I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. perkembangan zaman yang begitu pesat membuat manusia melakukan berbagai

I. PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa dan bersifat umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disebut KUHP), dan secara

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum. dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 amandemen keempat.

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

I. PENDAHULUAN. pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan diketahui dari hal-hal yang

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB III SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui, mempunyai

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1967, merek merupakan karya intelektual yang memiliki peranan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh manusia bisa terjadi

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, untuk menjalankan suatu negara dan perlindungan hak asasi harus berdasarkan hukum. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. 1 Oleh karena itu, hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula hukum berupa norma. Hukum yang berupa norma dikenal dengan sebutan norma hukum, dimana hukum mengikatkan diri pada masyarakat sebagai tempat bekerjanya hukum tersebut. Akhir-akhir ini berbagai macam bentuk pencurian sudah demikian merebak dan meresahkan orang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Seperti kasus Sarniti yang dituduh mencuri tatakan gelas 2. Bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah-olah memandang pencurian merupakan kejahatan yang dianggap sebagai kebutuhan. 1 Prasetyo Teguh, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung, Nusamedia, 2010, hal 1. 2 http://regional.kompas.com/read/2015/05/22/15005951/terdakwa.kasus.tatakan.gelas.divonis. Bebas.Pelapor.Meraung-raung di unduh 7 September 2015 pukul13.30

2 Dalam hukum positif pengertian pencurian telah diatur dan dijelaskan dalam BAB XXII Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi: Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif sebagai berikut : a. Unsur objektif, terdiri dari: 1. Perbuatan mengambil 2. Objeknya suatu benda 3. Unsur keadaan yang menyertai atau melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. b. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari: 1. Adanya maksud 2. Yang ditujukan untuk memiliki 3. Dengan melawan hukum Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut di atas 3. Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidananya menjadi diperingan. Pencurian ringan diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP yang menyatakan: Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan 363 KUHP ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak 3 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang, Bayu Media, 2003, hal. 5.

3 lebih dari dua ratus puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah. Berdasarkan rumusan Pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsur dalam pencurian ringan adalah: 1. Barang siapa (Pasal 362 KUHP); 2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersamasama(pasal 363 ayat (1) ke-4 KHUP); 3. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu (Pasal 363 ayat (1) ke-5 KHUP); 4. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah; 5. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah Di dalam Pasal V Undang-undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Hukum Pidana mengatur dekriminalisasi dengan menyebutkan peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruh atau sebagian sementara tidak berlaku. Saat ini berdasarkan Perma No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, yang pada intinya memerintahkan kepada para aparat hukum untuk mengaktifkan kembali ketentuan Pasal 364 KUHP pada khususnya dalam memproses sebuah kasus pencurian ringan, agar kasus-kasus kecil yang didakwa dan dituntut serta dijatuhi hukuman pidana dengan Pasal 362 KUHP tidak terulang kembali dimasa yang akan datang 4. 4 http://print.kompas.com/baca/2015/04/23/dinyatakan-bersalah%2c-nenek-asyani-kecewa-dan- Siap?utm_source=news. diakses pada tanggal 7 Mei 2015 pukul 12.30

4 Pada umumnya masyarakat menganggap sangatlah tidak adil jika perkara-perkara tersebut diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun pe njara sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang dicurinya. Mahkamah Agung telah mengeluarkan peraturan Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 ditentukan bahwa kata-kata dua ratus lima puluh rupiah yang termuat dalam Pasal 364, Pasal 373, Pasal 379, Pasal 384, Pasal 407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Selain pengaturan terhadap nilai barang, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 juga mengatur beberapa ketentuan yang merupakan penyesuaian ketentuan dalam KUHP mengenai nilai denda, pasal yang dimaksud adalah Pasal 303 Ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 303 bis Ayat (1) dan (2) KUHP dengan nilai denda yang dilipatgandakan menjadi seribu kali, disamping itu juga mengatur mengenai penahanan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana ringan, dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 menentukan apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan ketua pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 pada tanggal 27 Februari 2012 sudah sepatutnya untuk dijadikan acuan bagi setiap penegak hukum dalam menangani tindak pidana ringan khususnya terhadap tindak pidana

5 pencurian. salah satu contoh perkara yang terjadi di Bandar Lampung sebagaimana termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dengan nomor perkara 09/Pid.R/2015/PN.Tjk. Kronologi kejadian tindak pidana tersebut bermula ketika terdakwa Sarniti pada tanggal 20 Juli 2014 jam 11.00 WIB di Jalan Durian Kel. Pasir Gintung Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung terdakwa Sarniti mengambil tatakan gelas milik Marlis Tanjung yang warnanya sama dengan tatakan gelas terdakwa Sarniti namun tandanya berbeda kepunyaan terdakwa Sarniti bercat kuning dibelakangnya sedangkan kepunyaan saksi korban bercat putih dibelakangnya. Terdakwa Sarniti mengambil tatakan gelas tersebut dan ditaruh dicucian piring terdakwa setelah saksi korban Marlis Tanjung tanyakan terdakwa mengaku dan dikembalikan kepada saksi korban atas dasar perbuatan para terdakwa, korban telah mengalami kerugian sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah). Berdasarkan pemeriksaan acara cepat di persidangan, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang memeriksa dan mengadili perkara nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk, memutus terdakwa Sarniti tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian Ringan, membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut. Langkah yang ditempuh oleh Mahkamah Agung sangatlah positif, namun harus hati-hati dalam menyikapinya. Penafsiran unsur dalam Pasal 364 KUHP harus dipahami secara komprehensif agar kita tidak tersesat pada penafsiran bahwa perbuatan pidana ringan hanya dapat dilihat dari sisi nominal nilai barang yang dicuri. Salah satu unsur yang terdapat pada Pasal 364 KUHP tidak hanya sebatas

6 pada nilai nominal barang yang dicuri yakni tidak lebih dari seratus dua puluh lima rupiah, yang dalam Perma sudah dilipatgandakan sepuluh ribu kali lipat menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah, namun juga bahwa pencurian tersebut asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya. Ada dua hal yang membedakan antara pencurian biasa dan pencurian ringan dalam KUHP dan Perma tersebut, yaitu: 1. Nilai Barang yang Dicuri Hal utama yang membedakan antara Pasal 362 KUHP (Pencurian) dengan Pasal 364 KUHP (Pencurian Ringan) terletak pada batasan nilai (nominal) barang yang dicuri pelaku tindak pidana. Dalam ketentuan Pasal 364 KUHP dirumuskan suatu syarat untuk mengatakan bahwa suatu tindak pidana adalah pencurian ringan yaitu dengan membatasi nilai barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah sedangkan dalam Perma No. 2 tahun 2012 di lipatgandakan menjadi dua juta lima ratus ribu rupiah. Ketentuan tersebut berbeda dengan Pasal 362 KUHP yang tidak memberikan batasan nilai barang yang dicuri oleh pelaku untuk bisa diterapkan pasal ini. 2. Ancaman Pidana Perbedaan kedua adalah menyangkut pidana yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana tersebut. Pada ketentuan Pasal 362 KUHP, pembuat undang-undang mencantumkan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah bagi setiap orang yang melanggar ketentuan pasal tersebut. Sedangkan dalam Pasal 364 KUHP, pidana yang diancamkan pada pelaku hanya pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak enam puluh rupiah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Analisis Tindak Pidana Pencurian Ringan Terkait Dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 (Studi Putusan Nomor Nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk).

7 B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana melakukan pencurian ringan dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk? b. Bagaimanakah penerapan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 terhadap pelaku tindak pidana pencurian ringan dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk? 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup didalam penelitian ini yaitu hukum pidana, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil, dengan pembahasan yang berkenaan dengan analisis analisis tindak pidana pencurian ringan yang berkaitan dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 dalam studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk. Wilayah penelitian yaitu bertempat di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang meliputi Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Penelitian dilaksanakan pada Tahun 2015.

8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah untuk: a. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana melakukan pencurian ringan dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk. b. Mengetahui penerapan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 terhadap pelaku tindak pidana pencurian ringan dalam Putusan Pengadilan Tanjung Karang Nomor 09/Pid.R/2015/PN.Tjk. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Secara Teoritis Kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam pengkajian ilmu hukum mengenai putusan pengadilan serta mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah, daya nalar, dan acuan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh penulis. Penelitian ini pula dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana penerapan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 terhadap pelaku tindak pidana pencurian ringan. b. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk sumbangan pikiran pada ilmu hukum pidana dan penegakan hukum pidana khususnya serta dapat

9 bermanfaat sebagai sumber informasi bagi masyarakat dan para pihak yang ingin mengetahui dan memahami tentang tindak pidana tersebut yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian ringan. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 5 a. Teori Dasar Pertimbangan hakim Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peranan hakim sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung oleh alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil yang maksimal dan seimbang dalam teori dan praktek. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 2007, hlm.125

10 Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan bahwa tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu dalam Pasal 8 Ayat (2) : Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu: 6 1. Teori Keseimbangan Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa (Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHAP). 2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan hakim. Hakim dengan keyakinannya akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang sesuai bagi setiap pelaku tindak pidana. 3. Teori Pendekatan Keilmuan Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga putusan yang dijatuhkan tersebut, dapat dipertanggungjawabkan. 6 Ahmad Rifai, Peranan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Preogratif, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm.106.

11 4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari. 5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok-pokok perkara yang disengketakan. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan dari dalam diri hakim. 6. Teori Kebijaksanaan Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara dan mendidik pelaku tindak pidana anak, serta sebagai pencegahan umum kasus. Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan, menelaah terlebih dahulu kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasar pada penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

12 Menurut Sudarto, untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya dipidana seseorang tersebut harus memenuhi beberapa unsur, sebagai berikut : 7 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan 2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan (dolus) ataupun kealpaan (culpa) 3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau alasan pemaaf Suatu hal yang wajar apabila memidana pelaku delik dengan melihat unsur perbuatan dan harus memenuhi unsur kesalahan karena tidak adil apabila menjatuhkan pidana terhadap orang yang tidak mempunyai kesalahan. Sesuai dengan asas pertanggungjawaban pidana yang berbunyi : tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld : actus non facit reum nisi mens sit rea). Adapun kesalahan tersebut dapat berupa kesengajaan atau kealpaan. b. Teori Tujuan Pemidanaan Pidana pada hakikatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep pertama-tama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasi tujuan pemidanaan, konsep bertolak dari keseimbangan 2 (dua) sasaran pokok, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan atau pembinaan individu pelaku tindak pidana. Dalam Pasal 10 KUHP menyebutkan ada 2 (dua) jenis pidana yaitu: a. jenis pidana pokok meliputi: 1. pidana mati 2. pidana penjara 3. pidana kurungan 4. pidana denda b. jenis pidana tambahan meliputi: 1. pencabutan hak-hak tertentu 2. perampasan barang-barang tertentu 3. pengumuman putusan hakim Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana yaitu: 8 7 Sudarto, Hukum Pidana 1, Semarang, Yayasan Sudarto FH UNDIP, 1990, hlm. 91. 8 Tri Andrisman, Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hlm.82.

13 a. Teori Retributive (teori absolut atau teori pembalasan) Menurut pandangan teori ini, pidana haruslah disesuaikan dengan tindak pidana yang dilakukan, karena tujuan pemidanaan menurut mereka adalah memberikan penderitaan yang setimpal dengan tindak pidana yang telah dilakukan. b. Teori Utilitarian (teori relatif atau teori tujuan) Menurut pandangan teori ini, pemidanaan ini harus dilihat dari segi manfaatnya, artinya pemidanaan jangan semata-mata dilihat hanya sebagai pembalasan belaka melainkan harus dilihat pula manfaatnya bagi terpidana di masa yang akan datang. Teori ini melihat dasar pembenaran pemidanaan itu ke depan, yakni pada perbaikan para pelanggar hukum di masa yang akan datang. c. Teori Gabungan Teori ini didasarkan pada tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat. Sehubungan dengan masalah pidana sebagai sarana untuk mencapai tujuan, maka harus dirumuskan terlebih dahulu tujuan pemidanaan yang akan diharapkan akan menunjang tercapainya tujuan tersebut, atas dasar itu kemudian baru dapat ditetapkan cara, sarana atau tindakan apa yang akan digunakan. 2. Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti. 9 Definisi yang berkaitan dengan judul penulisan ini dapat diartikan sebagai berikut, diantara nya adalah: 9 Soekanto, Op. Cit., hlm 132.

14 a. Analisis adalah sebuah proses menguraikan sebuah pokok masalah atas berbagai bagiannya, penelaahan juga dilakukan pada bagian tersebut dan hubungan antar bagian guna mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman masalah secara menyeluruh. 10 b. Penegakan Hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. 11 c. Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, Pertimbangan Hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan pelaku. Setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. d. Pelaku menurut Pasal 55 KUHP adalah orang yang melakukan sesuatu kejahatan, kesalahan dan/atau pelanggaran yang perbuatan melanggar ketentuan peraturan dan undang-undang. e. Tindak Pidana adalah setiap perbuatan yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun peraturan perundang-undangan lainnya. 12 f. Pencurian Ringan menurut Pasal 364 KUHP adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan). 10 W.J.S.Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1987, hlm, 40 11 Jimly Asshiddiqie, 2010, Penegakan Hukum, Makalah, diunduh dari www.jimly.com pada hari Senin, 27 Juli 2015 pukul 13.30 WIB. 12 Kamus Besar Bahasa Indonesia

15 E. Sistematika Penulisan Agar mempermudah dan memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Merupakan bab memuat tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan bab pengantar yang menguraikan tentang pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan umum mengenai pengertian tindak pidana, tinjauan umum pencurian, pengertian pencurian ringan. III. METODE PENELITIAN Merupakan bab yang membahas suatu masalah yang menggunakan metode ilmiah secara sistematis, yang meliputi pendekatan masalah, sumber, jenis data, prosedur pengumpulan dan pengelolaan data, serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Merupakan bab yang berisikan tentang pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai penerapan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2012 terkait dengan tindak pidana pencurian ringan dan dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian ringan. V. PENUTUP Merupakan bab terakhir yang berisikan tentang simpulan dan saran.