MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si

dokumen-dokumen yang mirip
MAKALAH KEBIJAKAN KOMISI YUDISIAL UNTUK PENGADILAN YANG DAPAT DIAKSES

MAKALAH KEKUASAAN KEHAKIMAN & PEMBERANTASAN KORUPSI

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, bersumber pada asas

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.

MAKALAH PERAN KOMISI YUDISIAL DALAM PENGARUSUTAMAAN KORUPSI SEBAGAI PELANGGARAN HAM

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

Kepengacaraan Untuk Kepentingan Publik dan Pemajuan dan Perlindungan HAM

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

UNOFFICIAL TRANSLATION

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EKSISTENSI SAKSI MAHKOTA KAITANNYA DENGAN SPLITSING DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

HASIL WAWANCARA. Wawancara dilakukan pada hari kamis tanggal 25 Juli 2013 jam WIB

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN HAKIM

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

Term Of Reference. Diskusi Publik Proyeksi Penegakan Hukum Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah Kedepan. Jakarta, 13 November 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

MAKALAH FAIR TRIAL, HAK ASASI MANUSIA DAN PENGAWASAN HAKIM. Oleh: Dr. Suparman Marzuki

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Dalam keadaan apa seseorang bisa ditahan?

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

Prinsip Dasar Peran Pengacara

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PASCA ORDE BARU

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

LATAR BELAKANG MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENGATURAN TERHADAP HAK-HAK TERSANGKA YANG TIDAK MAMPU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

Laporan Pemantauan Jaksa Terhadap Integritas Jaksa Selama Proses Peradilan. Oleh Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

II. TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Menjauhkan Korban dari Viktimisasi Melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

Transkripsi:

INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si

AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL Oleh: Suparman Marzuki 1. Akses terhadap keadilan bukan sekadar suatu situasi atau tujuan yang akan diciptakan, tetapi juga proses. 2. Gambaran kondisi yang diharapkan dari pelaksanaan Akses Terhadap keadilan dalam konteks Indonesia pada dasarnya adalah bahwa Negara menjamin terpenuhinya hak-hak dasar manusia dan warganegara berdasarkan UUD 1945, dan warga negara (claim holder) sebagai bagian dari masyarakat mengetahui, memahami dan menggunakan hak-hak dasar tersebut, di dukung oleh mekanisme keluhan public (public complaint mechanism) yang baik dan responsif, agar dapat memperoleh manfaat yang optimal dan memperbaiki kualitas kehidupannya sendiri. 3. Instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi sejauh mana masyarakat telah memperoleh akses terhadap keadilan yaitu: (1) kerangka normatif; (2) kesadaran hukum; (3) akses kepada forum yang sesuai; (4) penanganan keluhan yang efektif; (5) pemulihan hak yang memuaskan; (6) terselesaikannya permasalahan kemiskinan, kelompok tertindas dan terpinggirkan; (7) telah terumus secara tepat, langkahlangkah yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk rencana aksi yang realistis, konkrit dengan indikator pemenuhannya 4. Perwujudan Indonesia sebagai negara hukum, sedikit banyak dapat diwujudkan melalui pemenuhan akses terhadap keadilan. 5. Fokus akses terhadap keadilan mengalami perkembangan. Pada awalnya akses terhadap keadilan hanya menekankan upaya penyediaan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, kemudian berkembang menjadi penyatuan kepentingan dari para pihak yang berperan dalam pemberian akses terhadap keadilan bagi masyarakat miskin. 6. Pihak-pihak tersebut terdiri dari berbagai institusi negara terkait seperti kejaksaan, pengadilan, ombudsman, kementerian pelayanan publik terkait serta lembaga masyarakat yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat. 7. Perkembangan berikutnya adalah pada langkah-langkah mendukung reformasi yang tengah berlangsung untuk mencapai tujuan yang lebih besar lagi yaitu pembenahan sistem hukum untuk mencapai bentuk negara hukum yang ideal. 8. Konsep Akses terhadap Keadilan pada intinya berfokus pada dua tujuan dasar dari keberadaan suatu sistem hukum yaitu: 1) sistem hukum seharusnya dapat diakses oleh semua orang dari berbagai kalangan; dan 2) sistem hukum seharusnya dapat menghasilkan ketentuan maupun keputusan yang adil bagi semua kalangan, baik secara individual maupun kelompok. Gagasan dasar yang hendak diutamakan dalam konsep ini adalah untuk mencapai keadilan sosial (social justice) bagi warga negara dari semua kalangan. 1

