KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 517/Kpts/TP.270/9/2002 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 517/Kpts/TP.270/9/2002 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

No.1274, 2014 KEMENTAN. Pestisida. Pengawasan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/SR.140/5/2007 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/Permentan/SR.140/9/2014 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 253/Kpts/OT.140/4/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 480/Kpts/TP.270/8/2002 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 239/Kpts/ot.210/4/2003 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PUPUK AN- ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 237/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENGADAAN, PEREDARAN DAN PENGGUNAAN PUPUK AN-ORGANIK

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 09/Kpts/TP.260/1/2003 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 241/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 290/Kpts/TP.270/5/20003 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP BAHAN TEKNIS PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

j ajo66.wordpress.com 1

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 02/Pert/HK.060/2/2006 TENTANG PUPUK ORGANIK DAN PEMBENAH TANAH

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 401/Kpts/SR.140/6/2004 TENTANG PENDAFTARAN PESTISIDA UNTUK EKSPOR MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 194/Kpts/KP.150/4/2002 TENTANG KOMISI PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 606 /KPTS/013/2013 TENTANG KOMISI PENGAWASAN PUPUK DAN PESTISIDA PROVINSI JAWA TIMUR

=DITUNDA= PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 04/Pert/SR.130/2/2006 TENTANG

PROVINSI BALI KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 9/HK/2016 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI PENGAWAS PUPUK DAN PESTISIDA KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2016

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PESTISIDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 205/Kpts/OT.210/3/2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. atau dapat mendatangkan kemiskinan dan kesengsaraan. unsur atau subsistem dalam agroekosistem. 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 08/Permentan/SR.140/2/2007 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYEMPURNAAN PERMENDAG NO. 20/M- DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN BARANG BEREDAR DAN JASA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 393/Kpts/OT.130/6/2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGUJIAN MUTU PRODUK TANAMAN MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN MENTERI PERTANIAN,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Menteri Pertanian No. 949 Tahun 1998 Tentang : Pestisida Terbatas

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 41/Kpts/Tp.270/1/2003 TENTANG

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 21/M-DAG/PER/6/2008 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TANGGAL 19 FEBRUARI 2001 TENTANG PUPUK BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 223/Kpts/SR.140/4/2004 TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IZIN TETAP BAHAN TEKNIS PESTISIDA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

j ajo66.wordpress.com 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2010 Kementerian Kehutanan. Barang Bukti. Pengurusan.

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 808/Kpts/TN.260/12/94 TENTANG SYARAT PENGAWAS DAN TATACARA PENGAWASAN OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003 TENTANG PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/Permentan/SR.140/8/2011 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN PUPUK AN-ORGANIK

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 402/Kpts/OT.210/6/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGUJIAN MUTU ALAT DAN MESIN PERTANIAN

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 517/Kpts/TP.270/9/2002 TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Pestisida dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakt namun dapat pula membahayakan bagi kesehatan manusia, kelestarian sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup, sehingga untuk menghindarkan pengaruh samping mestisidaa dimaksud, peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida perlu diawasi b. bahwa dengan diterbitkannya Undang-undang No.22 Tahun 1999 telah terjadi perubahan organisasi Departemen yang berakibat antara lain dihapuskannya Kantor Wilayah Departemen. c. bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 Bab II Pasal 2 ayat (3) bidang Pertanian huruf b, pengaturan dan pengawasan produksi, peredaran, penggunaan dan pemusnahan pestisida menjadi kewenangan pemerintah pusat; d. bahwa atas dasar hal tersebut di atas,surat Keputusan Menteri Pemerintah No. 536/KPTS/TP/270/7/85 tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi dan kondisi saat ini, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali pengawasan pestisida dalam Keputusan Menteri Pertanin; : 1. Undang-undang No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lemabran Negara Nomor 3274); 2. undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 5. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pelolaan Lingkungan Hidup Krantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 6. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

7. Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 8. Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Ketuhanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpangan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 13. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan tata Kerja Departemen; 14. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentangunit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen; 15. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan kabinet Gotong Royong; 16. Keputusan Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No. 881/Menkes/SKB/VIII/1996 771/Kpts/TP.270/8/96 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada hasil Pertanian; 17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/1/2001 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 354.1/Kpts/OT.210/6/2001 tentang Susuanan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/2001 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Kelengkapan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departeman Pertanian; 19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 434.1/Kpts/TP.270/7/2001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida; 20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pengelolaan Pestisida; 21. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 194/Kpts/KP.194/3/2002 tentang Komisi Pestisida; Memperhatikan : Surat Ketua Komisi Pestisida Nomor HM.050/VI/32/7/2002 anggal 30 Juli 2002; MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PENGAWASAN PESTISIDA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Keputusan Menteri Pertanian ini yang dimaksud dengan : 1. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman bagianbagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; b. membeantas rerumputan; c. mematikan daun dan mencagah pertumbuhan yang tidak diinginkan; d. mengatur atu merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; e. memberantas atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; f. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak; g. memberantas atau mencagah hama-hama air; h. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan dan atau i. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang prelu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. 2. Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya dengan kadar dan bentuk tertentu yang emmpunyai daya kerja sebagai pestisida sesuai dengantujuan yang direncakan. 3. Bahan aktif adalah bahan kimia atau bahan lain yang terkandung dalam pestisida pada umumnya merupakan bahan yang berbahaya racun. 4. bahan teknis adalah bahan baku pembuatan formulasi yang dihasilkan suatu proses pembuatan bahan aktif, yang mengandung bahan aktif dan bahan pengotor ikutan atau dapat juga mengandung bahan tambahan tertentu yang diperlukan. 5. Pestisida untuk penggunaan umum adalah Pestisida yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan dan alat-alat pengamanan khusus diluar yang tertera pada label. 6. Pestisida dalam penggunaan terbatas adalah Pestisida yang dalam penggunannya memerlukan persyaratan dan alat-alat pengaman khusus di luar yang tertera pada label. 7. Pestisida tidak layak pakai adalah pestisida yang rusak akibat perubahan secara kimiawi, fisik maupun biologis serta pestisida ilegal dan pestisida palsu. 8. Pestisida ilegal adalah pestisida yang tidak terdaftara atau yang telah habis masa berlaku ijin/nomor pendaftaran yang diberikan atau pestusida yang tidak berlabel.

9. Pestisida palsu adalah pestisida yang isi atau mutunya tidak sesuai dengan label di luar baas toleransi atau pestisida yang merek, wadah.kemasan dan lebl meniru pestisida lainnya yang telah dipasarkan secara ilegal. 10. Peredaran adalah impor-ekspor dan atau jual beli di dalam negeri termasuk pengangkutan pestisida. 11. Penyimpangan adalah memiliki pestisida dalam persediaan di halaman atau dalam ruangan yang digunakan oleh pemegang pendaftaran, pedagang atau di usaha-usaha pertanian. 12. Wadah adalah tempat yang terkena langsung pestisida untuk menyimpan selama dalam penanganan. 13. Produk Pestisida adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan bahan teknis, formulasi termasuk daur ulang, pemawadahan, pembungkusan dan pelabelan pestisida. 14. Penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat sebagaimsns dimaksud butir 1 dalam pasal ini. 15. Label adalah Tulisan dan dapat disertai dengan gambar atau simbol, yang memberikan keterangan tentang pestisida, dan melekat pada wadah atau pembungkus pestisida. 16. Petugas Pengawasan Pestisida yang selanjutnya disebut Pengawas pestisida adalah Pegawai Negeri Sipil baik di pusat maupun Daerah di lingkungan Instasni Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Kesehatan, Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Tenaaga Kerja dan Transmigrasi, Kelautan dan Perikanan, kehutanan, Lingkungan Hidup dan instansi lain yang terkait yang emmenuhi syarat untuk melakukan pengawasan pestisida. 17. pemusnahan adalah menghilangkan sifat dan fungsi pestisida. Pasal 2 Tujuan pengawasan pestisida utnuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia,kelestarian alam dan lingkungan hidup, menjamin mutu dan efektivitas pestisida serta memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida. Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan pengawasan pestisida ini meliputi objek pengawasan, persyaratan, tatacara penunjukkan dan pemberhentian pengawas pestisida, ugas, wewenang dan pelaksanaan pengawasan, pelaporan, koordinasi, pengawasan, tindak lanjut hasil pengawasan pestisida, serta pembinaan dan pelatihan pestisida. Objek pengawasan pestisida dilakukan terhadap; Pasal 4 a. kualitas dan kuantitas produk pestisida, melaluipengawasan mutu dan jumlah bahan teknis, formulasi, kemasan, pembungkus dan label pestisida baik yang diproduksi di dalam negeri maupun di impor; b. residu pestisida, dilakukan melalui pengawasan terhadap kandungan residu pestisida pada produk pertanian dan media lingkungan;

