimal. 4

1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dimana sebagian besar penduduknya 33,55 % bermata pencaharian sebagai petani meskipun daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki sawah tadah hujan paling luas (BPS, 2013). Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber air utamanya berasal dari curah hujan (Prihasto, 2013). Hal ini mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang sangat rentan terhadap variasi dan perubahan iklim. Adanya peningkatan frekuensi cuaca/iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan. Ratusan petani di Desa Rejosari, Kecamatan Semin mengalami gagal panen. Menurut Giyatno (57) Ketua Kelompok Tani Agung Rejeki Padukuhan Bedil Wetan, Rejosari mengatakan sekitar 50 hektar lahan padi mengering karena hujan menghilang. Rata-rata petani hanya panen gabah sekitar 30% dibanding panen raya musim hujan tahun sebelumnya, bila dalam kondisi iklim normal petani dapat panen mencapai 9,2 ton/hektar (sorotgunungkidul.com). Penetapan awal musim tanam merupakan salah satu langkah awal yang sangat penting dalam pengelolaan pertanian di Indonesia (Naylor et al., 2007) terutama tanaman pangan yang sangat berkaitan dengan anomali iklim. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memahami karakteristik iklim/curah hujan wilayah dengan baik yang dapat digunakan untuk menentukan waktu tanam pada tanaman padi. Katam yang ada sebarannya masih secara administrasi dan dikeluarkan pada tingkat provinsi, sehingga perlu dievaluasi dengan curah hujan wilayah. Pertanyaan penelitian yang menjadi perumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana skenario Katam berdasarkan curah hujan di Kabupaten Gunungkidul? 5

2) Apakah petani di Kabupaten Gunungkidul telah mengetahui informasi Katam dan menerapkannya dan bila tidak menggunakan Katam, pedoman apa yang digunakan untuk mengolah lahan pertaniannya? 3) Apakah petani di Kabupaten Gunungkidul yang menerapkan Katam produksi padi dan palawijanya meningkat? 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk: 1. Menyusun Katam berdasarkan curah hujan di wilayah Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2012-2014. 2. Mengevaluasi Katam yang dikeluarkan oleh Balitbang Pertanian dengan sebaran Katam secara spasial di wilayah Kabupaten Gunungkidul. 3. Menganalisis produktivitas padi dan palawija di daerah/kecamatan yang sudah/belum sebagai implikasi dari pengunaan Katam. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian terkait dengan Katam sudah banyak dilakukan seperti pada Tabel 1.1. Perbedaan kajian dari penelitian sebelumnya yaitu terletak pada tujuan penelitian yaitu menyusun Katam berdasar curah hujan, mengevaluasi Katam yang dikeluarkan oleh Balitbang Pertanian dengan sebaran secara spasial di wilayah Kabupaten Gunungkidul, menganalisis produktivitas padi di daerah/kecamatan yang sudah menggunakan dan yang belum menggunakan Katam sebagai implikasi dari pengguanaan Katam dengan metode diskriptif kualitatif dan kuantitatif. 6

Tabel.1.1. Perbandingan penelitian yang dilakukan sekarang dengan beberapa penelitian sebelumnya No Nama Judul Tujuan Metode Hasil 1 Sari dkk., (2010) Estimasi Produktivitas Padi Sawah Berbasis Katam Heterogen Mengguna kan Teknologi Pengindraan Jauh Mendapatkan metode baru untuk mengestimasi produktivitas hasil tanaman padi sawah berbasis Katam heterogen. Sintesis antara model estimasi produktivitas hasil tanaman dengan model deteksi fenologi padi sawah dengan mengguna kan data MODIS. Validasi dengan menggunakan data statistik dari Dinas Pertanian Kabupaten memberikan rata-rata kuadrat simpangan (RMSD) sebesar ± 0,974 ton/ha untuk perbandingan pada tingkat Kecamatan dan ± 0,548 ton/ha untuk perbandingan pada tingkat Kabupaten. Data MODIS cukup memadai untuk mengkaji variabilitas spasial produktivitas padi sawah pada area yang luas mencakup skema irigasi atau DAS. 2 Huda dkk., (2012). Peramalan Data Curah hujan dengan Seasonal Autoregessive Integrated Moving Average (SARIMA) Dengan Deteksi Out lier Sebagai Upaya Optimalisasi Produksi Pertanian di Kabupaten Mojokerto. Dengan menggunakan metode SARIMA diharapkan dapat meningkatkan akurasi hasil ramalan yang selanjutnya dapat meningkatkan keakuratan Katam. Menggunakan metode Seasonal Autoregessive Integrated Moving Average (SARIMA) Model peramalan memberikan nilai akurasi yang tinggi karena nilai Mean Square Error (MSE) yang dihasilkan lebih kecil. Masa tanam pertama kali pada tahun 2012 dilakukan pada bulan Januari hingga April. 7

