BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

dokumen-dokumen yang mirip
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

A. Analisis faktor penyebab nushu>z nya istri karena ketidakmampuan suami. memberi nafkah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

Lex Administratum, Vol. III/No. 6/Ags/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

Lingkungan Mahasiswa

BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN POLIGAMI. dimana kata poly berarti banyak dan gamien berarti kawin. Kawin banyak disini

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1988, hlm. 104

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI. A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian perkawinan, dasar hukum perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. A. Pengertian Perkawinan 1. Menurut Undang-Undang Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan didefinisikan sebagai berikut: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Pengertian perkawinan sebagaimana dinyatakan pada pasal 1 Undang- Undang No.1 tahun 1974 perlu dipahami benar-benar oleh masyarakat, oleh karena ia merupakan landasan pokok dari aturan hukum perkawinan lebih lanjut, baik yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 maupun dalam peraturaan lainnya tentang perkawinan. 2 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan &Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2013), hlm. 8 2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar maju, 2007), hlm. 8 25

26 Artinya menurut Undang-Undang ini, perkawinan barulah ada apabila dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita, tentulah tidak dinamakan perkawinan andaikata yang terikat dalam perjanjian perkawinan itu dua orang wanita (lesbian) atau dua orang pria saja (homo seksual). Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum dan kepercayaan masing-masing agama. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku. 2. Menurut Imam Syafi i Imam Syafi i berpendapat bahwa, nikah menurut bahasa artinya berkumpul dan bercampur, dan menurut istilah syara adalah akad ijab-kabul dari seorang lakilaki kepada seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang kekal, bahagia, dan sejahtera di bawah naungan ridha ilahi. 3 Dalam buku lain juga disebutkan pendapat Ulama Syafi iyah tentang pengertian perkawinan. Beliau mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu akad dengan menggunakan lafaz nikah atau jauz, yang menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan, seseorang dapat memiliki atau mendapatkan kesenangan dari pasangannya. 4 B. Dasar Hukum Perkawinan 1. Menurut Undang-Undang Dasar hukum pernikahan menurut Undang-Undang No.1 tahun 1974 terdapat pada pasal 1 sampai 5, diantaranya menegaskan sebagai berikut: 3 Ibnu Mas ud, Fiqih Mazhab Syafi i (edisi lengkap) Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 250 4 Beni, Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat-buku I, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 17

27 Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 (1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. (2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 4 (1) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. istri tidak dapat melahirkan keturunan. Pasal 5 (1) Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. adanya persetujuan dari isteri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri- isteri dan anak-anak mereka. c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak anak mereka. (2) Persetujuan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan. 5 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, Op.Cit., hlm. 2-5

28 2. Menurut Imam Syafi i Dasar hukum perkawinan menurut Mazhab Syafi i adalah sunah bagi orang yang berkehendak untuk nikah dan wajib bagi seseorang yang khawatir akan berzina karena nafsunya yang kuat, bila ia telah memperoleh belanja. Nikah termasuk sunah Nabi SAW. Sabda Rasulullah SAW.: عن أب أي ضي ه ع عن ال بي ص..ق :أ بع من س ن الم س ين الحي ءوالتعط والس اك وال ح. ) وا أحمد والت م ( Hadis di atas menjelaskan bahwa empat macam yang termasuk sunnah Rasul adalah pemalu, suka berharum-haruman, bersiwak (menggosok gigi), dan nikah. Dari penjelasan hadis tersebut dapat diketahui bahwasanya nikah merupakan sunnah Rasul. Barang siapa yang membenci perkawinan berarti membenci sunah Rasul dan barang siapa yang membenci sunah Rasul, ia bukan termasuk umatnya. 6 C. Rukun dan Syarat Perkawinan 1. Menurut Undang-Undang Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur adanya Rukun perkawinan, tetapi dalam Undang-Undang ini mengatur tentang syarat-syarat perkawinan. Terdapat pada BAB II tentang syarat-syarat perkawinan dan terdiri dari pasal 6 sampai pasal 12 yang isinya menegaskan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai dan bila dalam 6 Ibnu Mas ud, Op.Cit., hlm. 252

29 melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada bab selanjutnya. 2. Menurut Imam Syafi i Imam Syafi i mengatakan bahwa rukun perkawinan itu ada lima macam, yaitu: a. Calon pengantin laki-laki, b. Calon pengantin perempuan, c. Wali d. Dua orang saksi d. Sighat akad nikah. 7 Menurut Mazhab Syafi i yang menjadi syarat sebuah perkawinan adalah keduanya haruslah berakal dan baligh, kecuali jika dilakukan oleh wali mempelai, juga disyaratkan bahwa kedua mempelai mesti terlepas dari keadaan-keadaan yang membuat mereka dilarang kawin, baik karena hubungan keluarga maupun hubungan lainnya baik bersifat permanen maupun sementara. Mazhab Syafi i berpendapat bahwa orang yang melakukan akad itu harus pasti dan tentu orangnya, sehingga dipandang tidak sah akad nikah dalam kalimat yang berbunyi, saya mengawinkan kamu dengan salah seorang di antara kedua 7 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 48