c. dampak lingkungan, dilakukan dengan menguji validitas dampak lingkungan selama masa registrasi, serta pencemaran yang timbul akibat penggunaan produk pestisida d. kecelakaan dan kesehatan kerja, dilakuakn dengan mengawasi.memonitor kecelakaan kerja akibat proses produksi, peredaran, penyimpnan, pengangkutan dan penggunaan serta pemusnahan pestisida. e. Efikasi dan resistensi pestisida, dilakukan dengan mengawasi efikasi dan resistensi akibat penggunaan pestisida; f. Dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, kondisi tumbuhan, hewan dan satwa liar dilakukan melalui pemantauan terhadap korban; g. Perijinan dan dokumen lainnya dilakukan melalui pemeriksaan perijinan dan dokumen lainnya; h. Publikasi pada media cetak dan atau media elektronik dilakukan melalui pengamatan dan pemantauan iklan, label dan brosur; i. Sarana dan peralatan antara lain dilakukan melalui pemeriksaan terhadap gedung, gudang pengolah limbah, mesin dan peralatan untuk memperoduksi, menyimpan, mengangkut dan menggunakan pestisida. Pasal 5 Pelaksanaan pengawasan pestisida sebagaimana dimaskud dalam pasal 4 dilakukan mulai tahap produksi, peredaran, penyimpanan, penggunaan serta pemusnahan. BAB III PERSYARATAN, TATA CARA PENUNJUKKAN DAN PEMBERHENTIAN PENGAWAS PESTISIDA Pasal 6 (1) Pengawasan pestisida dilakukan oleh pengawas pestisida yang terdiri dari pengawas pestisida pusat, pengawas pestisida propinsi dan pengawas Kabupaten/kota (2) Untuk dapat ditunjuk sebagai Pengawas Pestisida sebagaimana dalam ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Pegawai Negeri Sipil sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun di lingkungan instansi Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Eksehatan, pengawas obat dan makanan (POM), Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, lingkungan Hidup serta instansi lain terkait; b. Memiliki pendidikan formal atau pelatihan atau pengetahuan di bidang pestisida yang sesuai dengan tugas pengawasan pestisida; c. Diutamakan bagi yang telah berpengalaman menangani pekerjaan yang berkaitan dengan pestisida atau memiliki sertifikat pelatihan yang sesuai dengan tugas pengawasan pestisida; d. Kepada anggota tim yang telah ditunjuk tetapi belum memiliki spesifikasi seperti pada butir c tersebut, dapat diusulkan. Diperioritaskan mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan pengawasan pestisida; e. Tidak berafiliasi atau konflik kepentingan dengan usaha di bidang pestisida.

