BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenny Fitria, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dibutuhkan. pendidikan, karena pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ismi Nurlatifah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran ekonomi selama ini berdasarkan hasil observasi di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. Pendidikan menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 ISBN : Surabaya, 25 Pebruari 2012

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2015

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan manusia. Dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Oleh karenanya, mengingat begitu pentingnya peran pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Emas Di lingkungan Kemendikbud, pendidikan karakter menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Jurusan Pendidikan Biologi. Disusun Oleh : YULI WIDY ASTUTI A

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting sebagai sarana yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan belajar yang nyaman dan penggunaan pendekatan yang relevan dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. semakin lama semakin terbuka. Hal ini dapat dicontohkan, ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa kini telah melahirkan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang dimaksud adalah peserta didik sebagai ouput pendidikan. Dengan SDM yang berkualitas, suatu bangsa akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam skala global. Kualitas pendidikan akan menentukan kemajuan suatu bangsa. Mengingat kompetisi yang semakin hari semakin ketat atau hiperkompetitif, peserta didikpun diharuskan memiliki daya saing masa depan, integritas tinggi serta siap menghadapi dunia global yang dinamis. Dengan demikian, pendidikan merupakan wahana untuk mencetak generasi penerus bangsa. Menyadari pentingnya hal tersebut, pemerintah mengatur hal-hal terkait pendidikan, diantaranya Undang-Undang No.20 tahun 2003, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah pasal 19 ayat 1. Menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Selain itu, dalam pasal 19 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah berbunyi: proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pendidikan sangat penting Septiany, Farida 2014 KONSTRUKSI LKS POLA 5M BERMUATAN NILAI SEBAGAI MEDIA UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI ILMIAH BAGI PESERTA DIDIK SMA KELAS X PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2 untuk mengkonstruksi kehidupan di masa yang akan datang. Sesuai dengan Undang-Undang No.20 tahun 2003, tema kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. Gambar 1.1. Tema Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013) Pemerintah senantiasa melakukan pembenahan-pembenahan dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah dengan adanya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan adanya pola 5M pada setiap inti kegiatan pembelajaran. Pola 5M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi serta mengkomunikasikan. Dalam silabus kurikulum 2013 terdapat kompetensi inti dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Salah satu kompetensi dasar (KD 2.1) yang harus dimiliki oleh peserta didik yaitu dapat menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur, objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif) dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari. Gerakan Indonesia Berkibar menuliskan bahwa menurut Education For All Global Monitoring Report tahun 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO yang berisi hasil pemantauan pendidikan dunia; Dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69. Menurut survei yang dilakukan oleh PERC (Political and Economic Risk Consultancy),

3 menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia (dari 12 negara yang disurvei). Selain itu, tindak kekerasan (seperti tawuran), merokok, narkoba, seks bebas, kecurangan dalam ujian (mencontek) serta masih banyak lagi kasus-kasus lainnya telah menampar dunia pendidikan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis karakter. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka bukan hal yang tidak mungkin bangsa ini akan dilanda kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan, serta membentuk pribadi-pribadi yang semakin konsumtif (tidak produktif). Pendidikan saat ini seolah-olah mengalami penyempitan makna menjadi pengajaran. Mendidik memang tak semudah mengajar. Menurut Amirin (2011), dewasa ini dosen dan guru lazim dianggap hanya sekedar melakukan kegiatan mengajar, bukan mendidik. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik (guru atau dosen), masih hanya sekedar mengajar (transfer of knowledge), bukan mendidik (transfer of value). Mengajar (transfer of knowledge) berarti memberikan konten dari materi pelajaran. Peserta didik akan cerdas secara intelektual/kognitif; sedangkan mendidik (transfer of value) tidak hanya sekedar memberikan konten dari materi pelajaran, tetapi juga menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai. Peserta didik tidak hanya cerdas secara kognitif, tetapi cerdas secara afektif dan psikomotor juga. Dengan kata lain, peserta didik akan memiliki kecerdasan yang seimbang. Penanaman nilai-nilai diberikan secara eksplisit oleh pendidik berupa pesan moral dan keteladanan, sedangkan pengembangan nilai-nilai ditemukan sendiri oleh peserta didik melalui pengkondisian yang dilakukan oleh pendidik melalui strategi pembelajaran yang dipilih. Pendidikan tentu sangat berkaitan erat dengan proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran berlangsung efektif, maka diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Sayangnya, strategi pembelajaran yang banyak digunakan saat ini adalah metode pembelajaran yang konservatif atau konvensional, yaitu ceramah. Menurut Kurniawan, penggunaan metode ceramah ini termasuk salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Metode pembelajaran dengan menggunakan ceramah memiliki pola teacher-centered. Peserta didik senantiasa menggantungkan sumber belajar pada pendidik sepenuhnya. Dalam hal ini terlihat

4 bahwa peserta didik tidak terlatih untuk bersikap mandiri. Selain itu, peserta didik dianggap sebagai obyek belajar, maka tidak heran jika peserta didik menjadi pasif, bersikap acuh terhadap materi pelajaran, kurang termotivasi serta tidak terlatih untuk berpikir. Padahal inti pembelajaran pada hakikatnya adalah proses berpikir. Alhasil, proses pembelajaran yang berlangsung belum berjalan optimal. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, berbagai resiko yang dapat ditimbulkan adalah peserta didik akan semakin malas untuk belajar, sulit memahami materi pelajaran, proses pembelajaran menjadi terhambat, prestasi peserta didik akan sulit untuk ditingkatkan serta sulit bersaing dalam skala global. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi atau penyimpanan informasi dari guru sebesar 10% setelah lima belas menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25%. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90% setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50%-70% (Kemendikbud, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran ilmiah lebih efektif dibandingkan proses pembelajaran tradisional. Penjelasan tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini. Tabel 1.1. Perbandingan pembelajaran tradisional dan pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah Indikator Pembelajaran Pembelajaran Tradisional Berbasis Pendekatan Ilmiah Retensi/penyimpanan 10% setelah 15 90% setelah 2 hari Informasi menit Pemahaman Kontekstual 25% 50%-70% Pendidikan merupakan salah satu ujung tombak penentu peradaban bangsa. Pendidik memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selain berperan sebagai fasilitator, motivator, pendidik juga harus mampu mengkondisikan dan mengkondusifkan kelas. Strategi pembelajaran yang dipilih oleh pendidik harus membuat peserta didik aktif berpikir. Pola 5M dengan

5 pendekatan ilmiah dalam kurikulum 2013 merupakan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Pola 5M ini berpola studentcentered. Pola 5M menuntut agar peserta didik belajar secara aktif. Selain itu, peserta didik berperan sebagai subjek belajar, mencari dan menemukan serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang diperolehnya dengan bimbingan atau bantuan pendidik. Learning by doing, memberikan efek pengalaman belajar yang lebih berkesan dibandingkan dengan hanya sekedar membaca atau mendengarkan. Belajar merupakan pengalaman ilmiah. Pengalaman ilmiah tentu memerlukan kerja ilmiah, layaknya para ilmuwan. Sikap ilmiah merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh peserta didik, karena hal ini akan sangat mendukung proses pembelajaran. Sikap ilmiah yang diaplikasikan dalam kehidupan seharihari akan membentuk nilai ilmiah. Nilai ilmiah yang telah diaplikasikan secara terus-menerus akan membentuk habituasi, maka inilah yang disebut karakter. Sikap ilmiah akan membentuk karakter SDM yang berkualitas. Proses pembelajaran akan berlangsung efektif dan efisien, jika media pembelajaran yang digunakannya tepat. Media pembelajaran yang dipilih harus membuat peserta didik aktif serta mampu mengembangkan sikap ilmiah. Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa guru (pendidik) diharapkan mampu mengembangkan materi pembelajaran (Depdiknas, 2008). Penggunaan media pembelajaran dapat memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran dan peserta didik akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Media pembelajaran dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik topik materi yang akan disajikan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa pendidik perlu untuk mengembangkan bahan ajar, yaitu: ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar (Depdiknas, 2008). Salah satu media pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah lembar kerja siswa (LKS). LKS terbagi menjadi dua, yaitu LKS eksperimen dan LKS non eksperimen. Sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Slamet Suyanto, Paidi, dan Insih Wilujeng, bahwa LKS saat ini berbeda jauh dengan lembar kerja siswa sesungguhnya yang berisi panduan kegiatan eksplorasi. Umumnya, LKS hanya berisi rangkuman dari setiap materi

6 dan latihan soal-soal yang harus dikerjakan peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa LKS saat ini berperan sebagai alat evaluasi pembelajaran, bukan sebagai media pembelajaran. Padahal LKS merupakan salah satu media pembelajaran yang seharusnya mampu membuat peserta didik aktif belajar secara mandiri serta mampu mengembangkan nilai-nilai ilmiah peserta didik. Kimia merupakan salah satu cabang dari rumpun ilmu pengetahuan alam (IPA) di SMA. IPA mempunyai ciri khas, yaitu objektif, metodik, sistematis serta berlaku untuk umum. Kajian kimia mencakup sifat-sifat, struktur, susunan atau komposisi, perubahan serta energi yang menyertai perubahan materi. Mata pelajaran kimia ini sangat cocok untuk mengembangkan nilai-nilai ilmiah. Larutan elektrolit dan non-elektrolit merupakan salah satu submateri yang dipelajari dalam kimia SMA. Larutan banyak ditemukan dalam kehidupan seharihari, maka materi ini sangat erat dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan, maka penelitian ini diberi judul Konstruksi LKS Pola 5M Bermuatan Nilai sebagai Media untuk Mengembangkan Nilai-Nilai Ilmiah bagi Peserta Didik SMA Kelas X pada Submateri Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi permasalahnya sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran yang berlangsung masih hanya sekedar mengajar (transfer of knowledge) belum mendidik (transfer of value). 2. Pembelajaran masih berpola teacher-centered dengan metode ceramah. 3. Belum dikembangkannya nilai-nilai ilmiah pada topik larutan elektrolit dan non-elektrolit SMA kelas X. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

7 Rumusan masalah umum: Bagaimana konstruksi LKS pola 5M bermuatan nilai sebagai media pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai ilmiah bagi peserta didik SMA kelas X pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit? Rumusan masalah khusus: 1. Bagaimana konstruksi LKS pola 5M bermuatan nilai sebagai media untuk mengembangkan nilai-nilai ilmiah bagi peserta didik SMA kelas X pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit? 2. Nilai-nilai ilmiah apa saja yang dapat dikembangkan melalui konstruksi LKS pola 5M bermuatan nilai bagi peserta didik SMA kelas X pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit? 3. Bagaimana tanggapan peserta didik terhadap LKS pola 5M bermuatan nilai pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit? D. Tujuan Tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: Tujuan umum: Menghasilkan LKS pola 5M bermuatan nilai sebagai media pembelajaran bagi peserta didik SMA kelas X pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit. Tujuan khusus: 1. Membuat konstruksi LKS pola 5M bermuatan nilai sebagai media untuk mengembangkan nilai-nilai ilmiah bagi peserta didik SMA kelas X pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit. 2. Menganalisis nilai-nilai ilmiah yang dapat dikembangkan melalui konstruksi LKS pola 5M bermuatan nilai bagi peserta didik SMA kelas X pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit. 3. Menganalisis tanggapan peserta didik terhadap LKS pola 5M bermuatan nilai pada submateri larutan elektrolit dan non-elektrolit.

8 E. Manfaat Manfaat dilakukannya penelitian ini, diharapkan sebagai berikut: 1. Bagi pendidik, menjadi rujukan dalam mengembangkan nilai-nilai ilmiah pada topik larutan elektrolit dan non-elektrolit SMA kelas X. 2. Bagi peserta didik, mampu mengembangkan nilai-nilai ilmiah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang akan menjadi sikap ilmiah serta karakter peserta didik. 3. Bagi peneliti lain, menjadi acuan dalam mengembangkan nilai-nilai ilmiah pada materi kimia lainnya maupun pada mata pelajaran lainnya. F. Struktur Organisasi Skripsi Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab satu yaitu pendahuluan berisi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat serta struktur organisasi skripsi. Pada latar belakang masalah dipaparkan terkait alasan mengapa suatu permasalahan diteliti, pentingnya permasalahan tersebut untuk diteliti, pendekatan untuk mengatasi masalah, baik dari sisi teoritis maupun praktis. Selain itu, dipaparkan pula alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan fakta, data, referensi, ataupun temuan penelitian sebelumnya. Bab dua yaitu kajian pustaka berisi landasan teori yang mendukung proses penelitian seperti konsep, teori, rumus, dalil, hukum dan sebagainya. Selain itu dipaparkan pula penelitian terdahulu yang relevan (baik dari prosedur, subyek, ataupun hasil temuannya). Bab tiga yaitu metode penelitian berisi metode dan desain penelitian, obyek penelitian, subyek penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian serta teknik analisis data. Bab empat yaitu hasil penelitian dan pembahasan berisi temuan dari penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian, temuan tersebut kemudian dianalisis dengan cara menghubungkannya dengan teori dan implikasinya terhadap temuan penelitian. Bab lima yaitu simpulan dan saran berisi jawaban rumusan masalah serta saran bagi penelitian selanjutnya.

9