KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI NOMOR D/348 TAHUN 2003 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 141, Tambahan Lembaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 T

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5061);

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2008 TERHADAP PELAYANAN JAMA AH HAJI DI KENMENAG KOTA SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1999 (17/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Biaya. Ibadah Haji Khusus. Pembayaran.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN IBADAH HAJI DAN PENYELENGGARAAN UMRAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGELOLAAN IBADAH HAJI DAN PENYELENGGARAAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Pendaftaran Jamaah Haji. Tata Cara.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1981 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH NOMOR : D/ 78 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN REKRUTMEN PETUGAS HAJI INDONESIA

2 menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji (Lembara

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN URUSAN HAJI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

6. Keputusan Menteri Agama Nomor 224 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh;

2 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1429 H/2008 M

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PROSEDUR PENDAFTARAN HAJI OFF LINE

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang

BAB IV ANALISIS SOP PENDAFTARAN IBADAH HAJI REGULER DI KEMENTERIAN AGAMA KOTA SEMARANG DAN IBADAH HAJI PLUS DI PT. KAISA ROSSIE SEMARANG

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PELAYANAN JAMA AH HAJI KOTA SEMARANG TAHUN 2009

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA NEGARA. No.970, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Penempatan. Perlindungan. TKI. Sanksi Administrasi.

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN DAN PELAYANAN HAJI DI DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah dan Petugas Haji Indonesia Tahun 1436 H / 2015 M

2016, No atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tah

2017, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang P

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1428 H/2007 M

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

2017, No Indonesia Nomor 5061); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Peny

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI INDONESIA. Oleh : Drs HM. Aminuddin Sanwar, MM 1

, tedn diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

2015, No IndonesiaTahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tent

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1431 H/2010 M

SE - 86/PJ/2008 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 53/PJ/2008 TENTANG TATA CA

Inovasi Pelayanan Jemaah Haji

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 23/MEN/XII/2008 TENTANG ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA

KEMENAG. Asrama Haji. Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. Pencabutan.

Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah Haji Khusus Indonesia Tahun 1437 H / 2016 M

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2006 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1427 H/2006 M

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

JEMAAH HAJI REGULER LUNAS BPIH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI NOMOR : PER.19/MEN/V/2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 4

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 1432H/2011M

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI NOMOR : PER.19/MEN/V/2006 TENTANG PELAKSANAAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

VISITASI KE KLOTER I. DESKRIPSI SINGKAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Buku Panduan Asuransi Jiwa Jemaah Haji Reguler Indonesia Tahun 1437 H / 2016 M

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 53/PJ/2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN HAJI DAN UMRAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN HAJI

No melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tuntutan syariah dan pelaksanaannya dapat berjalan dengan aman dan nyaman. Meskipun penyelenggaraan

BUPATI LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN IBADAH HAJI

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 019 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PETUGAS HAJI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jl. Kramat Raya No. 85, Jakarta Pusat Disampaikan pada Audiensi KPHI dengan Presiden RI Istana Presiden RI Jakarta 14 Juni 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI NOMOR D/348 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERA14IMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI NOMOR D/377/TAHUN 2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI Menimbang Bahwa dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 396 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Ibadah '-laji dan Umrah, dipandang perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/377 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; 2. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2002; 3. Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 2001 tenting Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2002; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 49 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen Agama, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 85 Tahun 2002; 5. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama; 6. Keputusan Menteri Agama Nomor 371 Tahun 2002, tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 396 Tahun 2003; 7. Keputusan Menteri Agama Nomor 372 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota; 8. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen.Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota 1

MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN PENYELENGGARAAN HAJI NOMOR D/377 TAHUN 2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH Pasal I Mengubah beberapa ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/377 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yaitu : 1. Mengubah ketentuan Pasal 1, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut "Pasal 1 1. Menteri adalah Menteri Agama Republik Indonesia; 2. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji; 3. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji; 4. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi; 5. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi; 6. Kepala Bidang adalah Kepala Bidang pada Kantor Wilayah Departemen Agama P rovinsi d an Konsulat J enderal R epublik I ndonesia d i J eddah yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan haji; 7. Kepala Kantor Departemen Agama adalah Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota; 8. Kepala Seksi adalah Kepala Seksi pada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan haji; 9. Kantor Departemen Agama adalah Kantor Departemen Agama Kabupaten /Kota; 10. Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH) adalah Bank yang ditunjuk Menteri untuk menerima setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang tersambung dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) Departemen Agama; 11. Paspor haji adalah dokumen resmi perjalanan yang harus dimiliki oleh setiap jemaah haji; 2

12. Penyelenggara lbadah Haji Khusus (PINK) adalah Penyelenggara Ibadah Umrah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus; 13. Biaya Penyelenggaraan lbadah Haji (BPIH) adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji; 14. Kelompok Bimbingan lbadah Haji (KBIH) adalah lembaga Sosial Keagamaan yang telah mendapat izin pemerintah untuk melaksanakan bimbingan haji terhadap calon jemaah/jemaah haji di tanah air dan di Arab Saudi; 15. Umrah adalah penyelenggaraan umrah yang dilaksanakan di luar musim haji; 16. Peserta Umrah adalah warga negara Indonesia yang menunaikan ibadah umrah; 17. Penyelenggara Perjalanan lbadah Umrah (PPIU) adalah Biro Perjalanan Wisata dan/atau organisasi/lembaga Sosial Keagamaan Islam, yang ditetapkan sebagai penyelenggara oleh Direktur Jenderal; 18. Asrama Haji adalah gedung/bangunan yang dipergunakan sebagai akomodasi bagi jemaah haji di tanah air; 19. Pengelolaan asrama haji adalah semua kegiatan yang meliputi perericanaan, pengamanan, pemeliharaan, dan pendayagunaan secara optimal tanah dan bangunan serta sarana, prasarana dan fasilitas yang menunjang fungsi asrama haji untuk pelayanan operasional haji dan diluar musim haji; 20. Badan Pengelola Asrama Haji (BPAH) adalah Badan yang mengelola asrama haji embarkasi dan/atau transit; 21. Asrama Haji Embarkasi adalah tempat penyelenggaraan dan pengaturan kegiatan pelayanan pengasramaan pada waktu pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji yang berada di kota pelabuhan embarkasi; 22. Asrama Haji Transit adalah tempat penyelenggaraan pelayanan calon jemaah/jemaah haji untuk kesiapan pemberangkatan/pemulangan dari daerah asal ke asrama embarkasi/sebaliknya; 23. Pembimbingan adalah kegiatan bimbingan terhadap calon jemaah haji /jemaah haji di tanah air dan di Arab Saudi; 24. Calon Jemaah Haji adalah orang Islam yang telah mendaftarkan diri secara resmi pada Departemen Agama untuk melaksanakan ibadah haji; 25. Kloter adalah singkatan dari kelompok terbang, yaitu kelompok jemaah haji dalam satu penerbangan/pesawat haji; 26. Ketua Kloter adalah pemimpin kelompok terbang pada setiap penerbangan haji; 27. Pembimbing Ibadah Haji adalah orang yang menguasai pengetahuan manasik haji dan/atau yang telah mengikuti orientasi pembimbingan calon jemaah haji yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal dan ditugaskan untuk membimbing calon jemaah haji; 28. Petugas Haji adalah petugas yang ditunjuk dan diangkat oleh Menteri untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap jemaah haji di Indonesia dan di Arab Saudi; 29. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Pusat (PPIH Pusat) adalah panitia yang berkedudukan di Kantor Departemen Agama Pusat Jakarta yang dibentuk

dan diangkat oleh Menteri untuk mengkoordinasikan pelayanan ibadah haji at dalam negeri dan Arab Saudi; 30. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi (PPIH Arab Saudi) atau petugas haji non kioter adalah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji yang berkedudukan d i Arab S audi, d ibentuk d an diangkat o leh D irektur J enderal atas nama Menteri untuk melaksanakan operasional haji di Arab Saudi; 31. Petugas Operasional yang menyertai jemaah haji (Petugas Kloter) adalah petugas haji yang ditunjuk dan diangkat oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Agama untuk memberikan pelayanan umum, bimbingan ibadah dan pelayanan kesehatan di Kloter, terdiri dari : a. Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI). b. Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI). c. Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). 32. Asuransi jemaah haji adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan sesuai dengan polls oleh penanggung kepada jemaah haji yang : a. meninggal dunia; b. cacat tetap sebagai akibat kecelakaan. 33. Tirkah adalah harta benda peninggalan jemaah yang wafat di Arab Saudi; 34. Diyat adalah d enda p engganti hukum Qisas karena kecelakaan lalu lintas atau pembunuhan; 35. Ta'limatul Haj adalah peraturan perhajian yang ditetapkan pemerintah Kerajaan Arab Saudi." 2. Mengubah ketentuan Pasal 13, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 13 (1) Bimbingan dapat dilakukan secara perorangan, kelompok dan massal. (2) Bimbingan perseorangan dilakukan terhadap calon jemaah haji yang jumlahnya kurang dari 11 (sebelas) orang. (3) Bimbingan kelompok dilakukan terhadap calon jemaah haji di tingkat Kecamatan oleh pembimbing ibadah haji. (4) Kelompok jemaah haji terdiri dari regu (sebelas orang) dan rombongan (empat regu). (5) Bimbingan perseorangan dan kelompok dilaksanakan oleh pemerintah, dan dapat dilakukan oleh Iembaga/dakwah/ormas Islam/Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). (6) Bimbingan massal dilakukan secara massal terhadap calon jemaah haji di daerah Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh pemerintah. (7) Bimbingan pemantapan dilakukan kepada calon jemaah haji pada waktu di asrama haji embarkasi menjelang keberangkatan ke Arab Saudi oleh PPIH Embarkasi."

Mengubah ketentuan Pasal 14, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 14 (1) Metode yang dipergunakan dalam bimbingan meliputi ceramah, tanya jawab, diskusi, konsultasi, peragaan, sarasehan dan praktek lapangan. (2) Alat peraga untuk manasik haji terdiri dari : maket perhajian, film haji; Ka'bah mini, dan boneka peraga berpakaian ihram." 4. Mengubah ketentuan Pasal 17, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 17 (1) Bimbingan dapat dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga sosial keagamaan Islam yang telah mendapat izin sebagai KBIH dari Kantor Wilayah. (2) KBIH hanya melaksanakan bimbingan ibadah haji dan bukan sebagai penyelenggara ibadah haji. (3) lzin KBIH berlaku selama 3 (tiga) tahun. (4) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Lembaga Sosial Keagamaan Islam mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Berbadan HukumNayasan; b. Memiliki susunan pengurus; c. Mendapat rekomendasi dari Kantor Departemen Agama; d. Memiliki kantor sekretariat yang tetap; e. Memiliki pembimbing lbadah haji. (5) Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b tidak dijabat oleh pegawai Departemen Agama yang masih aktif. (6) KBIH yang telah memperoleh izin berkewajiban menonjolkan identitas Nasional dan bukan identitas kelompok/daerah. (7) Identitas Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 adalah merah putih." 5. Mengubah ketentuan Pasal 19, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 19 KBIH tidak dibenarkan memungut biaya kecuali biaya bimbingan atas dasar kesepakatan dengan ketentuan: 1. Tidak memberatkan calon jemaah haji; 2. Penggunaannya harus jelas sesuai dengan program bimbingan di tanah air dan Arab Saudi; 3. Diketahui dan disetujui oleh Kepala Kantor Departemen Agama." 5

