BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan anggota keluarganya. Pada umumnya, apabila hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN jiwa dengan kenaikan 1,49% per tahun. 1 Upaya pemerintah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

I. PENDAHULUAN. Penduduk adalah salah satu aspek terpenting dalam suatu Negara. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. berencana secara komprehensif (Saifuddin, 2006). mencapai kesejahteraan keluarga. Program KB merupakan bagian terpadu

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

ABSTRAK. Kata kunci: pengalaman, seksual, vasektomi. Referensi (108: )

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan hasil kesepakan International Conference On Population and

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

1 BAB I PENDAHULUAN. pernyataan direktur eksekutif UNFPA Dr. Babatunde Osotimehin (Syarief, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pula bersifat permanen (Prawirohardjo, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender (BKKBN,

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2013 tercatat sebesar jiwa, yang terdiri atas jumlah

BAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang menyebabkan. kepadatan penduduk (Hatta, 2012). Permasalahan lain yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga berencana (KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga. alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang keluarga berencana (KB) yang telah dilaksanakan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49% per tahun. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Tanah Air pada 2045 menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya dan langkah konkret guna menurunkan laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk melalui berbagai program baik dalam aspek kualitas maupun kuantitas ( Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2013). Pertumbuhan penduduk yang meningkat drastis, tentunya menyisakan penduduk miskin yang mempunyai keterbatasan mengakses kebutuhan dasar yang tentunya berpengaruh pada kesehatan, sehingga tidak dapat mencari nafkah, hal ini membawa konsekuensi pada kemiskinan yang lebih dalam dan panjang dari generasi ke generasi yang disebut lingkaran setan kemiskinan, atau kemiskinan struktural (Parlaugan, 2012). Ini berarti beban Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kab/Kota akan sangat berat dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, lapangan kerja dan lain-lain. Apalagi Indonesia masih menghadapi persoalan serius dengan kemiskinan, dimana 18,2 persen (38,4 juta) jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan dan indeks mutu hidup manusia (BKKBN Sumbar, 2011).

Dari pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, pemerintah menyadari pentingnya penduduk yang berkualitas sebagai modal utama dalam mempercepat pembangunan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah melakukan berbagai macam program salah satunya dengan program Keluarga Berencana (KB) (Vasra, 2009). Program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang dikembangkan responsif gender yaitu program yang perencanaan dan pelaksanaannya mampu memenuhi kebutuhan laki laki atau perempuan secara seimbang (Rismalinda, 2010). Program keluarga berencana (KB) mengedepankan hak-hak reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender telah disepakati oleh semua Negara pada Konferensi Kependudukan dan Pembangunan ICPD (International Conference on Population and Development) di Kairo tahun 1994. Hal ini membawa konsekuensi kepada pelaksanaan program keluarga berencana di Indonesia yang memperhatikan ketiga hal penting tersebut. Perempuan mempunyai posisi tawar dan posisi setara dalam pengambilan keputusan KB dan kesehatan reproduksi. Pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode KB oleh istri (Anggraeni, 2007). Hak tersebut meliputi hak untuk menentukan jumlah anak, jarak dan waktu melahirkan, tingkat kesehatan reproduksi dan seksual yang terbaik bagi pasangan, dan juga informasi yang memadai untuk mencapainya. Selain itu, disebutkan pula tentang perlunya mengembangkan program-program inovatif yang mampu menyadarkan dan mendidik laki-laki untuk berpartisipasi, mendukung dan

bertanggung jawab dalam pelaksanaan KB, tugas-tugas rumah tangga, dan pengasuhan anak (Widada, 2009). Dalam keluarga berencana laki-laki dan perempuan mempunyai kepentingan dan tanggung jawab bersama dalam meningkatkan program dan kualitas KB. Ada permasalahan menonjol dalam pelaksanaan program secara nasional yakni partisipasi pria yang rendah dalam menjaga kesehatan reproduksi pasangan dan persentase rendah kesertaan pria dalam program KB (BKKBN Jateng, 2010). Dalam BKKBN, 2006 masalah utama yang dihadapi dalam program KB adalah rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan KB, rendahnya partisipasi disebabkan karena adanya pandangan bahwa KB hanya urusan wanita atau istri. Dari data hasil SDKI 2012, kesertaan pria yang menggunakan alat kontrasepsi sangat sedikit yaitu kondom dan sanggama terputus (masing-masing 2 persen), dan 1 persen menggunakan pantang berkala. Sterilisasi pria masih kurang dari 1 persen, jauh dari persentasi wanita yang menggunakan alat kontrasepsi. Persentasi wanita dalam Keluarga Berencana yaitu 62 persen. Sebagian besar di antaranya menggunakan metode kontrasepsi modern (58 persen) dan 4 persen menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Di antara cara KB modern yang dipakai, suntik KB merupakan alat kontrasepsi terbanyak yang digunakan oleh wanita berstatus kawin (32 persen), diikuti oleh pil KB, hampir 14 persen. Dari data hasil SDKI 2012, untuk Provinsi Sumatra Utara peserta KB aktif tahun 2012, IUD 2,1%, Pil 10,8%, Suntik 18,3%, Kondom 1.9%, Implan 3,1%, MOW 6,4%. Berdasarkan data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan Kabupaten Deli Serdang per Februari 2014 pemakaian alat kontrasepsi untuk Kabupaten Deli Serdang IUD 8%, MOW 4%, MOP 1%, Kondom 7%, Implan 8%, suntik 19%, Pil, 21%, penggunaan alat Kontrasepsi didominasi oleh Perempuan, hanya sedikit lelaki berpartisipasi dalam keluarga berencana. Dari data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Deli Serdang per Februari 2014 untuk kecamatan Percut Sei Tuan penggunaan IUD 13,7%, MOW 4%, MOP 1 %, Kondom 6%, Implant 11%, suntik 16%, pil 17%. Untuk Desa Percut dari data Unit Pelayanan Terpadu Keluarga Berencana Kecamatan Percut Sei Tuan per Februari 2014 IUD 4%, MOP 0,3%, MOW 2%, Implan 9%, suntik 22%, pil 18%, kondom 10%, pemakaian kontrasepsi didominasi oleh Perempuan, sedikit laki-laki yang berpartipasi dalam penggunaan alat kontrasepsi. Partisipasi lelaki sangat kecil, tetapi kontrol mereka terhadap perempuan dalam memutuskan untuk ber-kb sangat dominan. Ketidakmampuan perempuan memutuskan masalah kesehatan reproduksi, misalnya kapan hamil, di mana melahirkan, masih terjadi. Itu berhubungan dengan kedudukan perempuan yang lemah di keluarga dan masyarakat. Ada dominasi budaya patriarki. Bahwa 98% akseptor KB adalah perempuan. Itu berarti perempuan selalu jadi objek dan target sasaran. Perempuan sering tak punya kekuatan memutuskan metode kontrasepsi yang mereka inginkan. Ada ketergantungan pada keputusan suami, selain karena informasi yang kurang lengkap dari petugas kesehatan dan keminiman alat atau obat kontrasepsi di tempat pelayanan (BKKBN Jateng, 2010).

Data SDKI 2012, di Indonesia 0,4% pasangan/suami menolak/tidak setuju istri menggunakan alat kontrasepsi, sedangkan untuk masing masing alat kontrasepsi suami yang tidak setuju istri menggunakan alat kontrasepsi untuk Pil 0,5%, IUD 0,5%, suntik 0,3%, Implan/susuk 0,1%. Data SDKI 2012 untuk Provinsi Sumatra Utara tahun 2012, 6,2 % suami tidak setuju istri menggunakan alat kontrasepsi IUD sehingga membuat istri berhenti menggunakan IUD dan 0% untuk masing masing alat kontrasepsi Pil, Implan, Suntik, MOW. Dari data tersebut didapatkan mayoritas suami tidak mendukung atau tidak setuju istri/pasangan menggunakan alat kontrasepsi IUD, suami mempunyai peran dalam menentukan dan mendukung istri/pasangan menggunakan alat kontrasepsi IUD. Peran dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap kesehatan perempuan, kesetaraan dan keadilan gender menunjukkan hubungan yang harmonis antara laki laki dan perempuan dalam keluarga berencana dan kespro. Pemahaman yang sama antara laki-laki dan perempuan mendorong terjadinya posisi yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan KB (Rismalinda, 2010). Peran pria dalam KB antara lain mendukung sebagai peserta KB dan mendukung pasangan dalam menggunakan alat kontrasepsi (Rismalinda, dkk, 2010). Suami mempunyai peran dan tanggung jawab dalam kesehatan reproduksi khususnya pada Keluarga Berencana (KB) yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan. suami berperan sebagai Motivator, dalam melaksanakan Keluarga Berencana dukungan suami sangat diperlukan, peran Suami Sebagai Edukator, suami dalam memberikan

informasi juga sangat berpengaruh bagi istri, peran Suami Sebagai Fasilitator, memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksakan masalah kesehatan reproduksinya (Suprayanto, 2011). Program KB bertujuan untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas serta mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga kecil berkualitas (Sulistyawati, 2011). Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 ialah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) (Bernadus, 2013). Sasaran RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ) 2010 2014 dan adanya perubahan lingkungan strategis serta pencapaian target pencapaian MDGs (Millenium Development Goals) yaitu mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 maka pelayanan KB MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) secara berkualitas akan berdampak pada penurunan TFR secara nasional (Liliestina, 2011). Jumlah peserta MKJP KB yang saat ini sedang menggunakan salah satu metoda kontrasepsi jangka panjang, yaitu IUD, MOW, Implan, dan MOP. Berdasarkan sasaran RKP 2010, 2011, dan 2012, sasaran MKJP yang harus dicapai setiap tahunnya adalah 24,2%, 25,1%, dan 25,9% dari Data statistik rutin BKKBN tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa pencapaian PA MKJP masih di bawah target yang telah ditetapkan, yaitu 23,5%, 24,4%, dan 24,9% (LAKIP BKKBN, 2012).

