2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

dokumen-dokumen yang mirip
2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5729); 4. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahu

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding:

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 02 Tahun 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN HAKIM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA. No.1109, 2012 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Sengketa Pemilu. Penyelesaian. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Hak Asasi Manusia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Ja

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BAB VII PERADILAN PAJAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPANITERAAN PIDANA

PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.03/2014 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STANDARD OPERATING PROCEDURES (S.O.P) PENANGANAN PERKARA PIDANA ACARA BIASA PADA PENGADILAN NEGERI TENGGARONG

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

UNIVERSITAS AIRLANGGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PENILAIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; b. bahwa untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara belum mengatur hukum acara penilaian ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang;

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4958); 2. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 5079); 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PENILAIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. 2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. 3. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

3 4. Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. 5. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Pengadilan untuk menilai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam Keputusan dan/atau Tindakan. 6. Majelis Hakim yang selanjutnya disebut Majelis adalah susunan hakim yang memeriksa dan memutus Permohonan sekurangkurangnya 3 (tiga) orang hakim. 7. Jadwal persidangan adalah pembagian waktu berdasarkan tahapan persidangan secara berurutan mulai dari sidang pertama hingga pengucapan putusan akhir yang ditetapkan oleh Majelis. 8. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. BAB II KEKUASAAN PENGADILAN DAN KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pasal 2 (1) Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penilaian ada atau tidak ada penyalahgunaan Wewenang dalam Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan sebelum adanya proses pidana. (2) Pengadilan baru berwenang menerima, memeriksa, dan memutus penilaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah adanya hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 3 Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang merasa kepentingannya dirugikan oleh hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan dinyatakan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang. BAB III MATERI PERMOHONAN Pasal 4 (1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Pemohon atau kuasanya dalam 5 (lima) rangkap memuat: a. Identitas Pemohon.

4 1. Dalam hal Pemohon Badan Pemerintahan meliputi: - Nama Badan Pemerintahan; - Tempat kedudukan; dan - Nomor telepon/faksimili/telepon seluler/surat elektronik (bila ada). 2. Dalam hal Pemohon Pejabat Pemerintahan meliputi: - Nama diri Pejabat Pemerintahan; - Tempat tanggal lahir/umur; - Pekerjaan; - Jabatan; - Tempat tinggal; dan - Nomor telepon/faksimili/telepon seluler/surat elektronik (bila ada). b. Uraian secara singkat dan jelas mengenai objek Permohonan berupa Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan yang dimohonkan penilaian. c. Uraian yang menjadi dasar Permohonan, meliputi: 1. Kewenangan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; 2. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; dan 3. Alasan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan/atau Pasal 24 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 diuraikan secara jelas dan rinci. d. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam Permohonan: 1. Dalam hal Pemohon Badan Pemerintahan yaitu: - Mengabulkan Permohonan Pemohon seluruhnya; - Menyatakan Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan ada unsur penyalahgunaan Wewenang; - Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan. 2. Dalam hal Pemohon Pejabat Pemerintahan yaitu: - Mengabulkan Permohonan Pemohon seluruhnya; - Menyatakan Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang;

5 - Memerintahkan kepada Negara untuk mengembalikan kepada Pemohon uang yang telah dibayar, dalam hal Pemohon telah mengembalikan kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. e. Permohonan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain diajukan dalam bentuk tertulis juga diajukan dalam format digital yang disimpan secara elektronik dalam media penyimpanan berupa cakram padat atau yang serupa dengan itu. (3) Dalam hal Pemohon diwakili oleh kuasanya, identitas Pemohon dalam Permohonan diuraikan terlebih dahulu diikuti identitas kuasanya. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilampiri surat kuasa khusus dan fotokopi kartu anggota advokat dari kuasa yang bersangkutan. BAB IV TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 5 (1) Permohonan diajukan kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Pejabat Pemerintahan yang menerbitkan Keputusan dan/atau melakukan Tindakan melalui Kepaniteraan. (2) Dalam hal Pemohon berkedudukan atau berada di luar negeri, Permohonan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. (3) Panitera wajib melakukan penelitian administrasi Permohonan dan memeriksa kelengkapan alat bukti pendahuluan yang mendukung permohonan sekurang-kurangnya berupa: a. Bukti yang berkaitan dengan identitas Pemohon yaitu: 1. Fotokopi keputusan dan/atau peraturan perundangundangan pembentukan Badan Pemerintahan yang bersangkutan, dalam hal Pemohon Badan Pemerintahan; dan/atau 2. Fotokopi KTP atau identitas diri lain, keputusan pengangkatan jabatan Pemohon pada saat Keputusan dan/atau Tindakan Pemohon yang dimohonkan penilaian itu diterbitkan dan/atau dilakukan, dalam hal Pemohon Pejabat Pemerintahan. b. Fotokopi Keputusan yang dimohonkan penilaian dan hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah serta fotokopi

6 bukti surat atau tulisan yang berkaitan dengan alasan Permohonan; c. Daftar calon saksi dan/atau ahli, dalam hal Pemohon bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli; dan d. Bukti-bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik, bila diperlukan. (4) Dalam hal berkas Permohonan dinilai telah lengkap, berkas Permohonan dinyatakan diterima dengan memberikan Tanda Terima Berkas setelah membayar panjar biaya perkara melalui bank yang ditunjuk untuk itu. (5) Dalam hal berkas Permohonan dinilai belum lengkap, Panitera Pengadilan memberitahukan kepada Pemohon tentang kelengkapan Permohonan yang harus dipenuhi, dan Pemohon harus sudah melengkapinya dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan berkas kurang lengkap. (6) Dalam hal kelengkapan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, maka Panitera memberitahukan bahwa Permohonan tersebut tidak diregistrasi dalam Buku Register Perkara disertai dengan pengembalian berkas Permohonan. (7) Permohonan dapat diajukan kembali dengan permohonan baru disertai dengan kelengkapan Permohonan. Pasal 6 Fotokopi bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan b wajib dibubuhi meterai cukup sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB V REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG Bagian Pertama Registrasi Perkara Pasal 7 (1) Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam Buku Register Perkara dan diberi nomor perkara. (2) Panitera memberikan akta sebagai bukti pencatatan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal Permohonan telah dicatat dalam Buku Register Perkara dan dicabut oleh Pemohon, Panitera menerbitkan Akta Pencabutan Permohonan dan diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan pengembalian berkas Permohonan.

7 Bagian Kedua Penjadwalan Sidang Pasal 8 (1) Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak Permohonan tersebut diregistrasi. (2) Ketua Pengadilan menetapkan susunan Majelis yang memeriksa Permohonan tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan. (3) Ketua Majelis menetapkan sidang pertama dan jadwal persidangan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak berkas perkara diterima oleh Majelis. (4) Penetapan sidang pertama dan jadwal persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan kepada Pemohon. (5) Jadwal persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat mengikat, dan tidak ditaatinya jadwal tersebut menyebabkan hilangnya kesempatan atau hak bagi Pemohon untuk berproses kecuali terdapat alasan yang sah. Bagian Ketiga Panggilan Sidang Pasal 9 (1) Panggilan sidang pertama disertai dengan: a. Penetapan Ketua Majelis yang memuat jadwal persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). b. Perintah untuk melengkapi bukti-bukti lain selain yang diuraikan dalam Pasal 5 ayat (3). c. Perintah untuk mempersiapkan saksi dan/atau ahli yang akan diajukan dalam persidangan sesuai dengan jadwal persidangan yang telah ditetapkan dalam hal Pemohon bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli. (2) Panggilan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Panitera atau Panitera Pengganti yang menangani Permohonan dan disampaikan secara langsung oleh Jurusita atau Jurusita Pengganti atau melalui telepon, faksimili, dan/atau surat elektronik yang dibuktikan dengan berita acara penyampaian atau pengiriman. (3) Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah dikirim kepada Pemohon atau kuasanya dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum hari persidangan.

