RESIKO PEMBANGKITAN ENERGI

dokumen-dokumen yang mirip
2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 2. Matriks SWOT Kearns

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

BAB II KAJIAN TEORITIS

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1964 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENAGA ATOM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2014

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

KEMUNGKINAN DIBANGUNNYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

*48622 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 197 TAHUN 1998 (197/1998) TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

Peran Pendidikan Tinggi dalam Program Pengembangan SDM Ketenaganukliran. Oleh. Prayoto. Universitas Gadjah Mada. Energi Sebagai Penunjang Peradaban

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197 TAHUN 1998 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGAWASAN PLTN

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERSYARATAN PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SAATNYA MENGAKHIRI ABAD NUKLIR (Pelajaran dari Fukushima)

GUNTINGAN BERITA Nomor : /HM 01/HHK 2.1/2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

TENTANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL HEWAN DAN/ATAU PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DARI NEGARA JEPANG TERHADAP KONTAMINASI ZAT RADIOAKTIF

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

Transkripsi:

Proceedings Seminar Reaktor Nllklir dalam PenelitiaJt Sains dan TeklWlogi Menlljll Era Tinggal Landas BOJtdung, 8-10 Oktober 1991 PPTN - BATAN RESIKO PEMBANGKITAN ENERGI Iyos R. Subki Badan Tenaga Atom Nasional PENDAHULUAN Setiap kegiatan manusia atau masyarakat dalam rangka memperoleh suatu manfaat untuk kesejahteraan selalu membawa resiko. Dengan ilmu dan teknologi manusia telah berhasil meningkatkan tingkat hidup dan kenyamanan hidupnya dan sekaligus memperkecil resiko hidup. Produksi atau pembangkitan energi, khususnya listrik, tidak terkecuali. Energilistrik meningkatkan tingkat hidup dan kenyamanan hidup manusia, tapijuga mengandung resiko. Resiko ini berasal dari seluruh daur energi: penambangan, pengolahan, pengangkutan, konstruksi, operasi dan limbah. Di dalam dunia ini semua bentuk produksi energi selalu mengandung resiko. Oleh karena itu tidak mungkin kita mempunyai suatu sistem energi dengan keselamatan yang mutlak. Resiko nol adalah tidak mungkin. Setiap kali kita melakukan suatu kegiatan termasuk produksi energi, kita akan selalu menghadapi resiko meskipun kecil sekali. Karena itu adalah wajar bagi kita, untuk memperoleh suatu manfaat demi kesejahteraan, kita mentolerir suatu tingkat resiko. Dengan demikian haruslah kita mencari berbagai alternatif yang dapat memberikan manfaat yang sarna, tapi dengan resiko yang sekecil-kecilnya (minimization of risks). Resiko adalah kemungkinan terkena akibat negatif suatu usaha. Dengan gambaran ini resiko merupakan ukuran kuantitatifbahaya (quantitative measure of hazard). Akibat negatifbisa berbentuk: - mortalitas (kematian) - morbiditas (keadaan sakit) - kerusakan barangjkerugian ekonomi - kerusakan lingkungan Masyarakat mengharapkan agar para ahli menimbang sungguh-sungguh tentang manfaat dan resiko suatu usaha.terutama yang menyangkut distribusi manfaat dan resiko dalam suatu negara atau daerah. Jangan ada suatu kelompok yang hanya memperoleh resikonya saja! Macam-macam resiko Resiko kepada manusia dapat dikategorisasikan sebagai berikut: - resiko perorangan, bisa sebagai pekerja (occupational) atau sebagai anggota masyarakat (public) - resiko daur bahan bakar, bisa sebagai pekeija atau sebagai anggota masyarakat - kecelakaan besar (severe accidents) Resiko per01'angan Resiko perorangan adalah kemungkinan terkena akibat yang merugikan atau mematikan terhadap dirinya atau anggota keluarganya. Resiko pekerja dapat dilihat pada GambaI' 1. Di sini terlihat bahwa penambangan minyak lepas pantai dan penambangan U bawah tanah termasuk pekerjaan yang beresiko tinggi. Pekerja radiasi mempunyai resiko setingkat pekerja konstruksi dengan kematian sekitar 3 per 10.000 atau dosis 1,5 Rem (15mSv)per tahun dengan asumsi faktor resiko: 2 x 10-4 per Sv. Pada GambaI' 2 ditunjukkan bahwa resiko yang masih dapat diterima (tolerable) dalam industri adalah 10-3 kematian per tahun ( lihat halaman berikut). Resiko bagi anggota masyarakat karena kecelakaan industri adalah 10-4 per tahun. Ini menurut data statistik dari Health and Safety Executive di Inggris. Resiko bagi anggota masyaraka t yang tinggal dekat instalasi nuklir dalam operasi normal adalah 5 x 10-6 per tahun dan dalam kondisi kecelakaan adalah 5 x 10-7per tahun. Jadi keduanya lebih kecil dari resiko kecelakaan industri. Resiko perorangan dari sistem penyimpanan limbah radioaktif ditunjukkan pada GambaI' 3. Pemaparanjangka panjang karena merembesnya limbah melalui lintasan dari tempat pe- 1

Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitial Sains dan Tekrwlogi MenuJu Era TinggaJ Lamias Bamhmg, 8-10 Oktober 1991 PPTN - BATAN ( Fatalitas per 10.000 pekerja per tahun ) 20 General Energy Perikanan 15 - Pengeboran minyak lepas pantai Tambang Uranium bawah tanah, Jaringan listrik Kehutanan 10 Pertambangan [ 5 rem ( 50 msv)] Pertambangan batubara 5 Konstruksi Pertambangan Uranium terbuka Transportasi [ 1,5 rem (15 msv)] o Fabrikasi [,5 rem ( 5 msv )] Gambar 1. Perbandingan resiko jabatan/pekerjaan. 2

Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam Penelitian Sains dan Tekrwlogi MenuJu Era Tinggal Landas Bandung, 8-10 Oktober 1991 PPTN - BATAN Nilai batas faktor risiko yang diusulkan untuk dinaikkan oleh NRPB Batas risiko maksimum yang diterima pekeija di industri. ----------------~------- 1,n 10' 1: ( 3 ) Batas risiko maksimum yang diterima anggota masyarakat daerah industri berskala besar yang berbahaya. I Batas risiko pekerja radiasi. 1: [' f' ~. pada normal masyarakat pada kecelakaan segala instalasi kecelakaan dan r: keadaan pada jenis nuklir nuklir. lnggt-is nuklir. saat disekitar operasi, r I' ' * Batas risiko terhadap r Batas masyarakat instalasi keadaan normal. Batas risiko nuklir operasi risiko untuk untuk ( 7 ) disekitar pada [j L ~ 1: 1:. ) 1 In 10" 1 In 10 1 in 10' ( 5 ) ( 6 * Adalah sangat sukar untuk menunjukkan suatu risiko pada kelahiran orang-orang yang bertempat tinggal di dekat instalasi pada keadaan operasi normal, mengingat dosis yang mungkin diterima setiap individu tidak hanya sangat rendah tetapi juga tidak dapat ditentukan. Untuk saat ini hanya beberapa orang yang tinggal di dekat instalasi yang mtin ditodjolkan. Perkiraan hanya memberikan gagasan secara umum tentang risiko kelahiran bagi semua orang yang tinggal di dekat instalasi sehingga terpengamh menjadi pesimis. Gambar 2. Tingkat resiko sebenarnya clari yang masih clapat clitahan untuk pekeija clan publik 3

Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalum Penelitian Sains clan Tekrwlogi MenuJu Era Tinggal Landas Bundung, 8-10 Oktober 1991 PPTN-BATAN.of",----- hil.landiuin --- ::1 ~ ~--"'----IIJ) 'O(J]JWaktu 1] u: (t8hun) Resiko akut sistem batubara lebih besar dari minyak dan gas. Sedangkan untuk PLTN (LWR) lebih kecil lagi. Resiko tertunda disebabkan oleh pemaparan zat beracun dalam tambang batubara atau pada waktu pemrosesan bahan bakar. Di sini batubara pun mempunyai resiko lebih besar daripada nuklir. Resiko bagi masyarakat (publik) ditunjukkan pada Gambar 5. risiko ler1unde, IJD, I)CDO Uu ('ahun; Gambar 3. Contoh dosis perkiraan kepada individu yang sering terpapar, selama dua (kali) kurun waktu (periode). [3] nyimpanan hingga mencapai lingkungan (dalam 10000-1000000 tahun) adalah sekitar 10 msv (1 mrem) atau kurang dari 1% latar belakang. Resiko daur bahan bakar Di sini kita membandingkan resiko berdasarkan dampak sosial per satuan energi, biasanya per GWa seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 5. Resiko publik [5] Resiko akut disebabkan oleh pengangkutan bahan bakar. Di sini jelas bahwa resiko akut batubara 100 kali lebih besar dari nuklir. Untuk resiko tertunda disebabkan oleh pemaparan gas beracun pada waktu operasi dan pemrosesan bahan bakar. Di sini pun terlihat jelas bahwa resiko batubara dan juga minyak masing-masing 100 kali lebih besar dari nuklir. Resiko kecelakaan (severe accident) I ) lisiko lejli..nd4,.? 7I hoo J 7 0.1 0.01 0.01 0.1.. lolov~ saallclmal ''1.'...~,.. ~t~" aik........".ai< 9" I --- - 7 LWA k~matian l\ap G\lJlahun(el IIslko akut Gambar 4. Resiko pekeija [5] Resiko yang dibahas di atas adalah resiko pada waktu operasi normal. Resiko kecelakaan disebabkan oleh kecelakaan dalam seluruh daur bahan bakar mulai dari penambangan sampai penyimpanan limbah. Resiko kematian per GWa terlihat pada kolom terakhir Tabell. Dari tabel tersebut ternyata meskipun kita memperhitungkan bencana Chernobyl ternyata resiko batubara 10 kali lebih besar daripada resiko nuklir. Perlu dicatat bahwa Chernobyl adalah suatu reaktor tipe RBMK yang dimoderasi grafit dan pendingin air yang tak memenuhi standar keselamatan internasional karena mempunyai koefisien void yang positif dan tidak mempunyai sungkup isolasi. Dengan 4

Proceedings Seminar Reaktor Nuklir dalam PelUditian Sains dan Tekrwlogi Menuju Era Tinggal Landas Bandung, 8-10 Oktober 1991 PPTN-BATAN Tabel 1. Kecelakaan besar di seluruh periode 1969-1986 (6) 11-2500 6-123 10-434 Jumlah 5-145 5-500 6-45224 21000 1100 dibangkit 3131 10000 kernatian 27001 8600 kejadian 1620 1440 45042 3600 NA 3839 tiap 8kan 662 15 Gas(GWth) Minyak alam Jledakan) runtuh tambang Hidro ; ; Energi Kernatian dunia saan mereka lebih menonjol clan mereka tidak biasa mendapat atau tpenganalisis data yang ada. Untuk mereka resiko bersifat subyektif. Dan jendela informasi mereka bersifat sempit, sehingga banyak informasi obyektif tertolak oleh persepsi mereka. Meskipun demikian dengan penerangan yang kontinu persepsi mereka bisa berkembang. KESIMPUIAN 1. Resiko nuklir dari PLTN generasi sekarang lebih kecil daripada bara. resiko sistem batu 2. Resiko nuklir pada kondisi kecelakaan lebih kecil dari resiko nuklir pada operasi normal. 3. Sistem nuklir ternyata tidak menimbulkan resiko yang lebih besar kepada masyarakat dibanding alternatif lain dengan manfaat yang sama. 4. Perlu diberikan penerangan yang lebih aktif kepada masyarakat umum tentang keselamatan, resiko dan manfaat setiap sistem pembangkit agar dapat mengambil kesimpulan yang lebih obyektif tentang matan nuklir. kesela 5