BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi jaminan kesehatan nasional

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang teramanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan usia. dikelompokkan seperti pada Gambar 3 :

Pelayanan Gigi & Prothesa Gigi Bagi Peserta JKN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan terkait penghematan biaya. Manfaat dari utilization review

BAB I PENDAHULUAN. (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan di Indonesia diatur dalam Undang Undang Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, dan terjangkau. Pemerintah melalui Jaminan Kesehatan Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkena dampak produk atau proses, berupa barang ataupun. dipuaskan. Jenis-jenis pelanggan adalah sebagai berikut :

PERNYATAAN RESPONDEN. Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu indikator dalam tingkat kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

INTISARI Latar Belakang Metode Hasil Kesimpulan Kata Kunci PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan meningkatkan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya baik pemerintah maupun swasta. Puskesmas merupakan upaya pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 50 TAHUN 2014

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 29 TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sistem INA CBG s (Indonesia Case Base

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. setempat dan juga kearifan lokal yang berlaku pada daerah tersebut.

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga Negara (UUD 1945 pasal 28

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

PROSEDUR DAN TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Banguntapan III Kabupaten Bantul tahun 2014 mengambil data sekunder

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) a. Pengertian JKN Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia merupakan pengembangan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional ini melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Program ini bertujuan agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes, 2013). Jaminan Kesehatan yang bersifat universal dimaksudkan agar semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan keuangan saat membayar jasa tersebut (WHO, 2014). b. Penyelenggara JKN Menurut Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) program JKN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) khususnya BPJS Kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 10

11 merupakan suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan SJSN dan bertujuan agar jaminan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya dapat terpenuhi. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan serentak diseluruh Indonesia mulai 1 Januari 2014. c. Sistem Pembiayaan JKN Menurut Peraturan Presiden No.12 pasal 16 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, pembiayaan JKN berasal dari iuran peserta, pemberi kerja, dan atau Pemerintah untuk program jaminan kesehatan yang dibayarkan secara teratur. Pembayaran dilakukan oleh BPJS Kesehatan dengan sistem kapitasi untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan sistem Indonesia Case Based Groups (INA CBG s) untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mempunyai wewenang untuk melakukan pembayaran dengan cara lain, jika tidak memungkinkan pembayaran secara kapitasi pada daerah dengan kondisi geografis tertentu. Kapitasi adalah metode pembayaran jasa pelayanan kesehatan dimana pemberi pelayanan jasa kesehatan yaitu dokter atau rumah sakit mendapat penghasilan tetap per peserta, per periode waktu, untuk pelayanan yang telah ditentukan untuk periode waktu tertentu (Dewanto dan Lestari, 2014). Besaran kapitasi untuk dokter gigi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014

12 adalah sebesar Rp. 2.000,- per orang per bulan. Tarif kapitasi puskesmas yang memiliki dokter gigi ditetapkan Rp. 6.000,- per orang per bulan. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 32 tahun 2014 jasa pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTKP) adalah sekurang-kurangnya 60% dari total dana kapitasi JKN dan sisanya dimanfaatkan untuk biaya operasional. Pembagian jasa pelayanan kesehatan menurut pertimbangan jenis ketenagaan dan/atau jabatan dan kehadiran. d. Prosedur pelayanan JKN Peserta pertama-tama datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pasien yang membutuhkan rujukan ke tingkat lanjutan, harus mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam kondisi kegawatdaruratan medis (Jamsosindonesia, 2013). 2. Pelayanan JKN di Bidang Kedokteran Gigi a. Pengertian dan jenis pelayanan kedokteran gigi Organisasi profesi kedokteran gigi yaitu Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) telah menetapkan bahwa dalam Jaminan Kesehatan Nasional pelayanan kedokteran gigi berperan pada pada strata pelayanan primer dan pelayanan sekunder ( Dewanto dan Lestari, 2014). Pelayanan kedokteran gigi primer merupakan suatu pelayanan kesehatan dasar gigi dan mulut secara paripurna dengan

13 tujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut setiap individu dalam keluarga binaannya. Pelayanan kedokteran gigi pada strata sekunder merupakan pelayanan tingkat lanjutan yang diberikan berdasarkan rujukan dari pelayanan primer atau tingkat pertama (BPJS Kesehatan, 2014a). b. Prinsip pelayanan kedokteran gigi primer Menurut BPJS Kesehatan (2014a) penyelenggaraan pelayanan primer kedokteran gigi berdasarkan pada prinsip : 1) Kontak pertama (first contact) Dokter gigi harus berperan sebagai kontak pertama. Pasien yang memiliki masalah kesehatan gigi dan mulut pertama kali menemui dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan. 2) Layanan bersifat pribadi (personal care) Dokter gigi membina hubungan yang baik dengan pasien dan seluruh keluarganya. Dokter gigi harus memahami masalah kesehatan gigi dan mulut pasien secara luas. 3) Pelayanan paripurna (comprehensive) Pelayanan kesehatan diberikan secara menyeluruh dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Tujuan pelayanan paripurna yang sesuai masalah pasien adalah untuk menciptakan paradigma sehat.

