BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong,

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB III METODE PENELITIAN

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH ASAL DENGAN BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH RANTAU MALAYSIA: KAJIAN DIALEKTOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki jumlah penutur yang cukup besar, bahkan dapat dikatakan paling

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB 2 LANDASAN TEORI. 10 Universitas Indonesia

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010.

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. bentuk kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten maka dapat

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

KAJIAN DIALEKTOLOGIS DAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SEBAGAI SARANA MEMETAKAN BAHASA DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MELAYU LOLOAN DI KABUPATEN JEMBRANA BALI SKRIPSI. Oleh : ZIHAN SAFITRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Seminar Tahunan Linguistik 2015

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Selain itu, manusia juga dapat

VARIASI DAN REKONSTRUKSI FONOLOGIS ISOLEK KERINCI: STUDI DIALEKTOLOGI DIAKRONIS DI KECAMATAN BUKIT KERMAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kekerabatan tersebut selanjutnya diabstraksikan dalam bentuk silsilah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia

PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam berinteraksi cenderung

KEKERABATAN BAHASA BATAK TOBA DENGAN BAHASA BATAK MANDAILING

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Mentawai merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahasa Mentawai digunakan untuk berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di kantor, di tempat keagamaan, di pasar, dan di berbagai fasilitas umum lainnya. Meskipun demikian, bahasa Mentawai yang dituturkan oleh masyarakat di Kabupaten Kepulauan Mentawai juga memiliki variasi yang bersifat lokal. Nadra (1997:1 2) menyatakan bahwa dalam suatu bahasa terdapat berbagai variasi yang bersifat lokal. Variasi yang bersifat lokal tersebut dapat diketahui melalui penelitian geografi dialek. Penelitian geografi dialek akan memetakan dialek yang terdapat dalam satu wilayah bahasa yang sama. Hal tersebut juga diperlukan dalam memetakan dialek di Kabupetan Kepulauan Mentawai yang berada dalam satu wilayah bahasa, yaitu bahasa Mentawai. Di Kabupaten Kepulauan Mentawai, terdapat variasi bahasa Mentawai yang bersifat lokal. Novita (2009:238 239) menyatakan bahwa masyarakat Mentawai memiliki dialek yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Masyarakat di Kecamatan Pulau Siberut misalnya, menggunakan dialek yang memiliki kekhasan secara linguistik jika dibandingkan dengan masyarakat yang berada di Kecamatan Pulau Sikakap dan Kecamatan Pulau Sipora. Bahkan, masyarakat yang berada di Kecamatan Siberut Utara memiliki kekhasan secara linguistik jika dibandingkan

dengan masyarakat di Kecamatan Siberut Selatan. Namun, dialek bahasa Mentawai yang dibedakan oleh Novita (2009) di Kabupaten Kepulauan Mentawai tersebut belum digambarkan secara lengkap karena daerah pengamatan yang dipilih oleh Novita sangat terbatas. Padahal, penelitian geografi dialek diharapkan dapat memetakan dialek yang tersebar pada keseluruhan wilayah bahasa yang sama. Oleh karena itu, diperlukan lagi penelitian lebih lanjut mengenai geografi dialek bahasa Mentawai. Masyarakat yang menuturkan bahasa Mentawai pada Kecamatan Siberut Selatan dicurigai memiliki variasi dalam menuturkan kata tertentu jika dilihat pada beberapa daerah yang terdapat di dalamnya. Misalnya, perbedaan antara masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai dan di daerah pedalaman. Salah satu penyebabnya adalah jarak geografis yang berjauhan antara pesisir pantai dengan pedalaman di Kecamatan Siberut Selatan. Bahkan, dari pengamatan di lapangan pada masa penelitian di bulan Oktober (2012) lalu, perbedaan justru banyak terjadi antara masyarakat di pedalaman hulu dan pedalaman hilir. Kedua wilayah ini dihubungkan oleh sungai yang sama, namun masyarakat menilai dari bukti-bukti linguistik yang tampak secara leksikal bahwa dialek yang berkembang di pedalaman hulu yang secara geografis berada di pedalaman dan jauh dari pesisir pantai memiliki kesamaan dengan dialek yang berada di pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan. Sementara itu, dialek yang berkembang di pedalaman hilir yang berdekatan dengan pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan justru memiliki perbedaan tersendiri secara leksikal. Perbedaan ini dicurigai dengan tingginya tingkat migrasi masyarakat di pedalaman hulu ke daerah pesisir pantai, sementara masyarakat di pedalaman hilir cenderung menetap dan tidak mengalami perpindahan.

