STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

b.rawat inap adalah perawatan di rumah sakit untuk tujuan diagnostik, bedah maupun rehabilitasi, dengan jenis kasus sesuai kriteria rumah sakit.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HASIL KONSINYERING DENGAN PANJA KOMISI X DPR RI H. Century, Juni 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER (S P P A)

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERSETUJUAN ALIH ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN/KEDOKTERAN GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI DOKTER

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PADA TAHUN 2020 MENHHASILKAN PERAWAT PROFESIONAL, PENUH CINTA KASIH DAN MAMPU BERSAING SECARA NASIONAL.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK. c. Unsur yuridis. Belum ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai pendidikan kedokteran.

GUBERNUR SUMATERA BARAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018

PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS KLINIK PRATAMA TABITA PENDAHULUAN

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota

1 DESEMBER Tim P

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

MANUAL MUTU AKADEMIK KATA PENGANTAR

Standar Kompetensi Lulusan Acuan Standar Lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peran dan Fungsi Komite Medik di Rumah Sakit

STANDAR 1 VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN SERTA STRATEGI PENCAPAIAN. Studi, Serta Pihak-Pihak Yang Dilibatkan.

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PANDUAN SUB KOMITE MUTU PROFESI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAK

RENCANA STRATEGIS INSTITUSI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF TAHUN

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMO 3 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

MEKANISME PELAKSANAAN DALAM MENGHADAPI PELUNCURAN SISTIM INTEROPERABILITAS TERKAIT PENERBITAN SERTIFIKAT KOMPETENSI OLEH MKKGI

BAB I DEFINISI Proses Keredensial (Credentialing): Proses Re- Kewenangan klinis (clinical privilege) : Surat Penugasan (clinical Appointment) Tenaga

NASKAH AKADEMIK PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (PENDIDIKAN) Konsil Kedokteran Gigi Konsil Kedokteran Indonesia Bogor, September 2010

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No Pengaturan mengenai program Internsip diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan program Internsip yang bermutu. Mengingat program Internsip

Perbedaan jenis pelayanan pada:

KEBIJAKAN PENERBITAN SERTIFIKAT KOMPETENSI DOKTER DAN DOKTER SPESIALIS

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan

Manual Mutu Akademik

Transkripsi:

KOLEGIUM BEDAH SARAF INDONESIA ( K.B.S.I. ) STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF Jakarta : Februari 2007