Pasal 7 (1) Penunjukkan Pengawasan Pestisida sebagimana dimaskud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan sebagai berikut: a. Penunjukkan pestisida Pusat ditunjuk oleh Menteri Pertanian berdasarkan usul dari pemimpin instasni sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a; b. Pengawas pesitisida Propinsi ditunjuk oleh Gubernur atas usul dari pemimpin instasni sebagimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a dipropinsi; c. Pengawas pestisida Kebupaten/Kota ditunjuk oleh Bupati/Walikota atas usul dari pemimpin instansi sebagainana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a di kabupaten; (2) Penunjukkan Pengawas Pestisida sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 4(emapt) tahun dan dapat ditunjuk kembali atas usul pemimpin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). Pasal 8 (1) Pengawas pestisida sebagimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) diberhentikan apabila: a. Jangka waktu sebagai pengawas pestisida sudah habis; b. Pindah tugas; c. Pensiun; d. Meninggal dunia; e. Melakukan perbuatan yang melanggar hukum; f. Mengundurkan diri; g. Berafiliasi atau konflik kepentingan sesuai dengan bidang tugasnya. (2) Pemberhentian sebagaimna dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) Pasal 9 (1) Pengawas Pestisida diberi tanda pengenal dalam bentuk kartu pengawas; (2) Kartu Pengawas di tandatangani oelh pejabat yang menunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). (3) Kartu Pengawas Pestisida tidak dapat dialihkan kepada orang lain. (4) Bentuk, ukuran dan warna kartu pengawas sebagimana tercantum pada Lampiran 1 keputusan ini. Pasal 10 (1) Pengawas Pestisida Pusat dalam melaksankan tugas bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian melalui pepimpin instansi masing-masing. (2) Pengawas Pestisida Propinsi dalam melakukan ugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur melalui pemimpin instansi satuna administrasi pangkal masing-masing. (3) Pengawa Pestisida Kabupaten/Kota dalam melaksankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui pemimpin instansi satuan administrasi pangkal masing-masing.

BAB IV TUGAS,WEWENANG, DAN PELAKSANAAN PENGAWAS Pengawas Pestisida mempunyai tugas; Pasal 11 a. melakukan pengawasan perijinan usaha, nomor pendaftaran dan dokumen administrasi lainnya ditingkat produksi dan peredaran; b. melakukan pengawasan mutu bahan teknis dan formulasi pestisida dengan memperhatikan batas toleransi yang diperbolehkan untuk kadar bahan aktif sebagaimana ercantum pada Lampiran II keputusan ini ditingkiatkan produksi peredaran dan penggunaan; c. melakukan pengawasan terhadap ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja; d. melakukan pengawasan terhadap ketentauna keselamatan dan kesehatan kerja; e. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat akibat pengelolaan pestisida; f. melakukan pengawasan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, akibat pengelolaan pestisida; g. melakukan pengawasan terhadap penerapan ketentuan sarana, peralatan yang digunakan untuk pengelolaan pestisida; h. melakukan pengawasan terhadap residu pestisida produk pertanian dan produk lainnya serta media lingkungan; i. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan pestisida; j. membuat laporan hasil pengawasan. Pasal 12 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 pengawas pestisida mempunyai kewenangan : a. memasuki lokasi dan tempat produksi, penyimpanan, peredaran dan penggunaan pestisida; b. memeriksa dokumen perijinan dan dokumen administrasi pendukung lainnya kepada produsen, pengedar termsuk sertifikat pengurus pestisida terbatas; c. mengambil contoh pestisida untuk dilakukan uji mutu; d. mengambil contoh pembungkus, wadah, label dan bahan publikasi lainnya; e. mengambil contoh produk pertanian dan media lingkungan yang diduga mengandung residu atu cemaran pestisida untuk dilakukan pengujian; f. mengusulkan pencabutan nomor pendaftaran, penghentian dan atau penarikan pestisida yang tidak layak pakai; Pasal 13 Pelaksanaan pengawasan pestisida oleh Pengawas Pestisida Pusat diutamakan pada :

