BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber utama penerimaan pemerintah di beberapa negara pada

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan, Negara membutuhkan dana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian global terutama di Indonesia, ikut memacu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Damayanti (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. upaya perwujudannya melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pajak memiliki peran yang sangat vital dalam sebuah negara,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur sumber penerimaan dan pengeluaran negara. Rencana keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sektor, khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli. secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Resmi (2008), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan perubahan keempat Undang Undang Nomor 6 Tahun. Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. nasional berasal dari penerimaan pajak yang menyumbang sekitar 70% dari

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian bangsa. Suparmono dan Theresia Woro Damayanti (2010:1)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bagi Indonesia memiliki peran yang strategis dalam mengamankan

BAB I PENDAHULUAN. umum (Soemitro dalam Mardiasmo, 2011:1). Untuk itu pemerintah melalui

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Efektivitas sunset..., Ehrmons Fisca Purwa Winastyo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tahun 2009 (KUP) pasal 1 ayat 1 bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak

BAB I PENDAHULUAN. oleh Wajib Pajak akan masuk ke kas negara, kemudian melalui Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Wajib Pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera diperlukan pembangunan yang merata. Berdasarkan data yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. negara bukan pajak (PNBP), penerimaan pajak, dan hibah. daerahnya dengan memungut pajak. Jumlah penduduk di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. baik yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) maupun belum, di dalam lingkup

2015 PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN KINERJA ACCOUNT REPRESENTATIVE (AR) TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan pembangunan nasional yang memerlukan biaya besar yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. III.1.1. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Pajak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendengar kata Pajak, kebanyakan dari kita akan segera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan dana pembangunan. Pajak bagi pemerintah tidak hanya merupakan sumber pendapatan, tetapi juga merupakan salah satu variabel kebijaksanaan yang digunakan untuk mengatur jalannya perekonomian. Dengan pajak pemerintah dapat mengatur alokasi sumber-sumber ekonomi, mengatur laju inflasi, dan sebagainya. Oleh karena itu pajak mempunyai fungsi strategis dalam suatu negara. Data yang diperoleh dari Ditjen Pajak mengungkapkan saat ini peranan penerimaan pajak terhadap kelangsungan hidup bangsa menjadi sangat vital dimana pajak menyumbang lebih dari 90% (sembilan puluh persen) penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2013. Hal ini sejalan dengan semakin berkurangnya pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi (www.depkeu.go.id). Berdasarkan laporan tahunan Direktorat Jendral Pajak (DJP) perkembangan penerimaan pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan, namun masih belum mencapai target yang sudah 1

2 ditetapkan pemerintah. Perkembangan penerimaan pajak dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Penerimaan Pajak di Indonesia Tahun 2009-2013 (miliar rupiah) Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 1. Pajak dalam Negeri a. PPh Migas 50.043 58.872 73.095 67.916 71.381 b. PPh Nonmigas 267.571 298.172 358.026 445.733 513.509 c. PPN 193.067 230.605 277.800 336.057 423.708 d. Pajak Bumi 24.270 28.580 29.893 29.687 27.343 Bangunan e. BPHTB 6.464 8.026 - - - f. Cukai 56.718 66.166 77.080 83.226 92.004 g. Pajak Lainnya 3.116 3.968 3.928 5.632 6.342 2. Pajak Perdagangan Internasional a. Bea masuk 18.105 20.016 25.266 24.738 27.003 b. Bea Keluar 565 8.897 28.855 23.206 31.702 Penerimaan Pajak 619.922 723.307 873.874 1.016.237 1.192.994 Sumber: Departemen Keuangan

