Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid Telur Leptocorisa Acuta pada Berbagai Pola Tanam Padi

dokumen-dokumen yang mirip
Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

Keanekaragaman dan Parasitasi Parasitoid Telur Walang Sangit pada Lanskap Pertanian Berbeda di Lombok Timur

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

FITOPLANKTON DI PERAIRAN AREAL PERTAMBANGAN NIKEL BULI HALMAHERA TIMUR PHYTOPLANKTON IN NICKEL AREA GULF OF BULI EAST HALMAHERA

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

3. METODE PENELITIAN

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

Keragaman Serangga Musuh Alami Kutu Sisik Lepidosaphes beckii Pada Jeruk Keprok Dan Jeruk Manis

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

Indeks Keanekaragaman (H )

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Juli 2012 dan bertempat di

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG

BAB III METODE PENELITIAN. adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

BAB III METODE PENELITIAN. metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap arthropoda

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

KOlONISASI DAN SUKSESILABA-LABA (Araneae) PADA PERTANAMAN PADI 1)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. RINGKASAN... v. HALAMAN PERSETUJUAN...

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

III. METODE PENELITIAN

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

Permasalahan OPT di Agroekosistem

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

HEWAN BENTOS SEBAGAI INDIKATOR EKOLOGI DI SUNGAI CIKAPUNDUNG, BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif dengan metode

SEMINAR NASIONAL MASYARAKAT BIODIVERSITAS INDONESIA UNAND PADANG, 23 APRIL Biodiversitas dan Pemanfaatannya untuk Pengendalian Hama

EKSPLORASI PARASITOID TELUR Plutella xylostella PADA PERTANAMAN KUBIS Brassica oleracea DI DAERAH MALANG DAN KOTA BATU ABSTRACT

Analisis Keanekaragaman..I Wayan Karmana 1

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN. Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada posisi 102*52,28-103*18,9' BT dan

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

AKILMAD RIZALI. Keragaman Serangga dan Peranannya pada Daerah Persawahan

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

Keragaman dan Kelimpahan Populasi Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi di Kabupaten Tabanan

Konsep Populasi dan Komunitas. Ekologi Perairan Pertemuan Saifullah Jurusan Perikanan Untirta

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. esculentum Mill.), serangga pollinator, tumbuhan T. procumbens L.

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid Pada Berbagai Lanskap Pertanian Di Sumatra Barat

Transkripsi:

AGROTROP, 4 VOL. (2): 112-118 4, NO. 2 (2014) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid Telur Leptocorisa Acuta pada Berbagai Pola Tanam Padi AISAH JAMILI 1) dan HERY HARYANTO 2) 1 Fakultas Pertanian, Universitas Nahdlatul Wathan Mataram email: qawlanhafidza@yahoo.co.id 2 Fakultas Pertanian, Universitas Mataram email: kocet@yahoo.co.id ASTRACT S Diversity and parasitization of egg parasitoid of Leptocorisa acuta on various rice cropping pattern. Study on parasitoid diversity and their parasitization on various rice cropping pattern was conducted during April - October 2012. Exploration of egg parasitoids was conducted by collecting host eggs from rice field in Lombok Island. Sample of Insect were collected by hand. Two species have been identified, namely Ooencyrtus malayensis and Hadronotus leptocorisae. The result showed that eggs of both parasitoid were distributed in all locations with composition 50%. Generally, three times rice cropping pattern showed higher rate of parasitization (31,45%) compared to two times (22,69%) and once cropping pattern (18,03%). Parasitoid and diversity index were similar in different time, although the tend to increase linearly with the rice growth. The Shannon diversity index H between 0,24-0,30. Domination index 0,62-0,51, evenness index (E) 0,35-0,43. The result suggest that parasitoid diversity and parasitization is depend on many factors, including rice cropping pattern. Keywords: diversity, parasitization, egg parasitoid, Leptocorisa acuta, pattern of rice cropping PENDAHULUAN Parasitoid merupakan musuh alami yang sangat penting karena keanekaragamannya yang tinggi dan keefektifannya sebagai agens pengendali hayati. Van Emden (1991) mengatakan peningkatan keanekaragaman habitat dalam lanskap pertanian dapat meningkatkan keanekaragaman serangga hama dan serangga bermanfaat dan seringkali kerusakan oleh hama berkurang. Pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid merupakan suatu alternatif strategi pengendalian tanaman yang digunakan untuk mengganti pemakaian pestisida yang cendrung berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai sukses pengendalian hayati hama walang sangit (Leptocorisa acuta) diperlukan informasi yang akurat mengenai bioekologi parasitoid di lapangan. Banyak sekali informasi di lapangan yang masih belum di peroleh. Informasi mendasar yang di butuhkan untuk kesuksesan pengendalian hayati adalah keanekaragaman, dan parasitisasi parasitoid telur walang sangit. 112

