BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

Perselisihan Hubungan Industrial

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

SKRIPSI PENGINGKARAN PUTUSAN PERDAMAIAN OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA NIA WAYANTI PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MELALUI FORUM ARBITRASE MENURUT UU NO.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Oleh Helios Tri Buana

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Kata Kunci : Optimalisasi, Mediasi, Penyelesaian Hubungan Industrial. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

Penyelesaian Sengketa Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa

Arbiter Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PUTUSAN BADAN ARBITRASE Studi Kasus SENGKETA JEMBATAN PONULELE PALU

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. Kata kunci: Eksekusi putusan, Arbitrase Nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

KONTRAK STANDAR PERJANJIAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KEGIATAN BISNIS. Oleh : Deasy Soeikromo 1

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

CARA MENYELESAIKAN SENGKETA DALAM EKONOMI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya melalui proses pengadilan sering sekali dihindari, baik bagi pihak yang dirugikan ataupun pihak yang digugat. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan sering dianggap hanya memakan waktu, dengan biaya yang mahal, tidak efisien serta banyak oknum-oknum yang cenderung mempersulit pencarian keadilan. Karena hal-hal tersebut yang merupakan kelemahan dari badan Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, oleh sebab itu banyak kalangan pengusaha lebih memilih cara yang lain dalam penyelesaiaan sengketa perdata. Selain itu dengan dikeluarkannya keputusan pengadilan, tidaklah otomatis perkara bersangkutan telah selesai, sebab pihak-pihak kurang puas dengan keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan, memang masih ada pengadilan yang lebih tinggi jika salah satu pihak tidak puas terhadap putusan pengadilan yakni pada pengadilan tingkat banding, namun lamanya putusan yang dikeluarkan kemungkinannya sangat besar, jadi dari ini tampak gambaran bahwa proses perkara melalui peradilan umum sangat memakan waktu dan berlarut-larut. Sebagai konsekuensi dari lamanya proses perkara melalui peradilan umum ini, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk itu, misalnya untuk biaya ahli hukum dan ongkos-ongkos lainnya yang berhubungan dengan perkara tersebut

semakin bertambah terus. Akibatnya sangat merugikan pihak yang sedang bersengketa, misalnya berkurangnya waktu untuk berusaha (bekerja/bisnis). Ini akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran dan produktivitas perusahaannya.bertolak belakang dengan proses penyelesaian sengketa non litigasi misalnya oleh lembaga arbitrase, dimana keputusan yang dikeluarkan melalui badan arbitrase bersifat final dan mengikat. Selain melalui Arbitrase ada cara lain menyelesaikan sengketa diluar Pengadilan. Meskipun tidak sepopuler lembaga arbitrase misalnya melalui cara mediasi maupun konsiliasi dan lain sebagainya. Keduanya merupakan suatu upaya untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah dan mufakat yang diperantarai oleh seorang mediator atau konsiliator, akan tetapi sifat dari kedua cara dalam penyelesaian sengketa ini tidak final tetapi hanya sebagai sarana untuk mencari jalan penyelesaian ke arah yang lebih baik tanpa harus berperkara kepada arah yang lebih jauh lagi. Karena pada dasarnya para pihak yang bersengketa dan menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase hanya ingin mencari keadilan dengan proses yang singkat dan dengan biaya yang murah. Jadi dengan adanya lembaga Arbitrase yang menangani sengketa perdata di luar pengadilan diharapkan dapat memberikan manfaat atau dampak yang positif bagi para pihak yang memperdayakan Lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa non litigasi. Oleh sebab itu Pemberdayaan Lembaga Arbitrase juga menjadi suatu pilihan utama untuk alternatif penyelesaian sengketa para pihak yang bersengketa dalam memecahkan suatu sengketa yang terjadi, karena keunggulan-keunggulan yang dimiliki Lembaga Arbitrase tersebut yakni umumnya pengadilan kurang mendapat kepercayaan (confidence) dari masyarakat pengusaha (bisnis)

sebaliknya arbitrase merupakan pengadilan pengusaha yang eksis untuk menyelesaikan sengketa sengketa diantara mereka dan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka (kalangan bisnis). 1 Jadi dengan besarnya minat masyarakat pelaku usaha dalam memperdayakan lembaga arbitrase didalam menyelesaikan sengketa haruslah diambil sisi positif dimana ini merupakan suatu langkah yang baik bagi tumbuh berkembangnya lembaga arbitrase. Dalam kegiatan ini kemampuan dan integritas para arbiter sangat memberikan suatu dampak bagi masa depan lembaga arbitrase itu sendiri. B. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah tentang Pemberdayaan Lembaga Lrbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa Non Litigasi, dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kewenangan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi. 2. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). 3. Bagaimana Pemberdayaan Lembaga Arbitrase terhadap penyelesaian sengketa dalam tata hukum Indonesia. C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan 1 HualaAdolf, Arbitrase Komersil Internasional, 2002, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 13