3 Belum tercapainya target pemerintah dalam penerimaan pajak disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu oknum pajak yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar, selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga merasa terusik dengan kualitas layanan kantor pajak misalnya korupsi jam kerja. KPK pun memberikan lima masukan untuk pelayanan pajak, hal tersebut disampaikan Menko Perekonomian yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani (2008): 1. Temuan KPK yang berhubungan dengan kualitas layanan kantor pajak. KPK menilai masih ada yang cukup mengganggu, seperti tingkah laku aparat, sopan santun, pelayanan, SOP pada saat jam istirahat yang seharusnya kerja malah tidak. 2. KPK melihat infrastruktur dasar SDM dan database sistem, yang merupakan evolusi perbaikan Depkeu. DJP akan terus mencoba memperbaiki terus infrastruktur database untuk mendukung kinerja Direktorat Jendral Pajak (DJP). 3. KPK menemukan hal-hal mengenai kebijakan yang tidak sempurna. Karena jangka waktu pemeriksaannya Januari-Juli 2008, banyak aturan yang berubah. Ini karena adanya perubahan UU KUP. Akan tetapi memang ada yang perlu diperbaiki peraturannya sehingga bias lebih jelas. 4. Berhubungan dengan tindak pidana korupsi. KPK melihat masih adanya aparat dan fiskus yang melakukan kerjasama. Padahal potensi dari penerimaan pajak itu masih besar kalau tidak ada kerjasama seperti itu.

4 5. KPK menunjukkan kelemahan di bidang moderanisasi perpajakan yaitu masalah pengadaan dan pengangguran khususnya di kantor-kantor pelayanan pajak. Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Adjat Djatnika mengatakan walaupun presentase tingkat penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2013 meningkat, tetapi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I penerimaan pajak belum mencapai target. Realisasi penerimaan pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) I Jawa Barat (Jabar) tahun 2010, dari target Rp12,204 triliun penerimaan pajak terealisasi 93 persen atau Rp11,315 triliun. Pada 2011, dari target Rp13,676 triliun penerimaan pajak terealisasi 89 persen atau Rp12,124 triliun. Sementara, pada 2012 dari target Rp14,340 triliun penerimaan pajak terealisasi 97 persen atau Rp13,953 triliun. Pada 2013, dari target Rp17,424 triliun penerimaan pajak terealisasi 94 persen atau Rp16,410 triliun. Adanya target penerimaan pajak yang belum tercapai dikarenakan beberapa faktor, diantaranya rendahnya kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak yang dipengaruhi oleh faktor Wajib Pajak mengalami kesulitan dalam memahami administrasi perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak, 2013). Menurut Kabid Dukungan dan Konsultasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak DJP Jabar I, Hendriyan, yang dikutip di media massa (http://ekbis.sindonews.com) pada Selasa, 9 Desember 2014 menyatakan bahwa: Dari tahun ke tahun selama lima tahun terakhir terjadi fluktuasi realisasi penerimaan pajak dan tidak pernah mencapai target realisasi

5 100%. Masih banyak kendala yang terjadi di lapangan dengan tidak terealisasinya penerimaan pajak, potensi data penerimaan pajak masih harus digali lebih dalam lagi. Selama ini, dalam melakukan penggalian potensi data kami meraba-raba. Sebab, SDM kami terbatas, karenanya harus tepat guna. Selain itu kami menyadari bahwa dilapangan terdapat perbedaan tafsir mengenai peraturan perpajakan. Kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak juga mengalami perbedaan standar, hal ini terjadi akibat perbedaan tafsir antara satu fiskus dengan fiskus lainnya yang mengakibat terjadi persinggungan antara Wajib Pajak dengan fiskus. Hal tersebut berakibat kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak menurun. Dalam melaksanakan reformasi perpajakan, pemerintah Indonesia menggunakan perubahan secara bertahap sehingga bukan kejutan besar yang terjadi, melainkan berbagai masalah yang timbul dalam proses adaptasinya. Apabila masalah-masalah ini tidak ditindak lanjuti, maka akan berakibat pada ketidakpatuhan Wajib Pajak. Masalah yang terjadi antara lain ketidaktahuan maupun ketidakmampuan Wajib Pajak dalam melakukan perubahan. Misalnya, banyak Wajib Pajak yang tidak paham tentang aturan-aturan baru dalam sebuah perubahan undang-undang pajak. Keterbatasan pengetahuan dan informasi (tax knowledge) dari Wajib Pajak seringkali menjadi penyebab utamanya (Verani et al : 2011). Kelemahan adminsitrasi perpajakan modern disebabkan oleh belum optimalnya upaya reformasi administrasi yang dilakukan khususnya yang berkaitan dengan reformasi struktur, prosedur, strategi, dan budaya sehingga