Aisah Jamili, et al.: Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid Telur Leptocorisa Acuta pada Berbagai Pola Tanam... Selanjutnya Kruss and Tscharantke (2000) menambahkan tipe dan kualitas habitat, susunan spasial dan keterhubungan antar habitat dalam suatu lanskap dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosisitem. Hipotesis tersebut didukung oleh Yaherwandi, et al., (2007) yang mengemukakan bahwa keanekaragaman struktur lanskap pertanian tidak hanya mempengaruhi keanekaragaman musuh alami (Hymenoptera parasitoid) di dalam pertanaman, tetapi juga kelimpahan dan keefektifannya. Keanekaragaman parasitoid seperti juga serangga pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kompleksitas suatu lanskap, jenis vegetasi, iklim, garis lintang dan ketinggian di atas permukaan laut (Noyes, 1989). Nilai kompleksitas suatu daerah dikatakan tinggi jika daerah itu disusun oleh vegetasi yang beragam. Habitat yang beragam dalam pengertian memiliki jenis tanaman yang banyak pada suatu daerah dan menyediakan sumber daya yang lebih baik kepada serangga. Tanaman yang beranekaragam pada suatu wilayah dapat mengurangi persaingan interspecies sehingga keberhasilan hidup serangga di wilayah tersebut lebih terjamin. Memahami pengaruh tipe atau struktur lanskap terhadap interaksi antara tanaman, hama, dengan musuh alami merupakan masalah yang kompleks dan pada gilirannya mempengaruhi kesusksesan dan kegagalan pengendalian hayati. Di Lombok, informasi tentang parasitoid telur walang sangit masih minim, terutama terkait dengan bioekologinya. Berkaitan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman, dan parasitisasi parasitoid telur Leptocorisa acuta pada berbagai pola tanam padi. Hasil penelitian ini sebagai landasan yang kuat untuk perencanaan dan pengembangan model atau teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) spesifikasi lokasi. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian ini hanya mengungkapkan fakta mengenai struktur komunitas parasitoid telur walang sangit di areal tanam padi yang berbeda pola tanamnya tanpa memberikan perlakuan apapun. Koleksi parasitoid dilakukan di lokasi area tanaman padi yang menerapkan pola tanam padi berbeda meliputi 15 kecamatan/kota yang berada di Pulau Lombok. Kecamatan yang diambil yaitu Sandubaya, Selaparang, Narmada, Kediri, Batukliang, Praya Timur, Jonggat, Sembalun, Aik Mel, Labuhan Haji, Keruak, Gangga, Kayangan dan Bayan. Penentuan lokasi digolongkan berdasarkan sistem pola tanam. Selanjutnya ditentukan petak sampel berdasarkan lokasi terluas di masing-masing lokasi. Setiap petak sampel terdiri dari 5 anak petak sampel atau 5 sub petak sampel dengan masing-masing ukuran 3 x 3 m 2. Pengambilan telur hama walang sangit dilakukan secara langsung di masing-masing petak sampel dengan mencari kumpulan telur pada saat 113

AGROTROP, VOL. 4, NO. 2 (2014) munculnya bunga sampai tanaman padi masak susu di masing-masing petak sampel. Parasitoid telur diperoleh dengan cara mencari dan mengumpulkan telur walang sangit yang menempel di permukaan atas daun tanaman padi. Pengumpulan telur dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu bulan dengan selang pengamatan 7 hari. Telur walang sangit yang diambil di lapangan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 15 hari untuk pengamatan persentase parasitisasi telur. Setiap hari dilakukan pengamatan dengan mencatat berapa jumlah nimpa dan parasitoid yang muncul tiap harinya, telur inang yang terparasit berwarna hitam dan setelah 3 10 hari akan muncul parasitoid sedangkan telur yang tidak terparasit akan muncul nimpa. Setelah 15 hari pengamatan ternyata masih ada telur yang belum menetas maka dilakukan pembedahan di bawah mikroskop untuk memastikan telur berisi nimpa atau parasitoid. Selanjutnya parasitoid yang muncul direndam dalam formalin 5%, selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Proteksi Tanaman Universitas Mataram. Observasi dilakukan terhadap beberapa variabel berikut: 1. Persentase Parasitisasi Persentase parasitisasi (PP) diketahui dengan menghitung banyaknya telur yang terparasit. Telur inang terparasit diketahui dengan adanya perubahan warna telur dari coklat jernih yang kemudian menjadi hitam. m PP = x 100% M PP : Persentase parasitisasi (%) m : Jumlah telur terparasit M : Total telur yang diamati 2. Identifikasi dan Deskripsi Identifikasi parasitoid telur dilakukan secara langsung menggunakan buku identifikasi Boror & Dwight (1954); (Borror et al., 1996) serta buku identifikasi lainnya. Specimen diamati dengan menggunakan mikroskop majemuk binokuler dengan perbesaran 400x. Selanjutnya didokumentasikan dengan camera digital. Hasil yang diperoleh dikumpulkan untuk menentukan kelimpahan, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan dan dominansi parasitoid telur. 3. Kelimpahan Parasitoid Telur Kelimphan parasitioid telur adalah banyaknya individu parasitoid telur persatuan luas daerah pengamatan. Kelimpahan parasitoid telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Ludwig & Reynolds 1988) : N = ni/a Keterangan : N = Kelimpahan individu parasitoid telur (Ind/ 114

Aisah Jamili, et al.: Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid Telur Leptocorisa Acuta pada Berbagai Pola Tanam... ha). ni = Jumlah individu jenis ke-i yang diperoleh (Ind). A = Luas daerah pengamatan (m2). 4. Indek keanekaragaman (H ) Analisis keanekaragaman (heterogenity), kadang disebut keragaman (diversity), dapat memberikan gambaran mengenai stabilitas komunitas parasitoid merupakan ciri khas struktur komunitas. Bila keanekaragamannya tinggi artinya komunitas tanaman padi dalam keadaan stabil karena jenis parasitoid yang mampu hidup dan beradaftasi dengan komunitas tanaman padi tersebut sangat banyak. Rumus yang digunakan untuk menghitung keanekaragaman adalah rumus Shannon-Wienner (Krebs, 1972) yaitu: H = pilog pi Dimana: H = lndeks Keanekaragaman pi = Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah individu total (ni/n) N = Jumlah total individu semua species ni = Total individu spesies ke-i Kategori penilaian untuk keanekaragaman jenis adalah sebagai berikut : a) H 1 : Keanekaragaman rendah b) 1 < H < 3 : Keanekaragaman sedang c) H 3 : Keanekaragaman tinggi 5. Indeks Keseragaman (E) Indeks evenness yang digunakan adalah indeks evenness Pielou (E). Rumus untuk menghitung evenness sebagai berikut (Pielou, 1975; Krebs,1972): E = H /ln S Keterangan: E = lndeks Keseragaman Pielou H =Indeks Keanekaragaman S = Jumlah Species /jenis Nilai indeks keseragaman ini berkisar antara 0-1. Jika indeks keseragaman mendekati nilai 0, maka dalam ekosistem ada kecenderungan terjadi dominansi spesies yang disebabkan oleh adanya ketidakstabilan faktor-faktor lingkungan dan populasi. Bila indeks keseragaman mendekati 1, maka hal ini menunjukkan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi yang relatif mantap/stabil yaitu jumlah individu tiap spesies relatif sama (Brower& Zar, 1977). 6. Indeks dominansi (C) Nilai indeks keseragaman dan keanekaragaman yang kecil biasanya menandakan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies-spesies lainnya. Rumus indeks dominansi Simpson (C) adalah (Ludwig & Reynolds 1988): D = (pi) 2 = (ni / N) Keterangan : C = Indeks Dominansi pi = Proporsi jumlah individu pada spesies parasitoid telur i = 1, 2, 3,..n 115

AGROTROP, VOL. 4, NO. 2 (2014) Nilai indeks berkisar antara 0-1 dengan kategori sebagai berikut : a) 0 < C < 0,5 = Dominansi rendah b) 0,5 < C 0,75 = Dominansi sedang c) 0,75 < C 1,0 = Dominansi tinggi Seluruh data diolah dengan program Windows Excell. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis keseragaman (Evenness) atau kemerataan dapat menunjukkan pola sebaran parasitoid telur di setiap lokasi pengamatan. Bila indeks keseragaman tinggi maka sebaran parasitoid di komunitas tanaman padi tersebut merata, ini menunjukkan bahwa faktor fisik-kimiawi lingkungan dan nutrisi di ekosistem tanaman padi manapun mendukung komunitas parasitoid telur. Pola tanam yang banyak diterapkan petani di Pulau Lombok yaitu pola tanam padi dua kali setiap tahun khususnya di lokasi yang menerapkan sistem tanam polikultur dengan lanskap pertanian yang kompleks. Pola tanam tiga kali per tahun banyak diterapkan pada lokasi dengan sistem tanam monokultur dengan lanskap pertanian yang sederhana. Khusus lokasi yang menerapkan pola tanam satu kali dalam setahun terdapat di lokasi dengan zona iklim tipe D4 dan E4 dengan sistem tanam padi polikultur. Persentase parasitisasi parasitoid telur pada berbagai pola tanam padi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada Gambar 1 tampak bahwa persentase parasittasi tertinggi terdapat pada pola tanam padi tiga kali setahun dengan nilai Gambar 1. Persentase parasitisasi parasitoid telur walang sangit berdasarkan perbedaan pola tanam (Pola tanam 1= satu kali setahun; 2= dua kali setahun; 3= tiga kali setahun) 31, 47 %, sedangkan pada pola tanam padi dua kali dan satu kali dalam setahun menunjukkan persentase parasitasi yang lebih rendah yaitu masing-masing 22,69% dan 18,03%. Pola tanam yang berbeda akan mempengaruhi keberadaan dan keanekragaman serangga inang yang nantinya akan bepengaruh pada parasitisasi parasitoid. Kebaradaan tanaman inang yang terus menerus akan berakibat pada ketersediaan serangga inang, hal ini pun akan diikuti dengan meningkatnya keberadaan parasitisasi parasitoid telur. Seperti penelitian Hamid (2003) di Pangguyangan, padi yang ditanam dua kali setahun mengakibatkan serangga inang cendrung mampu mempertahankan populasinya dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya sehingga keanekaragamannya juga dapat dipertahankan. Sedangkan serangga inang di Legok dengan pola satu musim tanam per tahun harus kembali membentuk populasi dari awal 116

Aisah Jamili, et al.: Keanekaragaman dan Parasitisasi Parasitoid Telur Leptocorisa Acuta pada Berbagai Pola Tanam... Tabel 1. Data kelimpahan, kekayaan (S), keanekaragaman (H ), dominansi (C) dan kemerataan (E) parasitoid telur walang sangit pada berbagai pola tanam di Lombok. Pola tanam Lokasi Kelimpahan (individu) S H C E 1 Pujut 24 2 0,29 0,53 0,41 1 Gangga 17 2 0,10 0,89 0,14 1 Kayangan 20 2 0,28 0,55 0,41 1 Keruak 28 2 0,30 0,50 0,43 Rata-rata 22,25 2,00 0,24 0,62 0,35 2 Sandubaya 150 2 0,29 0,52 0,42 2 Jonggat 20 2 0,30 0,50 0,43 2 Selaparang 54 2 0,29 0,52 0,42 2 Kediri 72 2 0,23 0,65 0,33 2 Praya Timur 0 0 0,00 0,00 0,00 2 Bayan 130 2 0,27 0,56 0,39 2 Labuhan haji 58 2 0,26 0,59 0,38 2 Sembalun 0 0 0,00 0,00 0,00 Rata-rata 60,50 1,50 0,21 0,42 0,30 3 Narmada 127 2 0,29 0,52 0,42 3 Batukliang 25 2 0,30 0,50 0,43 3 Aik mel 443 2 0,30 0,50 0,43 Rata-rata 198,33 2,00 0,30 0,51 0,43 Keterangan: Pola tanam 1= satu kali setahun; 2= dua kali setahun; 3= tiga kali setahun pada musim tanam berikutnya sehingga keanekragamannya cendrung lebih rendah. Secara keseluruhan selalu ditemukan telur walang sangit di setiap lokasi pengambilan sampel. Jumlah telur yang ditemukan berkisar antara 22,25 198,33 individu/250 m2 (Tabel 1). Pada Gambar 1 dapat dilihat populasi tertinggi ditemukan di pola tanam tiga kali (198,33), pola tanam dua kali 60,50 dan populasi terendah di pola tanam satu kali (22,25 individu). Jenis parsitoid tanaman padi yang terdapat di lokasi pertanaan padi selama musim kemarau Tahun 2012 adalah terdiri dari dua species yaitu Hadronotus leptocorisae dan Ooencyrtus malayensis. Keanekaragaman parasitoid tertinggi pertanaman padi yang menerapkan pola tanam tiga kali,yaitu 0,30 selanjutnya menurun pada pola tanam dua dan satu kali. Hasil perhitungan indeks dominansi (D) pada masing-masing pola tanam berkisar antara 0,42-0, 51. Indeks dominansi tertinggi berada pada pola tanam satu (0,62) dan yang terendah berada pada pola tanam dua kali (0,42). Dari data secara keseluruhan terlihat hampir semua pola tanam dalam keadaan spesies 117

AGROTROP, VOL. 4, NO. 2 (2014) parasitoid telur dalam kategori dominan sedang, kecuali lokasi pola tanam dua kali. namun dominansinya dengan spesies yang lain sangat tipis. Begitu juga dengan indeks kemerataan spesies parsitoid telur walang sangit tertinggi di pola tanam satu (0,35), dua (0,30) dan tiga (0,43). Hasil ini menunjukkan nilai kelimpahan menjauhi angka 1, ini menunjukkan bahwa kelimpahan parsitoid telur di masing-masing pola tanam kondisinya masih belum merata. Tingkatan indeks kemerataan spesies parasitoid telur pada berbagai pola tanam tidak berbeda dengan indeks keanekaragaman spesies. Dengan demikian, jelas bahwa indeks keanekaragaman Shannon wiener (H ) dipengaruhi oleh kemerataan spesies dalam komunitas (Spellerberg 1995; Magurran 1988; Krebs 1999). Keanekaragaman ini erat kaitannya dengan populasi inang parasitoid telur. Pada pola tanam tiga kali ketersediaan inang akan terjadi terus menerus dan keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan populasi parasitoid telur. Rendahnya populasi pada pola tanam dua dan satu kali menyebabkan kedaan inang terputus dan populasi parasitoid akan rendah karena harus membentuk populasinya dari awal. SIMPULAN Persentase parasitisasi telur walang sangit tinggi di lokasi yang menerapkan pola tanam padi tiga kali seperti di Kecamatan Narmada (44,19) Sandubaya (42,58%), Kediri (33,72%) dan Aik Mel (28,56%).Indek keanekaragaman parasitoid terlihat kemiripan disemua pola tanam padi, akan tetapi cendrung meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman padi. Indek keanekaragaman Shannon H berkisar 0,24-30. Indek dominasi (E) 0,35-0,43, Indek kemerataan (E) 0,35-0,43. DAFTAR PUSTAKA Boror, DJ and Dwight, M.D. 1976. An Introduction to the Study Of Insec. Fourth edition. Holt, Rinehart and Winston. New York.852p. Brower, J.E & J.H, Zar(1977).Field and laboratory methods for general ecology. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa, USA. 194 pp. Hamid, Buchori, D dan Triwidodo, H., 2003. Keanekaragamn parasitoid dan parasitisasinya pada pertanaman padi di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.Jurnal hayati, Vol 10, No.3: 85-90 h. Kruess, A., and T. Tscharntke, 2000. Species richness and parasitoid in fragmented landscape: experiment and field studies with insect on vicis sepium. Oecologia (122): 129-137. Krebs, C. J. (1999). Ecological Methadolog. Second Edition. An imprint of Addison Wesley Longman, Inc. New York. Ludwig, J.A. & J. F. Reynolds. (1988). Statistical Ecologi. John Wiley & Sons. New York. 118