Variasi bahasa yang bersifat lokal di Kecamatan Siberut Selatan dapat dilihat pada data yang diperoleh dari informan yang berada di pedalaman ketika mengungkapkan kata-kata tertentu yang ternyata memiliki perbedaan, baik secara bunyi maupun secara leksikal jika dibandingkan dengan kata-kata yang dituturkan oleh masyarakat di pesisir pantai. Variasi bunyi dapat dilihat pada kata sedikit yang dituturkan oleh masyarakat bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan sebagai berikut. Desa Magossi Desa Salappak Desa Muntei Desa Maileppet Desa Muara Siberut [boyso?] [boyro?] [goyso?] [goyso?] [goyso?] Variasi leksikal, dapat dilihat pada kata pertama yang dituturkan oleh masyarakat Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan sebagai berikut. Desa Magossi Desa Salappak Desa Muntei Desa Maileppet Desa Muara Siberut [boyki?] [panandan niya] [siboyki?] [sikasara] [sikasara] Pada kelima daerah tersebut, ditemukan variasi bahasa yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, yakni dengan menemukan bukti-bukti secara linguistis, baik secara fonetis, fonemis, morfologis, maupun leksikal. Dengan bukti-bukti linguistik itu nantinya akan diperoleh kesimpulan mengenai variasi bahasa yang berkembang di

Kecamatan Siberut Selatan beserta penyebarannya. Variasi bahasa yang ditemukan juga akan dikemukakan dalam bentuk peta unsur bahasa. Dalam menentukan variasi bahasa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan, akan dipertimbangkan beberapa tolok ukur pembeda dialek dan bahasa. Tolok ukur pembeda dialek dan bahasa dinyatakan sebagai berikut. Tolok ukur yang dapat digunakan itu antara lain adalah: (1) tolok ukur saling memahami; (2) bahasa adalah tuturan yang digunakan di daerah yang mempunyai angkatan bersemjata; (3) sikap penutur; (4) faktor geografis; (5) faktor politis, (6) faktor historis, (7) budaya, dan (8) otonomi. (Nadra dan Reniwati, 2009:14) Berbagai tolok ukur yang digunakan untuk menentukan adanya perbedaan dialek atau bahasa tersebut, menurut Nadra dan Reniwati (2009:19), masih mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, diperlukan penghitungan secara statistik untuk mengukur persentase perbedaan dialek atau bahasa yang sedang diperbandingkan antardesa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan. Dalam penelitian tersebut, penghitungan secara statistik akan menggunakan metode dialektometri untuk mengukur persentase perbedaan yang ditemukan antardesa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan. Bertitik tolak dari gambaran tersebut, penelitian mengenai variasi bahasa yang bersifat lokal yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan akan dilakukan dalam Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan variasi bahasa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan. Variasi bahasa yang ditemukan akan dikemukakan dalam peta unsur bahasa dan akan dihitung secara statistik menggunakan metode dialektometri. Dengan penghitungan secara statistik, akan ditentukan variasi bahasa bersifat lokal yang terdapat di Kecamatan

Siberut Selatan tersebut ke dalam kategori perbedaan dialek, subdialek, wicara, atau justru tidak ada perbedaan. 1.2 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah Bahasa Mentawai memiliki variasi bahasa yang bersifat lokal atau disebut dengan dialek. Dialek yang terdapat dalam bahasa Mentawai akan terlihat jika dijelaskan dalam peta bahasa dan diukur dengan menggunakan penghitungan perbedaan secara statistik melalui metode dialektometri. Pemetaan sebuah bahasa diharapkan mampu menjelaskan penyebaran dialek-dialek yang ada di dalamnya. Apalagi, bahasa Mentawai diprediksi masih memiliki keaslian karena interaksi yang terjadi antara masyarakat di dalamnya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian bahasa Mentawai perlu dilakukan karena penelitian yang berkaitan dengan bahasa tersebut juga masih terbatas. Penelitian ini akan dibatasi pada Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. Variasi bahasa yang diteliti akan dilihat pada penggunaan bahasa Mentawai oleh masyarakat yang berada di wilayah pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan dan masyarakat yang berada di wilayah pedalaman Kecamatan Siberut Selatan. Isolek-isolek yang dituturkan masyarakat yang berada di pedalaman dan pesisir pantai tersebut akan dijelaskan variasi-variasi yang terdapat pada daerah yang menjadi titik pengamatan di Kecamatan Siberut Selatan. Daerah yang menjadi titik pengamatan adalah daerah pedalaman yang dibedakan atas pedalaman hulu (Desa Magossi dan Desa Salappak) dan pedalaman hilir (Desa Muntei dan Desa Maileppet); serta daerah pesisir pantai pantai (Desa Muara Siberut). Pemilihan kelima daerah

tersebut disebabkan oleh isolek yang dituturkan oleh masyarakat di pedalaman dan pesisir pantai berbeda. Bahkan, perbedaan juga terlihat pada daerah pedalaman hulu dan hilir. Kedua wilayah ini dihubungkan oleh sungai yang sama, namun masyarakat menilai dari bukti-bukti linguistik yang tampak secara leksikal bahwa isolek yang berkembang di pedalaman hulu yang secara geografis berada di pedalaman dan jauh dari pesisir pantai memiliki kesamaan dengan dialek yang berada di pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan. Sementara itu, dialek yang berkembang di pedalaman hilir yang berdekatan dengan pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan justru memiliki perbedaan tersendiri secara leksikal. Perbedaan ini dicurigai dengan tingginya tingkat migrasi masyarakat di pedalaman hulu ke daerah pesisir pantai, sementara masyarakat di pedalaman hilir cenderung menetap dan tidak mengalami perpindahan. Oleh karena itu, variasi bahasa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan akan menjadi pembatasan masalah pada penelitian ini. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Variasi fonologis, morfologis, dan leksikal apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan? 2) Di manakah daerah sebaran masing-masing variasi fonologis, morfologis, dan leksikal yang terdapat dalam bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan?

3) Seberapa besar perbedaan variasi bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan berdasarkan hasil penghitungan dialektometri sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok dialek, subdialek, atau wicara? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1) Menggambarkan variasi fonologis, morfologis, dan leksikal yang terdapat dalam bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. 2) Menjelaskan daerah sebaran masing-masing variasi fonologis, morfologis, dan leksikal yang terdapat dalam bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. 3) Mengelompokkan dialek, subdialek, atau wicara dalam dialek bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan linguistik, khususnya dialektologi. Pengembangan linguistik dalam dialektologi dapat dilihat dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya mengenai pemerian bahasa secara fonologis, morfologis, dan leksikal. Secara praktis, analisis bunyi bahasa, baik secara fonetis maupun secara fonemis dalam penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sendiri, khususnya untuk

mempertajam atau meningkatkan pengetahuan mengenai fonologi. Selain itu, data kebahasaan yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian akan dianalisis untuk memperlihatkan variasi bahasa Mentawai yang bersifat lokal di Kabupaten Siberut Selatan yang terdapat pada daerah sebaran. Dengan analisis tersebut, penelitian ini akan bermanfaat secara praktis bagi peneliti untuk mengetahui variasi bahasa dan daerah sebaran Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. Hasil penelitian ini tentu akan sangat bermanfaat bagi Universitas Andalas karena dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian bahasa di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini bermanfaat untuk mendorong peneliti lain di Universitas Andalas untuk melakukan penelitian bahasa di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Selain itu, secara praktis hasil penelitian ini akan digunakan juga untuk kerja sama dengan Yayasan Citra Mandiri Mentawai. Yayasan Citra Mandiri Mentawai merupakan lembaga nonprofit yang juga melakukan penelitian secara antropologis di Kecamatan Siberut Selatan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membantu masyarakat pedalaman di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya di bidang pendidikan, seperti siswa putus sekolah. Yayasan ini mendampingi peneliti dalam melakukan penelitian di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya dalam menemukan informan asli bahasa Mentawai yang telah diseleksi berdasarkan kriteria. Dari hasil pengamatan di pedalaman Kecamatan Siberut Selatan pada saat pengambilan data di bulan Oktober 2012 lalu, ditemukan bahwa anak-anak di Kecamatan Siberut Selatan, baik di pedalaman maupun di pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan sudah mulai menggantikan bahasa Mentawai dengan bahasa Indonesia.

Bahkan, mereka juga menyandingkan dengan bahasa Minangkabau. Hal ini diperoleh dari fakta yang ditemukan di lapangan bahwa bahasa dan budaya Minangkabau pernah menjadi muatan lokal di seluruh sekolah di Kecamatan Siberut Selatan. Hal ini mengakibatkan adanya kemungkinan bahasa Mentawai mengalami penurunan secara kuantitatif bagi anak-anak Mentawai dalam berkomunikasi sehari-hari. Di samping itu, tentu akan mengalami penurunan secara kualitatif untuk penggunaan bahasa Mentawai tersebut sesuai dengan dialek asli. Berdasarkan analisis tersebut, hasil penelitian ini akan bermanfaat oleh Yayasan Citra Mandiri Mentawai untuk membantu mengembangkan kembali dialek asli bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya dalam pengajaran bahasa Mentawai kepada siswa putus sekolah di pedalaman Kecamatan Siberut Selatan. Selain itu, Pemerintah Kecamatan Siberut Selatan juga akan memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai sumber pembelajaran bahasa Mentawai kepada anak usia sekolah. Hal tersebut khususnya tertuang dalam kurikulum pembelajaran yang menyangkut muatan lokal berupa mata pelajaran bahasa dan budaya Mentawai. 1.6 Sistematika Penulisan Penyajian hasil penelitian ini disusun sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, ruang lingkup dan pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II merupakan Kajian Pustaka dan Landasan Teoretis. Bab III merupakan Metode Penelitian. Bab IV merupakan Gambaran Daerah Penelitian. Bab V merupakan penelitian Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan, berisi

penganalisisan secara sinkronis mengenai fonem dan diftong, serta variasi-variasi bahasa Mentawai yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan; serta pengelompokkan variasi tersebut berdasarkan titik-titik pengamatan ke dalam daerah dialek. Bab VI merupakan penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.