DAFTAR SINGKATAN IPDS KBSI KPS KKI PBL PPDS RS Pendidikan RS Jejaring WFME Institusi Pendidikan Dokter Spesialis. Kolegium Bedah Saraf Indonesia. Ketua Program Studi. Konsil Kedokteran Indonesia Problem Base Learning. Peserta Pendidikan Dokter Spesialis. Rumah Sakit Pendidikan. Rumah Sakit Jejaring World Federation of Medical Education. Pendahuluan Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat. Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dan terkait secara langsung dengan proses pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan. Ilmu pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan merupakan landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan dalam upaya pelayanan kesehatan. Pendidikan kedokteran pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi seluruh masyarakat. Hal ini yang juga merupakan misi dari Federasi Dunia untuk Pendidikan Kedokteran (World Federation for Medical Education, WFME), sebagai badan internasional representasi dosen dan institusi pendidikan kedokteran. WFME berusaha untuk meningkatkan standar keilmuan dan etika tertinggi pendidikan kedokteran, mengajukan metoda pembelajaran dan sarana instruksional baru, serta pengelolaan inovatif pendidikan kedokteran Pendidikan dokter adalah pendidikan akademik dan profesi yang menghasilkan dokter umum sedangkan pendidikan dokter spesialis adalah suatu program pendidikan untuk mencapai kompetensi tertentu dan merupakan jenjang pendidikan lanjut pendidikan dokter. Pendidikan dokter spesialis mencakup pula pendidikan dokter spesialis-konsultan yang merupakan jenjang pendidikan lanjut dari pendidikan dokter spesialis. Di dalam ketentuan umum Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, 11 Juni 2003, disebutkan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan yang berlaku di wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Agar lulusan pendidikan dokter spesialis di seluruh Indonesia mempunyai mutu yang setara maka perlu ditetapkan standar nasional pendidikan profesi dokter spesialis. Di dalam penjelasan pasal 7 ayat 2 Undang Undang Praktik Kedokteran, No 29 Tahun 2004 disebutkan bahwa standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, apabila setiap komponen pendidikan yang terkait dengan pendidikan dokter spesialis mempunyai standar yang sama maka dokter spesialis yang dihasilkan akan dijamin mempunyai mutu yang sama pula. Standar pendidikan dokter spesialis bedah saraf Indonesia merupakan suatu instrumen yang dapat dipergunakan untuk menjaga mutu serta menilai perbaikan kualitas proses pendidikan dokter spesialis bedah saraf oleh institusi pendidikan dokter spesialis (IPDS) bedah saraf yang bertanggung jawab untuk hal tersebut. Standar bertujuan untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan sesuai kompetensi yang ditetapkan. Standar dapat pula dipergunakan oleh IPDS untuk menilai dirinya sendiri serta sebagai dasar perencanaan program perbaikan kualitas proses pendidikan secara berkelanjutan. Komponen standar pendidikan meliputi isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,serta evaluasi proses pendidikan. Standar dari masing-masing komponen pendidikan tersebut harus selalu ditingkatkan secara berencana dan berkala mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran (medical science and technology), perkembangan ilmu dan teknologi pendidikan kedokteran (medical education and technology) dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan (health needs and demands). Standar pendidikan dokter spesialis dan sub-spesialis disusun secara garis besar sehingga dapat diimplementasikan untuk semua program studi pendidikan dokter spesialis dan sub-spesialis yang saat ini sudah ada. Dokumen WFME dipergunakan sebagai acuan untuk pengembangan standar pendidikan dokter spesialis dan subspesialis. Substansi standar pendidikan yang terinci dan terukur untuk masing masing program studi perlu dikembangkan oleh masing-masing kolegium yang terkait. Untuk memenuhi standar pendidikan dokter spesialis bedah saraf, setiap IPDS bedah saraf seharusnya mampu menunjukkan dokumen yang dibutuhkan, baik dokumen tentang proses penyusunan maupun dokumen tentang implementasi proses pendidikan yang dilakukan. Berbagai hal yang terkait dengan standar pendidikan diuraikan lebih lanjut pada bab selanjutnya.

1. MISI, TUJUAN dan Luaran PENDIDIKAN 1.1 MISI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF 1.1.1. Menyiapkan Spesialis Bedah Saraf yang mempunyai integritas sesuai dengan Pancasila dan etik ilmu serta etik profesi. 1.1.2. Menyiapkan Spesialis Bedah Saraf yang kreatif, inovatif dan mampu mengembangkan ilmu bedah saraf. 1.1.3. Menyiapkan Spesialis Bedah Saraf yang mampu melaksanakan tugas pelayanan kesehatan di bidang bedah saraf di Indonesia. 1.1.4. Memberikan Pendidikan Ilmu Bedah Saraf secara mendasar dan komprehensif, yang dapat menunjang Pendidikan Berkelanjutan. 1.2. TUJUAN PENDIDIKAN Tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. 1.2.1. Tujuan Umum Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf adalah : 1.2.1.1. Mempunyai rasa tanggung jawab dalam pengamalan ilmu bedah saraf sesuai dengan kebijakan pemerintah berdasarkan Pancasila. 1.2.1.2. Mempunyai pengetahuan dalam bidang bedah saraf serta mempunyai ketrampilan dan pola pikir yang positif, sehingga dapat memecahkan masalah bedah saraf secara ilmiah dan dapat mengamalkan ilmu bedah saraf kepada masyarakat secara optimal. 1.2.1.3. Mampu menentukan, merencanakan, dan melaksanakan pendidikan dan penelitian secara mandiri dan mengembangkan ilmu ke tingkat akademik yang lebih tinggi. 1.2.1.4. Mampu mengembangkan sikap pribadi sesuai dengan akhlak, etik keilmuan dan etik profesional. 1.2.2. Tujuan Khusus Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf adalah : Mampu melakukan pelayanan bedah saraf sesuai dengan standar pelayanan medik bedah saraf di Indonesia. 1.3. LUARAN PENDIDIKAN Luaran pendidikan adalah seorang spesialis bedah saraf yang berakhlak, profesional dan memiliki : 1.3.1. Kompetensi untuk menyelesaikan masalah bedah saraf sesuai dengan standar pelayanan medik bedah saraf di Indonesia. 1.3.2. Kompetensi untuk memberi penyuluhan bedah saraf dalam bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif. 1.3.3. Kesiapan untuk melakukan penelitian dan mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