3 Pramudia dkk., (2013) 4 Farmanta dan Nurmegawa nti., (2013) Fenomena dan Peruba han Iklim Indonesia serta Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Katam Implementasi Katam Padi Sawah sebagai Antisipasi Perubahan Iklim Mengetahui : Iklim Indonesia, Variabilitas dan Perubahan Iklim, Prakiraan musim, Indikasi Potensi Kekeringan, Sistem Katam Terpadu, Diseminasi dan monitoring Katam Terpadu, Info Katam BPP,Teknologi Adaptasi Perubahan Iklim Untuk melihat implementasi Katam di Kabupaten Bengkulu melalui penanaman varietas Inpari 20. Pendekatan analisis yaitu memperhatikan informasi-informasi sebelumnya dan informasi instansi terkait Pengamatan dan penanaman langsung dengan aturan penanaman yang telah ditentukan serta mencatat data yang ada kemudian dihubungkan dengan Katam melalui waktu ta nam yang dilakukan. Didapatkan Prediksi Awal musim Pada Musim Hujan 2013/2014, Prediksi Pergeseran Awal musim pada Musim Hujan 2013/2014, prediksi sifat Hujan pada MH 2013/2014, indikasi ancaman kekeringan, informasi Katam terpadu MT I (MH) 2013/2014, Teknologi adaptasi perubahan iklim. Rata-rata jumlah malai varietas Inpari 20 yaitu 17,78 helai. Jumlah malai sangat mempengaruhi hasil gabah yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah malai yang dihasilkan sebanyak pula gabah yang dihasilkan. Rata-rata Jumlah gabah 77,95 butir, yang terdiri dari 66,61 butir (85,80%) gabah bernas dan 10,98 butir (14,20%) gabah hampa. Rata-rata hasil display varietas Inpari 20 yaitu 2,5 ton/ha. Rendahnya 8

5 Haryati (2015) Evaluasi Katam Menyusun Katam Berdasarkan curah berdasarkan curah hujan dan Implikasinya hujan di Kabupaten bagi Petani di Gunungkidul pada Kabupaten Gunungkidul tahun 2012-2014 dan Provinsi DIY Mengevaluasi Katam yang dikeluarkan oleh Balitbang Pertanian dengan sebaran Katam secara spasial di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Menganalisis produktivitas padi dan palawija di daerah/kecamatan yang sudah menggunakan dan yang belum menggunakan Katam produktivitas dikarenakan pertanaman diserang tikus hampir 30%, walang sangit sekitar 40 % dan serangan burung pada fase generatif. Deskriptif kualitatif Katam Litbang Pertanian dan kuantitatif dikenal 72% dari total sampel di 18 kecamatan di Gunungkidul. Katam Litbang Pertanian dengan hasil penelitian terdapat perbedaan maju dan mundur sekitar 1-4 dasarian dalam menentukan awal tanam. Implikasi penggunaan Katam telah meningkatkan produktivitas padi rata-rata 0,41 ton/ha, jagung meningkat sebesar 0,27 ton/ha dan kedelai meningkat sebesar 0,08 ton/ha dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. 9

1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini terdapat manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi PEMDA dan instansi terkait dalam menentukan kebijakan dan perencanaan pertanian di Kabupaten Gunungkidul. 2. Dihasilkan strategi adaptasi dalam menghadapi variasi iklim khususnya untuk tanaman pangan di Kabupaten Gunungkidul. 3. Bahan masukan dan data informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya. 10