Salah satu kontrasepsi jangka panjang adalah IUD (Intra Uterin Device/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). IUD merupakan alat kontrasepsi yang sangat efektif untuk menjarangkan kehamilan, keuntungan dari pemakaian IUD tidak mempengaruhi hubungan seksual, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat segera dipasang setelah melahirkan atau abortus, dan kesuburan cepat kembali setelah dilepas (Prawirohardjo, 2006). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012, dari tahun1991-2012 terjadi perubahan yang substansial untuk beberapa metode kontrasepsi. Penggunaan IUD terus menurun selama 20 tahun terakhir, dari 13% pada SDKI 1991 menjadi 4% pada SDKI 2012. Untuk metode KB suntik meningkat dari 13% SDKI 1991 menjadi 32% SDKI 2012, akseptor KB pil 14% dan implant 3%. Penurunan Akseptor KB IUD selama 20 tahun terakhir menandakan bahwa terdapatnya penurunan minat akseptor terhadap kontrasepsi ini. Pemilihan alat kontrasepsi IUD dipengaruhi oleh Persetujuan pasangan, pendidikan, pengetahuan, ekonomi, budaya mempengaruhi akseptor dalam memilih alat kontrasepsi IUD, yang paling dominan mempengaruhi akseptor memilih IUD adalah faktor pendidikan. Pendidikan memengaruhi seorang calon akseptor untuk memilih metode kontrasepsi yang digunakan. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki sehingga akseptor dapat mengambil keputusan yang terbaik. Usia dewasa, pengetahuan yang baik, persetujuan pasangan mendukung, dan budaya yang tidak melarang dalam pemilihan AKDR perlu didasari pendidikan yang tinggi yang akan memudahkan seseorang untuk mengubah prinsip

dan perilaku dalam menentukan pilihan kontrasepsi yang terbaik bagi dirinya (Bernadus 2012). Dalam survei awal yang dilakukan dari akseptor KB dan petugas pelayanan KB mengatakan keputusan dalam penggunaan jenis alat kontrasepsi terutama IUD ditentukan oleh suami dan membuat istri tidak dapat memutuskan penggunaan alat kontrasepsi yang sesuai untuknya, peran suami yang tidak mendukung dalam penggunaan IUD berkaitan dengan ketidaknyamanan saat berhubungan seksual. Dalam Penelitian Anggraeni dkk, 2007 di wilayah kerja Puskesmas Purwokerto menyimpulkan belum optimalnya peran suami dalam dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, sehingga laki-laki dan perempuan belum dapat secara seimbang berpartisipasi serta memperoleh manfaat yang sama dari informasi dan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, akses pengetahuan yang masih rendah tentang keluarga berencana, sosial ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita. Dorongan atau motivasi yang diberikan kepada istri dari suami, keluarga ataupun lingkungan, sangat mempengaruhi kemantapan ibu dalam menggunakan suatu metode kontrasepsi (Manuaba, 1998). Warda, 2011, menyebutkan hubungan yang bermakna antara peran suami, pengetahuan ibu, pendidikan ibu, dan paritas terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD. Berdasarkan Latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.

1.2. Permasalahan Pemilihan alat kontrasepsi IUD didorong oleh peran suami sebagai motivator, edukator, dan fasilitator. Karakteristik suami seperti umur, pendidikan, sumber informasi, pengetahuan, ekonomi, dan budaya mempengaruhi istri dalam memilih alat kontrasepsi IUD. Oleh karena itu permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan umur suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 2. Mengetahui hubungan pendidikan suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.

3. Mengetahui hubungan sumber informasi suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 4. Mengetahui hubungan pengetahuan suami dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 1.4. Hipotesis Adanya hubungan umur, pendidikan, sumber informasi dan pengetahuan dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Praktis a. Secara kelembagaan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi manajemen penyelenggaraan program KB dalam mengaktifkan peranan Pria. b. Secara perseorangan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan peran serta dalam Program KB. 1.5.2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber masukan bagi peneliti yang lain dalam penelitian bidang yang sama.

1.5.3. Manfaat bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber masukan bagi peneliti dalam pelayanan Keluarga Berencana