BABI PENDAHULUAN. Selama rentang waktu kehidupannya, manusta mengalami perubahanperubahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BABI PENDAHULUAN. Setiap orangtua ingin memiliki anak yang cerdas. Namun cerdas dalam hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan tahapan-tahapan stimulasi yang perlu dilalui dan proses

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. keluargalah semua aktifitas dimulai, keluarga merupakan suatu kesatuan social

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BABI PENDAHULUAN. Kehidupan perkawinan akan terasa lebih lengkap dengan hadirnya anakanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditahun Menurut data tersebut, diperkirakan 1 dari 5 anak diamerika mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dengan. remaja merupakan pengembangan dan perluasan kemampuan-kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BABI. PENDAillJLUAN. Seorang anak selalu membutuhkan peran orangtua. Sejak dulu sampai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BABI PENDAHULUAN. Sebagai manusia, remaja pada dasarnya menginginkan kesempumaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB V PENUTUP. Pada hakikatnya, tidak semua orang memilih untuk menikah di usia dini, banyak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalab Selama rentang waktu kehidupannya, manusta mengalami perubahanperubahan seiring dengan pertambahan usia, baik secara fisik maupun psikologis. Perubahan ini disebut dengan perkembangan. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1980: 2-3), manusia tidak pemah statis. Semenjak pembuahan hingga ajal selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup. Setiap tahapan usia, rnemiliki tugas perkembangan masing-masing. Tugastugas perkembangan ini memegang peranan penting untuk menentukan arah perkembangan berikutnya. Apabila dalam menjalankan suatu tugas dalam tahapan usia tertentu terjadi hambatan, maka akan berpengaruh pada penguasaan tugastugas pada tahapan berikutnya. Menurut Hurlock ( 1980: 10-11 ), ada dua macam konsekuensi yang serius de,ri kegagalan menguasai tugas-tugas perkembangan. Pertama adalah para anggota kelompok sebaya individu menganggapnya sebagai belum matang, cap yang membawa stigma pada usia berapapun. Hal ini mengakibatkan penilaian diri kurang menyenangkan dan akhimya menumbuhkan konsep diri yang kurang menyenangkan juga. Konsekuensi yang kedua adalah dasar untuk penguasaan tugas-tugas berikutnya dalam perkembangan menjadi tidak adekuat.

2 Remaja, seperti halnya tahapan usia yang lain, memiliki berbagai tugas perkembangan yang hams dilalui. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pemah ada dan harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai bam dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1980: 213). Untuk melalui dan menguasai tugas perkembangan tersebut, kemampuan penyesuaian diri seomng remaja merupakan faktor yang penting. Oleh karena itu, proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri ini harus diperhatikan sejak awal masa remaja. Dalam hal ini, keluarga khususnya orangtua sangat berpengaruh dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri remaja. Hal ini diungkapkan oleh Ali & Asrori (2004: 93) bahwa proses sosialisasi individu terjadi di tiga tiang utama, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, anak mengembangkan pemikiran tersendiri yang merupakan pengukuhan dasar emosional dan optimisme sosial melalui frekuensi dan kualitas interaksi dengan orangtua dan saudarasaudaranya. Proses sosialisasi ini turut mempengaruhi perkembangan sosial dan gaya hidupnya di hari-hari mendatang. Selain itu, Poernomo (1987: 56) juga

3 mengatakan bahwa anak yang cukup mendapatkan perhatian, kasih sayang serta dorongan dari orangtua akan memiliki rasa percaya diri, bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bicara mengenai keluarga, tidak lepas dari bentuk-bentuk keluarga itu sendiri. Pada tahun-tahun belakangan ini, bentuk-bentuk keluarga dalam masyarakat semakin beragam. Bila dahulu keluarga identik dengan adanya seorang ayah, ibu dan anak-anaknya, kini banyak orang yang memutuskan menjadi orangtua tunggal dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya yang disebabkan berbagai hal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Peng (Single Mother Families In Japan: A Conspicious Silence, 1996: para2), pada tahun 1992, sebanyak 26 persen dari seluruh keluarga di Amerika Serikat merupakan keluarga orangtua tunggal, dimana 80 persen diantaranya adalah keluarga dengan ibu tunggal (single mother). Di Indonesia sendiri, tidak terdapat data-data lengkap yang pasti mengenai jumlah single parent di Indonesia, namun peneliti mendapatkan sedikit informasi mengenai data single parent di beberapa daerah di Indonesia. Yang pertama adalah data single parent di Nangro Aceh Darussalam. Data ini diungkapkan oleh TAF Haikal, seorang aktivis LSM bahwa, berdasarkan data statistik setempat, jumlah perempuan yang menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya (single parent) di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mencapai 148.000 orang, akibat konflik yang berkepanjangan di provinsi tersebut (LSM: 148.000 Perempuan Aceh Jadi Orangtua Tunggal, 2004: para 1). Data yang kedua peneliti dapatkan dari situs Media Indonesia, dimana terjadi peningkatan permintaan akta single

4 parent (SP) di Bali khususnya di Denpasar. Hal tersebut diakui Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Denpasar Nyoman Aryana yang dikonfirmasi Antara di Denpasar, Minggu, 8 Agustus 2004. Menurut dia, jika pada 2003 permintaan akta SP di Kota Denpasar tercatat hanya enam orang, kemudian sejak periode Januari hingga Juli 2004 meningkat menjadi 11 orang (Zamrud Kathulistiwa: Jumlah Anak Lahir di Luar Nikah Meningkat di Bali, 2004: para 1-2) Kasus ke1uarga single parent memiliki problematika tersendiri dalam perkembang?n kepribadian remaja khususnya penyesuaian diri. Hal ini diungkapkan oleh Whitehead (dalam Vaill, 1999: 66) dalam sebuah survei di Amerika yang dilakukan oleh National Center for Health Statistics tahun 1988, ditemukan anak dari orangtua tunggal mempunyai masalah perilaku dan emosional lebih besar dua sampai tiga kali dibandingkan anak dari keluarga dengan orangtua lengkap. Mereka juga lebih banyak mengalami drop out dari sekolah, hamil pada usia remaja, pengunaan obat-obatan terlarang dan bermasalah dengan hukum. Fenomena ini disebabkan karena kurangnya interaksi antara orangtua dan anak, yang disebabkan peran ganda dari sirzgle parent tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Ali & Asrori (2004: 95) bahwa salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi perilaku remaja adalah interaksi antar anggota keluarga. Harmonis-tidaknya, intensif-tidaknya interaksi antar anggota keluarga akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang ada di dalam keluarga. Gardner (1983, dalam Ali & Asrori, 2004: 95) dalam penelitiannya menemukan

5 bahwa interaksi antar anggota keluarga yang tidak harmonis merupakan suatu korelat yang potensial menjadi penghambat perkembangan sosial remaja. Single mother mengalami dilema dalam menjalankan tugasnya berperan ganda, yaitu sebagai ibu yang harus mengasuh anak-anaknya, dan sebagai ayah yang harus bekeija mencari nafkah. Dalam perannya sebagai pencari nafkah, mereka mengorbankan separuh dari total waktu yang semestinya diberikan pada anak. Kondisi semacam ini dapat berdampak negatif bagi keluarga. Menurut Sinambela (dalam Anima, 1994, vol. IX) peran ganda ibu akan membawa sejumlah masalah, diantaranya adalah berkurangnya tenaga, pikiran, dan waktu untuk membimbing, mendidik dan merawat anak, sehingga mengakibatkan berkurangnya interaksi emosional diantara keluarga terutama ibu dan anak. Bila seorang ibu yang bekerja mulai pagi hingga sore hari, memiliki anak yang bersekolah dari pagi hingga siang hari, maka selama waktu anak pu!ang sekolah hingga sang ibu datang, anak hanya dijaga oleh pembantu, sedangkan pada waktu itu anak membutuhkan waktu dan perhatian untuk menceritakan apa yang dialami di SP,kolah baik mengenai ternan, guru ataupun pelajaran yang dijalani. Seharusnya pada saat seperti inilah peranan seorang ibu cukup besar dibutuhkan dalam mengarahkan perkembangan kepribadian anak. Disamping itu, kehadiran seorang ibu sangat dibutuhkan anak untuk memberikan pemenuhan kebutuhan afeksi bagi mereka, yaitu memberikan cinta, kasih sayang, perhatian dan rasa aman, sehingga terwujud hubungan emosional yang kuat. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan untuk dibelai, dicium, disayang, dan dimanja. Pemenuhan

6 kebutuhan afeksi ini nantinya akan berpengaruh dalam perkembangan kepribadian mereka selanjutnya. Permasalahannya adalah single mother tidak memiliki pilihan lain selain bekerja, dikarenakan mereka memiliki permasalahan yang cukup besar dalam hal ekonomi, seperti yang diungkapkan Hurlock ( 1981: 360) bahwa penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan hidup lebih sulit diatasi oleh wanita dibandingkan pria, karena para janda tersebut harus mulai memikirkan sumber keuangan baru bagi hidupnya juga untuk anak-anaknya. Pembiayaan ini me\iputi kebutuhan sandang, pangan dan papan, serta biaya untuk pendidikan anak kelak. Walaupun ada bantuan asuransi kematian suami, seringkali akan segera habis dalam waktu relatif singkat. Hal ini dibuktikan melalui sebuah sensus di Amerika, bahwa keluarga single mother yang berada di bawah garis kemiskinan mcningkat secara signifikan pada tahun 1995 hingga tahun 1999, dengan pend'lpatan rata-rata sebesar $ 1.505 per tahun (Poor Working Single-Mother Families Became Poorer in Late 1990's: 2001; para 1 ). Pada akhirnya, faktor ekonomi inilah yang menyebabkan single mother menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekejja dikarenakan tuntutan yang lebih besar daripada ketika suami masih ada. Hal ini akan berdampak pada kurangnya pemberian pemenuhan kebutuhan afeksi bagi anak-anaknya. Bagi single mother yang memiliki anak yang mulai menginjak usia remaja, berkurangnya pemenuhan kebutuhan afeksi ini akan berdampak pada perkembangan penyesuatan diri remaja tersebut. Padahal seperti yang telah diuraikan diatas, kemampuan penyesuaian diri pada remaja merupakan hal yang

7 penting untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja mereka. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan penyesuaian diri remaja yang diasuh oleh single mother. 1.2. Batasan Masalah Agar cakupan wilayah penelitian tidak meluas, maka dilakukan pembatasan pada masalah yang diteliti sebagai berikut: 1. Banyak faktor yang berhubungan dengan penyesuaian diri remaja yang diasuh oleh single mother, antara lain kondisi-kondisi fisik, perkembangan dan kematangan, fak.'tor psikologis, kondisi lingkungan dan faktor kultural. namun penelitian ini hanya meneliti faktor pemenuhan kebutuhan afeksi oleh single mother yang diperkirakan berhubungan dengan penyesuaian diri remaja. 2. Untuk mengetahui hubungan tersebut, maka dilakukan penelitian korelasional yaitu penelitian untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut. 3. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja berusia antara 12 sampai 15 tahun, yang bersekolah di SMPK Stella Maris Surabaya dan diasuh oleh single mother yang bekerja.

8 1.3. Rumusan Masalah Dari latar belakang dan batasan masalah, maka masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut: "Apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan penyesuaian diri remaja yang diasuh oleh single mother? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan afeksi dengan penyesuaian diri remaja yang diasuh oleh single mother. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1.5.1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan teoritis tentang penyesuaian diri remaja yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan afeksi, sebagai bahan penelitian lebih lanjut untuk dapat mengembangkan teori dibidang Psikologi khususnya Psikologi Perkembangan remaja.

9 1.5.2. Manfaat praktis a. Bagi lembaga pendidikan: Sebagai sumbangan kepada para pendidik agar lebih mengetahui dan mengerti kebutuhan yang diperlukan anak didiknya berkaitan dengan pengembangan penyesuaian diri yang baik. b. Bagi orangtua: Memberikan masukan dan menambah pengetahuan bagi orangtua mengenai pemn orangtua dalam perkembangan penyesuaian diri anak sehingga orangtua dapat lebih memperhatikan hal-hal yang dapat mengembangkan atau mengharnbat penyesuaian diri rernaja.