a. Penyelesaian kasus pengelolaan oleh pengawas pestisida yang mempunyai dampak negatif secara luas antar propinsi; b. Pengkajian terhadap berbagai masukan dari daerah baik yang disampaiakan melalui laporan maupun informasi lainnya yang berkaiotan dengan masalah dan dampak penggunaan dan peredaran pestisida; c. Pengawasan langsung ke daerah melalui koordinasi dengan pengawas pestisida di daerah, apabila dipandang perlu untuk hal-hal yang bersifat khusus; d. Penyeliaan (supervisi)bagi Petugas Propinsi; Pasal 14 Pelaksanaan pengawasan pestisida oleh Pengawas Pestisida Pusat diutamakan pada : a. Penyelesaian kasus yang mempunyai dampak secara luas antar Kabupaten; b. Merumuskan berbagai permaslahan dari setiap Kabupaten /Koa sebagai bahan laporan kepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Bina Sarana Pertanian selaklu Ketua Komisi Pestisida c. Penyeliaan (supervisi)bagi Petugas Propinsi; d. Pengawasan langsung ke daerah melalui koordinasi dengan pengawas pestisida di daerah, apabila dipandang perlu untuk hal-hal yang bersifat khusus; Pasal 15 Pelaksanaan pengawasan Pestisida oelh Pengawas Pestisida Kabupaten/Kota dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12. Pasal 16 (1) Setiap Pengawas Pestisida wajib membuat rencana kerja tahunan untuk diusulkan kepada pemimpin instansi pangkal masing-masing. (2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila disetujui, ditetapkan pemimpin instansi satuan administrasi pangkal masing-masing. Pasal 17 Setiap Pengawas Pestisida dalam melaksanakan tugas harus berdasarkan surat perintah dari pemimpin instasni satuan administrasi pangkal masing-masing. Pasal 18 (1) Pemegang nomor Pendaftaran Pestisida, pengedar dan pengguna pestisida wajib menerima dan memberikan keterangan kepada Pengawas Pestisida yang sedang melaksnakan tugasnya. (2) Apabila pihak yang diperiksa menolak pemeriksaan oleh pengawas pestisida, maka pengawas pestisida dapat meminta bantuan aparat kepolisian.

(3) Apabila pengawas pestisida menduga adanya tindak pidana di bidang pestisida, maka pengawas wajib melaporkan tindaki pidana tersebut kepada penyidik yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan. BAB V PELAPORAN Pasal 19 Laporan hasil pengawasan berdasarkan objek pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan tugas pengawasan sebagimana dimaskud dalam pasal 11, dilaporkan secara berkala maupun sewaktu-waktu apabila terjadi kasus kepada pemimpin instasni satuan administrasi pangkal masing-masing. Pasal 20 Materi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 untuk: a. Kabupaten.Kota sekurang-kurangnya mencakup jumlah, jenis dan mutu pestisida yang beredar, dampak penggunaan pestisida yang beredarr, dampak penggunaan pestisida ditingkat petani serta permaslahan lain yang timbul di lapangan; b. Propinsi sekurang-kurangnya mencakup situasi peredaran pestisida di Kabupaten/Kota, dampak penggunaan pestisida serta permasalahan lain yang timbul di seluruh Kabupaten/Kota dalam satu propinsi; c. Pusat sekurang-kurangnya mencakup produksi pestisida, ekspor-impor bahan aktif dan formulasi pestisida, perkembangan ijin/nomor pendaftaran, hasil evaluasi pengawasan di daerah serta permasalahan yang timbul di seluruh wilayah Indonesia. Pasal 21 Mekanisme penyampaian laporan-laporan dilakukan sebagai berikut: a. Untuk tingkat Kabupaten/kota diatur lebih lanjut oleh Bupati/Walikota; b. Untuk tinglkat Propinsi diatur lebih lanjut oleh Gubernur; c. Di tingkat pusat, pengawasan pestisida menyampaiakan laporan kepada pemimpin instansi satuan administrasi pangkat masing-masing dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina Sarana Pertanian selaku ketua komisi Pestisida yang selanjutnya Ketua Komisi pestisida menyampaikan laporan kepada Menteri Pertanian dengan tembusan kepada pemimpin instansi terkait. BAB VI KOORDINASI PENGAWASAN Pasal 22

