PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON /IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PANJANG TULANG FEMUR DAPAT MENJADI PENENTU TINGGI BADAN PRIA DEWASA MUDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membantu penyidik dalam memenuhi permintaan visum et repertum, untuk

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TELAPAK TANGAN TESIS ISMURRIZAL / IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN ATAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif, serta terdiri atas ratusan otot, tendon, dan ligamen. Kaki manusia dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai

PENENTUAN UMUR BERDASARKAN OBLITERASI SUTURA TESIS OLEH INDRA SYAKTI NASUTION / IKK PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KORELASI PANJANG RADIUS DENGAN TINGGI BADAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT ANGKATAN 2010

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

MENENTUKAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG TUNGKAI ATAS TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Hubungan panjang klavikula dan tinggi badan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat angkatan 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik (non-eksperimental)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai

HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG FEMUR PADA ETNIS SANGIHE DI MADIDIR URE. Novitasari Mangayun

KORELASI PANJANG LENGAN ATAS DENGAN TINGGI BADAN PADA WANITA SUKU BANJAR

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALATIHAN SOAL BAB 15

PERBEDAAN RASIO D2:D4 ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU. Oleh : RATNA MARIANA TAMBA

PENENTUAN INDEKS KEPALA DAN WAJAH ORANG INDONESIA BERDASARKAN SUKU DI KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALatihan Soal 3.1

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN dan OSTEOLOGI UMUM. by : Hasty Widyastari

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

ABSTRAK HUBUNGAN TINGGI BADAN DENGAN PANJANG TULANG LENGAN PADA POPULASI DEWASA DI DENPASAR

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

RPP KELAS KONTROL. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

BAB IV METODE PENELITIAN

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 1. Ilmu kesehatan anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

GERAK PADA HEWAN DAN MANUSIA DAPAT TERJADI KARENA ADANYA KERJASAMA ANTARA TULANG (RANGKA) DENGAN OTOT.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

HUBUNGAN ANTARA PANJANG ULNA DENGAN JENIS KELAMIN DAN TINGGI BADAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) AWAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus I)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan metode analitik korelatif, dengan pendekatan cross

I. Panduan Pengukuran Antropometri

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

Tulang Rangka Manusia dan Bagian-bagiannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. walaupun satu spesies, tetap bervariasi. Kenyataan ini mendorong orang untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 15. SISTEM GERAK MANUSIALatihan Soal 15.1

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

BAHAN AJAR. Kode Mata Kuliah : IOF 219. Materi : Sendi

STUDI ANTROPOMETRI MENGGUNAKAN INDEKS SEFALIK PADA ETNIK MELAYU DAN INDIA MAHASISWA MALAYSIA FKG USU TA

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

SISTEM GERAK PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar. Pemeriksaan ini

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB I PENDAHULUAN. Susunan gigi dan penampilan wajah memainkan peranan yang penting dalam

METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional. Rancangan cross sectional adalah suatu

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996;

ANATOMICAL LANMARK Merupakan titik skeletal yang mudah teridentifikasi, berguna saat menetapkan lokasi pengukuran ukuran2 tubuh atau penentuan tempat

Korelasi Antara Panjang Tulang Radius dengan Tinggi Badan pada Pria Dewasa. Correlation Between Long Bone Radius With In Male Adult Height

BAB III METODE PENELITIAN

TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI)

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Struktur anatomis telapak tangan terdiri dari dua bagian utama yaitu : a. Bagian tulang : Carpal, metacarpal, dan phalangs

Transkripsi:

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON 047113001/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S REINHARD JOHN DEVISON 047113001/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Forensik (Sp.F) Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Konsentrasi Ilmu Kedokteran Forensik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara REINHARD JOHN DEVISON 047113001/IKF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Judul Tesis : Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah Nama Mahasiswa : Reinhard John Devison Nomor Induk Mahasiswa : 047113001 Program Pendidikan : Dokter Spesialis Konsentrasi : Kedokteran Forensik Menyetujui Komisi Pembimbing : Dr. H. Mistar Ritonga, Sp.F Ketua Dr. H. Guntur Bumi Nasution,Sp.F Anggota Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS Dr. Alfred C. Satyo, MSc, MHPE, Sp.F (K) Dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) Tanggal lulus :

Telah diuji pada Tanggal PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Anggota : 1. 2. 3. 4.

PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH T E S I S SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Hormat saya, Penulis Reinhard John Devison

hvtñtç gxü Åt ^tá { Salam sejahtera, Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga yang melimpahkan kasih dan karunia NYA serta kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul PENENTUAN TINGGI BADAN BERDASARKAN PANJANG LENGAN BAWAH. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kedokteran Forensik FK-USU/ RSUP.H. Adam Malik/ RSU. Dr. Pirngadi Medan, serta pada para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I dan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan. Dalam penyusunan Tesis ini, penulis tentunya banyak menemukan hambatan dan kesukaran, namun berkat ketabahan dan kerja keras penulis serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua responden (subjek penelitian) atas kesediaan dan keterlibatan yang diberikan. Kepada dr.h.mistar Ritonga, SpF dan dr.h.guntur Bumi Nasution, SpF selaku pembimbing serta para staf pengajar di Departemen Forensik FK-USU saya ucapkan terima kasih. Kepada dr.arlinda Sari Wahyuni, M.Kes atas bantuannya menyelesaikan metode penelitian dan analisa statistiknya. Terima kasih pula kepada Dokter, Pimpinan, staf dan pegawai di LP Klas I dan Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan. Atas dukungan moral yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Pelayanan Kesehatan RSU.dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar, termasuk pula para pegawai di Instalasi Jenazah dan Kedokteran Forensik RSU.dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Tidak lupa rasa bangga dan terima kasih kepada Orang tua tercinta, mertua dan seluruh keluarga. Terima kasih atas ketabahan dan doa istri dan anak-anakku tercinta. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah membantu proses pendidikan dan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan kita dan selalu melimpahkan berkatnya kepada kita semua. Medan, Maret 2009 Penulis Reinhard John Devison

DOA SYUKUR MENYELESAIKAN PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS Demi nama Allah Bapa., Putera., dan Roh Kudus. A m i n....... # # # Harapan kiranya terwujud sudah Untuk sempurnakan asa yang tertunda Tiada yang mustahil bagi Nya Anugerah kekuatan senantiasa dilimpahi Nya Hari demi hari kujalani Antara kesedihan dan kegembiraan Emosi jiwa kian menggelora Alunan kegembiraan kian bersorak sorai Nyatakan tekad yang terdalam Syukur dan pujian bagi Tuhan Sang Pencipta Indah dan bersinar harapan terkenang Andai ku kan tetap abadikan Giat dan tekun dalam pengharapan Insyaf dan ampun selalu ku kumandangkan Akhir hayat kan terus karyakan Nantikan berkah yang tak berkesudahan - - - - - - - Terima kasih atas doa dan dukungan Istriku dr.tonggo Humala Sari Siagian Putriku Angelina Forensica Hutahaean Putraku Puraja Hutahaean Seluruh Keluarga

DAFTAR ISI Lembar Persetujuan Pembimbing Lembar Penetapan Panitia Penguji Lembar Surat Pernyataan Ucapan Terima Kasih Doa Syukur Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Abstrak i ii iii iv v vi ix xii xiv BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 4 1.3. Hipotesis 4 1.4. Tujuan Penelitian 4 1.5. Manfaat Penelitian 5 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Antropometri 6 2.2. Struktur Tinggi Tubuh Manusia 9 2.3. Pertumbuhan Tulang 13 2.4. Kelainan-Kelainan Tulang 17 2.5. Mutilasi 20 2.6. Prosedur Identifikasi 22 2.7. Identifikasi Tulang 23 2.8. Perkiraan Tinggi Badan 26 2.9. Kerangka Konsepsional 43

Bab 3 Metodologi Penelitian 3.1. Rancangan Penelitian 45 3.2. Tempat Dan Lama Penelitian 45 3.3. Populasi Penelitian 45 3.4. Sampel Dan Cara Pemilihan Sampel 46 3.5. Besar Sampel 46 3.6. Kriteria Penelitian 47 3.7. Ijin Subjek Penelitian 47 3.8. Etika Penelitian 48 3.9. Instrumen Penelitian 48 3.10. Cara Kerja Penelitian 49 3.11. Batasan Operasional 49 3.12. Pengolahan Dan Analisa Data 50 Bab 4 Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 51 4.2. Pembahasan 67 Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan 72 5.2. Saran 72 Daftar Pustaka 73 Lampiran : 1. Tabel Induk Data Pengukuran Hasil Subjek Penelitian 2. Tabel - Tabel dan Grafik-Grafik Visualisasi Komputer 3. Surat Lembar Penjelasan kepada Subjek Penelitian 4. Surat Lembar Persetujuan Subjek Penelitian 5. Lembar Data Hasil Pengukuran Subjek Penelitian 6. Surat Permohonan Izin Penelitian di LP Tanjung Gusta dari Departemen Kedokteran Forensik FK USU. 7. Surat Izin Penelitian Dari Departemen Hukum dan HAM Kantor Wilayah Sumatera Utara. 8. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di LP Klas I Medan. 9. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di LP Wanita Klas II-A Medan. Surat Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK-USU

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union) 16 Tabel 1.2. Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann 19 Tabel 1.3. Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann 20 Tabel 2.1. Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan 29 Tabel 2.2. Formula Karl Pearson Untuk laki-laki dan Perempuan 31 Tabel 2.3. Formula Trotter-Glesser (1952) 32 Tabel 2.4. Formula Trotter-Glesser (1958). 34 Tabel 2.5. Formula Modifikasi Trotter-Glesser 35 Tabel 2.6. Formula Dupertuis dan Hadden. 36 Tabel 2.7. Formula Telkka 38 Tabel 2.8. Formula Parikh 38 Tabel 2.9. Formula Mohd. Som dan Syed Abdul Rahman. 38 Tabel 2.10. Formula Antropologi Ragawi UGM 39 Tabel 2.11. Formula Djaja Surya Atmadja 40 Tabel 2.12. Formula Amri Amir 40 Tabel 2.13. Formula Amri Amir 41 Tabel 2.14. Formula Amri Amir 42 Tabel 2.15. Formula Amri Amir 42 Tabel 2.16. Formula Perkalian Penentuan Tinggi Badan di India 43 Tabel 3.1 Sebaran Responden Secara Umum 51 Tabel 3.2. Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur 52 Tabel 3.3. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin 53 Tabel 3.4. Sebaran Responden Menurut Suku Bangsa 53 Tabel 3.5. Sebaran Responden Menurut Status Perkawinan 54 Tabel 3.6. Sebaran Responden Menurut Penggunaan Tangan 54

Tabel 3.7. Sebaran Responden Menurut Ukuran Berat Badan, Tinggi Badan, Panjang Lengan Kanan dan Kiri 55 Tabel 3.8. Sebaran Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri 55 Tabel 3.9. Perbandingan Tinggi Badan laki-laki dan Perempuan 56 Tabel 3.10. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan 56 Tabel 3.11. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan 57 Tabel 3.12. Perbandingan Panjang Lengan Bawah Kanan Kiri Antara Laki-laki dengan Perempuan 57 Tabel 3.13. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri dengan Tinggi Badan pada Laki-laki 58 Tabel 3.14. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dan Kiri dengan Tinggi Badan pada Perempuan 58 Tabel 3.15. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan 59 Tabel 3.16. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan 59 Tabel 3.17. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kanan dengan Tinggi Badan menurut Jenis Kelamin 60 Tabel 3.18. Hubungan Panjang Lengan Bawah Kiri dengan Tinggi Badan menurut Jenis Kelamin 60 Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Konversi Panjang Lengan Bawah Terhadap Rumus Peneliti dan Beberapa Rumus/ Formula Yang Telah Ada 70

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. (A). Papan Osteometri (B). Antropometer menurut Martin 7 Gambar 1.2. Dataran Frankfurt 8 Gambar 1.3. (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan (B). Beberapa titik anatomis tubuh 9 Gambar 1.4. Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan belakang 10 Gambar 1.5. Posisi anatomi tubuh manusia tampak depan dan belakang 11 Gambar 1.6. Kaliper Geser/ sorong 12 Gambar 1.7. Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis lainnya 13 Gambar 1.8. Sketsa radiologis bagian caput tulang panjang 15 Gambar 1.9. Gambaran komponen tulang panjang pada potongan sagital 16 Gambar 1.10. Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang kerangka manusia 17 Gambar 1.11. Gambar korban mutilasi 21 Gambar 1.12. Gambaran Radiologis Processus Olecranii ulnae di daerah siku 24 Gambar 1.13. Gambaran posisi titik Processus Olecranii ulna lengan kanan bawah pada saat posisi di fleksikan. 25 Gambar 1.14. Struktur ruas lengan kanan; diangun atas lengan atas dan lengan bawah. 29 Gambar 2.1. Tabel Kerangka Konsepsional 43 Gambar 3.1. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kanan 61

Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kiri 62 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kanan pada Laki-laki 63 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kiri pada Laki-laki 64 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kanan pada Perempuan 65 Grafik Linier / Persamaan Tinggi Badan dengan Panjang Lengan Bawah Kiri pada Perempuan 66