9. Akses terhadap keadilan dalam konteks Indonesia mengacu pada keadaan dan proses di mana negara menjamin terpenuhinya hak-hak dasar berdasarkan UUD 1945 dan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia, dan menjamin akses bagi setiap warga negara (claim holder) agar dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak-hak dasar tersebut melalui lembaga-lembaga formal maupun informal, didukung oleh keberadaan mekanisme keluhan publik (public complaint mechanism) yang mudah diakses masyarakat dan responsif, agar dapat memperoleh manfaat yang optimal untuk memperbaiki kualitas kehidupannya sendiri. 10. Salah satu isu penting dalam Akses ke Keadilan adalah menyangkut tersedia tidaknya peradilan yang fair pada masa Pra Peradilan, Pengadilan dan Paska Pengadilan. Pemenuhan dan perlindungan hak-hak tersebut adalah hak asasi manusia yang wajib diberikan kepada tersangka, terdakwa dan terpidana. 11. Hak-hak pada masa pra pengadilan, yaitu: (a) Larangan dilakukannya Penahanan Sewenang-wenang; (b) Hak untuk Tahu Alasan dilakukannya Penangkapan dan penahanan; (c) Hak atas Penasehat Hukum; (d) Hak untuk menguji Keabsahan Penangkapan dan Penahanan; (e) Hak untuk tidak disiksa, serta hak diperlakukan manusiawi selama penahanan; (f) hak untuk diajukan dengan segera ke hadapan hakim dan persidangan. 12. Hak-hak dalam masa persidangan, yaitu: (a) Hak atas Pemeriksaan yang adil dan terbuka; (b) Hak untuk segera diberitahukan tuduhan pidana diberikan; (c) hak untuk diadili oleh pengadilan dan hakim yang kompeten; (d) Hak untuk mendapatkan waktu dan fasilitas yang cukup untuk mempersiapkan pembelaan; (e) Hak untuk membela dirinya sendiri atau melalui penasehat hukum; (f) Hak atas pemeriksaan saksi; (g) Hak untuk mendapatkan penerjemah secara gratis; (h) Larangan untuk memaksa seseorang memberikan keterangan yang akan memberatkan dirinya sendiri (self-incrimination); (i) hak untuk diadili tanpa penundaan persidangan. 13. Hak setelah persidangan, yaitu: (a) hak melakukan upaya hukum, (b) hak mendapatkan kompenasasi dan atau rehabilitasi. 14. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah menggariskan sebagai berikut: (a) Hak untuk dianggap sama di depan hukum (pasal 17 UU HAM); (b) Hak untuk mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif (pasal 5 ayat (2) UU HAM); (c) Hak memperoleh keadilan dari pengadilan yang jujur dan adil; (d) Hak untuk dianggap tidak bersalah sebelum diputuskan oleh hakim (pasal 18 ayat (1) UU HAM); (e) Hak untuk dituntut hanya berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku; 2

(f) Hak untuk mendapatkan ketentuan hukum yang paling menguntungkan tersangka, jika perubahan aturan hukum (pasal 18 ayat (3) UU HAM); (g) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum sejak penyidikan sampai adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (pasal 18 ayat (4) UU HAM); (h) Hak untuk dituntut pidana hanya berdasar aturan hukum yang telah ada sebelumnya (pasal 18 ayat (2) UU HAM); (i) Hak untuk tidak dituntunt kedua kalinya dalam kasus yang sama (pasal 18 ayat (5) UU HAM), dan (j) Hak untuk mendapat jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya (pasal 18 ayat (1) UU HAM 15. Pada tahap ini Komisi Yudisial sedang fokus pada isu akses pada keadilan dalam pengertian dipenuhinya prinsip peradilan yang fair. 16. Dalam kaitan tersebut, Komisi Yudisial melakukan langkah-langkah berikut: (a) Memastikan proses seleksi hakim agung dilakukan secara objektif, terbuka dan transparan dengan mengedepankan integritas dan kualitas calon. Tujuan dari proses ini adalah terpilihnya hakim yang dipercaya publik dalam menangani perkara. (b) Menyepakati peraturan bersama tentang proses seleksi hakim untuk menjaga seleksi yang objektif, transparan dan akuntabel. (c) Terus menerus meminta MA membenahi sistem informasi putusan agar cepat dan mudah diakses masyarakat. (d) Melakukan penguatan kapasitas intlektual hakim untuk menjaga terpenuhinya prinsip kompetensi. Bahwa pencari keadilan berhak diadili oleh hakim yang kompeten. (e) Melakukan pemantauan sidang untuk memastikan apakah: proses, suasana dan (f) administrasi persidangan dijalankan dengan baik dan benar. Menanganai pelbagai laporan masyarakat tentang tindakan menyimpang hakim untuk memenuhi hak-hak publik akan berfungsinya pengawasan. (g) Melakukan investigasi terhadap temuan, informasi atau laporan masyarakat mengenai perilaku hakim guna memastikan ada tidaknya, kuantitas dan kualitas perilaku menyimpang hakim sebagaimana dilaporkan masyarakat. (h) Membuka Posko dan Jajaring Komisi Yudisial di pelbagai daerah untuk memudahkan pencari keadilan melaporkan hakim yang menyimpang. (i) Bekerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk melakukan penelitian tentang pelbagai aspek pengadilan dan kehidupan hakim sebagai bahan bagi dilakukannya pembenahan. (j) Bekerjasama dengan Perguruan Tinggi dan LSM melakukan eksaminisasi putusan guna meningkatkan komitmen CSO atas masalah-masalah sekitar putusan, sekaligus sebagai data bagi perbaikan mutu putusan hakim. (k) Ke depan, Komisi Yudisial akan mulai mencermati akases pada keadilan terhadap kelompok-kelompok khusus, yaitu: anak, perempuan sebagai pelaku kejahatan, korban kejahatan kesusiliaan, kelompok minoritas, kelompok disibilitas. (l) Bekerjasama dengan Media nasional dan lokal untuk mensosialisasikan tugas dan kewenangan Komisi Yudisial serta memantau proses peradilan. 3

17. Temuan-Temuan Komisi Yudisial, al: (a) Diabaikannya hak terdakwa untuk didampingi penasehat hukum (b) Ketidakcermatan, kesengajaan dan ketidaktahuan hakim dalam membuat putusan sehingga merugikan para pihak. (c) Pertanyaan hakim yang menjerat (d) Tidak dipatuhinya prinsip imparsialitas (e) Persidangan tidak tepat waktu (f) Diabaikannya permintaan pelaku untuk dilakukannya pemeriksaan saksi yang menguntungkan/meringankannya (g) Penundaan sidang (h) Diabaikannya hak penerjemah dalam persidangan (i) Hakim pasif dan cenderung mengabaikan upaya mencari kebenaran materiil dalam perkara pidana sehingga merugikan salah satu pihak. (j) Diabaikannya prinsip kompetensi hakim dalam menyidangkan perkara. (k) Hakim tidak menyatakan persidangan terbuka untuk umum (l) Hakim mengabaikan kepastian hukum dengan tidak memuat ketentuan secara utuh pasal 197 KUHAP, yaitu: menyatakan terdakwa untuk ditahan terhadap terdakwa yg dinyatakan bersalah (m) Terlalu banyak copy paste putusan dari putusan lain yang berakibat dirugikannya salah sartu pihak. (n) Penundaan eksekusi tanpa alasan hukum yag jelas 4