PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN KENDAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 810 TAHUN : 2011

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

-1- BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Peraturan...

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN PEMALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 5 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN TAHUN: 2011 NOMOR : 2 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 4..TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 02 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 SERI E. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR : 09.TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 02 TAHUN 2012

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BUPATI LUWU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN 2013 T E N T A N G PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2014 SERI E NOMOR TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURANDAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2010 NOMOR 6

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PENAATAN HUKUM LINGKUNGAN

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup merupakan karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilindungi dan dilestarikan agar tetap menjadi sumber dan penunjang hidup manusia dan makhluk hidup lainnya baik generasi sekarang maupun generasi mendatang; b. bahwa pembangunan dan berbagai kegiatan manusia yang makin meningkat mengandung risiko terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, sumber air dan ruang terbuka hijau yang dapat mengakibatkan menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup perlu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan; c. bahwa kegiatan pembangunan di Kabupaten Batang meninbulkan berbagai permasalahan lingkungan hidup yang potensi terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat dan pembangunan berkelanjutan d. bahwa dalam rangka mengelola kegiatan pembangunan di Kabupaten Batang dengan kondisi sumber daya alam yang terbatas, serta untuk mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan hidup perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup secara komprehensif, taat asas, terpadu, berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa - 1 -

Mengenai Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); 7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557); 9. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 10. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 11. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043); 12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 16. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 17. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381); - 2 -

21. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3866); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanaman Untuk Produksi Biomassa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4068); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3409); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4733); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 32. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 33. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2007 Nomor 5 Seri E Nomor 2); 34. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2005 Nomor 2 Seri E Nomor 1); 35. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2008 Nomor 1 Seri E Nomor 1); - 3 -

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG dan BUPATI BATANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Batang. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batang. 4. Bupati adalah Bupati Batang. 5. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 6. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 7. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 8. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut RPPLH adalah Perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. 9. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup. 10. Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 11. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. 12. Pelestarian Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. 13. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. 14. Pelestarian Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya. - 4 -

15. Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 16. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. 17. Pengendalian Pencemaran adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran serta pemulihan mutu lingkungan hidup agar sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup. 18. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. 19. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. 20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 21. Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. 22. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3 23. Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. 24. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 25. Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan. 26. Analisis Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut ANDAL adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. 27. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RKL, adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. 28. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RPL, adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan /atau kegiatan. 29. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan 30. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang kearah pelestarian fungsi lingkungan hidup. 31. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan, yang selanjutnya disebut SPPL adalah, surat yang dibuat dan ditandatangani oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang berisi pernyataan kesanggupan untuk memenuhi segala ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan. 32. Air limbah, yang dapat juga disebut Limbah Cair, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak dimanfaatkan lagi dalam proses produksi atau barang buangan sebagai sampah dalam bentuk cair. 33. Limbah Padat adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak dimanfaatkan lagi dalam proses produksi atau barang buangan sebagai sampah, sisa pengapalan (shipping) bahan baku dan bahan penolong atau jenis limbah padat lainnya yang bernilai ekonomis tidak berbahaya atau residu yang tidak diperhitungkan sebagai limbah yang dihasilkan industri tetapi dimungkinkan untuk dipergunakan kembali (re-use) atau didaur ulang (re-cycling). - 5 -

34. Limbah Medis adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan pelayanan medis, perawatan, gigi, veteranary, farmasi atau yang sejenis, penelitian pengobatan/perawatan yang menggunakan bahan beracun, infeksius, berbahaya atau bisa membahayakan. 35. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang terdiri atas pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan /atau pengolahan sampah. 36. Pengurangan Sampah adalah kegiatan mengurangi semaksimal mungkin timbulan sampah dari kegiatan sehari-hari yang dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang dan menggunakan kembali. 37. Pemilahan Sampah adalah kegiatan pemisahan sampah untuk dikelola lebih lanjut sesuai dengan jenis dan kebutuhannya. 38. Pengangkutan Sampah adalah kegiatan memindahkan sampah dari tempat penyimpanan sementara ke tempat pengolahan akhir. 39. Pengolahan Sampah adalah proses untuk mengubah karasteristik, dan komposisi sampah untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun. 40. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu 41. Tempat Pembuangan Sementara adalah tempat penampungan sampah untuk jangka waktu tertentu yang berada di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan sebelum diangkut ke tempat pengolahan akhir. 42. Tempat Pemprosesan Akhir adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. 43. Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan/ atau berasal dari sumber air, yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil. 44. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. 45. Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. 46. Air Permukaan adalah air yang berada di atas permukaan bumi, tidak termasuk air laut. 47. Beban Pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung didalam median lingkungan hidup. 48. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan media lingkungan hidup, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan media lingkungan hidup tersebut menjadi cemar. 49. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah atau limbah cair yang akan dibuang atau dilepas dari suatu usaha dan atau kegiatan. 50. Sumur Resapan Air Hujan adalah sarana untuk penampungan air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah. 51. Konservasi Air adalah segala upaya untuk pelestarian dan atau pengawetan sumber daya air, agar air tetap tersedia dalam jumlah yang cukup secara berkesinambungan dan terjaga kualitasnya. 52. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. 53. Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. 54. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. 55. Ruang Terbuka Hijau adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan/atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan/atau budidaya pertanian. 56. Audit Lingkungan Hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penangungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. - 6 -