6 reformasi administrasi yang dilakukan selama ini masih terfokus pada reformasi administrasi dari aspek reorganisasi dengan memperbesar struktur organisasi, memperbanyak jumlah pegawai dan memperbanyak jalur prosedur (Hendroharto, 2006). Sebagai konsekuensi semakin dominannya peranan pajak dalam penerimaan negara, pemerintah memperbaiki perangkat perundang-undangan yang mengatur reformasi perpajakan di Indonesia sehingga lebih dapat menjamin kepastian hukum bagi warga negara baik sebagai pembayar pajak maupun petugas pajak. Penilaian keberhasilan penerimaan pajak menurut Nasucha (2004) dalam Rahayu dan Lingga (2009) perlu memperhatikan pencapaian sasaran administrasi perpajakan, antara lain: peningkatan kepatuhan para pembayar pajak, pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Sedangkan menurut Diana Sari (2013:8), reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga (3) bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu (1) bidang administrasi melalui reformasi administrasi perpajakan, (2) bidang peraturan dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan, dan (3) bidang pengawasan dengan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Menurut Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-45/PJ/2007 salah satu tujuan pokok reformasi administrasi perpajakan adalah peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak dan seluruh stakeholder perpajakan. DJP berkomitmen untuk membangun kembali citra baik dengan mengimplementasikan

7 nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu integritas, profesialisme, sinergi, pelayanan dan kesempurnaan. Selain itu tujuan reformasi administrasi perpajakan agar tercapainya tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, dan produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi (www.pajak.go.id). Menurut Nasucha (2004) reformasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat. Sedangkan menurut Lumbantoruan (1997) dalam Rapina, dkk. (2011), administrasi perpajakan ialah cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Dalam arti sempit, administrasi perpajakan merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat Wajib Pajak. Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: (1) fungsi, (2) sistem, (3) lembaga. Penerapan reformasi administrasi perpajakan modern pertama kali ditandai dengan dibentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jendral Pajak Wajib Pajak Besar yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar satu dan KPP Wajib Pajak Besar Dua yang mulai beroperasi sejak 9 September 2002. Kanwil dan KPP Wajib Pajak Besar secara khusus menangani administrasi perpajakan Wajib Pajak Besar Badan tingkat nasional dengan kriteria peredaran usaha, pembayaran pajak atau jumlah tunggakan pajak yang besar. Dengan adanya reformasi administrasi perpajakan sejak tahun 2002 dilakukan moderanisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terjadi perubahan paradigma unit operasional

8 Ditjen Pajak. Saat itu, dibentuk unit KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayer Office, LTO), sebagai awal mulanya. Kemudian hal yang sama dikembangkan lagi pada tahun 2003 dan 2004 dengan model KPP madya (Medium Taxpayers Office, MTO), yang diterapkan di KPP khusus (BUMN, PMA, Badan dan Orang asing). Selanjutnya pada tahun 2005 dengan model KPP Pratama (Small Taxpayers Office, STO). Pada tahun 2006 dilakukan moderanisasi Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak dan pembentukan KPP Madya diseluruh Kanwil Direktorat Jendral Pajak sehingga pada tahun 2009 penerapan sistem administrasi perpajakan modern sampai dengan pembentukan KPP Pratama direncanakan sudah dapat beroperasi di seluruh Indonesia. Reformasi administrasi yang baik merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan kebijakan perpajakan. Selain itu, visi yang jelas dan definitif serta rencana dan strategi yang tepat juga mutlak diperlukan untuk mengawali keberhasilan penerimaan pajak. Singkatnya, definisi yang jelas tentang pembaharuan sistem administrasi perpajakan serta rencana dan strategi yang dirancang secara rinci dan cermat merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya realisasi penerimaan pajak yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Ricki (2013) dalam Rahayu dan Lingga (2009) dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan. Untuk mengukur kualitas pelayanan dilakukan reformasi perpajakan yang mencakup reformasi kebijakan dan administrasi. Pemerintah melakukan reformasi

