BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada tahap ini penulis mengumpulkan data-data berupa nama dan titik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

WEBGIS PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENGGUNAKAN ALGORITM A STAR (A*) (Studi Kasus: Kota Bontang)

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Implementasi Algoritma Dijkstra pada Peta Spasial

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memahami SIG. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas SIG

BAB I PENDAHULUAN. Semakin cepat waktu yang ditempuh maka semakin pendek pula jalur yang

SISTEM INFORMASI SUMBERDAYA LAHAN (Kuliah ke 12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Update 2012 DESAIN DAN ANALISIS ALGORITMA SEARCHING

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

PENENTUAN RUTE TERPENDEK PADA OPTIMALISASI JALUR PENDISTRIBUSIAN BARANG DI PT. X DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA FLOYD-WARSHALL

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN MADRASAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

ALGORITMA PENCARIAN (1)

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Algoritma Dijkstra dalam Pencarian Lintasan Terpendek Graf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. AKAKOM yang akan melakukan Praktik Kerja Lapangan Yang dimana

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERANCANGAN APLIKASI PENCARIAN RUTE TERPENDEK MENEMUKAN TEMPAT PARIWISATA TERDEKAT DI KEDIRI DENGAN METODE FLOYD- WARSHALL UNTUK SMARTPHONE

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Algoritma dijkstra ditemukan oleh Edger Wybe Dijkstra merupakan salah

Keywords: Sistem Informasi Georafis, Pemetaan, Pabrik Sawit

Penerapan Teori Graf Pada Algoritma Routing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. informasi geografi seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Tabel Tinjauan Pustaka

SISTEM INFORMASI NAVIGASI DARAT DENGAN VISUALISASI TIGA DIMENSI

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI IMPLEMENTASI ALGORITMA PENCARIAN K JALUR SEDERHANA TERPENDEK DALAM GRAF

Penerapan Algoritma A* (A Star) Sebagai Solusi Pencarian Rute Terpendek Pada Maze

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah uang. Salah satu yang menunjang aktivitas manusia adalah alat

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam teori graf dikenal dengan masalah lintasan atau jalur terpendek (shortest

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG

PENGEMBANGAN SHORTEST PATH ALGORITHM (SPA) DALAM RANGKA PENCARIAN LINTASAN TERPENDEK PADA GRAF BERSAMBUNG BERARAH BERUNTAI

[Type the document title]

CRITICAL PATH. Menggunakan Graph berbobot dan mempunya arah dari Critical Path: simpul asal : 1 simpul tujuan : 5. Graph G. Alternatif

BAB 1 PENDAHULUAN. Persoalan lintasan terpanjang (longest path) merupakan persoalan dalam mencari

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Implementasi Graf dalam Penentuan Rute Terpendek pada Moving Object

BAB I PENDAHULUAN. dapat kita lihat betapa kompleksnya persoalan persoalan dalam kehidupan

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENDIDIKAN KOTA BEKASI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH BANJIR DI DKI JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN ARC VIEW

IMPLEMENTASI HIERARCHICAL CLUSTERING DAN BRANCH AND BOUND PADA SIMULASI PENDISTRIBUSIAN PAKET POS

PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFI LAPORAN PRAKTIKUM 7 BUFFER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah

Pemanfaatan Algoritma Sequential Search dalam Pewarnaan Graf untuk Alokasi Memori Komputer

ARTIKEL APLIKASI DELIVERY SERVICE GLOBAL POISONING SYSTEM DAN ONLINE MARKET(PRINTER)MENGUNAKAN ANDROID DAN WEB SERVER

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI RUTE WISATA TERPENDEK BERBASIS ALGORITMA FLOYD-WARSHALL

PEMANFAATAN METODE MONTE CARLO DALAM PENCARIAN PATH TERPENDEK PADA GRAF

IMPLEMENTASI ALGORITMA DIJKSTRA UNTUK MENENTUKAN JARAK TERPENDEK DALAM PENDISTRIBUSIAN TELUR

BAB II DASAR TEORI Rumah Sakit. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Diktat Algoritma dan Struktur Data 2

BAB 2 LANDASAN TEORI

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA SATRIA DI JAKARTA PUSAT HENDRO ONGKOWIJOYO HENDRA LIBRA SAPUTRA ANDI SUSANTO

KECERDASAN BUATAN MASALAH, RUANG KEADAAN DAN PENCARIAN ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST., M.KOM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.2. Algoritma A* (A Star)

9. Algoritma Path. Oleh : Ade Nurhopipah

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENCARIAN JARAK TERPENDEK MENUJU RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS DENGAN METODE DIJKSTRA

Tujuan. Pengenalan SIG

PENGEMBANGAN PROTOTIPE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENYEBARAN RUTE ANGKUTAN UMUM KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Geografis Ada beberapa pengertian dari sistem informasi geografis, diantaranya yaitu: a) Purwadhi (1994) dalam Husein (2006) menyatakan: Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem yang mengorganisasi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan; b) Menurut ESRI (1990) dalam Basofi (2010) menyatakan: Sistem Informasi Geografis sebagai suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkatlunak, data geografi, dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem informasi geografis merupakan suatu sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis.

2.1.2 Komponen Sistem Informasi Geografis Komponen Sistem Informasi Geografis terbagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut: a. Perangkat Keras (Hardware) Sistem Informasi Geografis membutuhkan komputer untuk menyimpan data dan dalam melakukan pengolahan data. Semakin kompleks data yang ingin diolah, maka semakin besar juga kebutuhan memori dan kecepatan pengolah datanya; b. Perangkat Lunak (Software) Perangkat lunak dibutuhkan untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data bila diperlukan. Perangkat lunak yang sering digunakan dalam pembuatan SIG seperti (Arc View, ArcGIS, MapInfo dan lain lain); c. Data Dalam SIG semua data dasar geografis harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk digital untuk memudahkan dalam pengolahan data. Data dalam SIG dibagi menjadi dua bentuk yakni geografical atau data spasial, dan data atribut; d. Manusia Manusia dibutuhkan untuk mengendalikan seluruh sistem informasi geografis. Adanya koordinasi dalam sistem informasi geografis sangat diperlukan agar informasi yang diperoleh menjadi benar, tepat dan akurat.

DATA MANUSIA SIG HARDWARE SOFTWARE Gambar 2.1 Komponen SIG 2.1.3 Subsistem Sitem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem (Novianti, 2009) yaitu: a. Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan formatformat data aslinya ke dalam format-format yang digunakan oleh SIG; b. Data Output Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data seperti table, grafik, peta, dan lain-lain; c. Manajemen Data Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, diperbaharui, dan diperbaiki;

Analisis dan Manipulasi Data Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. 2.2 Peta Peta adalah suatu gambaran rupa bumi yang diproyeksikan pada bidang datar dan dilengkapi denganskala (Ashar dan Asmiwarti, 2011). Ditinjau dari perannya peta adalah bentuk penyajian informasi spasial tentang permukaan bumi untuk dapat dipakai dalam pengambilan keputusan. Data utama dalam SIG adalah data berbentuk sebaran spasial obyek yaitu peta. Dalam hal ini terdapat tiga cara dasar dalam penyajian data spasial, yaitu dalam bentuktitik, garis, dan area. Titik merupakan cara penyajian yang tidak berdimensi, dan hanya menyajikan lokasi dalam bentuk koordinat. Penyajian cara ini lebih menekankan pada lokasi obyek, yang tidak berkait dengan ukuran panjang maupun luas dari obyek. Garis merupakan deretan titik yang sambungmenyambung, berdimensi satu seperti jalan, sungai, akan tetapi sudah mempunyai sifat tambahan yaitu mempunyai arah dan ukuran panjang, akan tetapi tidak mempunyai luasan. Area dinyatakan dalam bentuk poligon, merupakan cara penyajian dasar yang berdimensi dua, sehingga dapat menggambarkan luas area.

2.3 Graf 2.3.1 Pengertian Graf Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Buckley:1990 dalam Alamsyah:2010). Suatu Graf terdiri dari dua himpunan yaitu himpunan V dan himpunan E. a. Verteks (simpul):v = himpunan simpul yang terbatas dan tidak kosong. b. Edge (sisi/busur):e = himpunan busur yang menghubungkan sepasang simpul. Dapat dikatakan graf adalah kumpulan dari simpul-simpul yang dihubungkan oleh sisi-sisi. B e 1 e 2 A e 3 C Gambar 2.2 Contoh graf Pada gambar di atas, graf terdiri dari himpunan V dan E yaitu: V = {A, B, C} E = {e1, e2, e3} = {(A,B),(B,C),(C,B),(A,C)} 2.3.2 Macam-macam Graf 1. Graf tidak berarah dan tidak berbobot yaitu tiap busur tidak mempunyai anak panah dan tidak berbobot;

Gambar 2.3 Graf tidak berarah dan tidak berbobot (Alamsyah:2010) 2. Graf berarah dan tidak berbobot yaitu tiap busur mempunyai anak panah yang tidak berbobot; Gambar 2.4 Graf berarah dan tidak berbobot (Alamsyah:2010) 3. Graf tidak berarah dan berbobot yaitu tiap busur tidak mempunyai anak panah tetapi mempunyai bobot; Gambar 2.5 Graf tidak berarah dan berbobot (Alamsyah:2010) 4. Graf berarah dan berbobot yaitu tiap busur mempunyai anak panah dan bobot.

Gambar 2.6 Graf berarah dan berbobot (Alamsyah:2010) 2.4 Algoritma Dijkstra Faizah (2010) menyatakan bahwa: Algoritma Dijkstra ditemukan oleh Edger Wybe Dijkstra. Algoritma Dijkstra adalah algoritma untuk menemukan jarak terpendek dari suatu vertex ke vertex yang lainnya pada suatu graph yang berbobot, dimana jarak antar vertex adalah bobot dari tiap edge pada graph tersebut. Algoritma dijkstra mencari jarak terpendek dari vertex asal ke vertex terdekatnya, kemudian ke vertex yang kedua, dan seterusnya. Misalkan titik mengambarkan gedung dan garis menggambarkan jalan, maka algoritma dijkstra melakukan kalkulasi terhadap semua kemungkinan bobot terkecil dari setiap titik. Berikut ini adalah urutan logika dari Algoritma Dijkstra: 1. Beri nilai bobot (jarak) untuk setiap titik ke titik lainnya, lalu set nilai 0 pada node awal dan nilai tak hingga terhadap node lain (belum terisi); 2. Set semua node Belum terjamah dan set node awal sebagai Node keberangkatan ;

3. Dari node keberangkatan, pertimbangkan node tetangga yang belum terjamah dan hitung jaraknya dari titik keberangkatan. Sebagai contoh: A 6 B 2 C jika titik keberangkatan A ke B memiliki bobot jarak 6 dan dari B ke node C berjarak 2, maka jarak dari A ke C melewati B menjadi 6+2=8. Jika jarak ini lebih kecil dari jarak sebelumnya (yang telah terekam sebelumnya) hapus data lama, simpan ulang data jarak dengan jarak yang baru; 4. Saat kita selesai mempertimbangkan setiap jarak terhadap node tetangga, tandai node yang telah terjamah sebagai Node terjamah. Node terjamah tidak akan pernah di cek kembali, jarak yang disimpan adalah jarak terakhir dan yang paling minimal bobotnya; 5. Set Node belum terjamah dengan jarak terkecil (dari node keberangkatan) sebagai Node Keberangkatan selanjutnya dan lanjutkan dengan kembali ke step 3. Contoh graf yang akan diselesaikan dengan algoritma dijkstra: A 3 B 4 E 5 3 1 1 D 4 C Gambar 2.7 Graf Untuk Algoritma Dijkstra

Dalam contoh graf di atas, dicari rute terpendek dari vertex A ke vertex C. Langkah-langkah untuk menentukan rute terpendek dari vertex A ke vertex C adalah sebagai berikut: - Pada awalnya status dari vertex yang belum terpilih diinisialisasikan dengan 0 dan yang sudah terpilih diinisialisasikan dengan 1, dimulai dari vertex A. - Tentukan bobot dari vertex yang berhubungan langsung dengan vertex awal yaitu vertex A, seperti dari vertex A ke vertex B = 3 dan dari vertex A ke vertex E = 4. Untuk vertex C dan D tidak diberi nilai karena tidak terhubung dengan vertex A. - Predecessor (vertex sumber) dari A, B dan E adalah A, karena bobot dihitung dari A, sedangkan untuk C dan D tidak ada karena tidak ada jarak yang terhubung dengan vertex A. Tabel 2.1 Hasil iterasi ke-0 Vertex A B C D E Bobot - 3 - - 4 Predecessor A A - - A Status 1 0 0 0 0 - Berdasarkan tabel di atas, pilih vertex yang memiliki bobot yang paling kecil dengan status 0, sehingga didapat vertex B. Untuk itu vertex B dikunjungi dan status vertex B diubah menjadi 1 dan predecessor-nya tetap A. Karena vertex B telah dipilih, maka diperoleh vertex C dengan jarak = 7, dan predecessor vertex C menjadi B, karena vertex C didapat dengan melalui vertex B. Sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2 Hasil iterasi ke-1 Vertex A B C D E Bobot - 3 7-4 Predecessor A A B - A Status 1 1 0 0 0 - Dari tabel 2.2 didapatkan vertex dengan status 0 dan bobot terkecil adalah vertex E. Untuk itu status vertex E berubah menjadi 1. Karena vertex E telah dipilih, maka diperoleh vertex D dengan bobot = 5 dan predecessor vertex D menjadi E. Sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel 2.3 di bawah ini: Tabel 2.3 Hasil iterasi ke-2 Vertex A B C D E Bobot - 3 7 5 4 Predecessor A A B E A Status 1 1 0 0 1 - Dari tabel 2.3, maka vertex selanjutnya yang dikunjungi adalah vertex D. Untuk itu status vertex D berubah menjadi 1. Jika vertex D terpilih, maka terjadi perubahan pada vertex C dimana bobot pada vertex C awalnya 7 menjadi 6. Sehingga predecessor vertex C menjadi D. Maka diperoleh hasil seperti pada tabel 2.4 di bawah ini: Tabel 2.4 Hasil iterasi ke-3 Vertex A B C D E Bobot - 3 6 5 4 Predecessor A A D E A Status 1 1 0 1 1 - Karena hanya tinggal vertex C yang belum dikunjungi, maka status vertex C diberi nilai 1. Dengan demikian seluruh vertex telah dikunjungi.

Tabel 2.5 Hasil iterasi ke-4 Vertex A B C D E Bobot - 3 6 5 4 Predecessor A A D E A Status 1 1 1 1 1 Dengan demikian didapatkan jarak terpendek dari vertex A ke seluruh vertex yang ada. Berikut adalah shortest path dari vertex A ke vertex lainnya: 1) A ke B, vertex yang dilalui adalah A-B, total jarak 3. 2) A ke C, vertex yang dilalui adalah A-E-D-C, total jarak 6. 3) A ke D, vertex yang dilalui adalah A-E-D, total jarak 5. 4) A ke E, vertex yang dilalui adalah A-E, total jarak 4. 2.5 Penelitian Terkait Penelitian sebelumnya mengenai pencarian rute terpendek sudah pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa. Berikut ini uraian singkat dari penelitian sebelumnya: Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Yuliawati (2009) dengan judul Pencarian Jarak Terpendek Menggunakan Metode Breadth First Search Dan Metode Hill Climbing. Penelitian ini menghasilkan simulasi perbandingan antara dua metode yang menjadi konsep dasar pencarian jarak yang bernilai minimum. Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Indarti (2009) dengan judul Pencarian Jarak Terpendek ke Suatu Tempat Dengan Menggunakan Metode Heuristik Berbasis SMS. Dalam penelitianannya Indarti membuat aplikasi pencarian jarak terpendek yang dapat menerima sms dari pengguna dengan format

yang telah ditentukan, kemudian aplikasi akan menjalankan pencarian secara otomatis berdasarkan koordinat dari kota asal ke kota tujuan. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu dalam penelitian kali ini penulismerancang aplikasi penentuan rute terpendek dengan menggunakan Algoritma Dijkstra. Keunggulan dari penelitian yang penulis lakukan yaitu aplikasi yang dibuat oleh penulis bisa diakses melalui website sehingga semua pengguna bisa mengaksesnya kapan saja dan dimana saja.