8 (4) Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila surat panggilan telah dikirimkan kepada pihak tersebut. BAB VI PEMERIKSAAN Bagian Pertama Pemeriksaan Persidangan Pasal 10 (1) Pemeriksaan persidangan dilakukan oleh Majelis tanpa melalui proses dismissal maupun pemeriksaan persiapan. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah: a. Pemeriksaan pokok Permohonan. b. Pemeriksaan bukti surat atau tulisan. c. Mendengarkan keterangan saksi. d. Mendengarkan keterangan ahli. e. Pemeriksaan alat-alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik. (2) Pemeriksaan pokok Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dimulai dengan memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok Permohonan. Pasal 12 (1) Dalam hal Pemohon mengajukan pencabutan Permohonan, Majelis menerbitkan Penetapan Pencabutan Permohonan. (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan memerintahkan kepada Panitera untuk mencoret Permohonan dari Buku Register Permohonan, yang salinannya disampaikan kepada Pemohon. Bagian Kedua Pembuktian Pasal 13 Alat bukti dalam penilaian ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang meliputi:

9 a. Surat atau tulisan. b. Keterangan saksi. c. Keterangan ahli. d. Pengakuan Pemohon. e. Pengetahuan hakim. f. Alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik. Pasal 14 Saksi dan/atau ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b dan huruf c dapat diajukan oleh Pemohon atau dipanggil atas perintah Pengadilan. Pasal 15 Alat bukti informasi elektronik atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f dapat berupa rekaman data atau informasi yang dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka yang memiliki makna. BAB VII PUTUSAN Pasal 16 Alasan hukum yang menjadi dasar putusan dalam penilaian ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang meliputi: a. Maksud dan tujuan Permohonan. b. Kewenangan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. c. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. d. Pendapat Majelis terhadap pokok Permohonan mengenai ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan/atau Pasal 24 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014; dan e. Kesimpulan mengenai semua hal yang telah dipertimbangkan. Pasal 17 Amar putusan penilaian ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang berbunyi:

10 a. "Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima", dalam hal Permohonan tidak memenuhi syarat formal, Pengadilan tidak berwenang, dan/atau Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). b. Dalam hal Pemohon Badan Pemerintahan: - "Mengabulkan Permohonan Pemohon". - "Menyatakan Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan ada unsur penyalahgunaan Wewenang". - "Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan". Dalam hal Pemohon Pejabat Pemerintahan: - "Mengabulkan Permohonan Pemohon"; - "Menyatakan Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang"; - "Memerintahkan kepada Negara untuk mengembalikan kepada Pemohon uang yang telah dibayar", dalam hal Pemohon telah mengembalikan kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. c. "Menolak Permohonan Pemohon", dalam hal Keputusan dan/atau Tindakan Pejabat Pemerintahan tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang apabila Pemohonnya Badan Pemerintahan, atau dalam hal Keputusan dan/atau Tindakan Pemohon ada unsur penyalahgunaan Wewenang apabila Pemohonnya Pejabat Pemerintahan; atau d. "Menyatakan Permohonan gugur", dalam hal Pemohon tidak hadir dalam persidangan 2 (dua) kali berturut-turut pada sidang pertama dan kedua tanpa alasan yang sah atau Pemohon tidak serius. Pasal 18 Biaya perkara penilaian ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang dibebankan kepada Pemohon. Pasal 19 Pengadilan wajib memutus Permohonan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak sidang pertama dilakukan.

11 BAB VIII BANDING TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN Pasal 20 (1) Pemohon dapat mengajukan pemeriksaan banding terhadap putusan Pengadilan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. (2) Permohonan banding diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan yang memutus Permohonan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kalender dihitung keesokan hari setelah putusan diucapkan, bagi pihak yang hadir. (3) Dalam hal pihak yang bersangkutan tidak hadir pada saat pengucapan putusan, tenggang waktu pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung setelah pemberitahuan amar putusan dikirimkan. (4) Apabila hari keempat belas jatuh pada hari libur, penentuan hari keempat belas jatuh pada hari kerja berikutnya. (5) Dalam hal Permohonan banding diajukan melampaui tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan tidak dapat diterima dengan Penetapan Ketua Pengadilan dan berkas perkara tidak dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. (6) Penetapan Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat diajukan upaya hukum. Pasal 21 (1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara wajib memutus Permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak penetapan susunan Majelis. (2) Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

12 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2015 KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, MUHAMMAD HATTA ALI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY