KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 26/BC/2010 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 26/BC/2010 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 40/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 39/BC/1997 TENTANG SEGEL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI ...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 297/PER-BKIPM/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

Menimbang : Mengingat :

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.04/2007 TENTANG AUDIT KEPABEANAN MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, diatur ketentuan mengenai wewenang Pejabat Bea dan Cukai;

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P - 36/BC/2007 TATALAKSANA AUDIT KEPABEANAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

2017, No Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tent

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

235/PMK.04/2009 PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR: P- 41/BC/2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 30/BC/2009 TENTANG

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 17/KMK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 28/BC/2013 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -15 /BC/2012 TENTANG

NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN,

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, MEMUTUSKAN :

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-29/BC/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.04/2014 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN CUKAI DAN/ATAU DENDA ADMINISTRASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 05/BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 11/BC/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2010

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR P- 39/BC/2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 25 /BC/2005 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

P - 44/BC/2009 DAFTAR KODE STANDAR INTERNASIONAL YANG DIGUNAKAN UNTUK PENGISIAN PEMBERITAHUAN PABEAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P 14/BC/2006 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

1 of 6 18/12/ :44

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-36 /BC/2007 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Transkripsi:

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 26/BC/2010 TENTANG BENTUK, WARNA, UKURAN SEGEL DAN TANDA PENGAMAN BEA DAN CUKAI DAN TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : a. bahwa untuk pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan dan Cukai perlu mengatur mengenai bentuk, warna, ukuran segel dan tanda pengaman Bea dan Cukai dan tata cara penyegelan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76); 4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 3626); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 3626) dan semua peraturan pelaksanaannya; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penindakan di Bidang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5040);

8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/KMK.05/1997 tentang Pelaksanaan Penindakan di Bidang Kepabeanan; 9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 238/PMK.04/2009 tentang Tata Cara Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, Tindakan Berupa Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai Atau Tanda Pelunasan Cukai Lainnya, Dan Bentuk Surat Perintah Penindakan; 10. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 232/PMK.04/2009 tentang Kawasan Pelayanan Pabean Terpadu; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG BENTUK, WARNA, UKURAN SEGEL DAN TANDA PENGAMAN BEA DAN CUKAI DAN TATA CARA PENYEGELAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: 1. Penyegelan adalah tindakan untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan guna mengamankan hakhak negara. 2. Surat Perintah adalah surat perintah atau surat tugas yang dikeluarkan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang dalam rangka penindakan, penyidikan, audit, atau penyitaan. 3. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 4. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan/atau Undang-Undang Cukai. Pasal 2 (1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan di bidang Kepabeanan terhadap: a. barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya; b. barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi; c. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; d. bangunan atau tempat lain yang didalamnya ditimbun barang impor dan/atau ekspor yang ditegah; dan/atau e. tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan. (2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan di bidang Cukai terhadap: a. bagian dari pabrik atau tempat penyimpanan; b. tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; c. bagian tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan/atau tempat penjualan eceran; d. sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;

e. barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; dan/atau f. bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut. (3) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam rangka: a. penindakan, penyidikan, audit, penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa; atau b. pengamanan terhadap barang yang belum diselesaikan kewajiban pabean dan/atau cukainya atau barang lain yang harus diawasi. (4) Segel atau tanda pengaman dalam rangka pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti tanda pengaman setelah mendapat penetapan dari Menteri Keuangan. (5) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan dalam hal : a. telah diselesaikan kewajiban pabean atas barang impor; b. tidak lagi diperlukan pengawasan atas barang ekspor atau barang lain; c. tidak ditemukan dugaan pelanggaran atas barang dan/atau sarana pengangkut; d. tidak ditemukan dugaan pelanggaran atas barang impor dan/atau ekspor yang ditimbun didalam bangunan atau tempat lain; e. penyegelan sebagai tindak lanjut dari penegahan yang dilakukan tanpa surat perintah tidak mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal; dan/atau f. tidak diperlukan pengawasan atas dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan. (6) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihentikan dalam hal : a. penegahan telah berakhir; b. berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan pelanggaran terhadap pabrik, bangunan, tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lainnya, dan/atau barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan; c. pemeriksaan dilanjutkan kembali dan/atau dilakukan tindakan lain terhadap laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai, dan barang yang penting; d. tidak diperlukan lagi penyegelan guna kepentingan pengawasan secara terus-menerus; atau

e. tidak diperlukan lagi penyegelan guna kepentingan pengawasan dan pengamanan hak keuangan negara terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya, yang belum dipungut cukainya, dan/atau yang mendapat pembebasan Cukai. Pasal 3 (1) Segel atau Tanda Pengaman terbuat dari kertas, plastik, logam, lak dan/atau bahan lainnya dengan bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing dan/atau bentuk lainnya yang dilengkapi dengan piranti elektronik atau tidak. (2) Segel atau Tanda Pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Segel atau Tanda Pengaman Kertas yaitu segel atau tanda pengaman berupa lembaran kertas berperekat atau tidak, dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan dengan bentuk, warna, dan ukuran tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; b. Segel atau Tanda Pengaman Pita yaitu segel atau tanda pengaman berupa pita yang terbuat dari kertas atau plastik berperekat atau tidak dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan dengan bentuk, warna, dan ukuran tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; c. Segel atau Tanda Pengaman Timah yaitu segel atau tanda pengaman yang berupa timah dalam bentuk kancing dengan bentuk dan ukuran tertentu yang dipasang dengan kawat segel/tali pengikat menggunakan tang segel berlambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan serta cable ties sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; d. Segel atau Tanda Pengaman Kancing yaitu segel atau tanda pengaman berbentuk kancing yang terbuat dari logam dan/atau plastik dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai, nomor pengawasan dan memiliki bentuk, warna, dan ukuran tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; e. Segel atau Tanda Pengaman Kunci yaitu kunci gembok dengan anak kunci terbuat dari logam dengan tanda atau lambang Bea dan Cukai, nomor pengawasan dan memiliki bentuk, warna, dan ukuran tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; f. Segel atau Tanda Pengaman Lak yaitu lak yang dibubuhi tanda atau lambang Bea dan Cukai dengan menggunakan stempel sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; g. Segel atau Tanda Pengaman Elektronik adalah segel atau tanda pengaman yang dilengkapi dengan piranti elektronik dan/atau terhubung dengan sistem elektronik tertentu yang disetujui oleh Pejabat Bea dan Cukai;

h. Segel atau Tanda Pengaman Barcode adalah salah satu jenis segel atau tanda pengaman elektronik dalam bentuk kertas, pita, kancing, kunci atau lainnya yang tercetak barcode secara permanen. (3) Stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah alat yang digunakan untuk membubuhi tanda atau lambang Bea dan Cukai dan nomor pengawasan pada lak segel dengan bentuk dan ukuran tertentu. Pasal 4 (1) Segel atau Tanda Pengaman Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g paling kurang memenuhi syarat: a. dapat memberikan tanda dalam hal segel dirusak; b. tahan terhadap perubahan temperatur, kelembaban, dan goncangan; dan c. sistem penyegelan terhubung dengan sistem komputerisasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (2) Berdasarkan pada tingkat risiko pengangkutan, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan dengan syarat: a. dapat memancarkan gelombang elektronik; b. fisik segel menggunakan piranti elektronik; c. dapat diketahui keberadaannya pada saat digunakan; dan/atau d. dapat memberikan suatu sinyal peringatan dalam hal segel dirusak. (3) Penilaian risiko pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan oleh faktor: a. jenis sarana pengangkut; b. registrasi terkait sarana pengangkut dan pengemudinya; c. rute pengangkutan; d. jarak tempuh pengangkutan; e. tingkat kehandalan teknologi segel/tanda pengaman elektronik; dan f. fasilitas keamanan yang terintegrasi pada sarana pengangkut. Pasal 5 (1) Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah. (2) Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dilakukan oleh: a. Pejabat Bea dan Cukai tanpa berdasarkan Surat Perintah; atau b. pihak lain setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. Pasal 6 (1) Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) tidak diperlukan pada penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak. (2) Penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyegelan yang harus dilakukan seketika dan apabila tidak dilakukan seketika atau harus menunggu Surat Perintah, penegakan hukum tidak dapat lagi dilakukan.

(3) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan dalam keadaan perlu dan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1x24 jam terhitung sejak penyegelan dilakukan. (4) Dalam hal pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1x24 jam sejak menerima laporan, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penyegelan segera menghentikan penyegelan. Pasal 7 (1) Segel atau tanda pengaman Bea dan Cukai yang dilekatkan/dipasang pada barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan, dan bangunan atau tempat lain tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa ijin Pejabat Bea dan Cukai. (2) Pemilik dan/atau yang menguasai barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan dan bangunan atau tempat lain yang disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai, wajib menjaga agar semua segel Bea dan Cukai tidak rusak atau hilang baik secara fisik maupun fungsinya. (3) Pejabat Bea dan Cukai yang menemukan segel atau tanda pengaman Bea dan Cukai yang terbuka, terlepas, rusak, atau hilang baik secara fisik maupun fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membuat Laporan Kejadian untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut. Pasal 8 (1) Dalam hal keadaan bahaya yang dapat menimbulkan risiko rusaknya barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan dan bangunan atau tempat lain yang disegel dan/atau hilangnya hak-hak negara, pemilik dan/atau yang menguasai barang, sarana pengangkut, peti kemas/kemasan, dan bangunan atau tempat lain wajib pada kesempatan pertama memberitahukan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi. (2) Apabila yang bersangkutan tidak melakukan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dianggap merusak atau menghilangkan Segel atau Tanda Pengaman Bea dan Cukai. Pasal 9 (1) Terhadap penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a wajib dibuatkan Berita Acara Penyegelan dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Terhadap penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b wajib dibuatkan pencatatan. (3) Berita Acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pemilik atau pihak lain atas nama pemilik dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Dalam hal pemilik atau pihak lain atas nama pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada atau tidak bersedia menandatangani Berita Acara Penyegelan, hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Penyegelan.

(5) Pejabat Bea dan Cukai membubuhkan tanda tangan pada setiap pelekatan atau pemasangan Segel atau Tanda Pengaman Kertas. Pasal 10 (1) Pembukaan segel yang merupakan tindak lanjut dari penyegelan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf a wajib dibuatkan Berita Acara Pembukaan Segel dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) Pelepasan tanda pengaman yang merupakan tindak lanjut dari penyegelan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) huruf b wajib dibuatkan pencatatan. (3) Berita Acara Pembukaan Segel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pemilik atau pihak lain atas nama pemilik dan diberi nomor urut dari Buku Berita Acara Pembukaan Segel sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (4) Dalam hal pemilik atau pihak lain atas nama pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada atau tidak bersedia menandatangani Berita Acara Pembukaan Segel, hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Pembukaan Segel. Pasal 11 (1) Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Kertas dan Segel atau Tanda Pengaman Pita merupakan nomor urut dari Buku Berita Acara Penyegelan/catatan. (2) Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Timah dan Segel atau Tanda Pengaman Lak merupakan nomor tetap yang tercatat pada Tang Segel dan Stempel. (3) Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Kancing dan Segel atau Tanda Pengaman Kunci merupakan nomor urut pembuatan. (4) Nomor Pengawasan pada Segel atau Tanda Pengaman Elektronik merupakan nomor elektronik yang dihasilkan oleh sistem komputerisasi. Pasal 12 Pengadaan Segel atau Tanda Pengaman Bea dan Cukai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 13 Dalam hal segel dan/atau tanda pengaman sebagaimana diatur dalam peraturan Direktur Jenderal ini belum tersedia, maka segel dan/atau tanda pengaman yang tersedia berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-08/BC/2000 tentang Segel, Tanda Pengaman Bea dan Cukai, Tatacara Penyegelan dan Tatacara Pelekatan Tanda Pengaman Bea dan Cukai sebagaimana diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-54/BC/2001 dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 14 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku: a. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-08/BC/2000 tentang Segel, Tanda Pengaman Bea dan Cukai, Tatacara Penyegelan dan Tatacara Pelekatan Tanda Pengaman Bea dan Cukai sebagaimana diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP- 54/BC/2001; dan b. Ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-08/BC/1997 tentang Penghentian, Pemeriksaan, Dan Penegahan Sarana Pengangkut Dan Barang Di Atasnya Serta Penghentian Pembongkaran Dan Penegahan Barang, sepanjang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 15 Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 2010 ttd,-

Lampiran I Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan SEGEL BEA DAN CUKAI TANDA PENGAMAN BEA DAN CUKAI Keterangan: Kertas berperekat Ukuran 45 cm x 35 cm

Lampiran II Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan SEGEL BEA DAN CUKAI TANDA PENGAMAN BEA DAN CUKAI Keterangan: Lebar : 5 cm Panjang : dalam rol

Lampiran III Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan Keterangan: Diameter Timah = 12 mm Tebal Timah = 5 mm Nomor Pengawasan = nomor tetap yang tercatat pada Tang Segel Segel Bea dan Cukai : cable ties warna merah Tanda Pengaman Bea dan Cukai : cable ties warna putih

Lampiran IV Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan SEGEL BEA DAN CUKAI TANDA PENGAMAN BEA DAN CUKAI kketerangan: - Panjang sebelum dikunci = +/- 7,7 cm - Panjang setelah dikunci = +/- 6,8 cm - Female = Panjang ± 3,5 cm Diameter ± 1,8 cm - Male = Panjang ± 6,7 cm Warna dasar = merah untuk segel, putih untuk tanda pengaman - Nomor Pengawasan = Sesuai urutan pembuatan

Lampiran V Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan SEGEL BEA DAN CUKAI TANDA PENGAMAN BEA DAN CUKAI Keterangan: - Warna dasar = merah untuk segel, putih untuk tanda pengaman - Nomor Pengawasan = sesuai urutan pembuatan

Lampiran VI Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengamann Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT / KANTOR Lampiran VII Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan BERITA ACARA PENYEGELAN Nomor : BA - Berdasarkan Surat Perintah / Surat Tugas Direktur / Kasubdit / Kepala Kantor / Kasi. Nomor :... tanggal. Kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : Pangkat/NIP : Jabatan : 2. Nama : Pangkat/NIP : Jabatan : Pada hari ini tanggal tahun telah melakukan penyegelan atas: a. Sarana Pengangkut Nama dan Jenis Sarana Pengangkut : No. Voy/Penerb/Trayek/RKA* : Ukuran/Kapasitas Muatan : Nakhoda/Pilot/Pengemudi* : Bendera : Nomor Registrasi/Polisi* : b. Barang Jumlah/Jenis/Ukuran/Nomor Peti Kemas/Kemasan : Jumlah/Jenis Barang : Pemilik/Importir/Eksportir* : Jenis/Nomor dan Tanggal Dokumen : Tempat/Lokasi Penyegelan : c. Bangunan atau tempat lain* Lokasi :... Alamat Bangunan/Tempat Lain : Nama Pemilik/Yang Menguasai* : Alamat Pemilik/Yang Menguasai : Identitas Pemilik/Yang Menguasai : (KTP, Paspor) dengan menggunakan segel.. sebanyak Nomor :. penempatan/pelekatan segel sebagai berikut... Penyegelan disaksikan oleh : Nama :, alamat :.. pekerjaan:......., selaku pemilik/kuasa sarana pengangkut/barang* yang ditegah/bangunan atau tempat lain yang disegel. Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya. Yang menyaksikan :.,... 20... Yang melakukan penyegelan: 1. ( ) Pemilik/kuasanya ( ) NIP 2. ( ) ( ) NIP Lembar 1 untuk Pengangkut, Pemilik Barang atau Kuasanya Lembar 2 untuk Kantor yang melakukan penyegelan * Coret yang tidak perlu

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT / KANTOR Lampiran VIII Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan BUKU BERITA ACARA PENYEGELAN URAIAN NOMOR DAN SARANA TANGGAL PEJABAT YANG TANGGAL JENIS DAN PENGANGKUT/ URAIAN KETERA NO. SURAT MELAKUKAN PENYEGELAN JUMLAH SEGEL BARANG/ PENYEGELAN NGAN PERINTAH/ PENYEGELAN TEMPAT TUGAS PENIMBUNAN (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT / KANTOR Lampiran IX Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan BERITA ACARA PEMBUKAAN SEGEL Nomor : BA -... Berdasarkan Surat Perintah/Surat Tugas Direktur / Kasubdit / Kepala Kantor / Kasi...... Nomor :... tanggal... Kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : Pangkat/NIP : Jabatan : 2. Nama : Pangkat/NIP : Jabatan : Pada hari ini tanggal tahun... telah melakukan pembukaan segel yang ditempatkan/dilekatkan oleh Bea dan Cukai atas : a. Sarana Pengangkut Nama dan Jenis Sarana Pengangkut :. No. Voy/Penerb/Trayek/RKA* :. Ukuran/Kapasitas Muatan :. Nakhoda/Pilot/Pengemudi* :. Bendera :. Nomor Registrasi/Polisi* :. b. Barang Jumlah/Jenis/Ukuran/Nomor Peti Kemas/Kemasan :. Jumlah/Jenis Barang :. Pemilik/Importir/Eksportir* :. Jenis/Nomor dan Tanggal Dokumen :. Tempat/Lokasi Penyegelan :. c. Bangunan atau tempat lain* Lokasi :. Alamat Bangunan/Tempat Lain :. Nama Pemilik/Yang Menguasai* :. Alamat Pemilik/Yang Menguasai :. Identitas Pemilik/Yang Menguasai :. (KTP, Paspor) sebanyak.. Nomor:. Berita Acara Penyegelan Nomor: BA - tanggal... pada tempat-tempat sebagai berikut :... Pembukaan segel disaksikan oleh : Nama :...., alamat :.. Pekerjaan :... selaku pemilik/kuasa sarana pengangkut/barang* yang ditegah/bangunan atau tempat lain yang disegel. Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya..,.. 20... Yang menyaksikan : Yang melakukan pembukaan segel: 1. ( ) Pemilik/kuasanya ( ) NIP 2. ( ) ( ) NIP Lembar 1 untuk Pengangkut, Pemilik Barang atau Kuasanya Lembar 2 untuk Kantor yang melakukan pembukaan segel * Coret yang tidak perlu

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT / KANTOR Lampiran X Nomor : P - 26/BC/2010 tentang Bentuk, Warna, Ukuran Segel dan Tanda Pengaman Bea Dan Cukai dan Tata Cara Penyegelan BUKU BERITA ACARA PEMBUKAAN SEGEL URAIAN NOMOR DAN NOMOR DAN SARANA PEJABAT YANG TANGGAL TANGGAL TANGGAL JENIS DAN PENGANGKUT/ MELAKUKAN KETERA NO. PEMBUKAAN SURAT BERITA ACARA JUMLAH SEGEL BARANG/ PEMBUKAAN NGAN SEGEL PERINTAH/ PENYEGELAN TEMPAT SEGEL TUGAS PENIMBUNAN (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)