ABSTRAK Menentukan tinggi badan seseorang merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam proses identifikasi forensik. Ada banyak cara yang dapat dilakukan ahli kedokteran forensik maupun antropologi forensik untuk menentukan tinggi badan seseorang, diantaranya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap bagian tubuh tertentu lainnya. Salah satu penentuan tinggi badan dapat dilakukan melalui pengukuran terhadap panjang ruas lengan bawah. Ada berbagai macam formula yang telah dirumuskan oleh para ahli kedokteran forensik dan antropologi tentang perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang beberapa tulang panjang, diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Trotter Glesser ( tahun 1952, 1958), namun penelitian untuk mencari formula pada orang hidup belum cukup banyak dilakukan, padahal tidak semua jenazah yang ditemukan menjadi tulang belulang. Pada kasus mutilasi, sebagian korban dalam keadaan terpotong-potong dengan jaringan otot dan kulit pembungkus tulang masih dijumpai/ melekat. Penelitian ini dilakukan terhadap subjek penelitian orang laki-laki dan perempuan yang masih hidup sebanyak 348 orang. Lalu dilakukan pengukuran tinggi badan dan panjang lengan bawah secara cermat untuk mencari formula hubungan antara panjang lengan bawah terhadap tinggi badan. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat sekat lintang (cross sectional) dan uji statistik Pearson Correlation diperoleh nilai r = 0,852 (untuk panjang lengan bawah kanan) dan r = 0,857 (untuk panjang lengan bawah kiri) yang berarti menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara panjang lengan bawah dengan tinggi badan seseorang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. LATAR BELAKANG Secara defenisi disebutkan bahwa ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Dalam istilah lain, ilmu kedokteran forensik juga dikenal dengan nama Legal Medicine. (1) Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu, ilmu kedokteran forensik terus berkembang menjadi suatu ilmu yang universal karena meliputi berbagai aspek ilmu pengetahuan. Salah satu bidang penting dalam ilmu kedokteran forensik adalah identifikasi. (2) Untuk kepentingan visum et repertum (VeR), ketika dokter memeriksa jenazah maka identifikasi pada jenazah tetap dilakukan sekalipun jenazah tersebut dikenal. Dokter haruslah mencatat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang dan berat badan, kebangsaan, warna kulit, perawakan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut, mata, gigi, bekas-bekas luka, tahi lalat, tato (rajah), pakaian, perhiasan, barang-barang yang ada pada jenazah, ada tidaknya kumis/ jenggot (pada laki-laki), cacat tubuh (2)(3) (4) (bawaan atau didapat) dan sebagainya. Dalam bidang kedokteran forensik peranan pemeriksaan identifikasi sangatlah penting pada korban yang telah meninggal, hal ini oleh karena setelah dilakukan identifikasi terhadap jenazah untuk kepastian identitas, barulah kemudian

pemeriksaan dapat dilanjutkan pada tingkat berikutnya. Pada jenazah yang sejak semula tidak dikenal atau biasa disebut dengan istilah Mr.X, tentunya identifikasi menjadi sulit, dan pemeriksaan jenazah untuk identifikasi ini akan menjadi semakin sulit lagi bila mayat yang dikirim ke rumah sakit atau puskesmas telah mengalami pembusukan atau mengalami kerusakan berat baik akibat kebakaran, ledakan, kecelakaan pesawat, ataupun tinggal sebagian jaringan tubuh misalnya pada kasus mutilasi (tubuh terpotong-potong). Pada kondisi tersebut tak jarang pihak kepolisian (penyidik) hanya menyerahkan kepala saja, sebagian lengan atau kaki yang terpotong-potong atau kadang kala tinggal tulang belulang saja. (1)(3) Terjadinya peningkatan kasus-kasus korban mutilasi pada akhir-akhir ini membuat penulis berpikir bahwa proses identifikasi sangat dibutuhkan oleh penyidik untuk mengungkap identitas korban mutilasi tersebut. Menurut berbagai data yang diperoleh penulis baik media cetak maupun elektronik, Kabareskrim Mabes Polri; Irjen. Pol. Drs. Susno Duadji,SH menyatakan bahwa di wilayah hukum Polda Metro Jaya saja sepanjang tahun 2008 tercatat 6 (enam) kasus mutilasi, dan yang paling menggemparkan adalah kasus korban mutilasi Heri Santoso yang dimutilasi menjadi tujuh potongan dengan pelaku mutilasi adalah Very Idam Heriyansyah alias Ryan dari Jombang. Salah satu identifikasi yang diperlukan adalah memperkirakan panjang badan korban mutilasi tersebut. Tinggi badan adalah ukuran seseorang pada saat masih hidup, sedangkan panjang badan adalah ukuran seseorang (jenazah) pada saat setelah meninggal. Panjang badan adalah salah satu hal penting untuk identifikasi. Maka untuk proses

identifikasi tersebut, memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup dilakukan dengan mengukur panjang badan jenazah (panjang jenazah) setelah meninggal. Mengukur panjang jenazah bila masih utuh bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang sulit, namun kesulitan akan muncul bila jenazah mengalami kerusakan yang sangat hebat atau tidak lagi utuh. (2)(5) Pada saat jenazah tidak lagi utuh (terpotong-potong), perkiraan panjang jenazah dapat dilakukan dengan mengukur bagian tertentu tubuh jenazah untuk memperkirakan tinggi badan seseorang pada saat masih hidup. Ada beberapa pengukuran bagian tubuh yang dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan secara umum adalah dengan mengukur jarak kedua ujung jari kanan dan kiri, mengukur panjang puncak kepala sampai symphisis pubis dikali 2, panjang salah satu ujung jari tengah sampai ujung olecranon sisi yang sama dikali 3,7, panjang femur dikali 4, ataupun panjang humeri dikali 6, yang semua perhitungan tersebut dapat memperkirakan panjang jenazah (tinggi badan) seseorang. (2) Dalam keadaan termutilasi, penentuan panjang jenazah (tinggi badan) seseorang, dapat dilakukan melalui beberapa pengukuran. Beberapa penelitian di FK USU yang pernah dilakukan adalah penentuan tinggi badan berdasarkan tulang panjang dan ukuran beberapa bagian tubuh yang pernah diteliti oleh Prof. Dr. Amri Amir,SpF (K) serta penentuan tinggi badan berdasarkan Formula G.S. Kler dengan menentukan Tinggi Hidung yang pernah diteliti oleh Dr. H. Mistar Ritonga, SpF. Pada kasus mutilasi, selain jari-jari tangan/ telapak tangan, kepala juga menjadi bagian yang paling sering menjadi incaran pelaku kejahatan untuk

dihilangkan, dimana hal tersebut dilakukan tentunya untuk menghilangkan identitas si korban. Beberapa cara memisahkan bagian tubuh yang sering terjadi pada kasus mutilasi adalah dengan memisahkan kepala pada daerah leher, memisahkan tangan pada daerah ketiak, siku ataupun pergelangan tangan, memisahkan kaki pada daerah paha atau lutut. (5)(6) Untuk menentukan tinggi badan dengan lebih baik, maka para ahli telah merumuskan formula penentuan tinggi badan berdasarkan ukuran panjang tulangtulang panjang. Oleh karena beberapa formula dirumuskan berdasarkan pengukuran orang eropah (barat), maka untuk memakainya pada orang Indonesia harus dipertimbangkan faktor koreksinya. Perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang salah satu tulang panjang yang masih dibungkus otot dan kulit seperti ruas lengan bawah yang dibentuk oleh 2 tulang panjang; radius dan ulna, kiranya dapat dilakukan. (2) 1.7. RUMUSAN MASALAH Pada keadaan termutilasi tubuh terpotong-potong menjadi beberapa bagian, sehingga akan semakin menyulitkan proses identifikasi, sehingga pengukuran bagian tubuh tertentu dapat dilakukan untuk memperkirakan tinggi badan si korban. Seperti diungkapkan oleh beberapa ahli bahwa pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang dapat digunakan sebagai salah satu dari sekian banyak teori tentang cara penentuan tinggi badan berdasarkan pengukuran bagian bagian tubuh tertentu.