9 perpajakan ini sebenarnya adalah untuk meningkatkan tax ratio. Namun tujuan itu tidak akan tercapai hanya dengan perubahan undang-undang saja, harus disertai pembenahan administrasi yang dapat menumbuhkan kepatuhan Wajib Pajak dengan mengubah persepsi dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Selain itu tujuan reformasi dan moderanisasi adalah memberikan pelayanan yang lebih baik, nyaman, ramah, mudah, efisien, tidak berbelit-belit sehingga Wajib Pajak tidak beranggapan bahwa membayar pajak itu merupakan hal yang berbelitbelit yang harus dihindari (Liberti Pandiangan, 2008). Sekarang langkah reformasi terhadap sistem administrasi perpajakan layak disebut sebagai langkah strategis. Sebab disatu sisi, paling tidak langkah ini diharapkan mampu menjawab tuntutan perkembangan di era teknologi informasi dalam jangka menengah. Sedangkan disisi lain yang jauh lebih penting, langkah ini dinilai mampu menjembatani kesenjangan antara pemenuhan kewajiban perpajakan para Wajib Pajak dengan realisasi penerimaan pajak yang diharapkan. Terlebih pada era sekarang ini, dimana masyarakat sudah semakin kritis dan sadar akan hak-haknya, maka kebutuhan akan transparansi dan akuntabilitas layanan publik menjadi salah satu faktor penting yang turut membentuk citra pemerintahan, khususnya citra aparatur perpajakan dimata masyarakat. Dengan demikian langkah reformasi perpajakan yang sedang dan akan terus berlangsung ini sudah seharusnya apabila senantiasa dikawal oleh semua pihak agar berjalan sesuai dengan harapan kita bersama (Tedy Iswahyudi:2004). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis terpacu untuk meneliti Pengaruh Modernisasi Struktur Organisasi, Modernisasi

10 Prosedur Organisasi, Modernisasi Strategi Organisasi, dan Modernisasi Budaya Organisasi terhadap Penerimaan Pajak pada 3 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap penerimaan pajak pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I secara simultan. 2. Bagaimana pengaruh struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap penerimaan pajak pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I secara parsial. 1.3 Tujuan Penelitian ini adalah: Berdasarkan perumusan masalah yang dibuat maka tujuan dalam penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh struktur organisasi, prosedur organsisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap penerimaan pajak

11 pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I secara simultan. 2. Untuk mengetahui pengaruh struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap penerimaan pajak pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I secara parsial. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1.4.1 Aspek Teoris Hasil analisa dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan dalam bidang perpajakan dan dapat menjadi referensi yang berguna mengenai pengaruh struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap penerimaan pajak pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I dan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah referensi dan pemenuhan informasi dalam rangka memperkaya untuk menambah referensi dan pemenuhan informasi dalam rangka memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi peneliti selanjutnya dalam lingkup perpajakan.

12 1.4.2 Aspek Praktis Kegunaan praktis yang ingin dicapai dalam penerapan pengetahuan sebagai hasil penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Memberikan masukan yang berguna untuk mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan selanjutnya yang berkaitan langsung dengan penerimaan pajak pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor wilayah DJP Jawa Barat I kepada Wajib Pajak. 2. Memberikan informasi bagaimana pengaruh struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap penerimaan pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak pada 3 KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 sampai dengan bulan Januari 2016 di 3 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I terdiri dari: 1. KPP Pratama Bandung Karees, Jalan Kiaracondong No. 372 Bandung 2. KPP Pratama Bandung Cibeunying, Jalan Purnawarman No. 21 Bandung 3. KPP Pratama Bandung Bojonagara, Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung