SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

dokumen-dokumen yang mirip
FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. dengan keadaan dunia yang telah mulai banyak memperhatikan Hak Asasi

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

Tujuan studi ini adalah untuk: (1) mengidentifikasi dan mendeskripsikan praktik pemberian maaf dalam proses penyelesaian perkara pidana di Indonesia;

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum (rechstaat) bukan

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan hak asasi yang menderita. 1 Korban kejahatan yang pada

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB IV ANALISIS FIQIH MURA<FA AT TERHADAP VICTIMOLOGI DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

Transkripsi:

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : SRI PADANG SUMIRAT C 100 040 077 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Untuk mencapai suatu tujuan pemerintahan negara Indonesia yang dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia diperlukan suatu aturan (hukum) yang diharapkan mampu mengatur tingkah laku masyarakat menjadi lebih baik. Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, negara Indonesia memberi jaminan kepada setiap orang Indonesia perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. Seperti secara tegas tertuang dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Selain hal tersebut, negara juga menjamin kedudukan hukum dan pemerintahan yang sama kepada segala warga negara Indonesia. Agar setiap warga dapat memperoleh keadilan hukum dan pelayanan pemerintahan yang sama. Jadi hukum pada hakekatnya dibentuk dan diberlakukan sebagai sarana untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang tanpa diskriminasi. 1

2 Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Pemeliharaan keamanan dalam negeri merupakan upaya fungsi dari kepolisian Republik Indonesia yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh kepolisian selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak kasus yang masuk kekepolisian kasusnya terbengkalai karena tidak ada saksi yang bersedia menjadi saksi. Hal ini menjadi pukulan bagi kepolisian, bagaimana caranya untuk mengumpulkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang akan dilimpahkan ke kejaksaan. Di sisi lain (masyarakat) korban kejahatan khususnya, besar harapannya kepada kepolisian agar kepolisian dapat segera menangkap pelakunya. Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akhibat tidak adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Keberadaan saksi dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh saksi takut memberikan kesaksian karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. 1 1 Penjelasan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

3 Untuk itu, pada tanggal 11 Agustus 2006 telah disahkan peraturan penting yang disebut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Undang-undang tersebut memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam setiap tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan yang berasaskan pada: a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. Rasa aman; c. Keadilan; d. Tidak diskriminatif; e. Kepastian hukum. Pemberian jaminan perlindungan terhadap hak-hak serta kepentingan saksi dan korban diharapkan kepada saksi khususnya, mereka bebas dari tekanan pihak luar yang mencoba mengitimidasi berkenaan dengan kesaksiaannya dalam suatu perkara dan memungkinkan mereka tidak lagi takut untuk melapor suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak-pihak tertentu. Bila melihat Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pengertian dari saksi adalah Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. Sementara itu melihat Pasal 1 butir 6, pengertian dari perlindungan adalah...segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib

4 dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum dan sebagai sesama warga negara yang terlibat dalam suatu perkara pidana, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana penting diberi hak yang sama seperti halnya hak-hak yang diberikan tersangka. Dengan demikian mereka secara sadar dan sukarela bersedia menjadi saksi dalam suatu perkara sekaligus berani mengatakan yang sebenarnya tanpa diliputi rasa takut. Perlindungan saksi dan korban dapat meliputi: 2 a. Perlindungan dan hak saksi dan korban; b. Lembaga perlindungan saksi dan korban; c. Syarat dan tatacara pemberian perlindungan dan bantuan; d. Ketentuan pidana. Seperti disebut di atas, apabila hak tersebut telah diperoleh maka masyarakat akan merasa harkat dan martabatnya sebagai manusia dihormati. Dengan demikian mereka akan lebih leluasa melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara terutama demi tegaknya hukum. Keberhasilan penegak hukum dalam suatu negara akan ditentukan oleh kesadaran hukum masyarakat itu sendiri, dalam arti masyarakat secara sadar dan sukarela mematuhi hukum. Sebagai warga negara yang patuh dan taat pada hukum, sudah selayaknya hakhaknya dijamin dan dilindungi undang-undang terutama hak atas rasa aman 2 Penjelasan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

5 dan bahaya yang mengancam keselamatan dirinya, sehingga mereka merasa aman melaksanakan kewajiban tanpa diliput rasa takut. 3 Saksi dalam persidangan merupakan suatu kewajiban bagi setiap warga negara (Pasal 159 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)). Kesadaran orang menjadi saksi merupakan tanda bahwa orang itu telah taat dan sadar hukum. Sebaliknya orang yang tidak mau menjadi saksi padahal ia melihat sendiri suatu peristiwa, maka orang tersebut dapat dikatakan tidak taat dan sadar hukum. Karena ia telah menghambat jalannya proses penegakan hukum. Salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan saksi dan/atau korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Kemudian bahwa penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan adanya ancaman baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu. 4 Saksi merupakan pihak yang terlibat dalam suatu perkara pidana, menduduki peran dan fungsi yang sangat penting dalam suatu pemeriksaan perkara di persidangan. Tanpa adanya saksi, suatu tindak pidana akan sulit diungkap. Mengingat Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa 3 Wiwien Pratiwi Sutrisno, 2004, Perlindungan hukum Terhadap Korban dan Saksi Tindak Pidana dalam Hubungannya Dengan Jaminan Keselamatannya (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta), Skripsi Unisri, halaman 1-2. 4 Penjelasan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