30 wanita ini, dan saya nikahkan diri saya dengan salah satu di antara kedua laki-laki ini tanpa ada ketentuan yang mana di antara keduanya itu yang dinikahi. 8 D. Hak dan Kewajiban dalam Perkawinan 1. Menurut Undang-Undang Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa tujuan perkawinan terdapat pada pasal 1 yang isinya menegaskan bahwa: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hak dan kewajiban dalam perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat pada pasal 30 sampai pasal 34 yang isinya menegaskan, bahwa: Pasal 30 Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Pasal 31 (1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (3) Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Pasal 32 (1) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. (2) Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami-isteri bersama. 8 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja fari,hanafi,maliki,syafi i,hambali, terjemahan oleh Afif Muhammad et. al. (Jakarta: Lentera, 2004), hlm. 315

31 Pasal 33 Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. Pasal 34 (1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. (3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan. 9 Selanjutnya pada BAB V disebutkan pula hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, di antaranya terdiri dari pasal 45 sampai pasal 49 yang isinya menegaskan: Pasal 45 (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya (2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Pasal 46 (1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. (2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bila mereka itu memerlukan bantuannya. Pasal 47 (1) Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Pasal 48 Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, Op.Cit., hlm. 11-12

32 Pasal 49 (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal sebagai berikut : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan buruk sekali. (2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada anak tersebut. 10 2. Menurut Imam Syafi i a. Hak dan Kewajiban Suami Istri Hak ialah sesuatu yang dapat dimiliki atau dikuasai sedangkan kewajiban ialah sesuatu yang harus diberikan, baik berupa benda maupun berupa perbuatan. Suami istri mempunyai hak dan kewaiban terhadap yang lainnya. Sesudah pernikahan dilangsungkan, kedua belah pihak suami istri harus memahami hak dan kewajiban masing-masing. Hak bagi istri menjadi kewajiban bagi suami. Begitu pula, kewajiban suami menjadi hak bagi istri. Suatu hak yang belum pantas diterima sebelum kewajiban dilaksanakan. b. Hak Suami Istri Dalam ajaran Islam, istri mempunyai beberapa hak yang wajib ditunaikan oleh seorang suami. Supaya kebahagiaan, keadaan, dan ketenteraman terjelma dalam keluarga, dan demi kelanggengan cinta kasih antara suami istri. 11 Suami wajib mempergunakan haknya secara hak, dan dilarang menyalahgunakan haknya, di 10 Ibid. hlm. 14-15 11 Ibnu Mas ud, Op Cit., hlm. 312

33 samping itu dia wajib menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Apabila suami telah melaksanakan demikian dan begitu pula istri, maka menjadi sempurnalah terwujud sarana-sarana kearah ketentraman kesejahteraan dan kebahagiaan bersama lahir dan batin. Apa yang menjadi kewajiban suami terhadap istrinya adalah merupakan hak bagi istri. 12 1. Hak Istri Terhadap Suami Hak istri wajib ditunaikan oleh suami ini terbagi menjadi dua bagian: a. Hak Pribadi yang Bersifat Materi. Hak yang bersifat materi yang sangat penting untuk diperhatikan ialah yang pertama, memberi nafkah istri dan anak-anaknya. Kedua, suami harus memberi kebebasan pada istri untuk mengatur harta miliknya sendiri. Ketiga, suami wajib menaati janji-janjinya kepada istri. b. Hak yang Bersifat Formal. Hak istri yang bersifat formal yang pertama, penghormatan suami kepada istri dan kemuliaannya, menghormati haknya, pengatur rumah tangganya, ibu dari anak-anaknya, dan tempat mengadukan rahasia. Kedua, suami waib menggauli istrinya dengan baik, bertutur kata dengan baik. Ketiga, suami harus benar atau 12 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan karena Ketidakmampuan Suami menunaikan kewajiban Istri, cet.i (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1989), hlm.12

34 jujur dalam bergaul dengan istrinya. Keempat, suami hendaknya bersikap lemah lembut dan bersenda gurau dengan istrinya. 2. Hak Suami Atas Istri Hak suami yang wajib ditunaikan oleh istri, antara lain: a. Seorang istri harus taat kepada suaminya dengan cara yang baik, menaati perintahnya, menjaga kehormatannya, dan tidak lebih tinggi atau ingin menyayangi suaminya. b. Kewajiban seorang istri kepada suaminya ialah seorang istri harus menjaga harta dan kehormatan suaminya. c. Istri tidak menolak ajakan suaminya untuk melayaninya di atas tempat tidur. d. Seorang istri tidak boleh mengizinkan seorangpun masuk rumah suaminya kecuali mendapat izin suaminya. e. Istri wajib menunaikan tugas-tugas di dalam rumah. f. Seorang istri harus tetap tinggal di rumah. g. Seorang sitri harus berhias, bersolek dengan mengenakan pakaian terindah hanya untuk suaminya. 13 hlm. 101-135 13 Muhammad Ali As Shabuni, Pernikahan dini yang islami, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996),

35 c. Kewajiban Suami Istri 1. Sopan dalam perkataan dan perbuatan dan jangan ada yang memulai menyinggung perasaan. 2. Menanamkan kesabaran dan tidak cepat marah. Kalau ada yang terlanjur emosi, hendaklah sadar dan berwudhu lalu minta maaf. 3. Berusaha mencari kesenangan bersama, sesuai ajaran agama serta turut dalam jalan kebersihan. 4. Tidak terlalu cemburu pada masalah yang tidak patut dicemburui. 14 14 Ibnu Mas ud, Op. Cit., hlm. 313