BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa mengalami perkembangan dalam masa hidupnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini menurut NAEYC (National Association Educational

I. PENDAHULUAN. Pendidkan anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN. (Pasal 1 UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003). Dari bagian-bagian itu tidak

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan anak usia dini terlayani sesuai dengan masa. perkembangannya. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA LISAN MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK KELOMPOK B DI TK ISLAM KANITA TIARA BAKI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena

BAB I PENDAHULUAN. Hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah hidup (life is education,

PENDIDIKAN TPA & KB. Martha Christianti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan. Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Pendidikan TPA/ KB. Eka Sapti C

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU - PAUD JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini sebagai pribadi unik yang memiliki masa-masa emas dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas BAB VI Pasal 13

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan harkat martabat manusia. Pendidikan akan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam UU RI NO.20 TH 2003 adalah:

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KEGIATAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI PERMAINAN GOBAG SODOR PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri. Pendidikan yang tinggi akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini merupakan populasi yang cukup besar (12,85% dari

KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi sosial yang diakselerasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak adalah amanat dari Tuhan Yang Maha Esa yang

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. dimana seorang anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini tumbuh dan berkembang lebih pesat dan fundamental pada awalawal

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SENTRA BALOK DI PAUD ISLAM MAKARIMA KARTASURA TAHUN AJARAN 2013/2014

PENINGKATAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI PERMAINAN MONTASE DI RA DARUL ULUM PGAI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. PAUD diberikan melalui kegiatan bermain seraya belajar. Pada saat bermain

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-6 tahun dengan

BAB I PENDAHULUAN. anak usia 0-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sepanjang hayat (long life learning). Kegiatan membaca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. hlm 3. 1 Suyadi, Manajemen PAUD, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini. Pendidikan merupakan

PENERAPAN IPTEKS. Pendidikan Anak Usia Dini Bagi Ibu Yang Bekerja Di Luar Rumah. Kamtini

I. PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas, Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam

Di susun Oleh: PUJI RAHAYU A

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

penting dalam menentukan arah serta mutu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak akan asuh, asih,

BAB I PENDAHULUAN. usia ini merupakan usia emas (golden age) yang merupakan masa peka dan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kepedulian sosial, mengamalkan ilmu pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

BAB I PENDAHULUAN. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Artinya, pendidikan diharapkan dapat membuat manusia menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini adalah usia emas dimana anak memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dibidang pendidikan. dalam satu program kegiatan belajar dalam rangka kegiatan belajar dalam

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bijaou (Hurlock, 1980: 5) menjelaskan bahwa usia 2-5 tahun merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (National Assosiation Education for Young Children) bahwa anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perubahan tidak akan terjadi dan tujuan tidak akan tercapai. Pendidikan

NASKAH PUBLIKASI Oleh : KARTINI A53H111041

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. TK (Taman kanak-kanak) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa mengalami perkembangan dalam masa hidupnya. Santrock (2002) mendefinisikan perkembangan sebagai pola gerakan atau perubahan yang dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan. Adapun periode perkembangan yang akan dilewati salah satunya yaitu masa kanakkanak. Masa kanak-kanak terbagi dalam dua bagian yaitu masa kanak-kanak awal yang berlangsung dari usia 2 tahun sampai 6 tahun dan masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki (Hurlock,1997). Santrock (2002) menyatakan bahwa masa kanak-kanak awal disebut tahuntahun prasekolah. Hal ini dikuatkan pula oleh Hurlock (1997) bahwa masa kanakkanak awal adalah usia prasekolah atau prakelompok, dimana anak berusaha mengendalikan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara sosial. Diharapkan dengan adanya penyesuaian diri secara sosial ini, anak akan memperoleh perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk memenuhi tuntutan sosial, anak belajar bersosialisasi dengan tuntutan-tuntutan tersebut. Adapun proses dalam sosialisasi yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran yang dapat diterima oleh anggota kelompoknya, dan perkembangan sikap sosial. Masing-masing proses tersebut 1

2 terpisah dan sangat berbeda satu sama lain tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam suatu proses akan mungkin menurunkan kadar sosialisasi individu (Hurlock, 1997). Sedangkan esensi dari proses soslialisasi yaitu adanya proses belajar bagaimana anak menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat. Keterampilan menyesuaikan diri terhadap tuntutan sosial sebagian besar bergantung ke pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan atau masa kanak-kanak awal karena masa ini adalah masa pembentukan (Hurlock, 1997). Oleh karena itu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas harus dimulai sejak masa tersebut, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk melihat kualitas dalam setiap periode perkembangan anak, maka ada beberapa tugas perkembangan yang harus dicapai. Havighurst (dalam Hurlock 1997) mendefinisikan bahwa tugas perkembangan merupakan tugas yang timbul pada periode kehidupan individu dalam rentang waktu tertentu. Berbicara tentang tugas perkembangan periode anak awal, ada beberapa tugas yang harus dicapai pada masa ini yaitu penyempurnaan pemahaman mengenai konsep-konsep sosial, konsep benar-salah, serta belajar membuat hubungan emosional yang makin matang dengan lingkungan sosial, baik di rumah maupun di luar rumah. Tujuan adanya tugas perkembangan yaitu bertindak sebagai pedoman untuk membantu para orang tua dan guru guna mengetahui apa yang harus dipelajari anak pada usia tertentu, supaya memotivasi anak untuk belajar hal-hal yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia tersebut, dan untuk menunjukkan pada

3 orang tua dan guru tentang apa yang diharapkan dari mereka dimasa mendatang (Harlock, 1997). Dalam tugas perkembangannya untuk memahami konsep-konsep sosial dan membuat hubungan emosional, anak akan dihadapkan dengan kebutuhan berinteraksi baik dengan anggota keluarga maupun dengan lingkungan sosialnya. Ketika memasuki lingkungan sosial anak-anak diharapkan menerima tanggungjawab yang lebih besar, terutama saat mereka memasuki lingkungan sekolah. Pendidikan prasekolah adalah salah satu pendidikan pertama bagi anak-anak. Penyelenggaraan pendidikan anak prasekolah merupakan pijakan awal untuk mengenalkan pendidikan kepada anak usia dini dan dengan menyadari akan pentingnya pendidikan anak usia dini, maka melalui Kepmendiknas Nomor : 051/O/2001 tanggal 19 April 2001, dibentuklah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di bawah Ditjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Undang-Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan anak usia enam tahun yang dilakukan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar dapat memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Adapun pelayanan pendidikan anak usia dini yaitu Taman Kanak-Kanak (TK), Raudathul Athfal (RA), Kelompok Bermain (KB) dan Taman Penitipan Anak (TPA).

4 Forum pendidikan dunia tahun 2003 di Dakar Sinegal sebagai pertemuan dunia internasional telah memasukkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai salah satu kesepakatan yang harus dilakukan. Indonesia yang menjadi salah satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen tersebut. Pentingnya intervensi tersebut dilandasi oleh salah satu asumsi khususnya di kalangan pendidikan adalah kualitas anak yang yang masuk proses pendidikan akan mempengaruhi proses belajar selanjutnya. Jadi diharapkan dengan mengikuti salah satu pendidikan anak usia dini (PAUD), anak bisa melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok, dibandingkan dengan anak-anak yang aktifitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat. Hal ini karena salah satu keuntungan pendidikan prasekolah yaitu memberikan pengalaman sosial di bawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan dan berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang menyebabkan mereka menghindari hubungan sosial (Harlock, 1997). Memasuki pendidikan prasekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan orang dari berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Anak akan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain, membina hubungan dengan kelompok maupun berusaha untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu (Patmonodewo, 2003). Oleh karena itu, anak memerlukan penerimaan oleh lingkungan sosial dimana ia tinggal, ia harus mempunyai kemampuan sosialisasi, kemampuan untuk menyesuaikan diri dan menghayati tugas-tugas yang harus diselesaikan sebagai anggota masyarakat.

5 Pada saat anak-anak menghadapi berbagai tuntutan baru di sekolah, anakanak juga harus mulai mengendalikan pola emosinya, agar mereka dapat berperilaku sesuai dengan harapan sosial sesuai dengan usianya, sehingga mereka memperoleh penerimaan sosial. Adapun pola emosi yang umum pada anak-anak yaitu rasa takut, malu, khawatir, den cemas (Harlock, 1997). Jika anak-anak sudah mulai mengembangkan berbagai rasa takut, malu, khawatir dan cemas dalam menghadapi lingkungan sosialnya, maka akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosialnya. Namun jika pola emosi tersebut dapat dikendalikan, maka mereka akan mengembangkan sikap yang menyenangkan terhadap lingkungan sosialnya terutama dengan teman sebaya. Dalam perkembangan sosial, anak prasekolah diharapkan belajar menyesuaikan diri secara sosial dengan teman sebayanya (Harlock, 1997). Teman sebaya (peers) adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama (Santrock, 2002). Pentingnya interaksi dengan teman sebaya memberikan kontribusi terhadap anak dalam memenuhi tugas perkembangannya. Interaksi sosial dalam sebuah kebersamaman dengan teman-temannya memberikan ruang untuk saling memberikan informasi satu sama lain. Beberapa anak akan berinteraksi dalam kelompok kecil, mungkin terlibat dalam bermain sociodramatic atau bergantian memainkan aturan permainan. Namun demikian masih ada sebagian anak-anak yang memilih untuk bermain sendirian atau hanya menonton rekan-rekan mereka tanpa mencoba untuk

6 ikut bermain. Mereka lebih memilih menarik diri daripada terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Seperti halnya yang terjadi pada Gn (4 tahun), salah satu satu siswi Kelompok Bermain (KB) Darunnisa, sudah lebih dari satu semester proses belajar berlangsung yaitu dari bulan Juli sampai Maret 2010 tidak pernah terlihat berinteraksi, baik dengan guru maupun teman-temannya dan selama proses belajar Gn selalu ditemani neneknya. Gn tidak memberikan respon saat guru maupun temannya disekolah menyapanya, tidak bergabung saat teman-temannya mengajak bermain. Gn hanya menatap teman-temannya dan sesekali melihat-lihat gurunya yang sedang mengajar. Melihat kondisi demikian, peneliti melakukan wawancara pada awal bulan April 2010 terhadap ibu dan neneknya yang biasa mengantar Gn ke sekolah. Hasilnya bahwa perilaku Gn di sekolah sangat berbeda dengan di rumahnya. Ibunya mengungkapkan bahwa jika di rumah Gn selalu bercanda dengan kakak-kakaknya, bermain dengan teman sebayanya yang dekat dengan rumahnya, mengoreksi kesalahan kakaknya jika salah dalam melafalkan ucapan nyanyian yang diketahuinya, bernyanyi dengan suara yang keras dan banyak hal lain yang dilakukan Gn di rumah. Tidak jauh berbeda dengan Gn, Fh salah satu siswa Kelompok Bermain (KB) Darunnisa, saat di kelas ia memiliki kesamaan karakteristik dengan Gn. Fh juga jarang memberikan respon sapaan dari guru dan teman-temannya dan pada saat bermain Fh juga terlihat asyik sendiri, dia tidak bergabung dengan teman-teman yang lainnya dan terkadang Fh tiba-tiba berteriak.

7 Perilaku Fh di sekolah sangat berbeda dengan perilakunya di rumah. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Fh pada pertengahan bulan April 2010 yang menyatakan bahwa di rumah Fh tidak seperti di sekolah. Di rumah Fh sering bermain dengan teman-temannya namun usia teman bermainnya lebih tua dari Fh. Ia juga banyak menghabiskan waktu siangnya untuk bermain di luar rumah sehingga ia jarang tidur siang. Perilaku Gn dan Fh di sekolah lebih memilih menarik diri dibandingkan bergabung dengan teman-temannya. Menarik diri dari lingkungan sosial dikenal dengan istilah social withdrawal. Social withdrawal mengacu pada anak yang menghapus dirinya sendiri dari peer group karena alasan apapun, dalam hal ini dipandang berasal dari faktor internal untuk anak (Rubin & Asendorpf, 1993 dalam Robert J. Coplan & Kenneth H. Rubin, 2010). Faktor internal yang mendasari social withdrawal dikarenakan adanya perbedaan motivasi dalam proses interaksi. Menurut Rubin & Coplan (2004, dalam Kenneth H. Rubin & Robert J. Coplan, 2010) motivasi social withdrawal menimbulkan alasan mengapa anak-anak lebih memilih menarik diri dari interaksi sosial. Alasan pertama berhubungan dengan preferensi nonfearful (tanpa rasa takut) untuk kegiatan soliter, sedangkan alasan kedua menyangkut dysregulation aspek emosional secara khusus berkaitan dengan rasa takut dan kecemasan. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran motivasi internal pada anak social withdrawal di lingkungan sekolah?

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka perlu kiranya diketahui bahwa munculnya perilaku tidak terlepas dari dari proses kehidupan yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu, untuk menelusuri lebih jauh tentang bagaimana gambaran perilaku pada anak social withdrawal maka peneliti merumuskan masalah tersebut sebagai berikut: 1. Bagaimanakah riwayat hidup terutama dalam kehidupan sosial dan emosi anak social withdrawal? 2. Bagaimanakah gambaran perilaku anak social withdrawal di lingkungan sekolah? 3. Bagaimanakah motivasi internal anak social withdrawal? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang: 1. Riwayat kehidupan sosial dan emosi anak social withdrawal 2. Gambaran perilaku anak social withdrawal di lingkungan sekolah 3. Mengetahui motivasi internal anak social withdrawal D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan psikologi terutama dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi klinis dalam memahami dan memberikan penanganan pada anak social withdrawal.

9 2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pendidikan anak, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran langkah-langkah penanganan untuk kasus serupa yang terjadi pada anak.