II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Antibiotik merupakan substansi yang sangat. bermanfaat dalam kesehatan. Substansi ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif. yang normalnya hidup sebagai flora normal di sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. Enterobacteriaceae merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

Bab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga dikenal sebagai Hospital-acquired infection atau sekarang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

Staphylococcus aureus

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI MENGHASILKAN ANTIBIOTIK TERHADAP Escherichia coli MULTIRESISTEN SKRIPSI

Nama : Tiwi Anggraini NIM : Kelas : C PENYAKIT LEGIONAIRE

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Escherichia Coli pertama kali diidentifikasi oleh dokter hewan Jerman,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

II. TINJAUAN PUSTAKA. infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien dirawat di rumah

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae : Klebsiella Species : Klebsiella pneumoniae (Ramsey, 2011) Klebsiella pneumonia merupakan bakteri Gram negatif berukuran 2,0 3,0 x 0,6 µm, merupakan flora normal pada saluran usus dan pernafasan, hidup fakultatif anaerob. Klebsiella pneumonia mempunyai kapsul yang besar sehingga pada kultur koloninya terlihat sangat mukoid. Klebsiella pneumonia menyebabkan infeksi pada paru-paru misalnya pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis pada penderita dengan daya tahan tubuh yang lemah (Brooks et al., 2005).

11 Isolat dari rumah sakit sering menampilkan fenotipe resisten antibiotik, sementara isolat resisten dan unsur-unsur genetik juga bisa menyebar ke komunitas. Infeksi nosokomial disebabkan oleh sangat beragamnya strain Klebsiella pneumonia yang merupakan patogen oportunis, bukan patogen sebenarnya, karena kebanyakan mempengaruhi pasien dengan sistem imun yang lemah. Sebaliknya, infeksi komunitas serius karena Klebsiella pneumonia dapat mempengaruhi orang-orang sehat. Secara historis, Klebsiella pneumonia digambarkan sebagai agen Friedlander s pneumoniae, yaitu radang paru-paru berat dari pneumonia lobar dengan angka kematian yang tinggi. Klebsiella pneumonia masih salah satu penyebab utama pneumonia komunitas di beberapa negara (Brisse et al., 2009). Faktor-faktor yang terlibat dalam virulensi dari strain Klebsiella pneumonia termasuk serotipe kapsuler, lipopolisakarida, sistem ironscavenging, adhesin fimbrial dan non-fimbrial. Kapsul polisakarida yang mengelilingi Klebsiella pneumonia melindungi terhadap aksi fagositosis dan bakterisidal serum dan dapat dianggap sebagai penentu virulensi yang paling penting dari Klebsiella pneumonia (Brisse et al., 2009). B. Sefalosporin Generasi Ketiga: seftazidim dan sefotaksim Cephalosporium acremonium, sumber awal senyawa sefalosporin diisolasi tahun 1948 oleh Brotzu dari laut di dekat saluran pembuangan air di pesisir Sardinia. Filtrat kasar kultur jamur ini diketahui dapat menghambat

12 pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi stafilokokus dan demam tifoid pada manusia (Goodman and Gilman, 2008). Cara kerja sefalosporin analog dengan penisilin yaitu: (1) pengikatan pada protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang bertindak sebagai reseptor obat pada bakteri; (2) menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi peptidoglikan; (3) mengaktifkan enzim autolitik dalam dinding sel yang menyebakan rudapaksa sehingga bakteri mati (Goodman and Gilman, 2008). Sefotaksim sangat sensitif terhadap banyak bakteri betalaktamase (tetapi bukan spektrum yang diperluas) dan memiliki aktivitas yang baik terhadap banyak bakteri aerob Gram positif dan negatif. Sefotaksim memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 1 jam, dan obat hendaknya diberikan setiap 4 hingga 8 jam untuk infeksi yang serius. Obat ini dimetabolisme secara in vivo menjadi desasetil-sefotaksim yang tidak begitu aktif terhadap sebagian besar mikroorganisme dibandingkan senyawa induknya (Goodman and Gilman, 2008). Seftazidim memiliki aktivitas terhadap mikrorganisme Gram positif sebesar seperempat hingga setengah aktivitas sefotaksim berdasarkan bobot. Aktivitasnya terhadap Enterobacteriaceae sangat mirip dengan sefotaksim. Namun, ciri pembeda utamanya adalah aktivitas terhadap Pseudomonas dan

13 bakteri Gram negatif lainnya yang sangat baik. Waktu paruhnya dalam plasma sekitar 1,5 jam dan obat ini tidak dimetabolisme (Goodman and Gilman, 2008). Resistensi terhadap sefalosporin dapat terjadi karena: (1) penetrasi kurang pada bakteri; (2) kurangnya PBPs terhadap obat spesifik; (3) penghancuran obat oleh betalaktamase; (4) timbulnya betalaktamase khusus selama pengobatan pada batang Gram negatif tertentu (strain Enterobakter, Serratia, Pseudomonas); (5) gagalnya aktivasi enzim autolitik dalam dinding sel (Katzung, 2004). C. Extended Spectrum Beta Laktamase (ESBL) 1. Defenisi Enzim ESBL dikenal sebagai extended-spectrum karena mampu menghidrolisis spektrum yang lebih luas dari antibiotik betalaktam. Enzim ini merupakan betalaktamase yang diperantarai plasmid yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan antibiotik betalaktam yang mengandung kelompok oxyimino seperti oxyimino-sefalosporin (contoh seftazidim, seftriakson, sefotaksim) serta oxyimino-monobaktam (aztreonam). Tidak aktif terhadap sefamiksin dan karbapenem dan umumnya dihambat oleh inhibitor betalaktamase seperti klavulanat dan tazobaktam (Al-Jasser, 2006).

14 2. Bakteri penghasil enzim ESBL Enzim ESBL telah ditemukan pada berbagai macam bakteri Gram batang negatif. Namun, sebagian besar strain yang mengekspresikan enzim ini berasal dari famili Enterobctericeae. Klebsiella pneumonia tampaknya tetap menjadi produser enzim ESBL utama. Bakteri lain yang sangat penting adalah Escherichia coli. Bakteri lain yang memiliki insidensi yang meningkat terhadap enzim ESBL adalah Salmonella spp. Produser enzim ESBL non -Enterobacteriaceae relatif jarang dengan Pseudomonas aeruginosa sebagai organisme yang paling penting. Enzim ESBL juga telah dilaporkan pada Acinetobacter spp, Burkholderia cepacia, dan Alcaligenes fecalis (Al-Jasser, 2006). 3. Asal dan penentu genetik enzim ESBL Jenis enzim ESBL yang paling umum telah berevolusi melalui mutasi titik pada asam amino dalam induk enzim TEM (Temoneira) dan SHV (Sulfhydyl varible). TEM-1 adalah betalaktamase yang paling umum dihadapi pada bakteri Gram negatif. Hampir 90% dari resistensi ampisilin pada Escherichia coli adalah karena produksi TEM-1 yang mampu menghidrolisis penisilin dan sefalosporin generasi awal. Betalaktamase SHV-1 paling sering ditemukan pada Klebsiella pneumonia dan bertanggung jawab terhadap 20% resistensi ampisilin yang diperantarai plasmid (Paterson and Bonomo, 2005).

