DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH

dokumen-dokumen yang mirip
Kehadiran Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

-1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DAN PEMILIHAN DI ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 101 TAHUN 2009 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

2017, No Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta

RechtsVinding Online

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

- 3 - Pemilihan Umum Tahun 2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 138);

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PILKADA LANGSUNG DI ACEH, DI ANTARA SENGKETA TIGA ATURAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Keberadaan UUPA Sebagai Lex Specialis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

-1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ACEH TAHUN

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

PANDANGAN DAN PENDAPAT ATAS TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung?

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

-1- QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2017 TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XIII/2015 Calon Kepala Daerah Tidak Memiliki Konflik Kepentingan dengan Petahana

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2011, No c. bahwa dengan ditetapkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010, antara lain mengakibatkan adanya perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

Gagasan demokratisasi pemerintahan dan penguatan kedaulatan rakyat semakin

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

Pengujian Peraturan Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 7/PUU-XIV/2016 Periodesasi Jabatan Kepala Daerah Aceh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat;

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

SINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Ringkasan Putusan.

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN ACEH

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

QANUN ACEH NOMOR 3 TAHUN 2008

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/SKLN-IV/2006 Perbaikan Tgl, 29 Maret 2006

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

2 inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. P

KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN KOTA SABANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016), pp. 459-458. DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Banda Aceh 23111 E-mail: mjafar_husen@yahoo.co.id ABSTRAK Status Aceh sebagai daerah istimewa dan daerah khusus yang diatur dalam undangundang tersendiri memiliki implikasi pada kewenangan yang dimilikinya. Aceh memiliki kewenangan yang melebihi dan berbeda dengan kewenangan yang dimiliki provinsi lain di Indonesia. Artikel ini ingin membahas dinamika pembentukan regulasi turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang memberi kewenangan besar terhadap Aceh. Dari pembahasan dapat diketahui sejumlah hambatan, yakni undang-undang yang tidak diterapkan, ada pembatalan sejumlah pasal oleh Mahkamah Konstitusi, dan ketentuan sektoral yang mengenyampingkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Kata Kunci: Pembentukan Regulasi, Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. ABSTRACT Aceh status as a special area and special areas set out in separate legislation has implications on its authority. Aceh has authority over and the authority is different from other provinces in Indonesia. This article wants to discuss the dynamics of the formation of derivatives regulation Law on Governing Aceh which gives great authority to Aceh. From the discussion can be seen a number of obstacles, the laws are not implemented, there is a cancellation of a number of articles by the Constitutional Court, and the provision of sectoral disregard the Law on Government of Aceh. Keywords: the establishment of regulatory, the Law on Government of Aceh. PENDAHULUAN Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik atau dikenal dengan istilah NKRI (Pasal 1 UUD 1945). NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 18). Negara juga mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang (Pasal 18B). Aceh ISSN: 0854-5499 (Print) ISSN: 2527-8482 (Online)

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Dinamika Pembentukan Regulasi Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki status sebagai daerah istimewa dan daerah khusus. Status Aceh sebagai daerah istimewa diatur dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Sedangkan status Aceh sebagai daerah khusus diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-undang ini dicabut dan digantikan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 1 Status Aceh sebagai daerah istimewa dan daerah khusus yang diatur dalam undangundang tersendiri memiliki implikasi pada kewenangan yang dimilikinya. Aceh memiliki kewenangan yang melebihi dan berbeda dengan kewenangan yang dimiliki provinsi lain di Indonesia. Kewenangan tersebut yang diatur dalam UUPA harus dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Qanun Aceh, Qanun Kabupaten/Kota, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota dan Peraturan Komisi Independen Pemilihan (KIP). 2 Pembentukan peraturan pelaksanaan tersebut harus diselesaikan paling lambat tanggal 1 Agustus 2008 (Pasal 271 UUPA), namun batas waktu tersebut telah dilampaui dan hingga saat ini belum dapat diselesaikan seluruhnya. Keterlambatan tersebut karena adanya berbagai dinamika, perbedaan pendapat dan penafsiran dalam pembahasan baik antara sesama unsur Pemerintahan Aceh maupun antara Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah Pusat. Kondisi ini selain menghabiskan banyak waktu, tenaga dan pikiran, juga menimbulkan hambatan dalam penyelenggaraan otonomi khusus untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kewenangan otonomi khusus sebagaimana diatur dalam UU Pemerintahan Aceh dapat dilaksanakan secara langsung atau setelah adanya peraturan pelaksanaan undang-undang 460 1 Mawardi Ismail dkk, Sejarah Undang-Undang Pemerintahan Aceh, FH Unsyiah, Banda Aceh, 2013, hlm. 6.