2. PROGRAM PENDIDIKAN 2.1. PENDEKATAN PEMBELAJARAN. 2.1.1. Ilmu Bedah Saraf adalah Ilmu Saraf (Neurologi) ditambah Ilmu Bedah, khususnya Bedah Saraf. 2.1.2. Program pendidikan spesialis bedah saraf diselenggarakan di Pusat Pendidikan yang ada di Indonesia dan telah terakreditasi. 2.1.3. Pelaksanaan pendidikan di IPDS baru harus melalui tahapan pembinaan dari pusat pendidikan yang telah berdiri dan mengikuti peraturan yang ditentukan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). 2.1.4. Program pendidikan spesialis bedah saraf disesuaikan dengan sifat bedah saraf. Pendidikan mengarah kepada pembentukan sikap seorang spesialis bedah. a.dapat membuat keputusan dan koreksi sewaktu b.siap bekerja tanpa mengenal waktu 2.1.5. Program pendidikan berbasis teori dan praktek yang komprehensif, dan diselenggarakan melalui tahapan : 2.1.5.1. Pengayaan Berisikan pendidikan teori dan pengetahuan dasar. 2.1.5.2. Magang Merupakan latihan mengintegrasikan teori dan praktek. 2.1.5.3. Mandiri Melatih kemampuan melakukan sintesa dan praktek yang bertanggung jawab. 2.1.6. Pendidikan spesialis bedah saraf mengacu kepada ketentuan yang dibuat dan dievaluasi secara berkala oleh KBSI. 2.1.7. Peserta didik dihimpun dalam satu perhimpunan yang diperuntukkan mengurusi kepentingan peserta didik. 2.2. METODA ILMIAH. Analitis sistematis, memecahkan masalah dan berbasis bukti (evidence based medicine). 2.3. ISI PENDIDIKAN. 2.3.1. Ilmu bedah saraf mencakup semua tindakan yang memerlukan pengobatan secara bedah atau potensial memerlukan pembedahan, terhadap kelainan yang potensial ataupun telah mengakibatkan gangguan susunan saraf. 2.3.2. Termasuk dalam isi pendidikan adalah pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), pemahaman perilaku (attitude). 2.3.2.1. Ilmu kedokteran dasar yang menunjang ilmu bedah saraf.