Pengawasn pestisida dalam pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi baik antar instansi terkait maupun antar pusat dengan propinsi dan kabupaten/kota. Pasal 23 (1) Koordinasi di tingkat pusat dilakukan oleh Komisi Pestisida sebagaimana telah dibentuk dengan keputusan Menteri Pertanian yang keanggotaannya terdiri dari instasni tertkait maupun antar pusat dengan propinsi dan kabupaten/kota. (2) Koordinasi di tingkat propinsi dilakukan oleh Komisi Pengawasan atau Tim pengawasan yang dibentuk dengan keputusan Gubernur yang keanggotaanya terdiri dari instansi terkait di bidang pestisida. (3) Koordinasi di tingkat kabupaten/kota di lakukan oleh Komisi Pengawasan atau Tim pengawasan yang dibentuk dengan keputusan Bupati/Walikota yang keanggotaannya terdiri dari instansi terkait di bidang pestisidasi. Pasal 24 Koordinasi pengawasan pestisidasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 dilakukan pada saat persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. BAB VII TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN Pasal 25 (1) Tindak lanjut hasil pengawasan pada tingkat Kabupaten/kota diselesaikan oelh Bupai/Walikota, apabila dampak negatifnya lintas propinsi diselesaikan oleh Menteri Pertanian atas saran dan pertaimbangan Komisi Pestisida. (2) Tindak lanjut hasil pengawasan tingkat propinsi diselesaikan oleh Gubernur dan apabila dampak negatifnya lintas propinsi diselesaikan oleh Gubernur dan apabila dampak negatifnya linas propinsi diselsesaikan oleh Menteri Pertanian atas saran dan pertimbnagn Komisi Pestisida. (3) Tidak lanjut hsail pengawasan tingakt pusat diselesaikan pelh Menteri Pertanian atas saran dan pertimbangan Komisi Pestisida. Apabila ditemukan pelanggaran; Pasal 26 a. tidak memiliki perizinan usaha, maka kepada yang berangkutan diberikan peringatan tertulis dan disajikan untuk memperoleh perizinan dan untuk sementara dilarang melakukan keguatan usaha sampai diperolehnya iasin usaha; b. tidak memiliki nomor pendaftaran, maka yang ebrsangkutan wajib untuk menarik pestisida dari peredaran selanjutnya diwajibkan untuk memperoleh nomor pendaftaran, dan

selanjutnya diwajibkan untuk memperoleh nomor pendaftaran, dan apabila tidak memenuhi persyaratan, atau bila tidak ada yang bertanggung jawab pestisida tersebut wajib dimusnahkan; c. pestisida tidak layak pakai maka diberikan peringatan dan diwajibkan penarikan pestisida dari peredaran untuk direformulasikan; d. pestisida ilegal diberi peringatan dan diwajibkan untuk menarik dari peredaran untuk dimusnahkan; e. pestisida palsu, maka diberikan peringatan dan diwajibkan untuk menarik dari peredaran untuk dimusnahkan; f. penggunaan dan peredaran pestisida terbatas oleh orang yang belum memiliki sertifikat diberikan peringatan dan mengehntikan penggunaan sampai pengguna mempunyai sertiikat; g. terjadi penemaran lingkungan dilakukan penghentikan sesuai dengan kasusnya; h. berjangkitnya penyakit atau gangguan kesehatan dilakukan penghentian kegiatan serta penanggulangan dan bimbingan sesuai dengan kasusunya; i. terhadap publikasi yang menyesatkan dilakuakn peringatan dan pencabutan publikasi tersebut sesuai dengan kasusnya; j. sarana dan peralatan yang tidak memnuhi persyaratan dilakukan peringatan dan siwajibkan untuk melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku; k. terlampaunya batas maksimum residu dalam produk pertanian dan media lingkungan wajib dilakukan pengendalian dan pemulihan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 27 (1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 26 dilakukan esuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pelaksanaan pemiusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disaksikan oelh Pengawas Pestisida, Komisi Pengawasan /Tim Pengawasan atau Komisi Pestisida dan aparata terkait lainnya dengan dibuatkan berita acara pemusnahan. Pasal 28 Apabila peringatan, kewajiban dan atau perintah seabagimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dilaksanakan, maka pengawas pestisida melaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Pejabat Kepolisian Negara Repoblik Indonesia untuk dilakukan tindakan hukum sesuai dengnan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PEMBINAAN DAN PELATIHAN Pasal 29 Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah, pmerintah pusat melakukan pembinaan pengawasan dengan ;

