KODE ETIK JURNALISTIK

dokumen-dokumen yang mirip
Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008

KODE ETIK JURNALISTIK

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang

BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

BAB 3 PERANAN PERS. 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

BAB I KETENTUAN UMUM

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB III PENUTUP. melanggar privasi seseorang adalah:

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

MENULIS ARTIKEL ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

BAB IV PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap 45 artikel berita mengenai kekerasan

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Media televisi lokal Jogja TV merupakan stasiun televisi yang berusaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kekerasan Seksual oleh Media dari Sudut Pandang Penyintas

PENULISAN BERITA TELEVISI

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM SURAT KABAR HARIAN SURYA MALANG

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

KODE ETIK GERAKAN NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (GN PK)

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan dari pemerintah terhadap media massa semenjak digulingkannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif

Fransiscus Asisi Aditya Yuda / Bonaventura Satya Bharata, SIP., M.Si

BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM BERITA KEJAHATAN SUSILA

1. Pada pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi UU

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

KODE ETIK GERAKAN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA ( GNPK-RI ) MUKADIMAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

Hasil Rapat Tim RIP 19 April 2016 mengenai Pelaksanaan RIP UMJ. MEMUTUSKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diberi kuasa oleh presiden, dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. perhatian masyarakat Indonesia dalam dunia pemberitaan. Sebagai televisi

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Prinsip Dasar Peran Pengacara

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen

BAB IV PENUTUP. Penelitian ini berjudul Etika Jurnalisme dalam Pemberitaan Video Mirip

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari banyak orang dan kebanyak orang.

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

BAB I PENDAHULUAN. dapat langsung tersampaikan kepada khalayak dalam waktu singkat.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PEMBAHASAN. mengetahuai kecendrungan pelanggaran kode etik jurnalistik dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

Oleh : Litbang Wartapala

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Oleh Wina Armada Sukardi

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

Transkripsi:

KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. PROFESI WARTAWAN Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang sematamata untuk membangkitkan nafsu birahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. Contoh Kasus: - Dewan Pers menyatakan ada pelanggaran kode etik jurnalistik dalam peliputan kasus video porno mirip artis, khususnya saat meliput pemeriksaan Ariel dan Luna Maya di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, beberapa waktu silam. "Dari tayangan beberapa stasiun televisi dapat dilihat dalam proses peliputan itu terjadi pelanggaran kode etik dan prinsip perlindungan privasi," kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo.

Agus memaparkan, dalam proses peliputan itu tampak jurnalis dan beberapa media mendorong serta memegang bagian tubuh sumber berita. Selain itu, lanjut Agus, terlihat pula jurnalis yang membenturkan kamera ke bagian tubuh dan menghalangi narasumber masuk ke mobil pribadi. - Ada bagian yang melanggar kode etik jurnalistik dalam pemberitaan media seputar kasus pembunuhan Direktur Utama P.T. Putra Rajawali Banjaran (P.T. PRB) Nasrudin Zulkarnaen yang menyeret Antasari Azhar. Demikian diungkap Anggota Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tribuana Said saat Diskusi Kasus Kode Etik Jurnalistik di Kantor PWI, Jakarta, Selasa (26/5). "Ada 5 indikasi terjadinya pelanggaran (kode etik jurnalistik)," kata Tri, panggilan akrabnya. Lebih lanjut ia mengatakan indikasi pelanggaran itu adalah soal kebenaran yang dibiarkan mengambang dalam proses penyelidikan ini. Kedua, secara kualitatif pemberitaannya kurang berimbang. Ketiga, pada awal kasus ini status praduga tak bersalah kurang dipegang. Antasari yang awalnya saksi dianggap sudah tersangka. Indikasi keempat menyangkut materi pemberitaan atau penyiaran yang hanya mengulang (repetitive materil), khususnya untuk media televisi. Menurutnya, pemberitaan belum sampai pada proses investigasi yang mendalam. Dan terakhir, pemberitaan kurang mencerahkan sehingga publik digiring untuk menyebarkan rumor. - Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang wartawan harian di Surabaya menurunkan berita hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top. Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai

mendeskripsikan bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif karena tidak pernah dilakukan sama sekali. Isteri Nurdin M Top kala itu sedang sakit tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan panjang lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini memang tidak pernah bersua dengan isteri orang yang disangka teroris itu dan tidak pernah ada wawancara sama sekali. Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4. Pasal 2 bernunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan. - Kasus bentrok saptol PP dengan warga memperebutkan makam Mbah Priok belum usai. Banyak hal bisa dilihat dari kasus ini, di antaranya soal bagaimana televisi menyiarkan kasus ini. Saat terjadi bentrok, banyak televisi menyiarkan secara langsung. Adegan berdarah itupun bisa disaksikan dengan telanjang mata tanpa melalui proses editing. Penyiaran langsung gambar korban bentrokan di Koja, Tanjung Priok, merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 4:

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Gambar korban berdarah-darah dikategorikan sebagai berita sadis, dan tidak semua konsumen media dapat menerimanya. Pihak keluarga korban yang kebetulan sedang menonton televisi pun bisa menerima dampak psikologis atau traumatis jika melihat kerabatnya mengalami luka yang mengenaskan. - Selain kasus bentrokan di Koja, pemberitaan lain yang memuat gambar sadis dan melanggar Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik adalah pemberitaan tentang ledakan bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Mariott, Kuningan, bulan Juli tahun lalu. Pada siaran langsung suasana tenpat kejadian beberapa saat setelah bom meledak, Metro TV memuat gambar Tim Mackay, Presiden Direktur PT Holcim Indonesia, yang berdarah-darah dan tampak tidak beradaya, di jalanan. Penanyangan gambar tersebut tentu tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalisitk dan dapat menimbulkan dampak traumatis bagi penonton yang melihat. Sumber: PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 http://www.dewanpers.org