2.3.2.2. Ilmu bedah saraf yang sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan. 2.3.2.3. Ilmu pengetahuan di luar kompetensi yang ditentukan, diajarkan pengetahuan dasar untuk dapat dikembangkan di kemudian hari. 2.3.2.4. Kemampuan dalam memberikan penyuluhan di bidang bedah saraf. 2.3.3. Isi Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf dituangkan di dalam Kurikulum Nasional Pendidikan Bedah Saraf (KNPBS) yang disusun oleh KBSI. 2.3.4. Pelaksanaan isi pendidikan dipantau melalui Log Book. 2.3.5. Evaluasi pencapaian isi pendidikan dilakukan secara berkala. 2.4. STRUKTUR, KOMPOSISI dan LAMA PENDIDIKAN. 2.4.1. Institusi Pendidikan Dokter Spesialis (IPDS) dimiliki oleh Fakultas / Universitas, dipimpin oleh Ketua Program Studi (KPS), dibantu oleh Penilai, Pendidik dan Pembimbing. 2.4.2. IPDS Bedah Saraf dibawah pengawasan KBSI. 2.4.3. IPDS Bedah Saraf baru, harus melalui pembinaan oleh institusi yang ditunjuk KBSI. 2.4.4. Pendidikan bedah saraf diselenggarakan selama 11 (sebelas) semester 2.5. HUBUNGAN PELAYANAN KESEHATAN dan PENDIDIKAN. Peserta didik dalam tahap Mandiri harus bertanggung jawab penuh terhadap semua tindakan yang dilakukan oleh ybs dalam pelayanan kesehatan di RS pendidikan. 2.6. MENEJEMEN PROSES PENDIDIKAN. 2.6.1. Proses pendidikan dilaksanakan oleh IPDS di Departemen / Bagian milik Fakultas Kedokteran. 2.6.2. Staf departemen dapat diangkat menjadi Penilai, Pendidik dan Pembimbing. 2.6.3. KPS bertanggung jawab langsung pada pimpinan fakultas. 2.6.4. IPDS Bedah Saraf secara berkala akan diarkreditasi : 2.6.4.1. Apabila terakreditasi, maka program pendidikan dapat tetap berlangsung. 2.6.4.2. Apabila tidak terakreditasi, maka a.tidak diijinkan menerima peserta didik, selama belum terakreditsi kembali. b.diberikan kesempatan IPDS tersebut untuk memperbaiki dan diakreditasi kembali. c.akreditasi ulangan hanya dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali.

d.apabila pada akreditasi yang ke tiga, IPDS tersebut tetap tidak terakreditasi, maka IPDS tersebut akan ditutup. 3. SISTIM EVALUASI PESERTA DIDIK 3.1. METODA PENILAIAN. Penilaian pada peserta didik berbentuk : 3.1.1. Penilaian kemampuan pada setiap akhir pendidikan ilmu kedokteran dasar yang menunjang ilmu bedah saraf. 3.1.2. Penilaian kegiatan 3.1.2.1. Semua kegiatan peserta didik dicatat dalam log book. 3.1.2.2. Dilakukan secara berkala pada setiap akhir tahap pendidikan. 3.1.3. Penilaian Karya Tulis 3.1.3.1. Dilakukan pada akhir tahap proses pendidikan. 3.1.3.2. Karya tulis dimaksud berkaitan dengan bedah saraf. 3.1.4. Ujian Akhir 3.1.4.1. Berbentuk Uji Kompetensi yang diselenggarakan secara nasional oleh KBSI. 3.1.4.2. Materi mengacu pada tujuan dan isi Pendidikan. 3.1.4.3. Angka Kelulusan ditetapkan oleh KBSI 3.1.5. Hasil Penilaian dan Hasil Ujian Akhir 3.1.5.1.Kelulusan dari Ujian Akhir akan dinyatakan dalam predikat, yang disesuaikan dengan angka kelulusan. 3.1.5.2. Peserta didik yang tidak lulus dari ujian berkala atau ujian akhir, diberi kesempatan untuk memperbaiki. 3.2. PENYELENGGARAAN DAN DOKUMENTASI 3.2.1. Ujian Akhir bersifat Nasional, diselenggarakan dan dicatat oleh KBSI. 3.2.2. Tanda lulus berupa Sertifikat Kompetensi, dibuat rangkap tiga masingmasing 1 ( satu ) untuk yang bersangkutan, IPDS, dan pertinggal ( KBSI ). 4. PESERTA DIDIK. 4.1. SISTIM PENERIMAAN PESERTA DIDIK. 4.1.1. Pendaftaran dan administrasi seleksi calon peserta didik, mengikuti alur yang telah ditentukan KKI, melalui Kolegium. 4.1.2.Ujian seleksi dilaksanakan disetiap IPDS, mencakup : 4.1.2.1. Ujian tulis ilmu kedokteran. 4.1.2.2. Psikhotest. 4.1.2.3. Wawancara.