Dalam penelitian ini, akan diteliti lengan bawah yang masih utuh, artinya tidak dalam keadaan tinggal tulang belulang. Sehingga dirumuskanlah permasalahan, apakah ada signifikansi (hubungan) penentuan tinggi badan berdasarkan panjang lengan bawah pada orang Indonesia di kota Medan? 1.8. HIPOTESIS Untuk proses identifikasi dalam menentukan tinggi badan seseorang (jenazah), maka dapat dilakukan dengan mengukur panjang ruas lengan bawah. 1.9. TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah identifikasi tinggi badan dapat ditentukan dengan mengukur panjang anggota gerak / alat gerak tubuh. Tujuan Khusus Untuk mengetahui apakah dalam menentukan tinggi badan dapat ditentukan dengan mengukur panjang ruas lengan bawah. 1.10. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh para dokter-dokter (dokter umum) di Indonesia sebagai salah satu bahan masukan dalam cara menentukan tinggi badan manusia pada tubuh yang tidak lagi utuh atau sudah terpotong-potong yang diukur berdasarkan panjang lengan bawah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.10. ANTROPOMETRI Dalam pengamatan sehari-hari akan membawa kita kepada pengalaman bahwa manusia, walaupun satu species, bervariasi juga. Kenyataan ini mendorong orang untuk melihat perbedaan-perbedaan ini makin teliti dan metode yang paling tepat adalah ukuran, dimana disamping ketepatan memungkinkan juga objektivitas. Dengan demikian lahirlah sebidang ilmu yang disebut antropometri. Antropometri berasal dari kata Anthropos yang berarti man (orang) dan Metron yang berarti measure (ukuran). Jadi antropometri merupakan pengukuran terhadap manusia (mengukur manusia). (7) Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman. Pada saat itu ia menciptakan alat ukur yang disebut anthropometron, namun pada akhirnya Elsholtz menyempurnakan alat ukurnya dan inilah cikal bakal instrumen atau alat ukur yang sekarang kita kenal sebagai antropometer. (Gambar 1.1 ) (8)

(A) (B) Gambar 1.1: (A). Papan Osteometri (18) (B). Antropometer menurut Martin (8) Pada abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai berkembang dari perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape) melalui keterkaitan antar titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada banyaknya variasi cara klasifikasi. Hal ini berdampak pada tidak adanya standardisasi, terutama pada bidang osteometri (pengukuran tulang-tulang). (8)(9) Tidak adanya standardisasi ini membuat para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standar pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda-beda. (8) Upaya standardisasi mulai dilakukan pada pertengahan abad 19 berdasarkan studi Paul Broca yang mana upaya tersebut telah telah dilakukan sejak awal 1870-an, dan kemudian disempurnakan melalui kongres ahli antropologi Jerman pada 1882 di Frankfurt yang kemudian dikenal sebagai Kesepakatan Frankfurt, yaitu

menentukan garis dasar posisi kepala atau kranium ditetapkan sebagai garis Frankfurt Horizontal Plane atau Dataran Frankfurt (Gambar 1.2). (8) Garis C adalah Dataran Frankfurt Yang merupakan bidang horizontal sejajar dengan dasar/ lantai yang melalui titik paling bawah pada satu lekuk mata (umumnya paling kiri) dan titik paling atas pada dua lubang telinga luar (porion pada tengkorak, tragion pada manusia hidup). Dataran ini merupakan patokan penilaian dan pengukuran baik pengukuran tinggi badan maupun pengukuran sudut. Gambar 1.2: Dataran Frankfurt (8) Perkembangan berikutnya dibuat oleh antropologi Jerman lainnya yaitu Rudolf Martin yang pada tahun 1914 menerbitkan buku yang berjudul Lehrbuch der Anthropologie. Selanjutnya pada tahun 1981 bersama Knussmann, Rudolf Martin memperbaharui buku tersebut. (8)(9) Masyarakat lama umumnya telah menggunakan satuan ukuran dengan lebar jari, lebar telapak tangan, jengkal, hasta, depa, langkah kaki dan sebagainya. Namun Rudolf Martin dalam bukunya menjelaskan dengan teliti masing-masing titik anatomis yang dipergunakan. Masing-masing titik diberikan nama serta simbolnya, yang terdiri dari satu sampai tiga huruf. Jarak antara titik-titik antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang dilambangkan dengan simbol kedua titik/ ujung,

misalnya simbol v ialah vertex, sty ialah stylion yang merupakan titik paling distal pada ujung processus styloideus (Gambar 1.3). Disamping itu masing-masing ukuran lazimnya disertai nomor sesuai numerus pada buku Martin. (8) (A) (B) Gambar 1.3 (8) : (A). Pengukuran beberapa ukuran panjang lengan (B). Beberapa titik anatomis tubuh 2.11. STRUKTUR TINGGI TUBUH MANUSIA Struktur tubuh manusia disusun atas berbagai macam organ yang tersusun sedemikian rupa satu dengan lainnya, sehingga membentuk tubuh manusia seutuhnya, dan kerangka adalah struktur keras pembentuk tinggi badan (Gambar 1.4). (11)

Gambar 1.4 (11) : Anatomi kerangka tubuh manusia tampak depan dan belakang Proses pertumbuhan dimulai sejak terjadi konsepsi dan berlangsung terusmenerus sampai umur dewasa, kemudian stabil dan pada usia relatif tua akan kembali berkurang. Pada saat sesudah dilahirkan, umur dapat diperkirakan sesuai golongan pertumbuhan dan perkembangan badan, antara lain bayi, balita, anak-anak, dewasa

muda. Pada janin, bayi baru lahir dan anak-anak sampai masa puber, umur dapat ditentukan berdasarkan tinggi (panjang) dan berat badan. Beberapa faktor harus dipertimbangkan antara lain keturunan, bangsa, gizi dan lain-lain. Namun pada orang dewasa penentuan umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan tidak dapat dipergunakan lagi. (2)(10) Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur tubuh dan hubungan bagianbagiannya satu sama lain. Pada sikap anatomi menunjukkan semua gambaran tubuh manusia didasarkan pada anggapan bahwa orang berdiri secara tegak lurus dengan ekstremitas (alat gerak) atas disamping tubuh, telapak tangan dan wajah menghadap ke depan (Gambar 1.5). (11)(12) Gambar 1.5 (11) : Posisi anatomi tubuh manusia tampak depan dan belakang

Dalam rangka membangun/ membentuk tinggi tubuh manusia, maka tubuh dibangun atas struktur susunan tulang-tulang/ kerangka yang terikat/ terkait satu sama lainnya, dengan demikian maka tinggi tubuh manusia akhirnya dapat diukur. Pengukuran tinggi badan manusia umumnya diukur dalam satuan centimeter (cm), ini juga didasari atas formula tentang perkiraan tinggi badan yang sudah ada, dan alat ukur yang digunakan umumnya adalah antropometer ataupun alat ukur lainnya (seperti kaliper geser/ sorong) (Gambar 1.6). (8)(13) Gambar 1.6 (8) : Kaliper Geser/ sorong Tinggi badan diukur pada saat berdiri secara tegak lurus dalam sikap anatomi. Kepala berada dalam posisi sejajar dengan dataran Frankfurt. Tinggi badan adalah hasil pengukuran maksimum panjang tulang-tulang secara paralel yang membentuk poros tubuh (The Body Axix), yaitu diukur dari titik tertinggi di kepala (cranium) yang disebut Vertex, ke titik terendah dari tulang kalkaneus (the calcanear tuberosity) yang disebut heel (Gambar 1.7). (13)

Gambar 1.7 (8) : Gambar pengukuran tinggi badan dan pengukuran tinggi titik anatomis lainnya 2.12. PERTUMBUHAN TULANG Kerangka merupakan organ penyangga tubuh kita sehingga tubuh dapat berdiri tegak. Ada sekitar 206 jumlah tulang manusia dewasa yang membentuk bangun tubuh manusia. (12)(14). Sedangkan pada anak-anak jumlah tersebut sebenarnya lebih dari 300 tulang. Proses pertumbuhan anak-anak (bayi) menjadi dewasa menyebabkan terjadinya penyatuan beberapa tulang sehingga ketika dewasa jumlahnya menjadi lebih sedikit. (14) Tempat dimana dua tulang atau lebih saling berhubungan dinamakan sendi. Beberapa sendi tidak mempunyai pergerakan, namun beberapa sendi lainnya ada yang memiliki gerakan sedikit dan banyak. Mengukur tinggi badan adalah mengukur tubuh yang dibentuk oleh tulang yang dihubungkan dengan sendi. (12) Struktur utama

yang membentuk tinggi badan adalah kepala, leher, tulang belakang dan tulangtulang panjang kaki. (12)(14) Kerangka/ tulang pada tubuh manusia adalah jaringan yang hidup yang sepertiga bagiannya adalah air. (14) Seperti jaringan ikat lainnya, tulang terdiri atas selsel, serabut-serabut dan matriks. Mempunyai pembuluh darah yang masuk membawa oksigen dan zat makanan serta keluar membawa sisa makanan. (11) Struktur dasar tulang pada umumnya terdiri atas epifise, metafise dan diafise (Gambar 1.8 & 1.9). (15)(16) Epifise adalah pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang, metafise adalah bagian diafisis yang berbatasan dengan lempeng epifiseal, dan diafise sendiri adalah pusat pertumbuhan tulang yang ditemukan pada batang tulang. Pada tulang-tulang panjang ekstremitas (alat gerak) terjadi perkembangan secara osifikasi endokondral, dan osifikasi ini merupakan proses lambat dan tidak lengkap dari mulai dalam kandungan sampai usia sekitar 18-20 tahun atau bahkan dapat lebih lama lagi. (12) Pertumbuhan manusia dimulai sejak dalam kandungan, sampai usia kira-kira 10 tahun anak pria dan wanita tumbuh dengan kecepatan yang kira-kira sama. Sejak usia 12 tahun, anak pria sering mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan wanita, sehingga kebanyakan pria yang mencapai remaja lebih tinggi daripada wanita. (12) Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal dengan Epifise Line akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada setiap tulang, penutupan dari garis epifise line tersebut rata-rata sampai dengan umur 21 tahun (Tabel 1.1 dan Gambar 1.10). (16)(17)(18) Hal inilah yang menjadi dasar peneliti menetapkan usia sampel penelitian (subjek penelitian) diatas 21 tahun agar tidak terjadi bias yang

besar pada pengukuran, oleh karena pertumbuhan tulang yang masih berlanjut bila dilakukan dibawah usia 21 tahun. Secara teori disebutkan bahwa umumnya pria dewasa cenderung lebih tinggi dibandingkan wanita dewasa dan juga mempunyai tungkai yang lebih panjang, tulangnya yang lebih besar dan lebih berat serta massa otot yang lebih besar dan padat. Pria mempunyai lemak sub kutan yang lebih sedikit, sehingga membuat bentuknya lebih angular. Sedangkan wanita dewasa cenderung lebih pendek dibandingkan pria dewasa dan mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih sedikit massa otot. Wanita lebih banyak mempunyai lemak sub kutan. Wanita mempunyai sudut siku yang lebih luas, dengan akibat deviasi lateral lengan bawah terhadap lengan atas yang lebih besar. (12) Seluruh permukaan tulang, kecuali permukaan yang mengadakan persendian, diliputi oleh lapisan jaringan fibrosa tebal yang dinamakan periosteum. Periosteum banyak mengandung pembuluh darah, dan sel-sel pada permukaannya yang lebih dalam bersifat osteogenik. Periosteum khususnya berhubungan erat dengan tulangtulang pada tempat-tempat perlekatan otot, tendon, dan ligamentum pada tulang. (12) Gambar 1.8 (15) : Sketsa radiologis bagian caput tulang panjang

Gambar 1.9 (16) : Gambaran komponen tulang panjang pada potongan sagital. Table 1.1 Tabel gambaran derajat garis epifise (Epiphyseal line/ union) (18) Jenis Tulang Usia (Thn) Jenis Tulang Usia (Thn) Head of femur 16-19 Acromion 17-19 Greater trochanter 19-19 Distal femur 17-20 Lesser trochanter 16-19 Proximal tibia 17-19 Head of humerus 16-23 Proximal fibula 16-21 Distal humerus 13-16 Dista tibia 16-19 Medial epicondyle 16-17 Distal fibula 16-19 Proximal radius 14-17 Metatarsals 15-17 Proximal ulna 14-17 Iliac crest 18-22 Distal radius 18-21 Primary elements pelvis 14-16 Distal ulna 18-21 Sternal clavicle 23-28 metacarpals 14-17 Acromial clavicle 18-21

Gambar 1.10 (18) : Gambaran penyatuan garis epifise pada tulang-tulang kerangka manusia (usia dalam tahun) 2.13. KELAINAN-KELAINAN TULANG Beberapa kelainan pada tulang dapat terjadi sehingga mempengaruhi tinggi badan seseorang. Kelainan bisa dipengaruhi sejak masih dalam kandungan maupun

oleh karena faktor penyakit yang diperoleh setelah dilahirkan maupun setelah dewasa. (14) Dengan demikian, akhirnya kita mengenal beberapa kategori manusia berdasarkan tingginya, ada yang sangat tinggi, tetapi ada juga yang sangat pendek (Tabel 1.2 dan 1.3). (8) Pada penyakit gigantisme yang disebabkan oleh karena kelainan hormon dapat mengakibatkan pertumbuhan tulang terjadi dengan sangat cepat. Roberto wadlow adalah seorang Amerika yang pernah tercatat sebagai manusia tertinggi dengan tinggi badan mencapai 270 centimeter. Selain gigantisme dapat pula terjadi hal yang sebaliknya, dimana ukuran pertumbuhan yang terjadi sangat pendek, sehingga pernah tercatat ukuran manusia terkecil berkisar antara 60 sampai 75 centimeter. Manusia cebol yang terkenal yang pernah tercatat bernama Charles Stratton (General Tom Thumb). (14) di Indonesia kita mengenal artis yang cebol bernama Ucok Baba. Selain itu, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi badan manusia adalah patah tulang (fraktur). Derajat deformitas tulang yang hebat akan sangat mempengaruhi tinggi badan seseorang, terutama bila yang mengalami patah tulang adalah tulang belakang, maupun tulang-tulang tungkai bawah. Pada penyakit Ricket, terdapat gangguan mineralisasi matriks tulang rawan pada tulang yang sedang tumbuh. Hal tersebut menimbulkan keadaan dimana sel tulang rawan terus tumbuh, menimbulkan pertumbuhan tulang rawan berlebihan dan pelebaran lempeng epifiseal. Matriks tulang rawan yang mineralisasinya jelek ini serta matriks osteoid yang lunak, menyebabkan terjadinya pembengkokan tulang bila