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). tersebut. Namun hingga saat ini ketentuan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan karena berbagai hambatan. 3 Pertama, UU Pemerintahan Aceh tidak diterapkan. Dalam Pasal 74 UUPA ditentukan bahwa Peserta pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota berhak mengajukan keberatan terhadap hasil pemilihan yang ditetapkan oleh KIP (ayat (1); Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah hasil pemilihan ditetapkan. Kewenangan Mahkamah Agung untuk mengadili sengeketa Pilkada sebagaimana diatur dalam Pasal 74 UUPA tidak pernah dilakukan karena kewenangannya dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi. Kedua, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU Pemerintahan Aceh. Dalam Pasal 256 UUPA ditegaskan bahwa Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak Undang-undang ini diundangkan. Ketentuan Pasal 256 UUPA yang membatasi calon perseorangan hanya untuk 1 (satu) pemilihan kepala daerah di Aceh dibatalkan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-VIII/2010 tanggal 20 Desember 2010. Dengan adanya pembatalan tersebut maka calon perseorangan dapat mengikuti Pilkada Aceh seperti daerah di lain di Indonesia. Ketiga, ketentuan sektoral mengenyampingkan UU Pemerintahan Aceh. Pengangkatan Kepala Badan Registrasi Kependudukan Aceh oleh Menteri Dalam Negeri menimbulkan polemik dan perdebatan antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat. Hal ini dikarenakan Pemerintah Aceh berpendapat bahwa sesuai dengan Pasal 110 dan Pasal 111 UUPA, kepala 2, Regulasi Turunan UU Pemerintahan Aceh, dalam Sulaiman (Ed.), Bukan Undang-Undang Biasa, 10 Tahun Undang-Undang Pemerintahan Aceh, Bandar, Banda Aceh, 2016. 3, Memetakan Turunan UU Pemerintahan Aceh, Makalah Seminar 10 Tahun UU Pemerintahan Aceh, FH Unsyiah, 15 Agustus 2016. 461

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Dinamika Pembentukan Regulasi Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh dinas, badan dan kantor diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Aceh (Surat Gubernur Aceh Nomor 821/3287 perihal Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Sedangkan Menteri Dalam Negeri berpendapat bahwa Pemerintah berwenang mengangkat Kepala Badan Registrasi Kependudukan Aceh berdasarkan Pasal 83A Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Keependudukan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2015 tentang Pengengkatan dan Pemberhentian Pejabat yang Menangani Urusan Administrasi Kependudukan di Provinsi dan Kabupaten/Kota (Surat Mendagri Nomor 470/924/SJ tentang Tanggapan terhadap Surat Gubernur Aceh perihal Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Kedua pihak sama-sama mengklaim bahwa kewenangannya berdasarkan ketentuan khusus yang dapat mengenyampingkan ketentuan umum (lex spesialis derogat legi generalis). Keempat, peraturan pelaksanaan bertentangan dengan UU Pemerintahan Aceh. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2015 merupakan peraturan pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh, namun dalam ketentuan ini terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan UU Pemerintahan Aceh. Dalam Perpres tersebut ditegaskan Kepala Badan Pertanahan Aceh dan Kepala Kantor Pertanahan Aceh Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan dalam Pasal 110 dan Pasal 111 UUPA, kepala dinas, badan dan kantor diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Aceh. Kelima, peraturan pelaksanaan bertentangan dengan undang-undang sektoral. a) Bendera dan Lambang Aceh. Pemerintah Aceh dapat memiliki bendera, lambang dan himne (Pasal 246 dan 247 UUPA). Berdasarkan ketentuan ini, Pemerintahan Aceh membentuk Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Qanun ini mengatur bendera dan lambang 462