4.2. KEBIJAKAN SELEKSI 4.2.1. IPDS yang mempunyai jumlah lulusan seleksi masuk di bawah daya tampung, dapat menerima limpahan dari IPDS yang jumlah lulusan seleksi masuknya berlebih. 4.2.2. Calon yang tidak lulus seleksi, dapat diberi kesempatan 1 (satu) kali lagi untuk memperbaiki. 4.2.3. Calon yang telah dinyatakan tidak lulus di satu IPDS, tidak dapat diterima di IPDS lain yang ada di Indonesia. 4.3. JUMLAH PESERTA DIDIK 4.3.1. Jumlah peserta didik disesuaikan dengan jumlah pendidik dan jumlah materi pendidikan. 4.3.1.1. Jumlah peserta didik berbanding pendidik tidak boleh melebihi 4 banding 1. Peserta didik yang dihitung adalah yang sedang mengikuti tahap pendidikan bedah saraf. 4.3.1.2. Jumlah dan jenis materi pendidikan diuraikan lebih lanjut dalam Kurikulum Nasional Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Saraf. 4.3.2. Peserta didik adaptasi dari spesialis lulusan luar negeri, diatur oleh KKI 4.4. KONDISI KERJA PESERTA DIDIK. 4.4.1. Peserta didik mendapatkan pendidikan di RS pendidikan dan RS jejaring yang telah terakreditasi oleh KBSI. 4.4.2. Beban serta pengaturan kerja peserta didik, tercantum secara terstruktur dalam Buku Panduan Pendidikan. 4.5. SISTIM PERWAKILAN PESERTA DIDIK. 4.5.1. Peserta didik dihimpun dalam organisasi yang dapat membantu memperlancar proses pendidikan. 4.5.1.1. Memberi masukkan untuk perbaikan kurikulum dan proses pendidikan 4.5.1.2. Memperjuangkan hak dan kewajiban anggotanya (peserta didik) 4.5.2. Meningkatkan kerjasama peserta didik antar IPDS 5. STAF AKADEMIK. 5.1. KRITERIA STAF AKADEMIK 5.1.1. Ketua Program Studi (KPS) 5.1.1.1. Adalah staf yang telah memiliki pengalaman sebagai penilai. 5.1.1.2. KPS IPDS baru harus telah menjalani proses magang di IPDS pembina yang diatur oleh KBSI. 5.1.1.3. KPS dapat dibantu oleh Sekretaris Program Studi (SPS).

5.1.2. STAF AKADEMIK terdiri atas 5.1.2.1. PENILAI, Spesialis Bedah Saraf yang telah memiliki pengalaman sekurangkurangnya 3 tahun sebagai pendidik. 5.1.2.2. PENDIDIK, Spesialis Bedah Saraf yang telah memiliki pengalaman sekurangkurangnya 3 tahun sebagai pembimbing 5.1.2.3. PEMBIMBING, Spesialis Bedah Saraf yang ditetapkan oleh IPDS. 5.2. PENERIMAAN DAN PENGEMBANGAN STAF. Disesuaikan dengan RENSTRA Fakultas dari masing-masing IPDS 6. SUMBER DAYA PENDIDIKAN 6.1. FASILITAS PENDIDIKAN dan PELATIHAN. 6.1.1. RS Pendidikan dan Fakultas tempat IPDS Bedah Saraf berada, harus memiliki 6.1.1.1. Bagian atau Departemen Bedah Saraf. 6.1.1.2. Bagian atau Departemen dari ilmu-ilmu penunjang bedah saraf. 6.1.2. RS Pendidikan harus sudah terakreditasi sebagai RS pendidikan bedah saraf : 6.1.2.1. Jumlah dan jenis materi bedah saraf sesuai ketentuan KBSI. 6.1.2.1. Memiliki fasilitas perawatan gawat-darurat dan perawatan intensif. 6.1.2.2. Memiliki fasilitas pelayanan penunjang bedah saraf. 6.1.3. RS jejaring yang dijadikan tempat pendidikan, harus sudah terakreditasi sebagai RS pendidikan bedah saraf. 6.1.3. Akreditasi dilakukan oleh badan yang ditentukan oleh KKI. 6.2. FASILITAS FISIK. 6.2.1. IPDS Bedah Saraf harus memiliki fasilitas pendidikan : 6.2.1.1. Mempunyai ruang pertemuan 6.2.1.2. Memiliki perpustakan dan fasilitas penelitian 6.3. TIM KLINIK. 6.3.1. Tersedia program pertemuan klinik bersama ( join meeting ) antar disiplin terkait. 6.3.1.1. Mencari pemecahan masalah pasien 6.3.1.2. Mengatur kelompok kerja untuk menangani satu kasus 6.3.1.3. Membicarakan kasus kematian ( dead case )