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Non Litigasi. 2. Untuk mengetahui bagaimana prosedur Penyelesaian Sengketa Non Litigasi melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). 3. Untuk mengetahui dan memahami secara lebih dalam tentang pemberdayaan lembaga Arbitrase terhadap penyelesaian sengketa dalam tata hukum Indonesia. Selain tujuan-tujuan diatas, penelitian dilakukan untuk tujuan pemenuhan terhadap salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. Adapun manfaat yang bisa didapat dari skripsi ini adalah: 1. Secara Teoritis Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pemberdayaan lembaga arbitrase dalam menyelesaikan sengketa non litigasi. Penulis juga berharap dari hasil yang dirumuskan dalam skripsi ini dapat menjadi bahan bacaan ataupun literatur bagi pembaca yang tertarik dengan keberadaan Lembaga Arbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa Non Litigasi, khususnya keefektifan dan wewenang dari lembaga ini dalam penyelesaian sengketa di luar Pengadilan. 2. Secara Praktis Menambah wawasan dan pengetahuan bagi kalangan masyarakat khususnya para pelaku usaha dalam menyelesaikan sengketa melalui Lembaga

Arbitrase serta mengetahui secara jelas mengenai prosedur pelaksanaan putusan arbitrase sesuai dengan perundang-undanganindonesia. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini mengenai lembaga arbitrase memang cukup banyak yang diangkat dan dibahas, namun penulisan dengan judul Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi belum ada yang menulis sebagai skripsi, dengan demikian maka penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi-skripsi yang telah ada, sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akademik. E. Tinjauan Kepustakaan Salah satu cara penyelesaian sengketa diluar Pengadilan adalah dengan cara Arbitrase dalam pengertiannya arbitrase adalah merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pada pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa : arbitrase ialah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Menurut Rv, arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak serta etikad baik dari pihak pihak yang berselisih agar perselisihan mereka tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan angkat sendiri, dengan pengertian bahwa putusan yang

diambil hakim tersebut merupakan putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat terakhir) dan mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya. 2 Menurut M.N. Purwosutitjipto, arbitrase atau perwasitan adalah : suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak, yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak. 3 Pengertian yang lebih jelas mengenai arbitrase dapat dilihat dari batasan yang diberikan oleh Abdulkadir Muhammad, yaitu : arbitrase adalah badan peradilan swasta diluar lingkungan peradilan umum, yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan negara merupakan kehendak bebas para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadinya sengketa 4 sesuai dengan azas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata. Sementara itu, Sudargo Gautama memberikan batasan arbitrase : Arbitrase adalah cara-cara penyelesaian hakim partikulir yang tidak terkait dengan berbagai formalitas, cepat dalam memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat, yang mudah untuk dilaksanakan karena akan ditaati para pihak. 5 Dilihat dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa berdasarkan kesepakatan dari para pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis melalui suatu badan atau lembaga peradilan swasta diluar Peradilan Umum. Adapun sengketayang dapat dilakukan dengan cara arbitrase tertuang dalam pasal5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang berbunyi : 2 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001,Hukum Aritrase,Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman ; 16 3 Rachmadi Usman, 2002,Hukum Arbitrase Nasional, PT Grasindo, Jakarta, halaman ; 2 4 Rachmadi Usman loc. cit 5 Ibid, halaman 3

1. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. 2. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat dilakukan perdamaian. Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase ini biasanya dilakukan oleh para pihak melalui arbiter ataupun lembaga arbitrase. Definisi arbiter menurut pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih para pihak yang bersengketa ataupun yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Dengan melembaganya arbitrase, membuat arbitrase menjadi suatu perwujudan dari kebebasan berkontrak yang dianut hukum perdata yang menjadi pilihan alternatif dalam menyelesaikan sengketa non litigasi. Pada Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi yang sering disebut atau dikenal dengan nama Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) penyelesaian sengketa melaluilembaga ini terdapat prosedur-prosedur yang sama dengan proses Peradilan Umum, mulai dari masuknya surat permohonan dalam register BANI, prosedur pemeriksaan, dimana ketua BANI sudah merasa bahwa perjanjian yang menyerahkan pemutusan sengketa kepada arbiter atau badan arbitrase atau klausula arbitrase dianggap sudah mencukupi, maka prosedur pemeriksaan ini dapat dilakukan dan akhirnya

nanti akan sampai pada suatu putusan, dimana nantinya apabila ketua BANI menganggap pemeriksaan telah cukup, maka ketua akan menutup pemeriksaan itu dan menetapkan suatu hari sidang untuk mengucapkan putusan yang akan diambil. Berbeda dengan putusan Lembaga Peradilan umum yang masih dapat mengajukan banding dan kasasi. Putusan arbitrase yang diputus oleh Lembaga Arbitrase adalah merupakan suatu putusan pada tingkat akhir (final) dan secara langsung mengikat (binding) bagi para pihak yang bersengketa. Namun dalam kenyataannya putusan arbitrase bisa di bantah atau perlawanan (challenge) terhadap putusan yang sudah di putus oleh lembaga arbitrase, yang didasarkan pada tuduhan tentang telah terjadinya penyelewengan, kecurangan atau kekilafan seorang atau beberapa arbiter, dan perlawanan atau bantahan ini tidak boleh dilepaskan oleh para pihak, jadi selalu dapat dilakukan. Adapun unsur-unsur sebagai berikut : 6 a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu. b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan. c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. F. Metode Penelitian Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu studi yang dilakukan melalui kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari sumber bacaan berupa buku bacaan, majalah, peratuan perundangundangan dan juga catatan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang 6 Jimmy Joses sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan;negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase, 2011, Visimedia, Jakarta, hal. 96

dihadapi guna mendapatkan data-data dan bahan-bahan yang diperlukan. Sumber data diperoleh antara lain dari : 1. Bahan-bahan hukum primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan penyelesaian sengketa. 2. Bahan hukum sekunder Berupa buku-buku yang relevan dengan penulisan skripsi ini, dengan bahan ini ditingkatkan pemahaman peraturan-peraturan yang ditemukan dalam bahan buku primer. Contoh dari Bahan hukum sekunder ini adalah Kepustakaan. 3. Bahan Hukum Tertier Bahan hukum ini berisi keterangan tentang hal-hal yang kurang atau belum dipahami mengenai data hukum primer dan data hukum sekunder sebagai bahan hukum penunjang, yaitu seperti kamus dan ensiklopedi. Jadi dengan menganalisis semua bahan-bahan dan data-data referensi secara sistematis maka dapat dihasilkan suatu tulisan ilmiah yang secara terstruktur. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini menjelaskan bagaimana Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi yang tersusun secara sistemis dalam tahapan-tahapan tertentu yang dibagi dalam beberapa bab,

dan didalam bab dibagi lagi menjadi sub bab yang sistematikanya adalah sebagai berikut : Bab I : yaitu merupakan suatu pendahuluan atau pengantar, kita memahami pembahasan-pembahasan yang selanjutnya akan dibahas, terdiri dari Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II : Pada Bab ini, penulisan skripsi menjelaskan Bagaimana Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi yang didalamnya termuat latar belakang arbitrase, jenisjenis dan objek arbitrase, perjanjian dan bentuk arbitrase, dan keunggulan dan kelemahan arbitrase. Bab III : Pada Bab ini pembahasan mendasar dan merupakan bagian penting dari skripsi ini karena membahas secara lengkap dan khusus mengenai Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai Lembaga Arbitrase di Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi. Yang memuat empat (4) sub bab; Riwayat Singkat Berdirinya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Lingkup Kegiatan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Tata Cara Pengangkatan Arbiter, dan Hukum Acara Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Bab IV : Bab ini merupakan inti dari skripsi ini, dimana dalam bab ini dibahas/dikaji yang menjadi inti dari penulisan skripsi, di bab ini

memuat tiga (3) sub bab yang membahas tentang Kewenangan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi, Pelaksanaan Putusan oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dan Eksistensi dan Masa Depan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa. Bab V : Dalam Bab ini merupakan kesimpulan dari semua pembahasan pada bab I, II, III dan IV yang berisikan pokok-pokok kesimpulan dan semua permasalahan dan pembahasan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini, dan juga memberikan saran-saran yang dianggap penting dan bermanfaat.