a. menerbitkan pedoman pengawasan pestisida; b. menerbitkan, mepublikasikan, dan mensosialisasikan peraturan-peraturan di bidang pestisida berikut berbagai jenis pestisida yang telah terdaftar dari diijinkan oelh Mneteri Pretanian yang secara umum boleh diedarkan, disimpan dan digunakan maupun pestisida yang digunakan secara terbatas serta pestisida yang dilarang. Pasal 30 Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan pestisida di daerah, Pemerintah Propinsi melakukan pembianan pengawasan dengan; a. menerbitkan standar pelayanan minimal pelaksnaan pengawasan pestisida di Kabupaten/Kota; b. meninkatkan pelayanan dan pembinaan pengawasan pestisida. Pasal 31 Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasn pestisida di daerah, pemeroitnah Kbupaten/Kota melakukan bimbingan kepada pengedar, pengecer dan pengguna pestisida. Pasal 32 (1) Disamping dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30 dan bimbingan sebagaimana dimaksu dalam Pasal 31, dilakukan pula pelatihan kepada pengawas pestisida, pembuat pestisida usaha skala kecil dan pengecer serta pengguna pestisida terbatas; (2) Kurikulum pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan pengaawas pestisida, pembuat pestisida usaha skala kecil dan pengecer serta pengguna pestisida terbatas. (3) Penyelengagraan pelatihan dilaksanakan secara berjenjang, yaitu Pusat melaksanakan pelatihan untuk pengawas Propinsi dan seterusnya Propinsi melaksanakan pelatihan untuk pengawas pestisida Kabupaten/Kota. (4) Khusus pestisida terbatas, penyelenggarakan pelatihan dilakukan secara terkoordinasi antara Komisi Pengawas/Tim Pengawasan Pestisida dengan yang bersangkutan, dengan mengacu pada pedoman yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Bina Sarana Pertanian. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33 Ketentuan pengawawsan yan gdiatur dlam keputusan ini tidak mengurangi pengawasan barang dalam peredaran oleh masyarakat dan atau Lembaga Perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang dilaksakan berdasarkan undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pelaksanannya. Pasal 34

Ketentuan-ketentuan dalam keputusan ini tidak mengurangi wewenang dari Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yng bersangkutan dalam melakukan pembinaan pestisida yan gdigunakan di sektor masing-masing. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 (1) Pengawas pestisida yang telah ditunjuk sebelum berkalanya keputusan in itetap dinyatakan sebagai pengawas pestisida sampai berakhir masa berlakunya penunjukkannya. (2) Komisi Pengawas Pestisida/Tim Pengawasan Pestisida yan gtelah dibentuk oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sebelum keutusan ini ditetapkan, tetap dapat melaksnkan tugas koordinasi pengawas pestisida diwilayah kerjanya masing-masing sampai dibentuknya Komisi Pengawas atau Tim Pengawas Berdasarkan keputusan ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Dengan berlakunya keputusan ini, maka Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :536/Kpts/TP.270/1985 tentang Pengawasan Pestisida dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 37 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan : Di Jakarta Pada tanggal : 10 September 2002 MENTERI PERTANIAN, TTD PROF. DR.IR. BUNGARAN SARAGIH, MSc