6 keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya (unus testis nullus testis). Peran dan fungsinya yang penting itulah maka hak dan kewajiban seorang saksi harus diatur dan dijamin dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dengan adanya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, perlindungan dan hak-hak saksi khususnya sangat diperhatikan, terutama hak memperoleh jaminan keselamatan atau rasa aman dari segala macam bentuk ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan. Terjadinya tindak pidana, apapun jenis dan namanya dalam terminologi hukum dan sosial, merupakan peristiwa yang di dalamnya terjadi pelanggaran oleh seseorang terhadap hak dan kepentingan orang lain yang menyebabkan terjadinya kerugian baik kerugian yang bersifat materiil (kebendaan) ataupun kerugian yang bersifat immateriil (nonkebendaan). 5 Terlepas dari persoalan apakah tindak pidana itu merupakan delik aduan ataukah delik bukan aduan, persoalan terpenting di sini adalah bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum hak-hak dan kepentingan hukum terhadap saksi dalam mekanisme sistem peradilan pidana di Indonesia. Pengakuan dan jaminan yang diberikan hukum ini tentulah tidak memiliki arti manakala tidak dapat diwujudkan atau dilaksanakan (diimplementasikan), tidak didukung dengan pemahaman yang baik serta komitmen penuh dari para pihak yang bertanggungjawab, yakni para warga 5 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum UNDIP, hal.

7 masyarakat dan aparat penegak hukum. 6 Warga masyarakat merupakan pihak yang menyandang hak dan kewajiban yang diakui dan dilindungi dijamin pelaksanaannya. Aparat penegak hukum merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memobilisasi atau melaksanakan hukum sebagaimana mestinya manakala terjadi perbuatan-perbuatan yang merugikan hak dan kepentingan seseorang sebagai subjek hukum. 7 Berdasarkan uraian di atas, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimanakah upaya polisi dalam melindungi dan menjamin keselamatan saksi dalam suatu perkara pidana. Untuk itu, peneliti mengambil judul UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. B. PERUMUSAN MASALAH Rumusan masalah atau sering disebut problematika merupakan bagian penting yang harus ada dalam penulisan suatu karya ilmiah. Oleh karena itu seorang peneliti sebelum melakukan penelitian harus mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang jelas sehingga proses pemecahannya akan terarah dan terfokus pada permasalahan tersebut. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah 6 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali, hal. 3. 7 Satjipto Rahardjo, 1983, Masalah Penegakan Hukum, Jakarta/Bandung: BPHN/Binacipta, hal. 35.

8 1. Bagaimanakah upaya kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi menurut Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi dalam suatu tindak pidana menurut Undang- undang Perlindungan Saksi dan Korban? 3. Bagaimanakah pandangan para saksi terhadap pelaksanaan perlindungan hak-hak dan kepentingannya dalam praktik penyelesaian perkara pidana? C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN a. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui upaya kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi menurut Undang-undang Perlindungan Saksi, 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi dalam suatu tindak pidana menurut Undang-undang Perlindungan Saksi. 3. Untuk mengetahui pandangan para saksi terhadap pelaksanaan perlindungan hak-hak dan kepentingannya dalam praktik penyelesaian perkara pidana. b. Manfaat Penelitian 1) Diharapkan dapat memperkaya wacana keilmuan tentang Hukum Perlindungan Saksi dan Korban yang secara nasional saat ini menjadi

9 salah satu agenda dalam promosi kualitas penegakan hak-hak asasi manusia. 2) Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat pada upaya untuk meningkatkan kualitas sistem peradilan pidana di Indonesia, khususnya berkaitan dengan perlindungan hak-hak dan kepentingan hukum saksi dan korban tindak pidana. D. KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia global telah mendorong meningkatnya kesadaran dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Peningkatan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia ini membawa pengaruh terhadap pemikiran dalam lingkup kajian dan teori mengenai sistem peradilan pidana, yang ditandai dengan bergesernya paradigma hukum pidana yang semula hanya berorientasi pada pembalasan terhadap pelaku kejahatan dengan fokus perbuatannya semata ke arah fokus berikutnya yang lebih luas yakni perbuatan dan pelaku tindak pidana. Keadaan ini secara keseluruhan masih menampakkan paradigma hukum pidana yang masih berfokus pelaku tindak pidana. 8 Paradigma ini kemudian bergeser lebih lanjut pada perkembangan yang lebih mutakhir berupa hukum pidana yang tidak saja memperhatikan hak dan kepentingan pelaku tindak pidana, tetapi juga memberikan perhatian pada hak dan kepentingan korban tindak pidana. Konsep dan filosofi hukum pidana 8 Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press, hal. 59.