terkena tekanan berat badan. Deformitas yang ditimbulkan adalah pelebaran hubungan kostokondral, pembengkokan tulang-tulang panjang ekstremitas bawah dan penonjolan tulang-tulang frontal tengkorak, juga dapat terjadi deformitas pelvis. (12) Penyakit saraf tertentu; seperti Siringomielia, dapat mengakibatkan sensasi nyeri pada sendi akan menjadi hilang. Ini berarti bahwa sensasi untuk penanda rasa nyeri yang dirasakan bila sendi bergerak melampaui batas pergerakan normalnya tidak akan disadari, efeknya dapat terjadi destruksi sendi dan dapat berakibat pada pertumbuhan tulang dan tinggi badan. (9) Faktor usia juga sering berperan dalam mempengaruhi tinggi badan, diantaranya adalah osteoporosis, scoliosis dan lordosis. Keadaan struktur tulang yang mengalami penyusutan akibat penurunan fungsi metabolik tubuh, gangguan gizi/ diet, gangguan endokrin akan mempengaruhi struktur tulang. (12) Tabel 1.2 (8) : Klasifikasi tinggi badan menurut Martin Knussmann Kerdil Sangat pendek Pendek Di bawah sedang Sedang Di atas sedang Tinggi Sangat tinggi Raksasa Laki-laki (dalam cm) x-129,9 130,0-149,9 150,0-159,9 160,0-163,9 164,0-166,9 167,0-169,9 170,0-179,9 180,0-199,9 200,0-x Wanita (dalam cm) x-120,9 121,0-139,9 140,0-148,9 149,0-152,9 153,0-155,9 156,0-158,9 159,0-167,9 168,0-186,9 187,0-x

Tabel 1.3 (8) : Klasifikasi lain tinggi badan menurut Martin Knussmann Nanosomi Hyposomi Narmosomi Hypersomi Laki-laki (cm) x-134 135-150 151-188 189-x Wanita (cm) x-122 123-136 137-178 179-x 2.14. MUTILASI Kasus mutilasi telah berlangsung sejak lama, pendapat ini disampaikan oleh guru besar psikologi Universitas Indonesia, Enoch Markum dalam The 1 st National Discussion on Indegenous Psycology: Mutilation Case Indonesian Perspective, di Jakarta pada akhir Desember 2008 yang dimuat pada harian Sinar Indonesia Baru halaman pertama edisi minggu, 7 Desember 2008. Profesor Enoch menyebutkan bahwa mutilasi telah berlangsung sejak 100 SM di Amazon Amerika. Di Indonesia menurutnya bahwa kasus mutilasi tercatat sebanyak 61 kasus sejak tahun 1967. Menanggapi kasus mutilasi yang menghebohkan yang dilakukan oleh Very Idam Heriyansyah alias Ryan dari Jombang, Jawa Timur pada tahun akhir 2008 yang lalu terhadap Heri Santoso yang dimutilasi menjadi tujuh potongan, merupakan tindak kriminal mutilasi yang terencana, dengan proses yang rasional agar tidak tertangkap dan mendapatkan keuntungan harta benda (Warta: harian Sinar Indonesia baru).

Mutilasi didefenisikan sebagai keadaan tubuh jenazah/ mayat yang terpotongpotong (Gambar 1.11). (1)(18)(19) Pada prinsipnya bahwa jenazah yang termutilasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti: akibat ledakan bom, kecelakaan pesawat terbang, termutilasi karena gigitan binatang buas serta termutilasi akibat tindak pidana pelaku mutilasi. Dari sekian banyak kasus mutilasi, yang sering menjadi sorotan adalah mutilasi akibat tindakan kriminal (pembunuhan dengan cara mutilasi). (18) Mutilasi akibat tindakan kriminal sering dihubungkan oleh beberapa ahli dengan perilaku kejahatan seksual. (19) Kasus mutilasi yang pernah tercatat dan paling terkenal di London adalah Jack The Ripper yang terjadi pada tahun 1888, dimana pembunuhan dengan cara mutilasi tersebut merupakan kejahatan seksual yang sangat sadis, yaitu isi bagian dalam si korban dikeluarkan dan dipotong-potong oleh si pelaku. (18)(19)(20) Identifikasi merupakan tindakan yang mutlak dilakukan terhadap jenazah yang tidak dikenal, apalagi terhadap jenazah yang termutilasi. Untuk itu peran dokter forensik dalam melakukan pemeriksaan secara maksimal sangat diharapkan. (21) Gambar 1.11 (19) : Gambar korban mutilasi

2.6. PROSEDUR IDENTIFIKASI Salah satu dasar dari sebuah pengetahuan identifikasi adalah pengetahuan tentang antropometri. Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti man (manusia) dan metron yang berarti mesure (pengukuran). Jadi antropometri berarti pengukuran pada manusia. Ada pula dikenal istilah Bertillon system atau Bertillonage yang diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon pada tahun 1882. Bertillon menyebutkan bahwa teori perhitungan tentang pengukuran tubuh manusia sebaiknya dilakukan pada usia 21 tahun. (19) Alfonsus Bertillon yang seorang dokter berkebangsaan Prancis (1854-1914) pertama sekali memperkenalkan pengetahuan identifikasi secara ilmiah dengan cara memanfaatkan ciri umum seseorang, seperti ukuran antropometri, warna rambut, mata dan lain sebagainya. (22) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkatkan kemampuan proses identifikasi seseorang, namun yang paling berperan adalah disiplin ilmu kedokteran yang dikenal sebagai identifikasi medik. (23) DVI atau Disaster Victim Identification menerangkan metode identifikasi yang telah distandarkan secara internasional dan diadopsi di Indonesia. Terdapat 2 golongan identifikasi, yaitu pertama disebut dengan Primary Identifiers yang terdiri dari sidik jari (fingerprint); rekam medik gigi (dental record) dan DNA (Deoxyribo Nucleid Acid), serta yang kedua disebut dengan Secondary Identifiers yang terdiri dari pemeriksaan medik (medical); property dan photography. (23) Pada pemeriksaan medik dilakukan pemeriksaan fisik jenazah secara keseluruhan yang meliputi bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, warna tirai mata,

cacat tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas luka operasi, tato dan sebagainya. (21) Dalam pemeriksaan forensik penentuan tinggi badan seseorang individu sangatlah penting, terutama bila hanya sepotong bagian tubuh jenazah saja yang ditemukan. Oleh sebab itu begitu banyak metode-metode/ formula pemeriksaan yang dirumuskan untuk mengukur atau memperkirakan tinggi badan seseorang. (22) 2.7. IDENTIFIKASI TULANG Tulang/ kerangka merupakan bagian tubuh manusia yang cukup keras, tidak mudah mengalami pembusukan. Jaringan lunak pembungkus tulang akan mulai mengalami pembusukan dan menghilang pada sekitar 4 minggu setelah kematian. Pada masa ini tulang masih menunjukkan kesan ligamentum yang masih melekat disertai bau busuk. Setelah 3 bulan, tulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6 bulan, tulang tidak lagi mempunyai kesan ligamen dan berwarna kuning keputihan, serta tidak lagi mempunyai bau busuk. (22) Dengan demikian, tulang/ kerangka merupakan salah satu organ tubuh yang cukup baik untuk identifikasi manusia karena selain cukup lama mengalami pembusukan, tulang juga mempunyai karakteristik yang sangat menonjol untuk identifikasi. (22)(24) Upaya identifikasi pada tulang/ kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa tulang tersebut adalah: 1. Apakah tulang manusia atau hewan; 2. Apakah tulang berasal dari satu individu; 3. Berapakah usianya; 4. Berapakah umur tulang itu

sendiri; 5. Jenis kelamin; 6. Tinggi badan; 7. Ras; 8. Berapa lama kematian; 9. Adakah ruda paksa/ deformitas tulang; 10. Sebab kematian. (5)(18)(19)(24) Ada begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap tulang/ kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan identifikasi terhadap tulang sangat berperan tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang-belulang saja, tetapi banyak hal yang dapat diungkap dari tulang/ kerangka tersebut pada saat masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat diungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak, adalah pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban juga dapat dilakukan dengan melihat gambaran garis epifise. Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan mengukur tulang secara langsung pada organ tersebut ataupun dengan mengukur panjangnya organ dan melihat garis epifise melalui pemeriksaan radiologist (15)(21)(25)(26) (Gambar 1.12 dan Gambar 1.13). (26) Gambar 1.12: (26) Gambaran Radiologis Processus Olecranii ulnae di daerah siku

Identifikasi tulang belulang atau bagian potongan tulang maupun bagian tulang belulang yang masih dibaluti sebagian atau seluruh jaringan kulit yang diakibatkan oleh kasus mutilasi, gigitan binatang buas, maupun akibat lainnya sebaiknya tidak menggunakan satu prosedur pemeriksaan identifikasi, sangat disarankan agar semaksimal mungkin menggunakan berbagai metode identifikasi yang ada sehingga kesimpulan yang diperoleh dapat maksimal. Dalam penentuan tinggi badan juga sebaiknya demikian agar hasil maksimal maka disarankan untuk menggunakan seluruh bagian sisa jaringan yang ada dan menggunakan berbagai metode/ formula pengukuran yang ada. (25)(27) Gambar 1.13: Gambaran posisi titik Processus Olecranii ulna lengan kanan bawah pada saat posisi di fleksikan.

2.8. PERKIRAAN TINGGI BADAN Disebutkan bahwa tubuh manusia dibangun berdasarkan susunan struktur tulang/ kerangka tubuh manusia. (16)(28) Berdasarkan hal tersebut, maka diyakini bahwa tinggi badan tubuh manusia diyakini erat hubungannya dengan ukuran dari panjang tulang-tulang tersebut. Disebutkan bahwa ukuran panjang tulang-tulang panjang memiliki hubungan yang signifikan dalam memperkirakan tinggi badan manusia. Sering sekali autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik tidak dilakukan terhadap tubuh yang masih utuh, tetapi sudah dalahm keadaan rusak atau terpotongpotong. (29) Dalam autopsi yang dilakukan terhadap tubuh-tubuh yang tidak lagi sempurna/ utuh, teori ataupun rumus yang menyatakan tentang hubungan panjang tulang-tulang tertentu dengan tinggi badan merupakan acuan yang tidak lagi dapat dipungkiri. (28)(30)(31)(32) Tulang-tulang panjang yang terdapat dalam tulang/ kerangka tubuh manusia meliputi humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. (12)(26)(32) Ruas lengan dibangun atas tulang-tulang panjang seperti humerus pada ruas lengan atas dan radius dan ulna pada ruas lengan bawah (Gambar 1.14). (31)(32)(33) Dalam memperkirakan tinggi badan seseorang, maka harus diperhatikan bahwa pembentukan tinggi badan seseorang yang memang sudah dimulai sejak masih dalam kandungan (intra uterin), dan pertumbuhan tinggi badan tersebut akan terus bertambah ukurannya hingga usia sekitar 20-21 tahun. Setelah usia tersebut tidaklah terlalu signifikan pertumbuhan tinggi badan dan akan berkurang seiring dengan pertambahan usia. (5)(16)(34)

Selain yang disebutkan diatas, perlu diperhatikan pula tentang tinggi badan yang masih akan mengalami perpanjangan pada beberapa hal, seperti: bahwa pertumbuhan maksimum akan terjadi pada usia 21-25 tahun usia seseorang, dapat terjadi pertambahan tinggi badan pada tiap pagi hari, pada posisi berbaring dapat terjadi pertambahan tinggi badan 1-3 cm, dan pada jenazah akan terjadi pertambahan panjang badan selama fase relaksasi primer (sepanjang 1,5 cm pada pria dan 2 cm pada wanita). (5)(16) Disisi lain pula ternyata tinggi badan dapat mengalami penurunan/ pengurangan dalam hal: pertambahan usia setelah 25 tahun akan mengakibatkan terjadinya pengurangan tinggi badan sebanyak sekitar 1 mm pertahun, pada saat sore dan malam hari terjadi pengurangan tinggi badan sekitar 1,5 cm dibandingkan dengan pada saat pagi hari, ini disebabkan terjadinya penurunan elastisitas dan peningkatan kekuatan otot tulang punggung belakang pada waktu sore/ malam hari, pada posisi berdiri tinggi badan mengalami pengurangan dibandingkan pada posisi telentang/ berbaring, pada tubuh mayat, dapat terjadi pengurangan panjang badan selama terjadinya kaku mayat (rigor mortis). (5)(16) Pada keadaan tubuh yang tidak lagi utuh, dapat diperkirakan tinggi badan seseorang secara kasar, yaitu dengan: (2)(5) a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan,

b. Mengukur panjang dari puncak kepala (Vertex) sampai symphisis pubis dikali 2, ataupun ukuran panjang dari symphisis pubis sampai ke salah satu tumit, dengan posisi pinggang dan kaki diregang serta tumit dijinjitkan, c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari tengah sampai ke acromion di klavicula pada sisi yang sama) dikali dua (cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah klavicula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni/ sternum), d. Mengukur panjang dari lekuk diatas sternum (sternal notch) sampai symphisis pubis lalu dikali 3,3, e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon pada satu sisi yang sama, lalu dikali 3,7, f. Panjang femur dikali 4, g. Panjang humerus dikali 6. Bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, maka dilakukan penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi-sendi. Ketika sendi-sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan beberapa formula yang ada. (2)(16)(33)(35) Ketebalan bagian tulang rawan yang hilang rata-rata (Martin- Saller, 1957) (8) adalah (Tabel 2.1) (8)

Tabel 2.1: Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan (8) Tulang Ujung atas Ujung bawah Total Femur 2,0 mm 2,5 mm 4,5 mm Maka harus ditambah 7,1 mm Humerus 1,5 mm 1,3 mm 2,8 mm 4,1 mm Tibia 3,0 mm 1,5 mm 4,5 mm 6,2 mm Radius 1,5 mm 1,0 mm 2,5 mm 3,2 mm (33) Gambar 1.14 : Struktur ruas lengan kanan; dibangun atas lengan atas dan lengan bawah.

Bila yang diukur adalah tulang yang dalam keadaan kering, maka umumnya telah terjadi pemendekan sepanjang 2 millimeter (mm) dibanding dengan tulang yang segar, yang tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan penghitungan tinggi badan. (1) Secara spesifik Glinka menyebutkan bahwa bila ingin merekonstruksi tinggi badan manusia ketika hidup, namun rekonstruksi dilakukan dari tulang-tulang saja maka karena tulang menjadi kering harus diperhitungkan penyusutan yang terjadi untuk tiap-tiap tulang. Pada beberapa tulang disebutkan penyusutan untuk masingmasing tulang femur sebesar 2,3-2,6 mm, humerus sebesar 1,3 mm, tibia sebesar 1,7 dan radius sebesar 0,7 mm. (8) Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu diketahui pula bahwa rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari perempuan, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak dibedakan, maka perhitungan ratio laki-laki:perempuan adalah 100:90. (1)(2)(18) Secara sederhana pula, Topmaid dan Rollet membuat formula perkiraan tinggi badan yang kemudian dipopulerkan oleh Ewing pada tahun 1923. formula tersebut hanya memperkirakan apakah seseorang tersebut tinggi, sedang atau pendek, dan tidak memberi ukuran ketinggian yang begitu tepat. Dalam formula ini disebutkan bahwa panjang tulang humerus, femur, tibia dan tulang belakang masingmasing adalah 20%, 22%, 27% dan 35% daripada ketinggian individu si empunya tulang tersebut. (22) Dibawah ini akan ditampilkan beberapa formula yang ada tentang perhitungan perkiraan tinggi badan oleh beberapa ahli.

A. Formula Karl Pearson (5)(8)(18)(22) Formula ini telah dipakai luas diseluruh dunia sejak lama (tahun 1899). Formula ini membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek penelitian kelompok orang-orang eropah (European) dengan melakukan pengukuran pada tulang-tulang panjang yang kering (Tabel 2.2). (8) Tabel 2.2: Formula Karl Pearson Untuk laki-laki dan Perempuan Laki laki : 1. Tinggi badan = 81.306 + 1.88 x F1 2. Tinggi badan = 70.641 + 2.894 x HI 3. Tinggi badan = 78.664 + 2.376 x TI 4. Tinggi badan = 85.925 + 3.271 x RI 5. Tinggi badan = 71.272 + 1.159 x (F1 + T1) 6. Tinggi badan = 71.443 + 1.22 x (F1 + 1.08 x TI) 7. Tinggi badan = 66.855 + 1.73 x (H1 + R1) 8. Tinggi badan = 69.788 + 2.769 x (H1 + 0.195 x R1) 9. Tinggi badan = 68.397 + 1.03 x F1 + 1.557 x HI 10. Tinggi badan = 67.049 + 0.913 x F1 + 0.6 x T1 + 1.225 x HI 0.187 x RI Perempuan : 1. Tinggi badan = 72.844 + 1.945 x F1 2. Tinggi badan = 71.475 + 2.754 x H1 3. Tinggi badan = 74.774 + 2.352 x TI

4. Tinggi badan = 81.224 + 3.343 x R1 5. Tinggi badan = 69.154 + 1.126 x (F1+T1) 6. Tinggi badan = 69.154 + 1.126 x (F1 + 1.125 x T1) 7. Tinggi badan = 69.911 + 1.628 x (H1+R1) 8. Tinggi badan = 70.542 + 2.582 x (H1 + 0.281 x RI) 9. Tinggi badan = 67.435 + 1.339 x F1 + 1.027 x H1 10. Tinggi badan = 67.469 + 0.782 x F1 + 1.12 x T1 + 1.059 x H1 0.711 x R1 Nota : F1 - panjang maksimal tulang paha (femur) H1 - panjang maksimal tulang lengan atas (humerus) R1 - panjang maksimal tulang pengumpil (radius) T1 - panjang maksimal tulang kering (tibia) B. Formula Trotter-Glesser (1952) (2)(5)(9)(18) Formula ini memakai subjek penelitian orang-orang Amerika kulit hitam (negro) dan kulit putih yang berusia antara 28-30 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Pertama sekali diteliti pada tahun 1952 oleh Trotter dan kemudian disempurnakan oleh Krogman dan Iscan pada tahun 1977 (Tabel 2.3) (18) Tabel 2.3: Formula Trotter-Glesser (1952) Male Whites Stature = 63.05 + 1.31 ( femur + Fibula) ± 3.63 cm Stature = 67.09 + 1.26 ( femur + tibia) ± 3.74 cm Stature = Stature = Male Negroes 67.77 + 1.20 (femur + fibula) ± 3.63 cm 71.75 + 1.15 ( femur + tibia) ± 3.68 cm

Stature = 75.50 + 2.60 fibula ± 3.86 cm Stature = 72.22 + 2.10 femur ± 3.91 cm Stature = 65.53 + 2.32 femur ± Stature = 85.36 + 2.19 tibia ± 3.96 cm 3.94 cm Stature = 81.93 + 2.42 tibia ± Stature = 80.07 + 2.34 fibula ± 4.02 cm 4.00 cm Stature = 67.97 + 1.82 (humerus + raditis) ± 4.31 cm Stature = 73.08 + 1.66 (humerus + raditis) ± 4.18 cm Stature = 66.98 + (humerus + ulna) ± 4.37 cm Stature = 70.67 + 1.65 (humerus + ulna) ± 4.23 cm Stature = 78.10 + 2.89 humerus ± 4.57 Stature = 75.48 + 2.88 humerus ± 4.23 cm Stature = 79.42 + 3.79 radius ± 4.66 Stature = 85.43 + 3.32 radius ± 4.57 cm Stature = 75.55 + 3.76 ulna ± 4.72 Stature = 82.77 + 3.20 ulna ± 4.74 cm Male Whites Stature = 50.12 + 0.68 humerus + 1.17 femur + 1.15 tibia ± 3.51 cm Stature = 53.20 + 1.39 ( femur + tibia) ± 3.55 cm Stature = 53.07 + 1.48 femur + 1.28 tibia ± 3.55cm Stature = 59.61 + 2.93 fibula ± 3.57 cm Stature = 61.53 + 2.90 tibia ± 3.66 cm Male Negroes Stature = 56.33 + 0.44 humerus 0.20 radius + 1.46 femur + 0.86 tibia ± 3.22 cm Stature = 58.54 + 1.53 femur + 0.96 tibia ± 3.23 cm Stature = 59.72 + 1.26 (femur + tibia ) ± 3.28 cm Stature = 59.76 + 2.28 femur ± 3.41 cm Stature = 62.80 + 1.08 humerus + 1.79 tibia ± 3.58 cm

Stature = 52.77 + 1.35 humereus + 1.95 tibia ± 3.67cm Stature = 54.10 + 2.47 femur ± 3.72 cm Stature = 54.93 + 4.74 radius ± 4.24 cm Stature = 57.76 + 4.27 ulna ± 4.20 cm Stature = 57.97 + 3.36 humerus ± 4.45 cm Stature = 72.65 + 2.45 tibia ± 3.70 cm Stature = 70.90 + 2.49 fibula ± 3.80 cm Stature = 64.67 + 3.08 humerus ± 4.25 cm Stature = 75.38 + 3.31 ulna ± 4.83 cm Stature = 94.51 + 2.75 radius ± 5.05cm C. Formula Trotter-Glesser (1958) (2)(8) Formula yang dipopulerkan dalam buku Martin-Knussmann (1988) ini memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras mongoloid. (Tabel 2.4) (8) Tabel 2.4: Formula Trotter-Glesser (1958). TB = 2.68 X (H1) + 83.2 ± 4.3 TB = 3.54 X (R1) + 82.0 ± 4.6 TB = 3.48 X (U1) + 77.5 ± 4.8 TB = 2.15 X (F1) + 72.6 ± 3.9 TB = 2.39 X (T1) + 81.5 ± 3.3 TB = 2.40 X (Fi1) + 80.6 ± 3.2 TB = 1.67 X (H1 + R1) + 74.8 ± 4.2 TB = 1.68 X (H1 + U1) + 71.2 ± 4.1 TB = 1.22 X (F1 + T1) + 70.4 ± 3.2 TB = 1.22 X (F1 + Fi1) + 70.2 ± 3.2