BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen struktur yang harus diperhatikan. penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beban mati, beban hidup dan beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan. tak terpisahkan dari gedung (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melihat sejarah panjang gempa bumi di Indonesia, wilayah Jakarta

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Dalam hal ini saya akan mencoba. beberapa hal yang harus diperhatikan.

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB II STUDI PUSTAKA

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Rangka Bracing Tipe V Terbalik

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

PERENCANAAN GEDUNG DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG. (Structure Design of DKK Semarang Building)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

STRUKTUR BETON BERTULANG II

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

DAFTAR PUSTAKA. 1. SNI , Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk. Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR KANTOR INDOSAT SEMARANG. Oleh : LIDIA CORRY RUMAPEA NPM. :

Modifikasi Struktur Gedung Graha Pena Extension di Wilayah Gempa Tinggi Menggunakan Sistem Ganda

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA 5 LANTAI DI WILAYAH GEMPA 3

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SWALAYAN RAMAI SEMARANG ( Structure Design of RAMAI Supermarket, Semarang )

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan yang serius, terutama pada konstruksi yang terbuat

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan harus mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan supaya mendapatkan struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Berdasarkan Peraturan Pembebanan Untuk Gedung 1983 pasal 1 halaman 7, dicantumkan bahwa pembebanan pada komponen struktur yang harus diperhatikan. 1. Beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. 2. Beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masih hidup dari gedung itu sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. 3. Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. 4. Beban gempa ialah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal gempa pengaruh pada struktur gedung ditentukan berdasarkan 5

6 suatu analisa dinamik, maka yang diartikan beban gempa di sini adalah gayagaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu. 5. Beban khusus ialah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari kran gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya. 2.2. Perencanaan Terhadap Gempa Suatu struktur gedung direncanakan terhadap pengaruh gempa rencana dengan maksud akibat pengaruh gempa rencana, seluruh gedung secara keseluruhan harus masih berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Pengaruh gempa rencana terhadap struktur harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I menurut persamaan: I = I 1. I 2...(2-1) Faktor-faktor keutamaan ditetapkan menurut tabel 1 SNI 03-1726-2002. Ketentuan umum disain gempa mempertimbangkan wilayah gempa, jenis tanah setempat, kategori gedung, konfigurasi, sistem struktur, dan tinggi bangunan. Dalam SNI 03-1726-2002, A.4.2 struktur gedung ada 2 macam yaitu struktur gedung beraturan dan tidak beraturan, dikatakan struktur beraturan jika memenuhi ketentuan pasal 4.2.1, akan tetapi jika tidak memenuhi kriteria pasal tersebut kita menghadapai struktur tidak beraturan. Wilayah gempa dicirikan oleh

7 nilai Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) di masing-masing wilayah, dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). SNI 03-1726- 2002 membagi Indonesia menjadi 6 wilayah gempa. WG I merupakan wilayah gempa paling rendah dengan PPEBD = 0,03g dan WG 6 menyandang wilayah gempa tertinggi dengan PPEBD 0,30g. PPEBD dipakai sebagai penentu hubungan Resiko Gempa (RG) dan Wilayah Gempa (WG) untuk SNI 2847 (Purwono, 2005). Berdasarkan pembagian tersebut RG menjadi 3 yaitu; low, moderat dan high. Hal lain yang mempengaruhi kriteria pemilihan desain adalah jenis tanah yang terbagi menjadi 4 yaitu tanah keras, sedang, lunak dan tanah khusus. Tanah khusus ini dijelaskan pada SNI 03-1726-2002 pasal 4.6.4. Konfigurasi gedung akan sangat mempengaruhi kinerja gedung sewaktu kena gempa rencana, karena itu struktur gedung dibedakan dua golongan yaitu yang beraturan dan yang tidak berdasar konfigurasi denah dan tinggi gedung. SNI 03-1726-2002 menjelaskan sistem struktur utama. 1. Sistem Dinding Penumpu yaitu suatu sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. 2. Sistem Rangka Gedung, yaitu suatu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. Menurut tabel 3 SNI 03-1726-2002 tercantum 3 jenis SRPM yaitu SRPMB (B=biasa), SRPMM (M=Menengah),

8 SRPMK (K=Khusus). SRPMB untuk WG 1 dan 2 karena tidak memerlukan pendetailan khusus, SRPMM masih relevan untuk dipakai di WG 3 dan 4, tetapi menurut footnote Tabel 16-N UBC (Purwono, 2005) SRPMM tidak boleh dipakai untuk di zona 3 dan 4 yang identik dengan WG 5 dan 6, sedangkan SRPMK harus dipakai untuk wilayah 5 dan 6. 3. Sistem Rangka Pemikul Momen SRPM, yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur. 4. Sistem Ganda (Dual Sistem) yaitu suatu tipe sistem struktur yang memiliki tiga ciri dasar. Pertama rangka ruang lengkap berupa sistem rangka pemikul yang penting berfungsi memikul seluruh beban gravitasi. Kedua pemikul beban lateral dilakukan oleh dinding struktur atau rangka bresing sistem rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral. Ketiga, kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban dasar geser nominal V dengan memperhatikan interaksi atau sistem ganda. 5. Sistem struktur kolom kantilever yaitu sitem struktur yang memanfaatkan kantilever untuk memikul beban lateral. 6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka. 7. Subsistem tunggal, yaitu subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan.