6.4. TEKNOLOGI INFORMASI. 6.4.1. IPDS perlu memiliki dan mengembangkan fasilitas teknologi informasi yang memadai bagi staf dan peserta didik 6.4.2. Seluruh sivitas akademika dapat memanfaatkan fasilitas teknologi informasi yang dimiliki untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan. 6.5. FASILITAS RISET. 6.5.1. Kegiatan riset merupakan bagian proses pendidikan. 6.5.2. Setiap peserta didik diwajibkan melaksanakan kegiatan riset 6.5.3. IPDS menyediakan fasilitas riset yang memadai serta membentuk kerjasama kegiatan riset antar institusi, sehingga aktivitas riset dapat terlaksana dengan baik 6.6. EKSPERTIS PENDIDIKAN. 6.6.1. Setiap IPDS Bedah Saraf dapat memanfaatkan pakar dari IPDS lain dengan cara mengangkat pakar tersebut sebagai Dosen Luar Biasa dari Universitas terkait. 6.6.2. Alih teknologi oleh pakar dari luar negeri harus mendapat persetujuan dari KBSI. 6.7. PERTUKARAN STAF. 6.7.1. Untuk mendapat pengalaman dari staf IPDS lain, maka dilakukan pertukaran peserta didik antar IPDS. 6.7.2. Setiap IPDS dapat mengusahakan peluang bagi peserta didik untuk menambah pengalaman di luar negeri, di luar program dan waktu yang telah ditentukan oleh KBSI. 7. EVALUASI PROGRAM 7.1. SISTIM EVALUASI PROGRAM. Program pendidikan akan dievaluasi melalui akreditasi berkala. 7.2. UMPAN BALIK PENDIDIK dan PESERTA DIDIK. IPDS yang pada akreditasi berkala dinyatakan tidak terakreditasi, maka peserta didik dari IPDS tersebut akan dipindahkan ke IPDS lain. 7.3. KINERJA LUARAN PENDIDIKAN. Setiap spesialis bedah saraf harus mengikuti program CPD dan dicatat melalui Log Book, diawasi oleh KBSI.

