KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

dokumen-dokumen yang mirip
MODAL SOSIAL DAN BUDAYA BAGI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN (PENGGALIAN TEMA-TEMA PENELITIAN DISERTASI S3 ILMU PENDIDIKAN)

falahyu.wordpress.com 1 NETWORKING SEKOLAH Oleh : Falah Yunus 1 falahyu.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

IDEN WILDENSYAH BERMAIN BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

Menuju Lanjut Usia Aktif Sebagai Aset Bangsa yang Efektif

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RESUME PRESENTASI KULIAH BIMBINGAN DAN KONSELING. #1: Keterkaitan, Keunikan, Tugas Guru dan Konselor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Team Building & Manajeman Konflik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

MODEL LEADER CLASS SMA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN CILACAP. Oleh : Duki Iskandar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

PEMBELAJARAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KHUSUS Oleh: Drs. R. Zulkifli Sidiq, M.Pd

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. universal yang dilakukan oleh manusia. Dengan pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

BAB I PENDAHULUAN. V SDN 02 Jatiharjo, Jatipuro, Karanganyar. 1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

RELASI GURU-MURID-BIDANG STUDI BAGI GURU SEJATI

KARAKTER SEBAGAI MODAL MAYA MEMBANGUN INDIVIDU DAN BANGSA. Prof. Dr. Yoyo Mulyana, M.Ed.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wahyu Tristian Pribadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jalur pendidikan di Indonesia terbagi menjadi tiga arah yaitu. pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

JENIS-JENIS KOMPETENSI GURU TK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

I. PENDAHULUAN. menjadi masyarakat modern. Modernisasi memberikan banyak konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Perkembangan masyarakat dalam pendidikan sekarang banyak

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1

BAB I PENDAHULUAN. Ciputat Press, 2005), h Syafaruddin, dkk, Manajemen Pembelajaran, Cet.1 (Jakarta: Quantum Teaching, PT.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.

MENINGKATKAN KOMPETENSI SOSIAL MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB V PENUTUP. maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN BERBASIS POTENSI LOKAL MELALUI KEBIJAKAN LEADER CLASS DI DAERAH CILACAP. Oleh : Ma rifani Fitri Arisa

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

I. PENDAHULUAN. berkawan sehingga dia disebut social animal. Hal terpenting di dalam

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, Indeks, Jakarta, hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN. Jaka Waluya*)

o Karakteristik mahasiswa o Permasalahan yang muncul pada mahasiswa o Cara mengidentifikasi permasalahan yang dirasakan mahasiswa o Bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanggung jawab, sehigga kebebasan yang bertanggung jawab.

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakekatnya merupakan sebuah proses berkesinambungan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN. Pendidikan di alam bebas memberikan pengaruh yang besar kepada para siswa

BAB I PENDAHULUAN. ( diakses 2 Maret 2015) ( diakses 2 Maret 2015)

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

SURAT EDARAN Nomor: 1839/C.C2/TU/2009

ETIK UMB MENYONGSONG PERUBAHAN. Drs. SUMARDI, M. Pd. Modul ke: Fakultas EKONOMI DABN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI.

Kata Kunci : Supervisi Akademik, Kompetensi Guru Dalam Mengelola KBM, PAIKEM

PENDEKATAN ILMIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MADRASAH IBTIDAIYAH (Studi Analisis Desain Strategi Pendidikan Agama Islam)

Sigit Sanyata

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

We touch one, we touch all

Transkripsi:

KEMITRAAN SEKOLAH Workshop Strategi Pengembangan Mutu Sekolah Bagi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah diselenggarakan Prodi S2 Manajemen Pendidikan dan S3 Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 7 Agustus 2010 1. Kemitraan dalam Pendidikan Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro Kehidupan manusia selalu mengisyaratkan pentingnya kemitraan, dimana kemitraan mengandung pengertian adanya persahabatan, kerjasama, hubungan timbal balik yang saling membantu. Kehidupan yang produktif dan bersahabat membutuhkan adanya hubungan kemitraan, pertemanan, dan persaudaraan untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan yang dapat dirasakan dan diterima oleh semua yang terlibat dalam kehidupan bersama. Secara kodrati manusia hidup di dalam dunia dan bersama dunia, oleh karenanya kehidupan manusia bukan sekedar bertempat tinggal di dunia ini secara pasif, tetapi kehidupan manusia dilakukan secara aktif untuk mengusahakan, mengembangkan, dan memperbaiki kehidupan dalam konteks tempat tinggal di mana manusia hidup. Manusia hidup bersama orang lain oleh karenanya manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dalam memahami dan memberi makna lingkungan tempat tinggal di mana secara sosial manusia menjalani kehidupan. Belajar dan pendidikan selalu terjadi dalam proses sosial, oleh karenanya aktivitas belajar selalu bersifat social-learning (belajar sosial) dan tujuannya juga untuk berpartisipasi dalam kehidupan serta usaha perbaikan kehidupan social. Suatu contoh mengapa anak-anak ingin belajar bahasa? Sebenarnya mereka ingin dapat berbicara untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial bersama orang tuanya. Dengan kemampuan menggunakan bahasa maka anak-anak akan dapat memahami permasalahan kehidupan yang dihadapi secara bersama, dan dengan berpartisipasi dalam pemecahan masalah kehidupan, maka mereka akan memperoleh penghargaan dan diakui eksistensinya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Bahasa sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan, tetapi juga untuk menyampaikan pengetahuan atau bahkan untuk berkomunikasi membangun kemitraan yang penuh rasa menghargai dan menghormati satu dengan lain. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang diciptakan oleh masyarakat untuk membantu keluarga, dan msyarakat dalam tugas menyiapkan generasi anak-anak yang belum siap dalam kehidupan sosial, dengan tujuan membantu mengembangkan dalam diri anak suatu kondisi fisik, 1

intelektual, dan moral yang dituntut oleh masyarakat secara keseluruhan. Fungsi sekolah sebagai lembaga yang dikembangkan masyarakat adalah untuk tugas melaksanakan pendidikan bagi anak dan pemuda agar dapat sesuai dengan tuntutan sosial budaya masyarakat. Sebagaimana realita masyarakat yang terus menerus berubah dan berkembang maka apa yang dilakukan oleh sekolah untuk menyiapkan anak dalam melakukan peran sosial harus terus menerus melakukan perubahan. Ungkapan ini cenderung menggambarkan bahwa peran sekolah sebagai lembaga pendidikan harus menyesuaikan dengan perubahan sosial, seolah-olah apa yang terjadi di sekolah selalu tertinggal dari perkembangan cepat masyarakat yang ada di sekitarnya. Namun, pandangan para ahli pendidikan progresif meletakkan tugas pendidikan sebagai instrumen untuk membangun masyarakat baru, yang merupakan sisi lain dari fungsi pendidikan untuk melestarikan kehidupan sosial budaya. Peran sekolah dalam kehidupan masyarakat yang utama adalah peran pendidikan yang mencakup pengembangan dalam diri anak kemampuan fisik, kognitif, dan moral, sehingga mereka mampu untuk melakukan peran sosial dalam kehidupan masyarakat. Secara ideal tiga ranah kemampuan anak dapat dikembangkan secara harmonis oleh kegiatan pendidikan di sekolah. Akan tetapi karena perkembangan kehidupan modern di mana ilmu pengetahuan dan teknologi dengan orientasi untuk mengejar pencapaian kemajuan ekonomi lebih dominan, maka kegiatan sekolah lebih dominan pada aktivitas pengajaran atau pengembangan kemampuan kognitif anak. Orientasi pendidikan atau belajar di sekolah lebih menekankan pada penguasaan materi pelajaran seperti matematika, fisika, bahasa, ekonomi, geografi dll. Peran guru lebih cenderung diletakkan sebagai seorang ahli di bidang materi pelajaran tersebut dengan tugas mengajarkan pengetahuan keahlian itu pada murid. Peran guru bergeser kearah penyampaian pengetahuan dan teknologi pada siswa, sehingga peran guru sebagai pendidikan siswa yang dapat menyentuh aspek sosial-emosional, dan pengembangan kepribadian siswa menjadi lemah. Hubungan guru dan murid dalam kegiatan belajar cenderung menjadi bersifat mekanis kering yang tidak menyentuh dimensi emosi dan perasaan, karena orientasi belajar lebih bersifat transfer (pemindahan) pengetahuan dari guru pada siswa maka proses belajar cenderung bersifat formal top-down yang diarahkan otoritas guru. Dalam kondisi seperti ini hubungan kemitraan antara guru dan siswa dalam proses belajar untuk mengembangkan pengetahuan, dan kepribadian anak menjadi hilang. Hubungan guru dan murid bersifat instruktif, sehingga murid kurang dapat mengarahkan dirinya sendiri dalam mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Sementara pengetahuan yang diperoleh oleh murid kurang memiliki 2

kebermaknaan bagi pengembangan atau perbaikan kehidupan dirinya, karena pengetahuan yang diperoleh terasing dari kebutuhan pengembangan diri. Dalam kehidupan modern peran pendidikan sekolah lebih diarahkan dan dikaitkan dengan ekonomi dan hampir semua pemerintah mengakui bahwa sekolah harus dapat menghasilkan tenaga kerja yang terdidik dan berketrampilan yang dibutuhkan bagi pencapaian kemajuan dan persaingan ekonomi. Aktivitas pendidikan sering dipandang sebagai investasi untuk memperoleh peningkatan ekonomi bagi peserta didik. Secara individual dan sosial pandangan semacam ini tentu sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat akan perlunya tersedianya lapangan kerja dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan kesejahteraan material. Namun demikian tampaknya perlu dikembangkan pandangan bahwa tujuan kehidupan manusia bukan sekedar untuk mengumpulkan kekayaan material yang dapat menimbulkan keserakahan kepemilikan material yang mendorong terbentuknya dominasi kekuasaan yang menimbulkan konflik. Banyak ahli yang menyatakan pentingya arah pengembangan pendidikan atau pengembangan masyarakat untuk pencapaian masyarakat yang bijak (wise). Pendidikan untuk membangun kehidupan sosial yang lebih bijak adalah menjadi dasar bagi membangun masyarakat yang lebih memiliki karakter baik. Ada suatu contoh yang unik pentingnya pendidikan karakter di masyarakat Jepang. Undang-undang dasar pendidikan Jepang menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah penyempurnaan karakter setiap individu, tanpa menyebut sesuatu tentang aspek praktis dari pendidikan seperti pengetahuan dan keterampilan. Pandangan umum masyarakat Jepang terhadap tujuan pendidikan adalah untuk pengembangan karakter individu atau untuk pengembangan kehidupan intelektual dan spiritual. Orang Jepang seolah-olah merasa tidak senang untuk mengkaitkan aktivitas pendidikan dengan aspek praktis untuk pencapaian material, walaupun mereka yakin bahwa aktivitas pendidikan menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan, tetapi tujuannya lebih bersifat tujuan intrinsic yaitu mengembangkan kemampuan intelektual dan pengembangan karakter. Masyarakat Jepang memiliki penghargaan yang tinggi terhadap aktivitas belajar, walaupun tujuan utamanya untuk pembentukan karakter, tetapi masyarakat Jepang berhasil dalam pencapaian kemajuan ekonomi. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam kehidupan sekolah di masyarakat Jepang sangat sederhana yaitu nilai jujur, hemat, bersih, dan kerja keras, tetapi karena dilaksanakan dengan partisipasi yang luas dalam keluarga, masyarakat, dan tempat kerja maka dapat membentuk karakter masyarakat Jepang yang mendukung pencapaian kemajuan ekonomi. Sekolah sebagai salah satu lembaga formal yang memang dengan sengaja dirancang sebagai tempat belajar, tempat untuk berkomunikasi antara guru dan murid, yang difasilitasi dengan 3

peralatan belajar (laboratorium, perpustakaan, olah raga, music, teknologi informasi) maka di sekolah seolah-olah sebagai tempat yang khusus untuk melaksanakan kegiatan pendidikan atau belajar. Namun demikian sekolah bukan identik dengan pendidikan, karena aktivitas pendidikan terjadi secara luas baik dalam keluarga, masyarakat, maupun tempat kerja. Bahkan di tempat rekreasi untuk mengisi waktu luangpun terjadi aktivitas pendidikan atau belajar. Apa yang penting dari realitas aktivitas pendidikan atau belajar yang dapat terjadi dalam konteks kegiatan hidup yang beraneka ragam maka organisasi sekolah tidak mungkin mengisolasi dirinya dari kehidupan masyarakat yang lebih luas. Sekolah sebagai masyarakat kecil untuk melaksanakan tugas pendidikan atau belajar bagi mereka yang belum siap melaksanakan peran sosial dalam masyarakat seharusnya dapat membangun kerjasama atau kemitraan dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat. Kemitraan sekolah dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat ini dibutuhkan untuk tujuan-tujuan: a. Membantu sekolah dalam melaksanakan tugas pendidikan atau belajar bagi para siswa, b. Memperkaya pengalaman belajar yang diperoleh oleh siswa dalam bermacam-macam setting kehidupan, c. Mendekatkan kegiatan belajar sesuai dengan konteks kehidupan yang riil di dalam kehidupan sehari-hari, d. Membantu sekolah untuk memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat bagi kegiatan pendidikan dan belajar siswa, e. Meningkatkan berkembangnya kemandirian, kreativitas, sikap toleransi dan keterbukaan para siswa dalam kehidupan belajar, f. Meningkatkan kebermaknaan kegiatan belajar siswa bagi perubahan kehidupan dan pemecahan masalah sosial. 2. Tugas Kepala Sekolah Kepala Sekolah sebagai manager (pengelola) dan juga sebagai leader (pemimpin) dalam organisasi sekolah, memiliki tugas di samping pengembangan akademik, juga pengembangan kemitraan sekolah. Dua tugas ini sangat penting dan saling mendukung satu dengan lain. Bahwa kegiatan akademik di sekolah terjadi sebagai proses sosial sehingga dibutuhkan kemitraan antara mereka yang terlibat dalam proses akademik. Sebagaimana dijelaskan di atas dalam proses akademik, dibutuhkan hubungan kemitraan antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa lain, yunior dengan senior, antara siswa dengan tenaga administratif. Kegiatan belajar pada dasarnya adalah saling bekerja sama dan saling membantu, sehingga hubungan kemitraan dalam kegiatan akademik sangat dibutuhkan dalam aktivitas belajar di sekolah. 4

Pengembangan kehidupan sosial budaya sekolah adalah sebagai landasan penting untuk tumbuhnya kemitraan dalam kegiatan akademik. Pengembangan kemitraan sosial sekolah pada dasarnya adalah sangat penting bagi pengembangan karakter siswa seperti menghargai aktivitas belajar, jujur, hemat, bersih, dan kerja keras. Pembentukan karakter seseorang selalu terjadi atau terbentuk dalam proses dan konteks kebudayaan, dimana semua anggota-anggota kelompok ikut terlibat dalam mendukung penampilan nilai-nilai yang dianggap berharga. Sebagaimana telah disebutkan dua tugas utama kepala sekolah adalah manajemen dan kepemimpinan, dimana tugas manajemen terkait dengan proses dan struktur organisasi, sementara kepemimpinan terkait dengan tugas pengembangan nilai-nilai (budaya) yang dapat memberi dukungan terhadap proses atau aktivitas organisasi sekolah. Kepala sekolah memiliki tugas manajemen (pengelolaan) seperti merancang, mengorganisir, menggerakkan, mengevaluasi kegiatan belajar di kelas, perpustakaan, makan bersama di sekolah, hubungan sekolah dengan keluarga (orang tua siswa), hubungan sekolah dengan dunia kerja, hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, dll. Di samping itu kepala sekolah juga memiliki tugas kepemimpinan yaitu menciptakan budaya kemitraan dalam kehidupan sekolah dan kemitraan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah. Keberhasilan untuk membangun kemitraan sekolah adalah sangat ditentukan oleh peran kepala sekolah dalam melaksanakan tugas manajemen dan kepemimpinan pendidikan. Oleh karena itu adalah menjadi tanggung jawab kepala sekolah untuk membangun manajemen kemitraan internal dalam sekolah dan eksternal dengan lembaga di luar sekolah (dalam masyarakat), dan menciptakan budaya kemitraan internal dan eksternal. 5