BAB IV ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN PERLINDUNGAN NASABAH. A. Analisis praktek akad pembiayaan mudharabah di BMT Amanah Bangsri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PEMBAHASAN UMUM TENTANG AKAD MUDHARABAH DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN. ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI BPRS BUANA MITRA PERWIRA PURBALINGGA

BAB IV. ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

PERLINDUNGAN NASABAH DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AKAD MUDHARABAHDI BMT AMANAH BANGSRI JEPARA SKRIPSI. Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELASANAAN AKAD MUDH ARABAH PADA SIMPANAN SERBAGUNA DI BMT BISMILLAH SUKOREJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENALTI PADA PENGAMBILAN SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (DEPOSITO) SEBELUM JATUH TEMPO DI BMT SYIRKAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB II LANDASAN TEORI. kepastian dana pendidikan anak sesuai rencana untuk setiap cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

DEVELOPER PT. SAMI KARYA DI PERUMAHAN GRAHA

BAB IV ANALISIS MODEL PERHITUNGAN NISBAH BAGI HASIL PADA SIMPANAN BERJANGKA (DEPOSITO) DI BMT LESTARI MUAMALAT SURADADI TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

PERHITUNGAN BAGI HASIL DAN PENANGANAN PENCAIRAN DEPOSITO MUDHARABAH PADA BPR SYARIAH AMANAH UMMAH

BAB IV. Analisa Hukum Islam Terhadap Penentuan Margin Pembiayaan Mud{a>rabah Mikro (Study Kasus Di BMT As-Syifa Taman Sidoarjo).

RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURA<BAHAH MUSIMAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi sesuai dengan nilai-nilai dan Prinsip Ekonomi Islam (Islamic

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. A. Kebijakan Harga Jual Pembiayaan Murabahah di BMT Istiqomah Unit

BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kehadiran bank syariah ditengah-tengah perbankan konvensional

BAB II Landasan Teori

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENERAPAN AKAD WADI AH PADA PRODUK TABUNGAN ZIARAH DI KOPENA PEKALONGAN

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut dikarenakan dari hasil penyaluran pembiayaan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat modal yang mencukupi, sehingga untuk menambah modal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang membutuhkan. berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI DERIVATIF SYARIAH PERDAGANGAN BERJANGKA DAN KOMODITI DI PT BURSA BERJANGKA JAKARTA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Konsep Mudharabah dalam Perbankan Syariah. 1. Pengertian Mudharabah dan Implementasinya

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin meningkat/padat,

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan-kegiatannya dibidang keuangan, menarik uang dari dan. menyalurkannya kedalam masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

MUD{A<RABAH PADA NASABAH BERMASALAH DI BMT MUDA

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Pembukaan Simpanan Berjangka (SIJANGKA)

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURĀBAḤAH DALAM BENTUK PERJANJIAN PIUTANG MURĀBAḤAH

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP UPAYA PENGOVERAN BUKTI FISIK TRANSAKSI MURA>BAH{AH DI BPRS JABAL NUR SURABAYA

Bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

HILMAN FAJRI ( )

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

BAB I PENDAHULUAN. satu yang diutamakan, karena hal itu yang menentukan berhasil atau gagalnya

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

Raja Grafindo Persada, 2016, hlm.99

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB 1 PENDAHULUAN. kenaikan yang baik. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Koperasi JASA Keuangan Syariah

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB IV ANALISIS PENANGANAN PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT NU SEJAHTERA CABANG KENDAL

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN PERLINDUNGAN NASABAH A. Analisis praktek akad pembiayaan mudharabah di BMT Amanah Bangsri Jepara 1. Dilihat dari nama pengguanaan dana pembiayaan Prinsip bagi hasil dalam mudharabah dipergunakan sebagai salah satu dasar dalam penyaluran dana pada bank syari ah. Demikian pula halnya BMT Amanah juga menerapkan prinsip ini kedalam salah satu produk pembiayaanya, yaitu pembiayaan mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 1 Ada dua bentuk mudharabah yaitu: a) Mudharabah mutlaqah (Unrestricted Invesment Account/URIA) 1 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,h. 95 57

Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah yang sifatnya mutlak dimana shohib-almaal tidak menetapkan restriksi atau syaratsyarat tertentu kepada si mudharib. 2 b) Mudharabah muqayyadah (Restricted Investment Account/ RIA) Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana shohib al-maal boleh menetapkan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu guna menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian. Syarat-syarat/ batasan ini harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan-batasan ini, maka ia harus betanggung jawab atas kerugian yang timbul. Dalam akad pembiayaan antara BMT dengan Purwanto (salah satu nasabah/calon anggota), bahwa dalam surat tersebut tidak ada yang menyebutkan bahwa akad mudharabah/syirkah ataupun murabahah. Nama mudharabah saya dapatkan dari kode yang ditulis oleh bagian teller BMT Amanah. Dalam pasal 1, BMT adalah pihak I (Shohibul maal) yang telah menyediakan dana/modal berupa uang tunai sebesar Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), sedangkan Purwanto adalah pihak II (mudharib) yang mengelola usaha. Dalam akad pembiayaan tersebut tidak disebutkan untuk apa dana/modal tersebut,pihak BMT tidak menentukan spesifikasi usaha tapi dalam akad pembiayaan hanya ditulis nama sebagai TAMBAHAN MODAL maka dalam BMT Amanah menggunakan akad mudharabah yang jenisnya masuk kedalam mudharabah mutlaqah, tapi 2 Hal Ini Disebabkan Karena Ciri Khas Mudharabah Zaman Dulu, Yakni Berdasarkan Hubungan Langsung Dan Personal Yang Melibatkan Kepercayaan / Amanah Yang Tinggi. 58

sebenarnya kalau dilihat dari segi nama lebih tepat diterapkan akad musyarakah daripada akad mudharabah mutlaqah. Musyarakah adalah pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shohibul mal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Umumnya porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan prosentasi kontribusi masing-masing pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank. 3 Sedangkan kalau dilihat dari sistem bagi hasil yang ditetapkan pada awal transaksi dan yang menentukan bagi hasilnya adalah pihak BMT, maka akad dalam BMT Amanah dapat dikategorikan dalam akad murabahah 4 bukan akad mudharabah.. Maka seharusnya pihak BMT benar-benar menetapkan akad pada tempatnya/jenisnya, dan mengerti benar apakah akad itu masuk dalam akad mudharabah, murabahah ataupun musyarakah. 2. Kedudukan para pihak tidak setara Setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengikat diri pada suatu akad dan wajib dipenuhi segala akibat hukum yang ditimbulkan akad tersebut. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah (5) ayat 1 yang berbunyi: 3 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,ed. Pertama,Cet. 1, Jakarta : Kencana, 2005, h. 148 4 Akad murabahah yaitu akad jual beli dimana penjual menentukan margin laba kepada pembeli suatu barang yang disepakati diantara kedua pihak. 59

'()&!"#$% Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu... 5 Persoalan yang dibincangkan ulama Fikih adalah syarat-syarat yang dibuat oleh pihak-pihak yang berakad dalam suatu akad. Misalnya dalam akad jual beli yang kuantitas barangnya cukup besar atau barang itu memerlukan alat pengangkut ke rumah pembeli, maka pihak pembeli mensyaratkan, bahwa barang itu dikirim ke rumahnya, tidak dibawa sendiri oleh pembeli. Dalam persoalan kemerdekaan pihak-pihak (yang dalam KUH Perdata disebut dengan asas kebebasan berkontrak) yang memerlukan suatu akad dalam menentukan syarat-syarat ini, terdapat perbedaan pendapat ulama Fikih. Menurut ulama Az-Zahiri, seluruh syarat-syarat yang dikemukakan pihak-pihak yang berakad apabila tidak diakui oleh syara sebagaimana tercantum dalam Al-Qur an dan Sunnah adalah batal. Menurut jumhur ulama Fikih, selain ulama mazhab Az- Zahiri, pada dasarnya pihak-pihak yang berakad itu memiliki kebebasan untuk menetukan syarat-syarat tersendiri dalam suatu akad. Namun demikian kebebasan menetukan syarat dalam akad tersebut ada yang bersifat mutlak, tanpa batas, selama tidak ada larangan didalam Al-Qur an dan sunnah, sebagaimana yang dikemukakan ulama mazahab Hambali dan Maliki. Menurut ulama Hanafi dan Syafi i, sekalipun pihak-pihak yang berakad mempunyai kebebasan dalam menentukan syarat, tetapi kebebasannya itu tetap mempunyai batas (terbatas), yaitu selama syarat itu 5 Departemen Agama RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Bandung: CV Jumanatul Ali-Art (J-ART), 2005, h. 107 60

tidak bertentangan dengan kehendak syarak dan tidak bertentangan dengan hakikat akad itu sendiri. 6 Salah satu asas yang penting Menurut KUH Perdata adalah Asas kebebasan berkontrak (open system) Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada kepada para pihak untuk: a) Membuat atau tidak membuat perjanjian b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya d) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Dalam penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga disebutkan bahwa larangan pencantuman klausula baku yang isinya merugikan konsumen dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam praktek akad pembiayaan mudharabah antara BMT Amanah Bangsri dengan Purwanto (nasabah/calon anggota), hanya terdapat kewajiban bagi pihak kedua (nasabah/calon anggota) dalam pasal 4. Dalam pasal tersebut hanya terdapat pasal yang berisi kewajiban pihak kedua (nasabah/calon anggota) yang harus dijalankan saja,sedangkan kewajiban untuk pihak pertama tidak ada. Secara implisit 6 Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syari ah (Panduan Teknis Pembuatan Akad / Perjaanjian Pembiayaan pada Bank Syari ah), Yogyakarta: UII Press, 2009,h. 28 61

kewajiban Bank adalah menyediakan sejumlah dana yang disepakati, sedangkan kewajiban nasabah ada banyak poin, mulai dari mengelola dan mengembangkan dana pembiayaan, membayar biaya administrrasi, mengembalikan dana pembiayaan sesuai batas waktu (jatuh tempo), tidak memindah tangankan barang jaminan, adanya denda keterlambatan tiap minggu/bulannya jika dalam pembayaran angsuran pokok dan atau pembayaran bagi hasil melewati tanggal yang ditentukan, menyerahkan barang jaminan apabila tidak mengangsur 3X dll. Semua itu membuktikan tidak adanya persamaan/ kesetaraan/ kesederajatan/ keadilan dalam menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara BMT dan nasabah. Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa Kedudukan para pihak tidak setara, dalam akad mudharabah di BMT Amanah belum menerapkan prinsip-prinsip syariah yaitu prinsip keadilan, hak dan kewajiban para pihak (nasabah dan BMT) harus seimbang/adil/setara dan tidak sesuai dengan asas-asas perjanjian Menurut KUH Perdata. Seharusnya pihak BMT benar-benar menetapkan prinsip keadilan/ kesetaraan, karena Islam mengajarkan kita untuk bersikap adil kepada siapapun 3. Pelunasan Hutang Lewat Jatuh Tempo Dalam pasal 3 disebutkan bahwa Jangka waktu pembiayaan mudharabah diberikan untuk 2 bulan, terhitung sejak tanggal surat perjanjian ditandatangani kedua belah pihak, yaitu tanggal 6 Desember 2012 dan jatuh tempo pelunasan pada tanggal 6 Februari 2013 dan dalam 62

waktu itu juga, nasabah harus sudah melunasi. Bila jatuh tempo pelunasan telah lewat waktu, nasabah belum melunasi, maka barang yang dijaminkan oleh nasabah akan dilelang. Di pasal 5, ditegaskan pula apabila Nasabah dalam pembayaran angsuran pokok dan atau pembayaran bagi hasil mengalami keterlambatan maka nasabah akan dikenakan denda keterlambatan. Jika demikian, bisa jadi akan mengarah ke Riba 7. Riba diharamkan oleh Allah SWT sebagaimana yang ada dalam QS. Al-Baqarah: 275 /"01"#. +, - *... '78$)... & &%564# 234 - Artinya:...Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (QS. Al- Baqarah: 275) 8 Dalam Islam dijelaskan bahwa apabila seseorang belum bisa melunasi hutangnya, maka akan ia diberikan kelonggaran/tambahan waktu untuk melunasinya. Hal ini terkandung dalam Surat Al baqarah 280 >?@AB = : < 9$! >?@ BH &EFG$! C?4?D M@N4 O BIJKD 9 & Q TU< 9$! Q R# '7YZ): FXD Artinya : Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. 9 Sedangkan akad pembiayaan Mudharabah yang dilakukan oleh BMT Amanah Bangsri adalah tidak memberikan penangguhan pembayaran kepada nasabah ketika pada saat telah jatuh tempo, nasabah 7 Menurut Imam Hanabilah riba adalah penambahan sesuatu yang dikhususkan 8 Departemen Agama RI, Op.Cit, h. 48 9 Departemen Agama RI, Op.Cit h.48 63

belum bisa memberikan bagi hasilnya. Apabila saat jatuh tempo tetapi mudharib(nasabah) belum bisa melunasi hutangnya, dari pihak BMT akan menetapkan denda tiap minggu/ bulannya, bahkan kalau lebih dari 3X angsuran nasabah tidak melakukan pembayaran maka barang jamiman akan disita bahkan sampai dengan pelelangan pada barang jaminan. Sedangkan jikalau nasabah memberikan bagi hasil atau pembayaran sebelum jatuh tempo nasabah tidak diberi potongan pembayaran. Jadi pembayaran tersebut dibayar baik sebelum jatuh tempo ataupun tepat jatuh tempo pembayarannya adalah tetap. Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam pelunasan hutang dalam akad mudharabah di BMT Amanah belum menerapkan prinsip-prinsip syariah. Seharusnya pihak Bank memberikan waktu beberapa hari jika nasabah belum bisa melunasi/memberikan bagi hasil dan memberikan potongan pembayaran jika nasabah melakukan pembayaran sebelum jatuh tempo datang. 4. Cara perhitungan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Dalam kontrak mudharabah, nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal Rp tertentu, begitupun dengan Fatwa DSN No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah menetapkan bahwa bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus 64

dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. Jadi nisbah keuntungan itu misalnya adalah 50:50, 70:30 atau 60:40 atau bahkan 99:1. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal; 10 Bagi untung dan bagi rugi. Bila laba bisnisnya besar, maka kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil, maka mereka mendapat bagian yang kecil juga. Dan bila bisnis dalam akad mudharabah mendatangkan kerugian, maka pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah keuntungan, bukan nisbah saja, yakni karena nisbah 50:50 atau 99:1 itu hanya diterapkan bila bisnisnya untung. Bila bisnis rugi, maka kerugian itu harus dibagi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak, bukan berdasarkan nisbah. Menentukan besarnya nisbah. Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar menawar antara shahib al-maal dengan mudhari. Dengan demikian angka nisbah ini bervariasi. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan. 10 Adiwarman Karim, Bank Islam ( Analisis Fiqih dan Keuangan), ed.1, cet.1, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, h. 181 65

Sedangkan pembagian keuntungan/bagi hasil akad Mudharabah yang dilakukan oleh BMT Amanah ditetapkan dengan jumlah yang tetap(flat) yang dinyatakan dalam nilai nominal Rp dan ditetapkan di awal, dan bukan dalam bentuk prosentase. Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pembagian keuntungan/ bagi hasil akad mudharabah yang dilakukan oleh BMT Amanah Bangsri tidak sesuai dengan pembagian keuntungan akad mudharabah menurut fiqh. Hal ini dikarenakan cara pembagian keuntungan yang dilakukan oleh BMT Amanah menggunakan sistem bunga yang mana pembagian keuntungan adalah tetap, dan didapat dari prosentase besarnya pembiayaan yang diajukan oleh nasabah bukan dari prosentase keuntungan yang didapat dari usaha si nasabah. Besar nominal bagi hasil yang disetorkan anggota kepada pihak BMT setiap bulannya sama sehingga pembagian keuntungan dengan sistem bunga tetap/bunga flat. Maka seharusnya BMT sistem bagi hasil dengan prosentase bukan dalam bentuk nominal Rp tertentu, bagi hasil menggunakan prinsip bahwa bila laba bisnisnya besar, maka kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil, maka mereka mendapat bagian yang kecil juga. 66

B. Analisis Perlindungan Konsumen terhadap akad baku pembiayaan mudharabah di BMT Amanah Bangsri Jepara 1. Dilihat dari pihak yang menentukan isi Mariam Badrulzaman mengemukakan bahwa standard contract merupakan perjanjian yang telah dibakukan (Mariam Darus Badrulzaman, 1980:4). Mariam Badrulzaman juga mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku, yaitu: 11 a) Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat; b) Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian; c) Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu ; d) Bentuk tertentu (tertulis); e) Dipersiapkan secara massal dan kolektif (Mariam Darus Badrulzaman, 1980:11) Bentuk perjanjian baku/standar yang dibuat dalam salah satu pihak adalah berbentuk tertulis. Isinya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak ekonomi kuat. Isinya dituangkan dalam klausula baku. Klusula baku adalah Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha, yang 11 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata,Ed.1-2, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 146 67

dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 12 Sedangkan akad pembiayaan Mudharabah yang dilakukan oleh BMT Amanah Bangsri, isi dari akad pembiayaan mudharabah yang menentukan adalah dari pihak BMT sedangkan pihak lainnya (nasabah) hanya diminta untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut tidak, sehingga akad dalam BMT Amanah termasuk dalam akad baku, ada sedikit yang membedakan antara akad baku dengan akad yang dilakukan oleh BMT Amanah yaitu dalam menetukan bagi hasil. Bagi hasil dilakukan dengan sistem tawar menawar terlebih dahulu, itupun dilakukan apabila si mudharib tahu tentang adanya sistem tawar menawar dalam akad tersebut, bila nasabah tidak tahu maka tidak akan terjadi tawar menawar tersebut. Sedangkan dalam akad baku sama sekali tidak ada tawar menawar dalam penentuan bagi hasil. Tapi dalam BMT Amanah selain bagi hasil, semua yang menetukan isi pasal-pasal adalah dari pihak BMT. seharusnya pihak BMT menerapkan akad yang sesuai dengan syariat Islam dan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 2. Perlindungan Konsumen terhadap akad baku Pembiayaan mudharabah di BMT Amanah Bangsri Jepara Seperti yang telah dijabarkan diatas bahwa Perjanjian pembiayaan mudharabah di BMT Amanah pada prakteknya dilakukan dalam bentuk 12 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, h. 18 68

perjanjian baku yang berisi klausula-klausula yang bersifat membatasi tanggung jawab BMT terhadap kewajiban yang seharusnya telah ditentukan dan dijamin pemenuhannya oleh hukum positif. Perjanjian baku yang berisi klausula-klausula baku tersebut dibuat oleh BMT untuk melindungi kepentingannya tanpa mempertimbangkan perlindungan kepentingan konsumen/nasabah yang seharusnya dilindungi dan dijamin. Pemberian kebebasan kepada para pihak oleh KUHPerdata dalam menentukan bentuk dan isi perjanjian yang mengikat diantara para pihak tersebut melalui asas kebebasan berkontrak tidak boleh menciptakan suatu ketidakadilan yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak konsumen. Dengan demikian pemberlakuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang membatasi pencantuman klausula baku dengan melarang beberapa bentuk klausula baku harus dijadikan patokan oleh BMT dalam membuat perjanjian baku yang akan mengikat para pihak. Perjanjian pembiayaan mudharabah pada BMT Amanah harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18 Nomor 8 Tahun 1999. Klausula baku yang masih berlaku dalam perjanjian pembiayaan di BMT Amanah yang secara prinsip bertentangan dengan Pasal 18 Undang- Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen, telah ditentukan sebagai larangan dalam membuat atau mencantumkan kalusula baku dalam setiap dokumen dan perjanjian yaitu yang terdapat dalam pasal 5 poin ke 69

2 dan 3. Dalam klausula tersebut terdapat unsur bahwa barang yang dijaminkan oleh nasabah secara paksa dialih kuasakan. Maka pihak BMT seharusnya, menerapkan perjanjian mudharabah yang sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen agar tercapainya perlindungan bagi konsumen. Dan dalam pasal 5 poin ke 5 juga Terdapat pasal yang potensial untuk merugikan konsumen (nasabah).dalam kalusula tersebut terdapat Pengalihan upah/gaji debitur kepada kreditur. Semua itu dianggap tidak layak sehingga perlu dilarang oleh hukum manakala terdapat ketentuan dalam suatu kontrak baku terdapat ketentuan bahwa yang menjadi jaminan terhadap pembayaran hutang dari pihak debitur adalah seluruh atau sebagian dari gaji atau upah yang akan diterima oleh pihak debitur. Hal yang demikian akan sangat memberatkan pihak debitur, dengan asumsi bahwa seseorang tidak dapat hidup tanpa memerima upah atau gaji, terutama jika gaji/upah merupakan satu-satunya penghasilan tetap dari debitur tersebut. 13 Dengan demikian, secara umum, perjanjian pembiayaan mudharabah di BMT Amanah yang berbentuk perjanjian baku tersebut harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai ketentuan hukum positif, khususnya aturan tentang larangan pencantuman klausula-klasula baku tertentu yang dijelaskan dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 13 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).Buku Kedua, Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2003, h. 95-98 70

Apabila BMT masih tetap memberlakukan perjanjian yang isinya mengandung klausula-klausula yang dilarang oleh Pasal 18 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, maka klausula tersebut batal demi hukum (Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen). 71