BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM KLINIK SANITASI PUSKESMAS KOTA BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang agar

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dunia melalui WHO (World Health Organitation) pada tahun 1984 menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta dapat. menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Kerugian akibat water-borne diseaseterjadi pada manusia dan juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

secara sosial dan ekonomis (Notoatmodjo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: ERIN AFRIANI J.

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau biasa juga disebut sebagai PHBS

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam rangka memperbaiki kualitas

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kebijakan Indonesia sehat 2010 ( Dinkes Makassar, 2006 )

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. air bersih. Terlebih beberapa tahun belakangan ini, krisis air bersih

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah kondisi dimana terjadi buang air besar atau defekasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yangharus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.menurut WHO, ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya meliputi penyediaan airminum serta pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran. Sanitasi menurut WHO adalah pengawasan penyediaan air minum masyarakat, pembuangan tinja dan air limbah, pembuangan sampah, vektor penyakit, kondisi perumahan, penyediaan dan penanganan makanan, kondisi atmosfer dan keselamatan lingkungan kerja. (WHO, 2013) Masalah kesehatan lingkungan perlu untuk diperhatikan, karena lingkungan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu program yang dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi maslah kesehatan lingkungan adalah program kesehatan lingkungan.ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), sanitasi tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan. 1

2 Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian terhadap faktorfaktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan atau upaya kesehatan untuk memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air bersih untuk mencuci tangan dalam memelihara dan melindungi kebersihan tangan, menyediakan tempat sampah untuk membuang sampah dalam memelihara kebersihan lingkungan, membangun jamban untuk tempat membuang kotoran dalam memelihara kebersihan lingkungan dan menyediakan air minum yang memenuhi syarat kesehatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Entjang, 2000). Persediaanair yang tidak amandantingkatsanitasi yang tidak memadai meningkatkanpenularan penyakitdiare(termasuk kolera). Meskipun hampir 1,9 miliar orang telah memperoleh akses ke fasilitassanitasi meningkat sejak tahun 1990, cakupan global saat ini diperkirakan hanya 64%. Pada tahun 2011, lebih dari sepertiga dari populasi dunia (2,5 miliar orang) masih kekurangan akses ke fasilitas sanitasi yang baik. Upaya-upaya besar juga akan diperlukan baik di luar 2015 sebagai tantangan baru untuk dunia yang harus dihadapi dalam mempertahankan dan mengukur kemajuan yang berarti, misalnya memastikan akses ke air minum yang aman dan sanitasi dasar (WHO, 2013).

3 Pusat Data dan Informasi Tahun 2014 (Profil Kesehatan Indonesia) memaparkan data kesehatan lingkungan di Sumatera Utara. Pencapaian rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu 60,04%. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas 67,81%. Penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat) 61,92%. Persentase rumah yang memenuhi syarat kesehatan 73,40% (Kemenkes RI, 2014). Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas 2013 meliputi penggunaan fasilitas buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan airlimbah, jenis tempat penampungan sampah, dan cara pengelolaan sampah. Untuk akses terhadapfasilitas tempat buang air besar (sanitasi) digunakan kriteriajoint Monitoring Programme(JMP) WHO -Unicef tahun 2006.Menurut kriteria tersebut, rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi improvedadalah rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB milik sendiri, jenis tempat BAB jenis leherangsa atau plengsengan, dan tempat pembuangan akhir tinja jenis tangki septik.hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia menggunakan fasilitas BAB milik sendiri 76,2%, milik bersama 6,7%, dan fasilitas umum 4,2% (Riskesdas, 2013). Akses terhadap sanitasi layak merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia.sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatanmasyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan,mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minumbagi

4 masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit (Kemenkes RI, 2014). Penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih dan jamban, yang dapat memicu terjadinya penyakit diare serta masih kurangnya rumah yang memenuhi syarat kesehatan sehingga penyakit ISPA juga semakin meningkat. Penularan penyakit diare karena infeksi bakteri dan virus biasanya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Disamping itu jamban keluarga juga ikut berperan terjadinya diare karena tanpa jamban masyarakat memilih buang air besar disembarang tempat. Hal inilah yang dapat menularkan penyakit diare melalui media air atau media makanan melalui lalat (Syarifuddin, dkk. 2010). Menurut Riskesdas 2013 penyakit berbasis lingkungan berdasarkan media/cara penularan melalui udara, makanan, air, dan vektor. Melalui udara yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia, dan TB paru. Melalui makanan, air dan lainnya yaitu diare. Melalui vektor yaitu malaria dan DBD (Riskesdas, 2013). Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Diaremerupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi 31,4% dan pada balita 25,2%,pada golongan semua umur merupakanpenyebab kematianyang ke empat (13,2%). Dan angka kematian akibat ISPA pneumonia pada balita sebesar 1,19%. Pada kelompok bayi angka kematian lebih tinggi yaitu sebesar 2,89% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang sebesar 0,20% (Kemenkes RI, 2014)

5 Menurut Riskesdas 2013 mengenai data ISPA dan Diare adalah sebagai berikut,period prevalence Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk sebesar 25,0 persen.insiden dan prevalensi pneumonia Indonesia tahun 2013 adalah 1,8 persen dan 4,5 persen.insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).Sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur (>2 minggu-1 bulan terakhirsebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. (Riskesdas, 2013). Kota Medan memiliki 39 puskesmas dan seluruh puskesmas di Kota Medaanmempunyaiklinik sanitasi, termasuk salah satunya Puskesmas Belawan. Puskesmas Belawan menjalankan klinik sanitasi sejak tahun 2007. Puskesmas Belawan merupakan Puskesmas yang terletak di kecamatan Medan Belawan yang terdiri dari 6 Kelurahan, yaitu Kelurahan Belawan I, Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia, P Sicanang, dan Bagan Deli.Dengan jumlah penduduk riil Kecamatan Belawan tahun 2015 adalah 126456 jiwa. Puskesmas Belawan melakasanakan upaya penyelenggaraan kesehatan wajib Puskesmas yaitu program promosi kesehatan (promkes), upaya kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak (KIA), upaya peningkatan gizi, penanggulangan penyakit, pengobatan dan penanggulangan kegawatdarurat. Program upaya peyehatan lingkungan berupaya pengawasan lingkungan baik fisik, geologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia. Tujuannya antara lain Meningkatkan mutu

6 lingkungan yang dapat menjamin masyarakat mencapai derajat kesehatan optimal, terwujudnya kesedaran dan keikutsertaan masyarakat dan sektoral terikat yang bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian, serta terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi perumahan pokok masyarakat (Profil Puskesmas Belawan, 2014) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vini Jamarin (2014) mengenai Gambaran Pelaksanaan Program Klinik Sanitasi di Puskesmas Kota Bukittinggi. Dalam hasil penelitian dipaparkan bahwa Bukittinggi sudah menjalankan klinik sanitasi dari tahun 2009. Seluruh klinik sanitasi puskesmas kota Bukittinggi dinilai baik dengan nilai bervariasi antara 50-100%. Puskesmas Mandiangin mendapatkan nilai 50%, Prasimah Ahmad 70%, Gulai Bancah dan Nilam 80%, Mandiangin Plus 85%, Tigo Baleh 90%, dan Guguk Panjang 100%. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Umnie Cipta Trian Dewi (2012) mengenai Evaluasi Program Klinik Sanitasi Di Puskesmas Kabupaten Jember Tahun 2012 menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan program klinik sanitasi di Kabupaten Jember belum berjalan dengan baik sesuai dengan pedoman pelaksanaan klinik sanitasi. Hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan klinik sanitasi di Kabupaten Jember yaitu dilihat dari variabel masukan, proses, dan keluarannya. Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Syarifuddin, Hasanuddin Ishak, dan Arifin Seweng (2010) mengenai Hubungan Pelaksanaan Klinik Sanitasi dengan Kejadian Diare Di Kabupaten Takalar. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kejadian diare lebih tinggi di wilayah puskesmas tanpa program klinik sanitasi 104 orang (66,2%) dibandingkan pada puskesmas dengan adanya program klinik sanitasi sebanyak 41 orang (19,3%). Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian diare lebih

7 tinggi di wilayah puskesmas tanpa program klinik sanitasi dibanding puskesmas dengan adanya program klinik sanitasi. Menurut survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Belawan, kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dengan alur sebagai berikut: pasien yang datang ke puskesmas yang menderita penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA dan diare dengan latar belakang buruknya kebersihan diri, keluarga dan lingkungan, maka pasien tersebut diobati di poliklinik dan diarahkan ke klinik sanitasi. Sedangkan klien (masyarakat umum) yang ingin berkonsultasi tentang masalah kesehatan lingkungan bisa langsung datang ke klinik sanitasi. Di sana, petugas klinik sanitasi akan memberikan konseling mengenai penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi lingkungandan jika dirasa perlu, petugas akan melakukan kunjungan ke rumah pasien dan atau klien tersebut untuk menelaah penyebab utama masalah sanitasi lingkungan yang terjadi. Sumber Daya Manusia Kesehatan yang ada di bagian klinik sanitasi program kesehatan lingkungan di Puskesmas Belawan hanya ada 3 orang tenaga kesling. Petugas klinik sanitasi sampai saat ini belum pernah mendapatkan pelatihan khusus mengenai klinik sanitasi. Data yang diperoleh dari survey pendahuluan bahwa 10 penyakit terbesar yang didiagnosa pada pelayanan di Puskesmas Belawan masih didominasi oleh penyakit-penyakit berbasis lingkungan antara lain seperti ISPA, diare, penyakit kulit, dan penyakit lain pada pernapasan. Menurut data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Medan jumlah perkiraan kasus Diare yang tercatat di Puskesmas Belawan ada 41,1% dan yang baru ditangani masih sekitar 3,1% (Dinkes Kota Medan, 2013).

8 Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sistem pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan tahun 2015. 1.2 Perumusan Masalah Bedasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi masukan (input). 2. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi proses. 3. Bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi keluaran (output). 1.3 Tujuan Penelitan Bedasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi masukan (input). 2. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi proses. 3. Untuk melihat bagaimana pelaksanaan program klinik sanitasi di Puskesmas Belawan dilihat dari sisi keluaran (output).

9 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Puskesmas Belawan dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meningkatkan kualitas sistem pelaksanaan program klinik sanitasi. 2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pelaksana program klinik sanitasi. 3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis tentang program klinik sanitasi. 4. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.