57. Komisi Penilai adalah komisi yang bertugas menilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup. 58. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 59. Izin Usaha dan/atau Kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan. 60. Izin Pembuangan Air Limbah, adalah izin yang diberikan terhadap kegiatan pembuangan air limbah yang sudah diolah terlebih dahulu sehingga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. 61. Indeks Standar Pencemar Udara atau ISPU adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi mutu udara ambient di lokasi tertentu, yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. 62. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. 63. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. 64. Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. 65. Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut PPNS, adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah. BAB II ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP Bagian kesatu Asas Pasal 2 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: a. tanggung jawab negara; b. kelestarian dan keberlanjutan; c. keserasian dan keseimbangan; d. keterpaduan; e. manfaat; f. kehati-hatian; g. keadilan; h. ekoregion; i. keanekaragaman hayati; j. pencemar membayar; k. partisipatif; l. kearifan lokal; m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan n. otonomi daerah. Bagian kedua Tujuan Pasal 3-7 -

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan: a. Melindungi wilayah Daerah dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia. c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem. d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup. f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan. g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, dan i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan. j. Mengantisipasi isu lingkungan global Bagian ketiga Sasaran Pasal 4 Sasaran perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah: a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara perilaku manusia dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. terwujudnya sikap dan perilaku masyarakat yang peduli lingkungan hidup, bersih, sehat, serta memiliki sikap dan tindakan melindungi dan membina lingkungan hidup; c. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan dan terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d. terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; e. terjaminnya keseimbangan antara pelaksanaan pembangunan dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup; f. terciptanya kebijakan Pemerintah Daerah yang berwawasan lingkungan; g. meningkatnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup; h. meningkatnya kesadaran serta tertib hukum lingkungan masyarakat dalam melaksanakan usaha dan kegiatannya; i. terlindunginya wilayah Daerah terhadap dampak usaha dan atau kegiatan di dalam dan di luar wilayah yang menyebabkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup. Bagian keempat Ruang Lingkup Pasal 5 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f. penegakan hukum. BAB III KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 6 (1) Kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara komprehensif, terpadu, konsisten dan berkelanjutan melalui kebijakan : - 8 -

a. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat usaha dan/atau kegiatan baik berupa limbah cair ataupun limbah B3 yang dapat mengganggu ekosistem perairan; b. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat limbah domestik yang dapat mengganggu ekosistem perairan serta nilai estetika; c. Perlindungan ruang terbuka hijau dan sumber-sumber air; d. Pengelolaan sampah rumah tangga melalui upaya pengurangan, guna ulang dan daur ulang; e. mengupayakan ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas wilayah; f. Pengembangan kearifan lokal dalam pengendalian lingkungan hidup. (2) Pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan hasil kajian lingkungan hidup. Pasal 7 Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan dengan upaya sebagai berikut : a. peningkatan kualitas sumber daya aparatur; b. penguatan kelembagaan; c. penyediaan sarana dan prasarana yang memadai; d. peningkatan partisipasi masyarakat; e. penyediaan informasi lingkungan hidup; f. peningkatan kerjasama dan kemitraan yang efektif, efisien dan saling menguntungkan; g. penyediaan perangkat hukum serta aparatur penegak hukum. BAB IV PERENCANAAN Pasal 8 Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: a. inventarisasi lingkungan hidup; b. penetapan wilayah ekoregion; dan c. penyusunan RPPLH. Bagian Kesatu Inventarisasi Lingkungan Hidup Pasal 9 (1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a adalah inventarisasi lingkungan hidup Daerah (2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan; e. bentuk kerusakan; dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan. Bagian Kedua Penetapan Wilayah Ekoregion Pasal 10-9 -

(1) Wilayah Ekoregion di Daerah ditetapkan oleh Bupati. (2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan : a. karakteristik bentang alam; b. daerah aliran sungai; c. iklim; d. flora dan fauna; e. sosial budaya; f. ekonomi; g. kelembagaan masyarakat; dan h. hasil inventarisasi lingkungan hidup. Pasal 11 Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam. Bagian Ketiga Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 12 RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c adalah RPPLH Daerah dan disusun berdasarkan: a. RPPLH provinsi; b. inventarisasi tingkat ekoregion di wilayah Daerah. Pasal 13 (1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b disusun oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya. (2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan: a. keragaman karakter dan fungsi ekologis; b. sebaran penduduk; c. sebaran potensi sumber daya alam; d. kearifan lokal; e. aspirasi masyarakat; dan f. perubahan iklim. (3) RPPLH memuat rencana tentang: a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. (4) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah. Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan penetapan ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11, diatur dengan peraturan Bupati BAB V PEMANFAATAN Pasal 15-10 -

(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. (2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan: a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. (3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ekoregion di wilayah Daerah ditetapkan dengan keputusan Bupati. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENGENDALIAN Pasal 16 (1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan. (3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.. Bagian kesatu Pencegahan Pasal 17 Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: a. KLHS; b. tata ruang; c. Baku mutu lingkungan hidup; d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; e. Amdal; f. UKL-UPL; g. perizinan; h. instrumen ekonomi lingkungan hidup; k. Analisis risiko lingkungan hidup; l. audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. Paragraf 1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pasal 18 (1) Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. - 11 -

(2) Pemerintah Daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi: a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Kabupaten; dan b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. (3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme: a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. (4) KLHS memuat kajian antara lain: a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Pasal 19 (1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. (2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, a. kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi. Pasal 20 (1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan KLHS diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 2 Tata Ruang Pasal 21 (1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. (2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Paragraf 3 Baku Mutu Lingkungan Hidup Pasal 22 (1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. (2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi: - 12 -

a. baku mutu air; b. baku mutu air limbah; c. baku mutu air laut; d. baku mutu udara ambien; e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan; dan g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup, dan b. mendapat izin dari Bupati sesuai dengan kewenangannya. Paragraf 4 Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup Pasal 23 (1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. (2) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. (3) kriteria baku kerusakan kerusakan ekosistem meliputi: a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa. b. kriteria baku kerusakan terumbu karang. c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. d. kriteria baku kerusakan mangrove. e. kriteria baku kerusakan padang lamun. f. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (4) kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter antara lain: a. kenaikan temperatur. b. kenaikan muka air laut. c. badai, dan/atau d. kekeringan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 5 Amdal Pasal 24 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. (2) Ketentuan kriteria dampak penting, jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal sebagaimana ketentuan ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Dampak penting ditentukan berdasarkankriteria: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampakberlangsung; d. anyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. - 13 -

Pasal 25 Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas: a. pengubahan bentuk lahan danbentang alam; b. eksploitasi sumber daya alam, baikyang terbarukan maupun yang tidak terbarukan; c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya; d. roses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya; e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,hewan, dan jasad renik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati; h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup. Pasal 26 (1) Dokumen amdal memuat: a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan; c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan; e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. (2) AMDAL meliputi keseluruhan proses penyusunan: a. Kerangka acuan bagi penyusunan Analisis Dampak Lingkungan; b. Analisis Dampak Lingkungan; c. Rencana Pengelolaan Lingkungan; dan d. Rencana Pemantauan Lingkungan. (3) Penyusunan analisis mengenai dampak besar dan penting lingkungan hidup dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu, atau kegiatan dalam kawasan. (4) ketentuan lebih lanjut mengenai amdal dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 27 (1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh bupati sesuai dengan kewenangannya. (2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Bupati sesuai dengan kewenangannya. (3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 28 (1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait; c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; - 14 -

d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan f. organisasi lingkungan hidup. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan secretariat yang dibentuk untuk itu. (3) Pakar independen dan secretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh bupati sesuai dengan kewenangannya. Pasal 29 Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai, Bupati menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya. Pasal 30 (1) Pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. (2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal. (3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 31 Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Paragraf 6 UKL-UPL Pasal 32 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL. (2) Bupati menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL. Pasal 33 (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL). (2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria: a. tidak termasuk dalam kategori berdampak penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1); dan b. kegiatan usaha mikro dan kecil. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan Keputusan Bupati Paragraf 7 Perizinan Pasal 34-15 -

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan; (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; (3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; (4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan diatur dengan Peraturan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 Setiap pemberian izin usaha dan/atau kegiatan wajib mendasarkan pada ketentuan baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pasal 36 (1). Prosedur untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pasal 34 ayat (1) diatur sebagai berikut : a. mengajukan secara tertulis dengan dilengkapi data, dokumen dan informasi sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan perizinan; b. Data, dokumen dan informasi sebagai kelengkapan persyaratan izin sebagaimana dimaksud huruf a, jelas, lengkap, akurat dan benar; dan c. Seluruh data, dokumen dan informasi harus dibuat salinannya kemudian diserahkan kepada penjabat yang berwenang (2). Proserdur perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didasarkan pada : a. Batas waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan b. Penghitungan batas waktu sebagaimana huruf a dilakukan setelah semua persyaratan dinyatakan lengkap. (3) Penerimaan permohonan izin tidak dapat dimulai apabila pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan sebagaimana pada ayat (1). (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah diputuskan dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (5) Apabila peraturan perundang-undangan tidak menentukan jangka waktu penyelesaian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka ditentukan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari keputusan harus sudah diterbitkan (6) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa persetujuan atau penolakan penerbitan izin melakukan usaha; (7) Penolakan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disertai dengan alasan dan penjelasan tertulis. (8) Bupati sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL. (9) Permohonan izin bersifat terbuka untuk umum. Pasal 37 (1) Dalam proses perizinan masyarakat yang diperkirakan akan terkena dampak berhak mengajukan keberatan, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Mengajukan keberatan dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, dan dapat diperpanjang hingga 60 ( enam puluh ) hari; dan b. Pengajuan keberatan dituangkan dalam bentuk tertulis yang dapat disampaikan dalam forum dengar pendapat. (2) Pemberian izin wajib mempertimbangkan keberatan yang diajukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Pertimbangan dan jawaban terhadap keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan keberatan. - 16 -

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan dan prosedur izin diatur dengan peraturan daerah tersendiri Pencabutan Izin Pasal 38 (1). Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. (2). Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara. Paragraf 9 Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup Pasal 39 Setiap penyusunan peraturan perundangundangan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perda ini. Paragraf 10 Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup Pasal 40 Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai: a. kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan b. program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup. Pasal 41 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau kerusakan pada saat undang-undang ini ditetapkan, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup Paragraf 11 Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup Pasal 42 (1) Instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi : a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan/atau disinsentif. (2) Penerapan instrumen ekonomi lingkungan hidup dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paragraf 9-17 -

Analisis Risiko Lingkungan Hidup Pasal 43 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. (2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengkajian risiko; b. pengelolaan risiko; dan/atau c. komunikasi risiko. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan hidup dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Penanggulangan Pasal 44 (1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian ketiga Pemulihan Pasal 45 (1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. (2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 (1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. (2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Bupati. (3) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan. - 18 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan paraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 47 (1) Bupati mengkoordinasikan dan melaksanakan Pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada sumber pencemar serta jenis pencemar. (2) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada sumber pencemar sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran tanah, air permukaan, air tanah, laut, udara, kebisingan, getaran, kebauan dan radiasi. (3) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada jenis pencemar sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan penanganan terhadap : a. limbah cair, limbah padat, emisi, kebisingan, getaran, kebauan, dan radiasi dari usaha dan/atau kegiatan; b. residu bahan kimia pada tanah dan air, tanaman, bahan pangan dan pangan; c. B-3 serta limbah B-3; d. Bahan perusak ozon, di tempat asal bahan dan pemakaian di tempat usaha dan/atau kegiatan; e. Pemasaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida. (4) Pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan ketentuan baku mutu lingkungan hidup dan peraturan perundangundangan. (5). Tata cara pelaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan paraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 48 Bupati wajib memfasilitasi pengelolaan limbah secara terpadu terhadap usaha dan/atau kegiatan industri kecil dan/atau domestik sesuai dengan kemampuan daerah. Pasal 49 (1) Pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan yang tercemar wajib dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran. (2) Pelaksanaan pencegahan, penanggulangan dan pemulihan lingkungan akibat pencemaran lingkungan hidup dilakukan evaluasi bersama para pemangku kepentingan yang terkait. Pasal 50 Bupati melaksanakan koordinasi, pembinaan, evaluasi dan pengendalian penanganan limbah padat domestik. Pasal 51. (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah wajib : a. memiliki izin pembuangan air limbah; b. mengolah semua air limbah dan membuang sesuai dengan baku mutu yang dipersyaratkan; c. melaporkan hasil pengolahan air limbah meliputi debit, kadar, dan beban pencemaran secara berkala paling lama 1 (satu) bulan sekali kepada Bupati; - 19 -