6. Mengubah ketentuan Pasal 20, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : KBIH berkewajiban : "Pasal 20 1. Memberikan bimbingan kepada jemaah; 2. Mentaati peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan perric!finggaraan ibadah haji; 3. Mengkooreii1'..7qikan dan membantu kelancaran penyelenggaraan ibadah haji dengan petugas terkait; 4. Menandatangani surat perjanjian dengan jemaah yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak; 5. Menyampaikan daftar calon jemaah haji yang dibimbing kepada Kepala Kantor Departemen Agama; 6. Melaporkan kegiatan bimbingan kepada Kepala Kantor Departemen Agama." 7. Mengubah ketentuan Pasal 24, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 24 (1) KBIH dapat dikenakan sanksi berupa a. Peringatan lisan/tertulis apabila melakukan pelanggaran pasal 17 ayat (2); b. Pembekuan izin selama-lamanya 2 (dua) tahun operasional apabila melakukan pelanggaran pasal 17 dan pasal 19; c. Pencabutan izin apabila melakukan pelanggaran pasal 17 ayat (2), (5), (6), pasal 19 dan pasal 20. (2) Untuk memberikan sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) menjadi wewenang kepala kantor wilayah." 8. Di antara Pasal 24 dan 25, disisipkan 1 (satu) pasal baru, yaitu Pasal 24A, sebagai berikut : "Pasal 24A Pembinaan jemaah pasca haji dapat dilakukan oleh lembaga/organisasi sosial keagamaan di daerah. Dalam melaksanakan pembinaan, lembaga/organisasi sosial keagamaan berpedoman kepada buku panduan yang dikeluarkan oleh Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Kegiatan pembinaan dilakukan melalui ceramah, media cetak, dan elektronik. 6

T (4) Kantor wilayah dan kantor Departemen Agama melakukan pembinaan terhadap lembaga/organisasi sosial keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengart, berpedoman kepada Petunjuk Teknis Pembinaan Lembaga/Organisasi Sosial Keagamaan yang dikeluarkan oleh Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji." 9. Mengubah ketentuan Pasal 60, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut "Pasal 60 (1) Persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Penyelenggara lbadah Haji Khusus (PIHK). adalah Biro Perjalanan Wisata yang memiliki izin sebagai Penyelenggara Perjalanan lbadah Umrah. (2) Untuk dapat ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut a. Surat Keputusan sebagai penyelenggara umrah yang masih berlaku; b. Bukti bahwa penyelenggara telah memberangkatkan jemaah umrah minimal 2 (dua) tahun dengan jumlah jemaah minimal 200 (dua ratus) orang yang diketahui oleh Kepala Bidang pada KJRI Jeddah dengan melampirkan foto copy visa dari Kedutaan Arab Saudi; c. Bukti telah diakreditasi; d. Susunan pengurus; e. Surat keterangan domisili dari Lurah setempat; f. Menyerahkan uang jaminan sebesar Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) atau garansi bank salah satu bank Pemerintah. (3) PINK ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Agama dalam jangka waktu tiga kali musim haji. (4) Penetapan kembali sebagai PIHK dapat dipertimbangkan apabila telah memberangkatkan jemaah haji khusus minimal 150 (seratus lima puluh) orang selama tiga kali musim haji. ( 5 ) Pengurus lbadah Haji Khusus yang sudah dicabut izinnya dikarenakan sesuatu hal tidak diperkenankan terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam penyelenggaraan ibadah haji." 10. Mengubah ketentuan Pasal 61, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut "Pasal 61 (1) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus berhak : a. Menerima pendaftaran calon jemaah ibadah haji khusus terhitung setelah ditetapkannya BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) melalui Keputusan Presiden; b. Menetapkan biaya penyelenggaraan ibadah haji khusus berdasarkan Keputusan Menteri Agama; c. Menerima buku-buku Bimbingan ibadah; d. Menerima gelang identitas dan masker. 1.4 7

ipumnp. (2) Penyelenggara lbadah Hap Khusus berkewajiban : a. Mendaftarkan calon jemaah ibadah haji khusus yang menjadi tanggung jawabnya kepada Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah; b. Melayani calon jemaah haji khusus yang menggunakan paspor haji; c. Membuat dan menandatangani perjanjian dengan setiap calon jemaahnya, yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak rangkap tiga dan menyerahkan satu copy perjanjian itu kepada Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah; d. Menyediakan petugas pembimbing ibadah dengan rasio 1 berbanding lemaah dan petugas kesehatan dengan rasio 1 berbanding 100 jemaiii*1, e. Menyerahkan perlengkapan dan buku-buku bimbingan ibadah haji yang telah diterima dari pemerintah kepada jemaah; f. Memberikan bimbingan dan penyuluhan ibadah haji sesuai dengan buku-buku penuntun yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji; g. Memenuhi segala kewajiban yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi tentang peraturan kedatangan jemaah haji yang diurus oleh Biro Perjalanan Wisata; h. Mengurus dokumen dan administrasi jemaah; i. Memberangkatkan dan memulangkan jemaah,.dengan tiket pergi pulang yang sudah conform atau sudah mendapat jaminan dari pihak penerbangan; j. Mengembalikan biaya p enyelenggaraan i badah haji k husus bagi calon jemaah yang batal sesuai ketentuan yang berlaku; k. Menyampaikan rencana penyelenggaraan ibadah haji khusus kepada Direktur Jenderal meliputi komponen biaya, akomodasi hotel, transportasi, konsumsi, jadwal perjalanan, nama pembimbing ibadah dan nama petugas kesehatan yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan dan diketahui asosiasi penyelenggara; I. Menyelesaikan seluruh kewajiban dengan pihak lain di Arab Saudi sebelum jemaah dipulangkan; m. Menyerahkan uang jaminan sebesar USD.500 perjemaah atau garansi bank; n. Masa tinggal jemaah haji khusus di Arab Saudi tidak melebihi 25 hari; o. Memberikan fasilitas akomodasi hotel dengan jarak dari pagar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tidak melebihi 300 meter; p. Tidak menempatkan jemaah haji khusus di Aziziah/Syisa kecuali hanya untuk transit selama 5 hari periode Arafah Mina; q. Apabila penyelenggara yang jemaahnya tidak mencapai jumlah jemaah 50 orang atau 1 bus harus menyerahkan jemaahnya kepada penyelenggara lain dengan disertai berita acara diketahui oleh Ketua Asosiasi yang tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Pelayanan Haji dan Umrah; r. Melaporkan keberangkatan di Bandara Soekarno-Hatta kepada petugas yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal dan melapor kedatangan/kepulangan jemaahnya kepada petugas Daerah kerja di Jeddah, Makkah, Madinah dan Armina; 8

IMP s. Memberangkatkan seluruh jemaahnya ke Padang Arafah untuk wukuf dan membadal hajikan bagi jemaah haji sakit yang tidak mungkin disafari wukufkan; t. Melakukan pengecekan bahwa seluruh jemaahnya telah melaksanakan syarat dan rukun haji." 11. Mengubah ketentuan Pasal 64, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 64 Penyelenggara lbadah Haji Khusus yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa : 1. Peringatan pertama (teguran tertulis) jika melakukan salah satu atau seluruh bentuk pelanggaran dibawah ini : a. Tidak melapor kepada PPIH di Arab Saudi dan Bandara Soekarno- Hatta; b. Konsumsi tidak sesuai ketentuan (perasmanan); c. Penempatan jemaah untuk transit di Aziziah melebihi lima hari; 2. Peringatan k edua ( pembekuan s elama 1 t ahun m usim haji) j ika melakukan salah satu atau seluruh bentuk pelanggaran dibawah ini : a. Tidak menyediakan petugas pembimbing ibadah; b. Tidak menyediakan petugas kesehatan; c. Jarak akomodasi dari Masjid melebihi 300 meter dari pagar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi; d. Masa tinggal melebihi 25 hari; e. Kapasitas kamar tidak sesuai dengan program yang ditentukan. 3. Pencabutan izin sebagai penyelenggara ibadah haji khusus oleh Direktur Jenderal jika melakukan salah satu atau seluruh bentuk pelanggaran dibawah ini a. Tidak memberangkatkan calon jemaah yang sudah terdaftar; b. Menelantarkan jemaah di Arab Saudi; c. Tidak menyediakan tiket kembali ke tanah air; d. Memungut biaya di bawah tarif yang ditetapkan oleh pemerintah; e. Memalsukan dokumen calon jemaah haji; f. Menggunakan paspor selain paspor haji; g. Tidak mewukufkan jemaahnya; h. Tidak membadal hajikan jemaah sakit yang tidak mungkin disafari wukufkan; i. Meninggalkan utang di Arab Saudi; j. Tidak aktif dalam waktu 2 (dua) tahun sejak penerbitan Surat Keputusan." 9

12. Mengubah ketentuan Pasal 73, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 73 (1) Biro Perjalanan Wisata dapat menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah setelah mendapat izin Direktur Jenderal. (2) Pemilik/pengelola Biro Perjalanan Wisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus beragama Islam. (3) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Biro Perjalanan Wisata mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan a. Surat rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah yang masa berlakunya tidak lebih dari empat bulan; b. Copy izin usaha perusahaan yang dilegalisasi Dinas Pariwisata Provinsi atau Pemerintah Daerah setempat; c. Susunan Pengurus Penyelenggara; d. Surat keterangan domisili; e. Menyerahkan uang jaminan sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau garansi bank salah satu bank Pemerintah. (4) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama 3 (tiga) tahun." (5) Penetapan kembali dapat dilakukan dengan membuat permohonan izin setelah dilakukan akreditasi dan telah memberangkatkan jemaah umrah minimal 200 (dua ratus) orang selama 3 (tiga) tahun." 13. Mengubah ketentuan Pasal 74, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 74 (1) Organisasi/Lembaga Keagamaan Islam dapat menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah setelah mendapat izin dari Direktur Jenderal. (2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), organisasi/lembaga keagamaan Islam menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan/memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Surat rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah sesuai - domisili penyelenggara; b. Akte pendirian lembaga; c. Susunan pengurus; d. Surat keterangan domisili; e. Menyerahkan uang jaminan sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau garansi bank salah satu bank Pemerintah. 3 ( ) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama 3 (tiga) tahun. 10

1.1111MINIP (4) Penetapan kembali dapat dilakukan dengan membuat permohonan izin setelah dilakukan akreditasi dan telah memberangkatkan jemaah umrah minimal 200 (dua ratus) orang selama 3 (tiga) tahun." 14. Mengubah ketentuan Pasal 76, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut "Pasal 76 (1) Pada waktu tiba di Arab Saudi peserta umrah rombongan atau yang diurus oleh penyelenggara wajib melapor kepada Konsulat Jenderal RI Jeddah cq. Kepala Bidang. (2) Penyelenggara berkewajiban : a. Membuat dan menandatangani perjanjian dengan calon peserta umrah yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak rangkap 3 (tiga) dan menyerahkan satu copy perjanjian itu kepada Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah; b. Menyampaikan rencana perjalanan ibadah umrah kepada Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah dan tembusannya kepada Kantor W ilayah sesuai domisili penyelenggara selambat-lambatnya 15 hari sebelum waktu keberangkatan, meliputi 1) Jadwal pemberangkatan dan pemulangan; 2) Route perjalanan ibadah umrah; 3) Besar biaya penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah setiap paket; 4) Perusahaan penerbangan yang dipergunakan; 5) Akomodasi di Arab Saudi; 6) Setiap pemberangkatan berkewajiban melampirkan foto copy visa dari kedutaan Arab Saudi sesuai dengan daftar nama peserta (masing-masing rangkap dua; satu rangkap untuk Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah, dan satu rangkap untuk Konsulat Jendral RI Jeddah c.q Bidang Urusan Haji). c. Menyediakan petugas pembimbing ibadah dan kesehatan; d. Menyediakan petugas pendamping bagi jemaah yang mendapat perawatan di Rumah Sakit Arab Saudi; e. Memberikan penyuluhan dan bimbingan ibadah; f. Memberangkatkan dan memulangkan peserta umrah sesuai dengan ketentuan perjalanan ibadah umrah dan perjanjian yang disepakati; g. Menyelesaikan pengurusan visa umrah kepada Kedutaan Besar Arab Saudi; h. Menyampaikan laporan kedatangan dan rencana kepulangan kepada Konsulat Jenderal RI Jeddah yang dilampiri nama dan nomor paspor peserta, serta akomodasi selama di Arab Saudi; i. Menyampaikan laporan akhir penyelenggara perjalanan ibadah umrah kepada Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah dengan tembusan kepada Kantor Wilayah sesuai dengan domisili penyelenggara selambat- Iambatnya 10 (sepuluh) hari setelah kepulargan peserta umrah ke Indonesia. 11

( 3 ) Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif berupa : a. Peringatan pertama (teguran tertulis) dengan ketentuan : 1) Tidak melaporkan pelaksanaan umrah pada Departemen Agama; 2) Tidak melaporkan pelaksanaan umrah pada Bidang Urusan Haji KJRI Jeddah; 3) Tidak menyediakan akomodasi sesuai kesepakatan. b. Peringatan kedua (pembekuan selama 1 tahun musim haji) dengan ketentuan : 1) Menelantarkan jemaah umrah; 2) Tidak menyediakan petugas pembimbing ibadah dan kesehatan. c. Pencabutan izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah oleh Direktur Jenderal dengan ketentuan : 1) Tidak menyediakan tiket pulang; 2) Menelantarkan jemaah di Arab Saudi; 3) Tidak memberangkatkan calon jemaah yang sudah membayar lunas." 15. Mengubah ketentuan pasal 80, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 80 (1) Susunan Organisasi PPIH di Arab Saudi terdiri dari pengarah, 'pimpinan, pembantu pimpinan dan pelaksana. (2) PPIH terdiri dari unsur pewakilan Republik Indonesia di Arab Saudi, Departemen Agama dan Instansi terkait. (3) PPIH di Arab Saudi dapat mengangkat pembantu PPIH Arab Saudi dari unsur local staff, mukimin dan mahasiswa Indonesia di luar negeri." 16. Mengubah ketentuan pasal 81, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 81 (1) Jumlah PPIH Pusat dan di Arab Saudi serta pembantunya disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas; (2) PPIH Pusat, Embarkasi dan di Arab Saudi dibentuk 30 (tiga puluh) hari sebelum o perasional pemberangkatan dan berakhir s elambat-iambatnya 1 5 (lima belas) hari setelah operasional pemulangan berakhir; (3) Orientasi PPIH Embarkasi dan Pembantu PPIH Embarkasi dilaksanakan oleh PPIH masing-masing; (4) Pelatihan PPIH Arab Saudi yang ditugaskan dari Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Haji; (5) Pelatihan Pembantu PPIH di Arab Saudi dilaksanakan oleh PPIH Arab Saudi." 12