15 Tekanan seleksi yang mendorong munculnya enzim ESBL biasanya dikaitkan dengan penggunaan intensif betalaktam-oxyimino, terutama sefalosporin generasi ketiga. Tekanan konstan atau fluktuatif dari berbagai antibiotik betalaktam termasuk beragam senyawa oxyimino serta penisilin dan generasi awal sefalosporin dilaporkan mempengaruhi variasi enzim ESBL (Al-Jasser, 2006). 4. Jenis enzim ESBL TEM ß - laktamase: Isolat Klebsiella pneumonia yang terdeteksi di Perancis pada awal 1984 ditemukan mengandung betalaktamase baru yang dimediasi plasmid. Beberapa mutan TEM betalaktamase mempertahankan kemampuan untuk menghidrolisis sefalosporin generasi ketiga tetapi juga menunjukkan resistensi terhadap inhibitor betalaktamase yang disebut sebagai mutan TEM kompleks (CMT-1 sampai 4). Enzim ESBL tipe TEM paling sering ditemukan pada E.coli dan Klebsiella pneumonia (Al-Jasser, 2006). SHV ß - laktamase: Enzim ESBL tipe SHV dapat ditemukan dalam isolat klinis lebih sering dari pada jenis enzim ESBL lainnya. Residu serin penting untuk efisiensi hidrolisis seftazidim dan residu lisin sangat penting untuk efisiensi hidrolisis sefotaksim (Paterson and Bonomo, 2005).

16 CTX - M ß - laktamase: Nama CTX mencerminkan potensi aktivitas hidrolitik betalaktamase ini terhadap sefotaksim (Pitout and Laupland, 2008). D. Uji Saring ( screening) Terhadap Enzim Extended Spectrum β-laktamase (ESBL) Uji saring (screening) terhadap enzim Extended Spectrum β-laktamase (ESBL) adalah uji awal untuk mengetahui apakah isolat Klebsiella pneuomonia yang berhasil diisolasi adalah isolat yang resisten, intermediet, atau sensitif terhadap sefalosporin generasi ketiga. Untuk mengetahui apakah isolat resisten atau sensitif dapat diketahui dengan standar kepekaan yang dikeluarkan oleh CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute ) (Paterson and Bonomo, 2005). Metode Kirby-Bauer dan modifikasinya menggunakan tiga kategori kepekaan, seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Sensitif. Suatu organisme disebut "sensitif terhadap suatu antimikroba bila infeksi yang disebabkannya cenderung merespon pengobatan dengan antimikroba ini pada dosis yang dianjurkan. Intermediet. Kepekaan intermediet diterapkan pada galur-galur yang "peka sedang" terhadap suatu antimikroba dengan dosis yang lebih tinggi (misalnya, betalaktam) karena toksisitasnya yang rendah atau karena zat antimikroba

17 tersebut terkonsentrasi pada fokus infeksinya. Pada keadaan ini, kategori intermediet berperan sebagai zona penyangga (buffer zone) antara sensitif dan resisten. Resisten. Istilah ini menunjukkan bahwa organisme diperkirakan tidak berespon terhadap antimikroba tersebut, tanpa memandang dosis dan lokasi infeksi (Vandepitte et al., 2010). Tabel 1. Interpretasi ukuran zona untuk bakteri yang cepat tumbuh menggunakan teknik Kirby-Bauer yang dimodifikasi. Agen antimikroba Diameter zona inhibisi (mm) Potensi cakram Resisten lntermedie Sensitif Sefotaksim 30 µg 14 mm 15-22 mm 23mm Seftazidim 30 µg 14 mm 15-17 mm 18 mm Sumber: Vandepitte et al. Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis. (2010). E. Uji Konfirmasi Terhadap ESBL Dengan Metode Double Disk Synergy Test Uji konfirmasi ini menggunakan disk antibiotika seftazidim 30 µg, sefotaksim 30 µg, dan amoksisilin klavulanat 20/10 µg. Disk amoksisilin klavulanat 20/10 µg diletakkan di tengah dan sefotaksim dan seftazidim di kiri kanan dengan jarak 15-20 mm dari disk amoksiklav 20/10 µg. Peningkatan zona hambat ke arah disk yang mengandung amoksiklav merupakan hasil test yang positif terhadap enzim ESBL (Ahmed et al., 2010).