TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

BAB 5 RTRW KABUPATEN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

19 Oktober Ema Umilia

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Kementerian Kelautan dan Perikanan

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

BUPATI BANGKA TENGAH

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata 1992). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi: ruang daratan, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang merupakan sumberdaya alam yang harus dikelola bagi sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga dalam konteks ini, ruang harus dilindungi dan dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan (Dardak 2006). Ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: (1) jarak, (2) lokasi, (3) bentuk dan (4) ukuran. Konsep ruang sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah (Budiharsono 2001). Berdasarkan Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat permukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkhi memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah

5 distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Rustiadi et al., 2006 menyatakan bahwa tata ruang merupakan wujud pola dan struktur pemanfaatan ruang yang terbentuk secara alamiah dan sebagai wujud dari hasil pembelajaran (learning process). Penataan ruang merupakan suatu system proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Terdapat dua unsur penataan ruang, pertama menyangkut proses penataan fisik ruang dan kedua menyangkut unsur kelembagaan/institusional penataan ruang (Rustiadi et al., 2006). Penataan ruang dilakukan sebagai upaya (1) optimasi pemanfaatan sumberdaya (mobilitas dan alokasi pemanfaatan sumberdaya): prinsip efisiensi dan produktifitas, (2) alat dan wujud distribusi sumberdaya: asas pemerataan, keberimbangan dan keadilan, dan (3) keberlanjutan (sustainability). Perencanaan Tata Ruang Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang dibedakan menurut wilayah administrasi pemerintah dan mencakup wilayah perencanaan yang luas. Secara hirarkhi terdiri atas: (1) rencana tata ruang wilayah nasional, (2) rencana tata ruang wilayah provinsi, (3) rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana rinci tata ruang disusun merupakan penjabaran rencana umum tata ruang berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan/ kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan. Rencana rinci tata ruang yang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis yang penetapan kawasannya tercakup di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), terdiri atas: (1) rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional, (2) rencana tata ruang kawasan

6 strategis provinsi, (3) rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Untuk rencana tata ruang pulau/kepulauan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dimana pendekatan dalam pengelolaan ruang dilakukan secara terpadu (Integrated Coastal Management). Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan, antar ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen. Lingkup perencanaan wilayah pesisir dapat dilihat dari pendekatan administratif, dan perencanaan berdasarkan pendekatan eko-biogeografis. Perencanaan berdasarkan pendekatan administratif, meliputi desa atau kecamatan, sedangkan batas ke arah laut, untuk wilayah Propinsi sejauh 12 mil dan untuk Kabupaten/ Kota adalah sepertiga dari batas propinsi. Pendekatan ekobiogeografis, meliputi kondisi ekologi, biologi beserta ekosistem wilayah darat dan laut bersama semua jenis biota yang hidup di dalamnya serta kondisi geografis yang menentukan faktor alam yang membentuk dan mempengaruhi evolusi dan perubahan wilayah. Gambar 1. Hirarkhi perencanaan pengelolaan wilayah pesisir (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008)

7 Terdapat empat tahapan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, yaitu: (1) rencana strategis pengelolaan wilayah pesisir, (2) rencana zonasi, (3) rencana pengelolaan, dan (4) rencana aksi (Gambar 1). Sedangkan dimensi perencanaan, terdiri dari (physical planning), ekonomi (economic planning), sosial (social planning), politis (political planning), partisipatif (participative or consensus planning), dinamis (dynamic planning) (Dirjen Penataan Ruang 2001). Zonasi Efektivitas penerapan rencana tata ruang wilayah (RTRW) sangat dipengaruhi oleh tingkat ketelitian atau kedalaman pengaturan dan skala peta dalam rencana tata ruang. Oleh karena itu, dalam penerapan terhadap pengendalian pemanfaatan ruang masih diperlukan perencanaan yang lebih rinci. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi ditetapkan dengan (1) peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional, (2) peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi, dan (3) peraturan daerah kabupaten/kota untuk arahan peraturan zonasi sistem kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, zonasi merupakan suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Sedangkan rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap

8 satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terdiri atas: (1) kawasan pemanfaatan umum, (2) kawasan konservasi, (3) kawasan strategis nasional tertentu, dan (4) alur laut yang terdiri dari zona dan sub zona. Penyusunan zonasi ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan spasial, yaitu bahwa dalam suatu kawasan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukan bagi kawasan budidaya, namun juga menyediakan ruang bagi zona preservasi dan konservasi. Zona preservasi adalah zona dimana tidak dibenarkan adanya suatu kegiatan yang bersifat ekstraksi kecuali untuk kegiatan penelitian. Zona konservasi adalah zona dimana masih memungkinkan adanya pembangunan namun dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan (Odum 1989). Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan merupakan wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedangkan kawasan budidaya merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumber daya buatan. Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil kawasan didefinisikan bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. Arahan peruntukan ruang dalam Undang-Undang Nomor 27

9 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terdiri dari: 1. Kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, merupakan kawasan yang dipergunakan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, seperti: kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan pertambangan. 2. Kawasan konservasi dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang setara dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 3. Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain: untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut. 4. Kawasan strategis nasional tertentu. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan budidaya terdiri dari: (1) kawasan peruntukan hutan produksi, (2) kawasan peruntukan hutan rakyat, (3) kawasan peruntukan pertanian, (4) kawasan peruntukan perikanan, (5) kawasan peruntukan pertambangan, (6) kawasan peruntukan permukiman, (7) kawasan peruntukan industri, (8) kawasan peruntukan pariwisata, (9) kawasan tempat ibadah, (10) kawasan pendidikan, dan (11) kawasan pertahanan keamanan. Kawasan lindung berdasarkan definisi menurut The World Conservation Union (IUCN) 1994, terdiri dari enam (6) kategori, yaitu: 1. Kategori I a : strict nature reserve, yaitu kawasan lindung yang tujuan pengelolaannya untuk kepentingan keilmuan, yaitu suatu kawasan daratan dan atau laut yang memiliki ekosistem, penampakan geologis atau fisiologis dan atau jenis-jenis unik dan luar biasa atau mewakili yang kegunaan utamanya bagi kepentingan riset dan atau monitoring lingkungan 2. Kategori I b : wilderness area, yaitu kawasan lindung yang tujuan pengelolaannya untuk perlindungan hidupan liar, yaitu suatu kawasan daratan dan atau laut yang masih utuh dan asli yang cukup luas dan belum

10 termodifikasi atau sedikit termodifikasi, ditetapkan untuk mempertahankan karakter-karakter dan pengaruh alami tanpa adanya okupasi pemukiman permanen atau yang significant lainnya yang dilindungi dan dikelola dalam rangka mengawetkan kondisi alam. 3. Kategori II : national park, yaitu kawasan lindung yang tujuan pengelolaanya untuk perlindungan ekosistem dan wisata, yaitu: kawasan alami daratan dan atau laut yang ditetapkan untuk: (i) melindungi integritas satu atau lebih ekosistem bagi generasi saat ini maupun yang akan datang; (ii) meniadakan eksploitasi atau pemukiman sesuai dengan tujuan penetapannya; (iii) menyediakan landasan bagi pengunjung untuk tujuan spiritual, ilmiah, pendidikan, rekreasi yang ramah dan arif terhadap lingkungan dan budaya. 4. Kategori III : natural monument, yaitu kawasan lindung yang tujuan pengelolaannya untuk konservasi dari penampakan alam yang khas, yaitu suatu kawasan yang berisi satu atau lebih penampakan-penampakan alam atau gabungan alam dan budaya yang khas yang mempunyai nilai yang luar biasa (outstanding) dan unik karena kelangkaannya, secara kualitas mewakili atau estetis atau mempunyai keunggulan budaya; 5. Kategori IV : habitat/spesies management area, kawasan lindung yang tujuan pengelolaannya untuk konservasi melalui intervensi manajemen/pengelolaan, yaitu kawasan daratan dan atau laut yang mendapatkan campur tangan aktif untuk keperluan pengelolaannya dalam rangka menjamin terpeliharanya habitat dan atau memenuhi kebutuhan yang khas dari suatu jenis. 6. Kategori V : protected landscape/seascape, yaitu kawasan lindung yang tujuan pengelolaannya untuk konservasi bentang alam atau laut dan sebagai tempat wisata, yaitu suatu kawasan daratan serta kawasan pantai dan laut yang mempunyai nilai estetika, ekologis dan atau budaya yang significant yang sering dibarengi dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi. Menjaga integritas interaksi tradisional merupakan hal yang penting bagi pemeliharaan dan evolusi dari kawasan. 7. Kategori VI : managed resource protected area, yaitu kawasan lindung yang tujuan pengelolaannya untuk keseimbangan ekosistem alam yang

11 berkelanjutan, yaitu suatu kawasan yang memiliki sistem-sistem alami yang belum termodifikasi, yaitu dikelola untuk menjamin perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati jangka panjang, yang dalam waktu yang sama menyediakan aliran yang lestari produk dan jasa bagi pemenuhan masyarakat. Secara detail penjabaran jenis kawasan lindung di Indonesia telah diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), yakni: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya; kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air 2. Kawasan perlindungan setempat; sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan ruang terbuka hijau kota 3. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional dan taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman wisata alam laut, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan 4. Kawasan rawan bencana alam; kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, kawasan rawan banjir 5. Kawasan lindung geologi; kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah 6. Kawasan lindung lainnya; cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Mengingat pentingnya keberadaan kawasan lindung dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan, maka kawasan lindung perlu dikelola dengan baik dan bertanggung

12 jawab. Tujuan pengelolaan kawasan lindung adalah untuk mencegah timbulnya kerusakan lingkungan dan melestarikan fungsi lindung serta menghindari berbagai kegiatan yang merusak lingkungan (Aliati 2007). Upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga fungsi lingkungan adalah memberikan prioritas pemanfatan lahan di daerah hulu sebagai pengatur tata air sebagai upaya untuk mencegah dampak lingkungan yang bersumber dari daerah hulu, dan perlindungan terhadap ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir dalam mencegah dampak lingkungan yang bersumber dari wilayah pesisir.