14 4) Paradigma sehat Dokter gigi dituntut mampu mendorong masyarakat dapat bersikap mandiri. Dokter gigi harus memotivasi masyarakat untuk menjaga kesehatan mereka sendiri dan keluarga. 5) Pelayanan berkesinambungan (continous care) Pelayanan primer diharapkan menjadi media terbinanya pelayanan yang berkesinambungan. Dokter gigi dalam pelayanan primer perlu membina hubungan dengan pasien yang berlangsung jangka panjang dan berkesinambungan dalam tahap kehidupan pasien. 6) Koordinasi dan kolaborasi Dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu berkonsultasi dengan disiplin ilmu lain atau merujuk ke dokter gigi spesialis. Dokter gigi perlu memberi informasi kepada pasien dalam mengatasi masalah. 7) Family and community oriented Dokter gigi di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam menangani masalah pasien perlu mempertimbangkan kondisi pasien terhadap keluarga. Dokter gigi juga perlu meninjau pengaruh sosial budaya sekitarnya. c. Pemberi (provider) pelayanan kedokteran gigi

15 Pelayanan primer di bidang kedokteran gigi dilakukan oleh dokter gigi yang ada di Puskesmas, klinik maupun praktek perorangan. Pelayanan kedokteran gigi sekunder dilakukan oleh dokter gigi spesialis atau subspesialis pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (BPJS Kesehatan, 2014a). d. Cakupan pelayanan kedokteran gigi Menurut Dewanto dan Lestari (2014) pelayanan kedokteran gigi yang tercakup dalam JKN antara lain : 1) Konsultasi 2) Pencabutan gigi sulung 3) Pencabutan gigi permanen 4) Tumpatan dengan Resin Komposit (tumpatan sinar) 5) tumpatan dengan semen ionomer kaca 6) Pulp capping (proteksi pulpa) 7) Kegawatdaruratan oro-dental 8) Scaling (pembersihan karang gigi) satu kali per tahun 9) Premedikasi/pemberian obat 10) Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan ketentuan yang diatur tersendiri) 3. Hambatan a. Jenis hambatan Menurut Muninjaya (2004) hambatan atau kelemahan pada sebuah program kesehatan dapat dikategorikan kedalam :

16 1) Hambatan yang bersumber pada kemampuan organisasi Hambatan ini berasal dari kelemahan internal suatu organisasi yang menjalankan program. Hambatan dapat berasal dari keterbatasan sumber daya manusia yang melaksanakan, fasilitas yang tersedia hingga dana yang dibutuhkan. 2) Hambatan yang terjadi pada lingkungan Hambatan ini berasal dari luar organisasi penyelenggara program. Hambatan ini berupa hambatan dari alam (iklim, geografis), hambatan dari masyarakat (tingkat pendidikan, budaya dan antusiasme terhadap program) serta kendala yang berasal dari tanggung jawab sektor lain (pendidikan, pembangunan ekonomi dan Pekerjaan Umum). b. Hambatan pelayanan dokter gigi dalam JKN 1) Faktor eksternal hambatan Faktor eksternal berasal dari luar suatu organisasi. Faktor eksternal dapat berupa keadaan geografis lingkungan sekitar, tingkat pendidikan dan budaya masyarakat serta sektor lain yang mempengaruhi pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2004). 2) Faktor internal hambatan Faktor internal hambatan antara lain sumber daya manusia dokter gigi baik skill maupun pengetahuan, fasilitas yang tersedia serta dana yang dibutuhkan (Muninjaya, 2004). Faktor internal yang menjadi hambatan pelayanan kesehatan era JKN muncul pada

17 unsur implementasi, seperti sistem kapitasi, standarisasi obat dan bahan medis, ketersediaan fasilitas pada pelayanan kesehatan primer serta pengetahuan peserta maupun tenaga medis mengenai prosedur pelayanan JKN (Jamkesindonesia, 2015). Benefit package yang tidak jelas dan rinci dapat pula menjadi hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Dewanto dan Lestari, 2014). Berdasarkan faktor-faktor internal hambatan diatas maka hambatan pelayanan kesehatan era JKN antara lain: a) Besaran kapitasi Budi (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sistem pembiayaan dengan kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan yang diterima pasien dengan jaminan kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang membayar langsung jasa pelayanan kesehatan. Menurut Grumbach, dkk. (1998 Cit. Hendrartini, 2008) pembayaran dengan sistem kapitasi dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Sistem kapitasi dianggap sebagai pembatasan dalam pelayanan sehingga akan berpengaruh pada pengobatan pasien yang menjadi kurang optimal. b) Sarana kesehatan gigi Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia sarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat atau media dalam