17. Mengubah ketentuan Pasal 87, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 87 (1) Petugas operasional yang menyertai jemaah haji mempunyai tugas melakukan pelayanan umum, pelayanan ibadah dan pelayanan kesehatan terhadap calon jemaah/jemaah haji kelompok terbang saat di asrama haji embarkasi, di perjalanan dan selama di Arab Saudi; (2) Dalam melaksanakan tugas, petugas operasional yang menyertai jemaah haji mempunyai fungsi pembinaan, pelayanan dan perlindungan terhadap jemaah haji kelompok terbang; (3) Pelatihan Petugas Operasional yang menyertai jemaah haji dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Embarkasi; (4) Tata cara dan materi pelatihan diatur lebih lanjut oleh Direktur Pembinaan Haji." 18. Mengubah ketentuan Pasal 90, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 90 Persyaratan umum untuk dapat ditunjuk menjadi PPIH Pusat, Embarkasi, Arab Saudi, d an p etugas o perasional yang m enyertai j emaah h aji d itetapkan sebagai berikut : 1. Warga negara I ndonesia m uslim yang t aat beribadah, berakhlak mulia d an setia kepada Pemerintah Republik Indonesia; 2. Berbadan sehat dan tidak mengidap penyakit menular serta tidak. cacat fisik dan mental yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; 3. Mempunyai keahlian/profesi yang ada kaitannya dengan tugas yang diembannya; 4. Seleksi calon PPIH Arab Saudi dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Haji; 5. Seleksi calon petugas operasional yang menyertai jemaah haji dilaksanakan oleh Kantor Wilayah; 6. Seleksi calon petugas pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan; 7. Seleksi calon pembantu PPIH Arab Saudi dilaksanakan oleh Bidang Urusan Haji KJRI Jeddah; 8. Seleksi calon petugas PPIH embarkasi dilaksanakan oleh Kantor Wilayah; 9. Tata Cara dan materi seleksi petugas diatur lebih lanjut oleh Direktur Pembinaan Haji." 13

19. Mengubah ketentuan Pasal 91, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 91 (1) Setelah berakhirnya kegiatan operasional haji, PPIH Embarkasi dan PPIH Arab Saudi melaksanakan rapat evaluasi pelaksanaan tugas. (2) Hasil rapat evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadi bahan masukan untuk evaluasi nasional penyelenggaraan ibadah haji. (3) PPIH Pusat, PPIH Arab Saudi dan PPIH Embarkasi melaporkan pelaksanaan tugas kepada Menteri Agama selambat-iambatnya 15 (lima belas) hari setelah operasional haji berakhir." 90. Mengubah ketentuan Pasal 95, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 95 PPIH Arab Saudi dan petugas operasional yang menyertai jemaah haji tidak diperbolehkan berangkat sebagai petugas haji, bersama istri/suami/anak kandung yang menunaikan ibadah haji pada tahun yang sama." 21. Mengubah ketentuan Pasal 96, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut : "Pasal 96 (1) PPIH dan petugas operasional yang menyertai jemaah haji yang terbukti melanggar ketentuan dalam pasal 95 dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Terhadap petugas yang belum berangkat dicabut haknya sebagai petugas, dibatalkan pemberangkatannya dan diwajibkan mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah; b. Terhadap petugas yang sudah berangkat dicabut haknya sebagai petugas, dipulangkan ke tanah air dan diwajibkan mengganti seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. (2) Pejabat yang memberikan sanksi adalah : a. Direktur Jenderal atas nama Menteri bagi pelanggaran yang dilakukan oleh anggota PPIH Arab Saudi; b. Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri bagi pelanggaran yang dilakukan oleh petugas operasional yang menyertai jemaah (TPHI, TPIHI dan TKHI)." 14

ATURAN PERALIHAN Ketentuan yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Nomor D/377 Tahun 2cC2, sepaniang tidal( mengalami penibahan dalam Keputusan ini dinyatakan tetap berlaku. Keputusan Direktur Jeilderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 24 september 2003 DIRE R JENDERAL BIMBIN AN SYARAKAT ISLAM GGARAAN HAJI, IQ KAMIL 29 Tembusan : 1. Minted Agama RI; 2. Sekretaris Jenderal Departemen Agama; 3. Inspektur Jenderal Departemen Agama; 4. Dirjen Imigrasi Departemen Kehakiman dan HAM; 5. Dirjen P2MPL Departemen Kesehatan; Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan; 6. 7. Dirjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan; 8. Konsui.Jenderal RI di Jeddah; Sekretaris dan para Direktur di lingkungan Ditjen Bimas Islam 9. dan Penyelenggaraan Haji; Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Seluruh Indonesia; 10. 11. Kepala Kandepag Kabupaten /Kota Seluruh Indonesia. ci2lpentbakm :kv 7/200J 15