9 Wilayah gempa yang berbeda-beda menentukan pentingnya daktilitas. Daktilitas sebagaimana didefinisikan dalam SNI 03-1726-2002 adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan. Parameter daktilitas adalah faktor daktilitas struktur gedung dan faktor reduksi R yang tercantum dalam tabel 2, SNI 03-1726-2002.sebagaimana tertulis dalam tabel 2.1 Tabel 2.1. Parameter Daktilitas Struktur Gedung (Sumber, SNI-03-1726-2002) Taraf kinerja struktur R gedung Elastik penuh 1,0 1,6 Daktilitas parsial 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 2,4 3,2 4,0 4,8 5,6 6,4 7,2 8,0 Daktilitas penuh 5,3 8,5 2.3. Rencana Rangka Atap Baja Prosedur desain dapat dianggap terdiri dari dua bagian yaitu desain fungsional dan desain kerangka kerja struktural. Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam penentuan konfigurasi struktur. Struktur dapat dibagi menjadi tiga kategori umum yaitu:

10 1. struktur rangka (framed structure), dimana elemen-elemennya kemungkinan terdiri dari batang-batang tarik, balok, dan batang-batang yang mendapatkan beban lentur kombinasi dan beban aksial, 2. struktur tipe cangkang (shell-type strukture) dimana tegangan aksial lebih dominan, 3. struktur tipe suspensi (suspension-type structure) dimana tarikan aksial lebih mendominasi sistem pendukung utamanya. Dalam pemakaian suatu rangka baja batang baja berdasar reaksi pembebanan ada batang tarik dan batang tekan. Batang tarik pada umumnya berwujud penahan tarik pada kerangka, silangan diagonal (diagonal bracing) pada berbagai tipe struktur, batang tersebut menjadi batang struktur utama pada rangka atap. Batang tekan merupakan fungsi bentuk penampang melintangnya (radius girasi), pada umumnya luas penampangnya disebarkan sepraktis mungkin. Pada perencanaan pada umumnya menghendaki baja yang dapat mempertinggi tegangan (strenght) dari pada menambah ukuran badan. Prosedur perencanaan selalu didasarkan atas ultimate strength behaviour yang membutuhkan kesatuan daktilitas yang besar terutama untuk memperbaiki tegangan-tegangan dekat lubang atau dekat perubahan yang mendadak pada bentuk batang misalnya untuk perencanaan sambungan. Rangka atap yang berupa kuda-kuda sedapat mungkin diletakkan di atas kolom. Bila kuda-kuda harus diletakkan di atas ring balk, maka ring balk harus di rancang untuk memikul reaksi kuda kuda. Jarak miring antar gording tidak boleh terlalu besar ( 2 m) agar bentang usuk tidak terlalu besar. Gording diletakkan pada joint dari kuda-kuda sehingga batang kuda-kuda hanya

11 diperhitungkan untuk memikul gaya aksial (tidak ada momen lentur pada batang kuda-kuda). Sagrod berfungsi untuk mengurangi defleksi gording ke arah samping. Ikatan angin penghubung antar kuda-kuda supaya kuda-kuda berdiri dengan kokoh. 2.4. Pelat Pelat adalah komponen struktur yang merupakan sebuah bidang datar yang lebar dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar (Dipohusodo, 1996). Pelat lantai sangat dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser yang terjadi. Sisi tarik pada pelat terlentur ditahan oleh tulangan baja, sedangkan gaya geser pada pelat lantai ditahan oleh beton yang menyusun pelat lantai itu sendiri. Lentur pada pelat lantai dapat dibedakan menjadi dua yaitu lentur satu arah, jika perbandingan bentang panjang dan bentang pendek 2, serta lentur dua arah, jika perbandingan bentang panjang dan bentang pendek 2. 2.5. Balok Balok adalah komponen struktur yang bertugas meneruskan beban yang disangga sendiri maupun dari pelat kepada kolom penyangga. Balok menahan beban hal ini mengakibatkan terjadinya lenturan (Dipohusodo, 1994). Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar (dapat berupa gravitasi, angin, beban susut, beban akibat perubahan temperatur). Bila bebannya semakin bertambah maka pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas

12 elemen. Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur (Nawy 1990). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah sebagai berikut: 1. distribusi regangan dianggap linier. Asumsi ini berdasarkan hipotesis Bernoulli yaitu penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur, 2. regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh pada baja, 3. beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil, yaitu sekitar 10 % dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut. Berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami balok dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1. penampang balanced. Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan, 2. penampang over-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Kondisi ini terjadi apabila tulangan yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced, 3. penampang under-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja. Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila tulangan tarik yang dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk

13 kondisi balance (Nawy, 1990). εc = 0,003 d cb under-reinforced f s = f y ρ < ρb balanced over-reinforced f s < f y ρ > ρb f E y s εs < f E y s εs < f E y s Gambar 2.1. Distribusi Regangan Penampang Balok (Sumber, Nawy, 1990) 2.6. Kolom Kolom merupakan elemen tekan dari suatu struktur portal yang mendukung balok-balok lantai. Kolom-kolom memindahkan beban dari lantai atas ke lantai yang lebih rendah sampai kepada tanah melalui fondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan collapse (runtuhnya) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh seluruh bagian strukturnya. Oleh karena itu dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi dibanding yang dilakukan pada balok dan elemen struktur horisontal lainnya. Hal ini karena keruntuhan tekan tidak memberikan tanda yang cukup jelas. Kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai

14 berikut: 1. distribusi regangan linier seluruh beban kolom, 2. tidak terjadi slip material beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya), 3. regangan beton maksimum yang diijinkan dalam keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003, 4. kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. Bentuk dan susunan tulangan pada kolom dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: 1. kolom segiempat atau bujur sangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang, 2. kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang atau spiral, 3. kolom komposit yang terdiri atas beton dan profil baja struktural di dalamnya. Kolom bersengkang merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Kolom segiempat maupun bundar dengan tulangan berbentuk spiral kadangkadang digunakan juga terutama jika diperlukan daktilitas kolom cukup tinggi pada daerah-daerah gempa. Kemampuan kolom spiral untuk menahan beban maksimum pada deformasi besar mencegah terjadinya collaps. Keruntuhan pada kolom dapat terjadi akibat: 1. keruntuhan dari materialnya antara lain karena lelehnya tulangan pada zona tarik dan crushing (hancurnya) beton pada zona tekan, 2. kehilangan stabilitas struktur lateralnya (melalui tekuk).

15 Kolom yang gagal karena keruntuhan dari materialnya dikategorikan sebagai kolom pendek. Apabila panjang kolomnya meningkat kemungkinan kegagalan kolom dapat terjadi akibat tekuk. Transisi dari kolom pendek dan kolom langsing dinyatakan dalam rasio kelangsingan antara rasio panjang efektif kl u terhadap jari-jari girasi r, kl u /r 22 diklasifikasikan sebagai kolom pendek dan kl u /r 22 diklasifikasikan sebagai kolom langsing. Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik (gambar 2.2), penampang kolom dapat dibagi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu: 1. keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan tarik 2. keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan. Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan (Nawy 1990). εs εy = 0,002 tul desak tidak leleh, εs < fy/fs kegagalan tarik, c < cb, fs = fy kegagalan balance, c = cb, fs = fy Cb d fy/fs kegagalan desak, c > cb, fs < d Gambar 2.2. Diagram Regangan untuk Kegagalan Eksentrisitas Beban Kolom. (Sumber, Nawy, 1990) Berdasarkan prinsip Capacity Design dimana kolom harus diberi cukup kekuatan, sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok. Goyangan lateral memungkinkan terjadinya sendi plastis diujung-ujung kolom

16 akan mengakibatkan kerusakan berat, karena itu harus dihindarkan. Oleh sebab itu kolom-kolom selalu didesain 20% lebih kuat dari balok-balok dari suatu hubungan balok kolom (HBK). Kuat lentur kolom dihitung dari beban aksial terfaktor, konsisten dengan beban lateral, yang memberikan kuat lentur paling rendah (Rahmat Purwono, 2005). 2.7. Fondasi Tiang Fondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya ke atas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat tinggi yang dipengaruhi gaya-gaya penggulingan akibat angin. Fondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud antara lain: 1. untuk meneruskan beban bangunan yang terletak diatas air atau tanah lunak, ketanah pendukung yang kuat, 2. untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya, 3. untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan, 4. untuk menahan gaya-gaya horisontal dan gaya yang arahnya miring, 5. untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah,

17 6. untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air. Fondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu: 1. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah tanah yang relatif besar, 2. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile) adalah sama seperti kategori tiang pertama hanya volume tanah yang dipindahkan relatif kecil, 3. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile) terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Fondasi tiang merupakan fondasi dimana dibawah poer didukung beberapa tiang untuk menyalurkan pembebanan dari struktur yang berada di atasnya. Hal ini mempengaruhi kapasitas kelompok tiang. Kapasitas tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Stabilitas kelompok tiang-tiang tergantung dari dua hal, yaitu: 1. kemampuan tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang untuk mendukung beban total struktur, 2. pengaruh konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok tiang. Hitungan kapasitas tiang dapat dilakukan dengan dengan cara pendekatan statis dan dinamis. Hitungan dengan cara statis dilakukan menurut teori mekanika tanah yaitu dengan mempelajari sifat-sifat teknis tanah. Sedang hitungan dengan cara dinamis dilakukan dengan menganalisis kapasitas tiang yang didasarkan pada teori Mekanika Tanah, kadang-kadang masih diperlukan pengujian untuk

18 meyakinkan hasilnya. Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 macam. 1. Tiang dukung ujung (end bearing pile). 2. Tiang gesek (friction pile). Tiang dukung ujung adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah di sekitarnya.