7.4. KEWENANGAN DAN PEMANTAUAN PROGRAM PENDIDIKAN. 7.4.1. Di setiap IPDS, staf pengajar mengacu pada peraturan dari Universitas penyelenggara; program pendidikan mengacu pada peraturan KBSI. 7.4.2. Seluruh kegiatan program pendidikan dipantau oleh KBSI, dan akan dilakukan akreditasi berkala. 7.4.3. Sertifikat Kompetensi diberikan sebagai tanda lulus ujian nasional yang diselenggarakan oleh KBSI. 7.5. KETERLIBATAN STAKE HOLDERS. RS pendidikan berhak melakukan audit terhadap hasil pendidikan yang berkaitan dengan pasien (program patient's safety) 8. ADMINISTRASI PENDIDIKAN & PENYELENGGARA PROGRAM 8.1. PENYELENGGARA PROGRAM. 8.1.1. Penyelengaraan Program Pendidikan adalah IPDS yang dimiliki oleh Fakultas Kedokteran dari Universitas terkait. 8.1.2. Kurikulum dan cara penyelenggaraan program (buku panduan) mengacu pada ketentuan KBSI. 8.1.3. Luaran adalah lulusan Ujian Nasional (Ujian Kompetensi) yang dilaksanakan oleh KBSI. 8.2. KEPEMIMPINAN AKADEMIK. 8.2.1. IPDS dipimpin oleh Ketua Program Studi (KPS), dapat dibantu SPS, staf pengajar dari fakultas tempat IPDS berada. 8.2.2. KPS dan / atau SPS secara otomatis menjadi anggota KBSI. 8.2.3. Kinerja KPS dapat dievaluasi dalam rapat anggota KBSI. 8.3. ALOKASI ANGGARAN dan SUMBER DAYA. Biaya penyelenggaraan diatur oleh masing-masing IPDS 8.4. TENAGA ADMINISTRASI dan MENEJEMEN. Pengelolaan program pendidikan diatur oleh fakultas dimana IPDS berada 8.5. INTERAKSI DENGAN SEKTOR KESEHATAN Pimpinan RS Pendidikan ikut mengawasi jalannya proses Pendidikan di Rumah Sakit yang dipimpin. 9. PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN Penilaian Program Pendidikan, Mutu Luaran, dan perbaikan yang diperlukan akan diatur oleh KBSI.

10. ATURAN TAMBAHAN Hal-hal yang belum diatur didalam ketentuan di atas, akan diatur kemudian sesuai ketentuan dan kondisi pada saat tertentu. 11. PENUTUP Peningkatan kualitas kesehatan untuk setiap anggota masyarakat merupakan tujuan akhir yang utama dari pendidikan Spesialis Bedah Saraf Indonesia. Guna menjamin tercapainya tujuan tersebut setiap lembaga yang terlibat dalam pendidikan Spesialis Bedah Saraf Indonesia hendaknya memiliki atau mencapai standar yang ditetapkan sehingga seluruh proses pendidikan dapat menghasilkan luaran yang diharapkan. Standar pendidikan dokter spesialis Bedah Saraf Indonesia merupakan suatu instrumen yang dapat dipergunakan untuk menjaga mutu serta menilai perbaikan kualitas proses pendidikan dokter spesialis Bedah Saraf Indonesia oleh institusi yang bertanggung jawab untuk hal tersebut, guna menjamin tercapainya tujuan pendidikan sesuai kompetensi yang ditetapkan. Standar dapat pula dipergunakan oleh institusi/pusat pendidikan untuk menilai dirinya sendiri serta dasar perencanaan program perbaikan kualitas proses pendidikan secara berkelanjutan. Area yang tercakup dalam standar pendidikan dokter spesialis Bedah Saraf Indonesia dinyatakan dalam berbagai komponen, meliputi : 1. misi dan tujuan institusi pendidikan, 2. proses pendidikan, 3. sistim evaluasi peserta didik, 4. peserta didik, 5. staf akademik, 6. sumber daya pendidikan, 7. evaluasi program, 8. administrasi pendidikan dan penyelenggara program, dan 9. perbaikan berkesinambungan. Standar pendidikan dokter spesialis Bedah Saraf Indonesia ini masih bersifat umum. Semoga standar pendidikan Bedah Saraf Indonesia ini dapat dipergunakan untuk menjaga dan memperbaiki secara berkesinambungan kualitas pendidikan dokter spesialis Bedah Saraf Indonesia, serta dapat menjamin tercapainya tujuan pendidikan yakni tercapainya peningkatan kualitas kesehatan seluruh masyarakat. Jakarta, 17 Februari 2007. Kolegium Bedah Saraf Indonesia