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Aceh yang menyerupai bendera dan lambang Gerakan Aceh Merdeka. Hal ini ditolak oleh Pemerintah Pusat karena dianggap bertentangan dengan PP Nomor 77 Tahun 2008 tentang 2007 tentang Lambang Daerah. PP ini melarang bendera dan lambang daerah menyerupai bendera dan lambang separatis. Berdasarkan tersebut, Pemerintah meminta substansi qanun tersebut dirubah, namun DPR Aceh dengan tegas menolak usulan perubahan tersebut dengan alasan qanun itu sesuai dengan MoU Helsinki dan UUPA. Perbedaan ini menyebabkan qanun itu tidak dapat dilaksanakan hingga saat ini. b) Lembaga Wali Nanggroe Sesuai amanah Pasal 96 dan 97 UUPA, Pemerintahan Aceh telah membentuk Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe sebagai telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 9 RTahun 2013. Qanun ini dikoreksi oleh Pemerintah dengan alasan bahwa struktur dan kewenangan lembaga tersebut melampaui kewenangan yang diatur dalam UUPA. c) Panwaslih DPRA dan DPRK dapat mengusulkan calon anggota Panwaslih Aceh dan Panwaslih Kabupaten/Kota kepada Bawaslu RI (Pasal 60 ayat (3) UUPA). DPRA dan DPRK berbeda pendapat tentang kewenangan Panwaslih. DPRA dan DPRK berpendapat bahwa Panwaslih Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengawasi Pemilu Legislatif, Pilpres dan Pilkada, sedangkan pihak Bawaslu RI berpendapat bahwa Panwaslih hanya berwenang mengawasi Pilkada. Perbedaan pendapat tersebut menyebabkan Bawaslu Aceh yang dibentuk Bawaslu RI tidak mendapat dukungan dan kerja sama dengan Pemerintah Aceh dan DPR Aceh pada Pemilu 2014 yang lalu. d) Calon anggota DPRA dan DPRK Dalam UUPA tidak ditentukan jumlah calon anggota DPRA dan DPRK yang dapat diajukan partai politik dan partai politik lokal. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 8 463

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Dinamika Pembentukan Regulasi Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Tahun 2012 ditentukan bahwa partai politik dan partai politik lokal hanya dapat mengusulkan calon sebanyak 100% jumlah kursi DPR dan DPRD. Dalam hal ini KIP Aceh menetapkan bahwa partai politik dan partai politik lokal dapat mengusulkan calon sebanyak 120% dari jumlah kursi DPRA dan DPRK. e) Qanun Pilkada Secara normatif, pemilihan kepala daerah dan calon independen yang pertama di Indonesia berlaku di Aceh yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, sedangkan untuk provinsi lain atau secara nasional baru diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Ketentuan Pilkada dan calon independen tersebut tidak dapat dilaksanakan akibat konflik dan bencana tsunami di Aceh. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 kemudian dicabut dengan UUPA. Ketentuan yang terdapat dalam UUPA berbeda dengan ketentuan yang berlaku secara nasional. Ketentuan UUPA dijabarkan dalam Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2012. Qanun ini selain mengatur lebih lanjut ketentuan UUPA juga mengadopsi ketentuan dalam Undangundang Nomo 32 Tahun 2004. Namun dalam perkembangannya undang-undang ini dicabut dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 sehingga berdampak pada qanun tersebut. Ketentuan qanun yang berbeda dengan undang-undang antara lain syarat dukungan bagi pasangan calon dari partai politik, syarat calon dan persentase pemenang pemilihan. Keenam, belum adanya peraturan pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh. sejumlah peraturan yang dimaksud adalah: a) Peraturan Pemerintah. Dalam UUPA terdapat 10 (sepuluh) PP yang harus dibentuk sebagai peraturan pelaksanaannya. Dari 10 (sepuluh) PP tersebut hingga saat ini baru 5 (lima) PP yang sudah dibentuk. Kelima PP tersebut belum dibentuk karena berbagai pertimbangan yaitu: 1) Substansi atau materi muatannya sudah tercantum dalam peraturan yang bersifat nasional; 2) Kewenangan yang diatur sangat membebani 464

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Pemerintah Kabupaten/Kota; dan 3) Pemerintahan Aceh tidak menyiapkan dan menyerahkan draft kepada Pemerintah. b) Peraturan Menteri. Pelaksaan kewenangan khusus Pemerintah Aceh sebagaimana ditentukan dalam UUPA, PP dan Perpres perlu dijabarkan lebih lebih lanjut dengan norma, standar dan prosedur (Pasal 11 UUPA). Norma, standar dan prosedur tersebut hingga saat belum seluruhnya dibentuk oleh Pemerintah. c) Qanun Aceh. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 270 ayat (2) UUPA bahwa kewenangan Pemerintah Aceh tentang pelaksanaan UUPA diatur dengan Qanun Aceh. Hingga saat ini dari 59 Qanun Aceh turunan UUPA telah dibentuk 46 qanun dan sisanya akan diselesaikan pada tahun 2016. d) Qanun Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 270 ayat (3) UUPA ditentukan bahwa kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang pelaksanaan UUPA diatur dengan Qanun Kabupaten/Kota. Secara eksplisit dan implisit terdapat 22 Qanun Kabupaten/Kota turunan UUPA. Qanun Kabupaten/Kota tersebut hingga saat ini belum dibentuk seluruhnya. Realisasi pembentukannya sangat bervariasi dan tergantung pada masingmasing Kabupaten/Kota. Di samping itu, terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab kondisi yang telah dijelaskan di atas. Penyelenggaran otonomi khusus berdasarkan UU Pemerintahan Aceh mengalami berbagai hambatan karena adanya perbedaan persepsi, penafsiran dan pendapat mengenai kedudukan UU Pemerintahan Aceh sebagai ketentuan khusus (lex spesialis), yakni: Pertama, Pemerintah Pusat berpendapat bahwa undang-undang sektoral sebagai ketentuan khusus yang dapat mengenyampingkan UUPA dan sebaliknya Pemerintahan Aceh berpendapat bahwa UUPA sebagai ketentuan khusus yang dapat mengenyampingkan semua peraturan perundang-undangan lainnya yang setingkat. Kedua, Pemerintahan Aceh berpendapat bahwa Qanun Aceh dapat mengatur segala hal diperintah UUPA meskipun tidak diatur secara eksplisit dan lengkap. 465

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Dinamika Pembentukan Regulasi Turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Ketiga, UUPA tidak memuat ketentuan yang lengkap, jelas dan rinci sehingga menimbulkan berbagai penafsiran dalam penerapannya. Keempat, Sebagian undang-undang sektoral yang dibentuk setelah UUPA memuat ketentuan yang lebih maju dan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Daerah dibandinkan UUPA. Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan terkendalanya pelaksanaan otonomi khusus berdasarkan UUPA. Karena itu Pemerintah dan Pemerintahan Aceh telah melakukan berbagai upaya penyelesaiannya. Pertama, membangun komunikasi dan pendekatan secara intensif dengan Pemerintah agar UUPA tetap dipertahankan sebagai ketentuan khusus yang dapat mengenyampingkan ketentuan umum. Kedua, menunda pelaksanaan ketentuan yang belum ada kesepakatan/kesepahaman dengan Pemerintah untuk menghindari benturan antara masyarakat dengan penegak hukum. Ketiga, mengajukan keberatan kepada Pemerintah agar merubah peraturan pelaksanaan yang bertentangan dengan UUPA. Keempat, menunda penerapan peraturan pelaksanaan yang bertentangan dengan UUPA sampai dengan adanya perubahan. Kelima, meminta dukungan dan melibatkan stakeholder (DPR, DPD, DPRA, pimpinan partai politik, akademisi, LSM, ulama dan tokoh masyarakat) dalam memperjuangkan pelaksanaan UUPA secara menyeluruh dan berkelanjutan. KESIMPULAN Kewenangan Aceh sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan UUPA belum dilaksanakan seluruhnya karena belum terbentuk peraturan pelaksanaan dan adanya pertentangan dengan peraturan yang bersifat sektoral. 466

Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016). Pemerintah dan Pemerintah Aceh cenderung menyelesaikan konflik regulasi antara UUPA dan undang-undang sektoral secara politik melalui petemuan yang melakhirkan kesepakatan untuk menunda penerapannya (cooling down). Pemerintah dan Pemerintahan Aceh hendaknya menyelesaikan konflik regulasi antara UUPA dan ketentuan sektoral melalui jalur hukum sebagai upaya terakhir untuk mewujudkan kepastian hukum dan menghindari benturan antar berbagai komponen masyarakat. DAFTAR PUSTAKA, Regulasi Turunan UU Pemerintahan Aceh, dalam Sulaiman (Ed.), 2016, Bukan Undang-Undang Biasa, 10 Tahun Undang-Undang Pemerintahan Aceh, Bandar, Banda Aceh., 2016, Memetakan Turunan UU Pemerintahan Aceh, Makalah Seminar 10 Tahun UU Pemerintahan Aceh, FH Unsyiah, 15 Agustus 2016. Mawardi Ismail dkk, 2013, Sejarah Undang-Undang Pemerintahan Aceh, FH Unsyiah, Banda Aceh. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 467