18 mencapai maksud atau tujuan, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang menjadi penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Keterbatasan sarana fasilitas pelayanan strata satu dapat menghambat jalannya pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan. Kasus yang seharusnya dapat ditangani di fasilitas pelayanan primer harus dirujuk karena sarana kesehatan gigi yang kurang memadai (Jamkesindonesia, 2015). Keterbatasan sarana kesehatan gigi ditemukan di beberapa puskesmas di Indonesia. Ketersediaan obat-obatan dan bahan habis pakai yang digunakan oleh dokter di Puskesmas Kota Ternate dikategorikan sering terkendala adanya keterlambatan yang menyebabkan kekosongan stok. Ketersediaan fasilitas dan alat kesehatan medis masih kurang mencukupi dibandingkan menurut Pedoman Sistem Rujukan Nasional (Ali dkk., 2015). Sarana prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan Kabupaten Gowa juga belum memadai terutama alat-alat kesehatan (Geswar dkk., 2014). c) Paket manfaat Salah satu permasalahan awal pelayanan dokter gigi dalam Jaminan Kesehatan Nasional adalah belum adanya kejelasan mengenai tindakan yang tercakup dalam paket manfaat dan jenis tindakan yang dapat dirujuk ke pelayanan sekunder (Dewanto dan Lestari, 2014). Ketiadaan batasan benefit

19 package yang jelas dan rinci mengenai jenis pelayanan kesehatan yang akan diberikan bisa berakibat pada salah penafsiran oleh pemberi pelayanan kesehatan (provider) dan menyulitkan verifikasi ( Iwan dkk., 2008). d) Beban kerja provider Menurut Goetz dkk. (2013 Cit. Dharmayudha, 2015) Beban kerja yang berlebih akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang akan diberikan. Pernyataan ini juga didukung oleh Shah dkk. (2011 Cit. Dharmayudha, 2015) yang menyatakan bahwa beban kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja pekerja, beban kerja yang tinggi harus sesuai dengan kemampuan dan potensi pekerja untuk menghindari stres. e) Tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai JKN Pengetahuan dan pemahaman tenaga kesehatan termasuk dokter gigi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sangatlah penting. Salah satu yang penting untuk dipahami dokter gigi adalah sistem pembiayaan dengan kapitasi yang mengarahkan penekanan upaya preventif dan promotif. Dokter gigi sebagai provider yang memberikan pelayanan primer harus menganalisa situasi di daerahnya. Dokter gigi perlu mengetahui tentang kebiasaan-kebiasaan, kondsi iklim, air, makanan atau diet yang diperkirakan dapat mempengaruhi

20 status kesehatan gigi dan mulut masyarakat, sehinggga upaya preventif dan promotif yang dilakukan menjadi tepat dan sesuai kondisi yang ada. Dokter gigi juga perlu mengerti mengenai administrasi dan keuangan yaitu berupa data utilisasi yang menjadi acuan nilai kapitasi sehingga dapat dilakukan revisi untuk peningkatan jumlah kapitasi setiap 2 tahun sekali sesuai dengan Peraturan Presiden No.12 tahun 2013 (Dewanto, 2013). 4. Puskesmas Kabupaten Bantul Puskesmas dalam Permenkes No. 75 Tahun 2004 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan yang lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas bertugas melaksanakan sebagian tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang menjadi penanggung jawab utama untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah Kabupaten atau Kota (Hartono, 2010). Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul (2014) penyakit gigi dan mulut yaitu penyakit pulpa dan periapikal serta gingivitis dan penyakit periodontal masuk kedalam 10 besar penyakit di

21 puskesmas Kabupaten Bantul. Besarnya jumlah kasus yang terjadi ini mnunjukkan kebutuhan pelayanan kuratif masih tinggi. Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sudah dilaksanakan di seluruh SD dan MI di Kabupaten Bantul dengan kegiatan berupa sikat gigi massal. Hasil pemeriksaan pada seluruh siswa didapatkan bahwa 46,46% siswa masih memerlukan perawatan. Persentase ini menunjukkan bahwa upaya promotif dan belum membuahkan hasil yang maksimal. Menurut Linangkung (2015) Peningkatan jumlah kunjungan pasien terjadi pada awal tahun 2014 di puskesmas Kabupaten Bantul. Peningkatan signifikan ini terjadi dua tahun berturut-turut dari tahun 2012 dan terjadi lonjakan hingga 70% pada tahun 2014. Bertambahnya jumlah kunjungan pasien ke puskesmas tentu akan menambah beban kerja tenaga medis termasuk dokter gigi sehingga berpotensi mempengaruhi mutu pelayanan yang diberikan. B. Landasan Teori Pemerintah senantiasa berupaya memenuhi jaminan kebutuhan dasar hidup yang layak bagi masyarakat, salah satunya adalah kesehatan. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jaminan kesehatan itu diwujudkan dengan lahirnya program Jaminan Kesehatan Nasional. Jaminan Kesehatan Nasional merupakan asuransi kesehatan yang bersifat wajib bagi seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Asuransi ini berupa iuran rutin yang diseuaikan dengan kemampuan peserta. Peserta

22 yang tidak mampu maka iuran akan ditanggung oleh pemerintah. Jaminan kesehatan ini bertujuan agar masyarakat dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa kesulitan keuangan untuk membayarnya. Pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional di bagi menjadi 3 struktur layanan yaitu pelayanan primer, sekunder dan tersier. Dokter gigi dalam sistem ini memberi pelayanan pada strata primer dan sekunder. Dokter gigi dalam pelayanan primer tidak hanya melakukan pelayanan berupa pengobatan (kuratif), tetapi juga memberikan tindakan pemeliharaan dan pencegahan masalah kesehatan berupa preventif dan promotif. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut masyarakat dengan menerapkan paradigma sehat di masyarakat. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan primer. Puskesmas memiliki peran penting dalam mensosialisasikan paradigma sehat di masyarakat khususnya di wilayah kerjanya. Peranan penting ini menjadikan puskesmas menjadi ujung tombak keberhasilan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan dan memiliki 27 puskesmas. Dua puluh tujuh puskesmas tersebut terdiri dari 16 puskesmas rawat inap dan 11 puskesmas non rawat inap. Jumlah dokter gigi yang bekerja di Puskesmas Kabupaten Bantul sebanyak 42 orang. Hambatan adalah suatu halangan atau kendala dalam mencapai tujuan tertentu. Hambatan dalam program kesehatan dapat berasal dari dari organisasi penyelenggara program maupun yang berasal dari lingkungan.

23 Hambatan dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut oleh dokter gigi dapat bersumber faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain besaran tarif kapitasi, sarana kesehatan gigi, paket manfaat, beban kerja dan tingkat pengetahuan, sedangkan faktor eksternal antara lain tingkat pengetahuan masyarakat, kondisi geografis dan demografi penduduk setempat. Faktor internal hambatan dokter gigi era Jaminan Kesehatan meliputi kapitasi, sarana kesehatan gigi, paket manfaat, beban kerja dan tingkat pengetahuan. Kapitasi merupakan salah satu sistem pembiayaan yang dimana sistem ini dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga pengobatan pasien kurang optimal. Keterbatasan sarana kesehatan gigi pada pelayanan strata satu dapat menghambat jalannya pelayanan oleh dokter gigi seperti yang terjadi dibeberapa wilayah Indonesia belum memadai nya ketersediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan. Belum adanya kejelasan paket manfaat yang dicakup oleh JKN, hal ini dapat berakibat salah penafsiran dan menyulitkan verifikasi. Beban kerja dokter gigi dapt bertambah di era JKN dengan adanya peningkatan kunjungan pasien yang signifikan semenjak diberlakukan JKN awal 2014 silam. Pengetahuan dan pemahaman dokter gigi sebagai salah satu provider di era JKN perlu di miliki karena harus adanya adaptasi dokter gigi dengan sistem yang baru. Dokter gigi pelu mengetahui tentang sistem JKN antara lain manajemen kapitasi, paradigma sehat, sistem paket manfaat serta sistem rujukan.

24 C. Kerangka Konsep Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan Provider Peserta Pelayanan Kesehatan Hambatan pelayanan kesehatan Faktor Internal: - Besaran kapitasi dokter gigi - Sarana prasarana - Paket manfaat - Beban kerja - Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang JKN Faktor Eksternal : - pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut - Kontur geografi - Demografi Hambatan Pelayanan dokter gigi Keterangan : = diteliti = tidak diteliti Gambar 1. Kerangka Konsep

25 D. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Kabupaten Bantul? 2. Apakah hambatan yang memiliki nilai tertinggi bagi dokter gigi dalam memberikan pelayanan era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas Kabupaten Bantul? 3. Bagaimanakah gambaran pengetahuan dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Bantul mengenai sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?