10 dan sistem peradilan pidana yang memberikan perlindungan secara berimbang hak dan kepentingan pelaku dan korban tindak pidana, masyarakat dan negara, dewasa ini dikenal dengan peradilan restoratif sebagai konsep peradilan yang menghasilkan keadilan restoratif. 9 Keadilan retributif merupakan produk peradilan yang bervisi dasar sebagai pembalasan terhadap pelaku tindak pidana. Berbeda halnya dengan keadilan retributif itu, keadilan restoratif merupakan produk peradilan yang berorientasi pada upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan atau pemulihan dampak-dampak kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatanperbuatan yang merupakan tindak pidana. Dengan demikian, dalam konstruksi pemikiran peradilan restoratif dan keadilan restoratif yang dihasilkannya, perlindungan hak-hak dan kepentingan korban tindak pidana tidak sematamata berupa perlakuan yang menghargai hak-hak asasi para korban tindak pidana dalam mekanisme sistem peradilan pidana, melainkan juga mencakup upaya sistematis untuk memperbaiki dan memulihkan dampak kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku tindak pidana baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat emosional. Keadilan restoratif sebagai pendekatan baru dalam penyelesaian tindak pidana, tidak mengabaikan peran formal dari sistem peradilan pidana untuk menjatuhkan pidana pada pelaku yang bersalah. 10 Namun lebih dari itu, pendekatan keadilan restoratif menghendaki penyelesaian kasus yang disertai dengan upaya-upaya untuk merestorasi dampak negatif yang dialami pihak 9 Howard Zehr, 2002, The Little Book of Restorative Justice, Pennsylvania: Intercourse, page 18. 10 Ibid., page 22; Howard Zehr, 2001, Transcending Reflexions of Crime Victims, Pennsylvania: Intercourse, page 194.

11 korban tindak pidana, memulihkan penderitaan yang dialami si korban, dan bila mungkin dapat dilanjutkan pada upaya rekonsiliasi hubungan antara pihak korban dan pihak pelaku tindak pidana. Pendekatan ini membuka kesempatan kepada pihak korban untuk menerima pertanggungjawaban dan juga permohonan maaf dari pelaku tindak pidana. Sementara itu, pada tataran praktis, keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya Saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi dan Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh Saksi takut memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. 11 Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. 11 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

12 Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan adanya jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu. Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum, Saksi dalam proses peradilan pidana harus diberi jaminan perlindungan hukum. 12 E. METODE PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, kita tidak akan terlepas dari penggunaan metode. Karena metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus bertindak. Metode dapat dirumuskan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. 13 Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah, sedang sistematis sesuai dengan pedoman atau aturan-aturan penelitian yang berlaku untuk sebuah karya tulis. 14 12 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 13 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiyono, 2004, Metode Penelitian hokum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, halaman 1 14 Sutrisno Hadi, 1985, Metodologi Riset, Yogyakarta: Anai Offset, Halaman 63

13 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif empiris, penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan kaidah-kaidah hukum positif dan kenyataan yang terjadi dilapangan sehingga dapat diketahui legalitas hukum dalam prakteknya. 2. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu bermaksud memberikan gambaran secara jelas mengenai upaya kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi menurut Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. 3. Sumber Data Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sumber data primer Data primer adalah sumber data yang secara langsung diperoleh dari lapangan, dengan mengadakan tinjauan langsung pada objek yang diteliti dalam hal ini adalah keterangan dari para pihak yang berhubungan dengan upaya kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi menurut Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban yaitu kepolisian surakarta dan saksi.

14 b. Sumber data sekunder Data sekunder adalah sumber data yang secara langsung mendukung data primer yaitu buku-buku, dokumen, doktrin, peraturan perundangundangan, dan sumber tertulis lainya yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. 4. Metode Pengumpulan Data Dengan penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Wawancara Yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak-pihak yang bersangkutan mengenai upaya kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi menurut Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. b. Studi Kepustakaan Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka lainya yang ada hubunganya dengan penelitian yang akan dilakukan. 5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang menggunakan dan mengambil kebenaran yang diperoleh dari kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku, dan bahan pustaka lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti kemudian didiskusikan dengan data

15 yang telah diperoleh dari objek yang diteliti sebagai kesatuan yang utuh sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan. G. Sistematika Skripsi Skripsi ini akan disusun dalam format empat bab. Bab pertama, memuat pendahuluan yang memuat uraian latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, kerangka pemikiran dan metode penelitian. Bab kedua, memuat uraian tentang tinjauan pustaka tentang kepolisian dan saksi, tinjauan pustaka tentang penegakan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum, serta tinjauan pustaka tentang perlindungan hukum kepada saksi dalam hukum positif di Indonesia. Bab ketiga, memuat hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya kepolisian Republik Indonesia dalam menjamin keselamatan saksi menurut Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. Bab keempat, merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran.