BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA. deposito di Bank lazimnya di letakkan pada persyaratan jangka waktu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. atau account dimana artinya sama. Dengan memiliki simpanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

GIRO. Alat atau sarana yang digunakan dalam lalu lintas pembayaran giral, yaitu surat berharga atau surat dagang seperti: 1.

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. menghimpun dana dari masyarakat (funding), menyalurkannya kembali kepada

PENYELESAIAN KREDIT MACET DI KOPERASI BANK PERKREDITAN RAKYAT (KBPR) VII KOTO PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan dapat dengan mudah menarik

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Pembukaan Simpanan Berjangka (SIJANGKA)

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PERANAN BPR UNTUK MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB IV PEMBAHASAN. A. Prosedural deposito sebagai jaminan pembiayaan pada PT. Bank. a. Dana aman dan terjamin dikelola secara syariah.

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan.

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

AKIBAT HUKUM ALIH DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG PALU

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian bank secara umum telah diatur dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Ronny Kusnandar ISSN Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH, PEMBIAYAAN SYARIAH, DAN JAMINAN. diperkenalkan dengan istilah bagi hasil dalam sistem perbankan Indonesia.

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Di negara berkembang, seperti Indonesia dan negara di Asia lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

PELAKSANAAN PENANGGUNGAN ( BORGTOCHT ) DALAM PERJANJIAN KREDIT. ( Studi Kasus di PD. BPR BANK PASAR Kabupaten Boyolali )

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB II LANDASAN TEORI

Flowchart Deposito Di Bank

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. uang (Kasmir, 2002:23). Bank adalah merupakan salah satu badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. 5 Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan. Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. 6 Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 7 Dari pendapat-pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara 5 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 3 6 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 3. 7 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 6.

pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan atau kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut: 1. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik itu berupa peraturan yang original (asli) maupun peraturan yang derivatif (turunan). Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan pembebanan utang suatu jaminan. 2. Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi jaminan yaitu pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada penerima jaminan (kreditur). 3. Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur. 4. Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu. Ketentuan hukum jaminan kredit dapat dijumpai dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai Hukum Kebendaan. Dilihat dari sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari

Hukum Kebendaan, sebab dalam Buku II Kitab Undang - Undang Hukum Perdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan. Ketentuan dalam pasal-pasal Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai lembaga dan ketentuan hak jaminan dimulai dari Titel Kesembilan Belas sampai dengan Titel Dua Puluh Satu, Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1232. Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan pemberian kredit menurut Pasal 8 ayat (1) adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. Jadi, untuk mengurangi resiko pada jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama tehadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. B. Jenis-jenis Jaminan Jaminan kredit yang diatur secara khusus dalam praktik dunia perbankan terdiri dari: 8 1. Jaminan perorangan 2. Jaminan kebendaan Penjabaran jaminan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Jaminan Perorangan Jaminan perorangan dalam Pasal 1820 KUHPerdata disebut sebagai penanggungan utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jaminan perorangan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga, guna kepentingan pihak si berpiutang (kreditur), mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang tersebut tidak memenuhinya. Pelaksanaan perjanjian selalu dibuat oleh pihak ketiga yang menjamin terpenuhnya kewajiban membayar kredit tersebut, baik diketahui maupun tidak diketahui oleh debitur. Dengan adanya pihak ketiga sebagai penjamin, apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya, maka pihak ketiga inilah yang akan melaksanakan kewajibannya. Perlindungan hak terhadap pihak ketiga dalam menjalankan kewajibannya. Perlindungan hak terhadap pihak 8 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010, hal. 68.

ketiga dalam menjalankan kewajibannya tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1831 yang berbunyi : Si penanggung (pihak ketiga) tidaklah wajib membayar kepada si berpiutang selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Dalam praktiknya, bank tetap meminta pihak ketiga untuk melepas hak tersebut. Sehingga apabila debitur wanprestasi, bank dapat segera melakukan penagihan langsung kepada pihak ketiga. Tujuan pelepasan hak tersebut agar pihak bank lebih mudah mendapatkan hak pembayaran kreditnya. Bank juga mengantisipasi kendala penarikan pembayaran yang bisa jadi karena harta benda yang dimiliki debitur tidak marketable seperti yang diharapkan. 2. Jaminan Kebendaan Mengingat Pasal 8 UU Perbankan, yang berbunyi : a. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. b. Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Keyakinan menurut pasal tersebut sudah merupakan jaminan bagi bank untuk memberikan kredit kepada nasabah debiturnya. Namun, pada peraturan kredit perbankan, jaminan kebendaan merupakan berupa jaminan tambahan yang disebut sebagai agunan. Jadi sebenarnya menurut UU Perbankan, jaminan dan agunan merupakan dua unsur yang berbeda.

Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan jaminan tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu agunan. Mengenai agunan sebagai jaminan tambahan, secara tegas diungkapkan dalam Pasal 1 angka 23, yang berbunyi: Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan agunan atau jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut sebagaimana dimuat dalam penjelasan Pasal 8 UU Perbankan disebutkan bahwa agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan barang yang berkaitan langsung dengan objek yang di biayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. C. Pengertian Deposito Deposito merupakan salah satu sarana bagi nasabah untuk melakukan investasi dalam bentuk surat berharga. Pengertian deposito menurut Simorangkir 9 berpendapat bahwa: Deposito adalah setiap jumlah uang yang dapat disetor oleh seseorang debitur atau penyewa sebagai uang panjar atau uang muka, baik telah dikredit maupun akan dikredit kepadanya atas nama deposito atau uang muka, baik jumlah tersebut akan telah dibayar kepada kreditur atau pemilik atau seseorang lainnya, atau akan telah dilunaskan melalui pembayaran uang atau transfer atau melalui penyerahan barang-barang atau dengan cara lain. 1986, hal. 92. 9 Simorangkir, O. P, Drs, Dasar-dasar dan Mekanisme Perbankan, Aksara Persada Indonesia, Jakarta,

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 ayat 7 yang memberikan pengertian deposito adalah sebagai berikut: Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Sedangkan menurut Thomas Suyatno 10, pengertian deposito adalah: Simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu menurut perjanjian pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan. D. Jenis-jenis Deposito OP.Simorangkir dalam bukunya Seluk Beluk Bank Komersial, membagi deposito beberapa jenis, yaitu : 11 1. Deposito Berjangka (time deposit) Adalah simpanan uang milik pribadi yang penarikannya dilakukan setelah jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito umumnya adalah 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan. Apabila waktu yang ditentukan itu habis, maka deposan dapat mengambil langkah langkah : Menarik simpanan deposito berjangka itu dari bank atau, 10 Suyatmo, Thomas, Drs, dkk, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Jakarta, 1989, hal. 36. 11 OP. Simorangkir dalam Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta.1984,hal54

Memperpanjang simpanan deposito berjangka itu dengan suatu periode tertentu yang diinginkan. 2. Deposito On Call Adalah simpanan uang milik pribadi yang penarikannya dilakukan sesuai dengan kebutuhan pihak deposan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak bank. Pemberitahuan itu dilakukan tergantung kepada perjanjian yang diadakan antara pihak deposan dengan pihak banknya. Apabila waktu yang ditentukan itu sudah habis, maka deposan dapat mengambil langkah-langkah: a. Menarik simpanan deposito berjangka itu dari bank, atau; b. Memperpanjang simpanan deposito berjangka itu dengan jangka waktu yang digunakan. Adanya penerimaan deposito sebagai jaminan kredit dilandaskan pada Instruksi Presiden Nomor 28 tahun 1968, tentang Deposito yang ada kaitannya dengan perkreditan pada angka 3 sub a yang menyatakan: berpegang pada pertimbangan tersebut diatas maka perlu diadakan penyesuaian tentang ketentuan mengenai seseorang yang memperoleh kredit dan mempunyai deposito, dimana Deposito Berjangka yang bersangkutan dijadikan jaminan kredit. Fasilitas kredit dengan jaminan deposito dapat diberikan kepada debitur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telahdisyaratkan oleh pihak bank dalam perjanjian kredit yang telah disepakati oleh pihak debitur dengan bank.

3. Demand Deposito (rekening koran giro), penyimpan dapat menyimpan/menarik dananyapada / dari bank setiap saat dikehendaki. 4. Deposito Automatic Roll-Over, yaitu uang deposan secara otomatis diperhitungkan bunganya, begitu deposito habis jangka waktunya. Uang deposan akan terus diberi bunga seandainya deposan lupa menarik deposito yang sudah jatuh tempo. 5. Sertifikat Deposito, yaitu simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindah tangankan. E. Deposito Sebagai Jaminan Kredit Apabila deposito akan dijadikan sebagai jaminan kredit, maka yang harus diminta dan disimpan oleh bank adalah bilyet giro tersebut, baik untuk deposito berjangka maupun untuk sertifikat deposito. Kemudian, atas deposito tersebut harus diperiksa keaslian, legalitas, serta kebenaran dari isi bilyet deposito tersebut. Setiap simpanan uang pada bank yang berupa deposito pada umumnya deposan akan menerima bilyet deposito (asli). Isi dari biyet deposito antara lain: Nama dan alamat jelas deposan Jumlah nominal setoran(dinyatakan dengan jumlah nilai uang) Jangka waktu simpanan dan kapan deposito berjangka itu jatuh tempo atau habis waktu dari periode yang dinginkan. Besarnya prosentase bunga yang diberikan oleh bank.

Isi serta bentuk formulir blanko deposito ditetapkan oleh Bank Indenesia, tetapi kemudian Bank bank pemerintah lainnya diijinkan oleh Bank Indonesia untuk mencetak sendiri sesuai dengan bentuk standar yang telah ditentukan. Pada saat deposito berjangka itu jatuh tempo atau habis waktumya dan oleh deposan dananya akan ditarik dari bank, maka dapat dilakukan dengan cara menukar bilyet deposito (asli) dengan uang tunai atau memindah bukukan kedalam rekening koran yang bersangkutan. Dengan demikian, bilyet deposito (asli) yang dipegang itu diserahkan kembali kepada bank. Ada beberapa cara untu mengetahui dan mengamankan suatu deposito yang akan dijadikan jaminan, antara lain adalah: 1) Apabila bank penerbit deposito tersebut berbeda dengan bank pemberian kredit, maka : a) Pemilik deposito memberikan surat kuasa kepada bank pemberi kredit untuk memblokir/mencairkan deposito pada bank penerbit deposito tersebut. b) Atas dasar surat kuasa tersebut bank pemberi kredit membuat surat permintaan pemblokiran atas deposito yang bersangkutan, dimana sebagai tanda sepengetahuan dan persetujuannya, maka bank penerbit deposito tersebut membubuhkan tanda tangannya pada surat permintaan pemblokiran deposito tadi. 2) Apabila bank penerbit deposito tersebut dan pemberi kredit adalah bank yang sama, maka : a) Pemilik deposito memberikan surat kuasa pada bank pemberi kredit untuk memblokirkan/mencairkan deposito yang dijaminkan tersebut.

b) Atas dasar surat kuasa tersebut bank yang bersangkutan melakukan pengecekan keaslian dan kebenaran serta pemblokiran atas deposito tersebut. Setiap kegiatan selalu diawali oleh adanya tujuan. Demikian juga halnya gerakan deposito yang dicetuskan sejak bulan desember 1968 yang lalu, juga mempunyai suatu tujuan tertentu pula. Pada umumnya Deposito berjangka jika ditinjau dari segi bank, maka aktivitasnya adalah merupakan salah satu kegiatan bank untuk mengumpulkan dana (uang) yang berlebih, yang tidak dikonsimir, yang terdapat didalam masyarakat. Dana yang dapat dikumpulkan ini sangat diperlukan oleh bank dalam menunjang kegiatan pokoknya yang berupa pemberian kredit kepada masyarakat. Kadang kadang bank pemberi kredit mewajibkan debitur atau nasabahnya membuka deposito pada bank mereka, yang dipergunakan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan. Bilamana pemilik deposito menarik kembali simpanannya sebelum tanggal jatuh tempo harus membayar denda. Jika deposito berjangka ini ditinjau dari segi dana yang terdapat di dalam suatu negara, maka tujuan utamanya adalah untuk lebih memanfaatkan perkreditan serta dana dana dari masyarakat untuk mensukseskan pelaksanaan stabilitas dan pembangunan ekonomi. Di dalam tujuan ini ditentukan bahwa dana bahwa dana dana itu hendaknya berasal dari kalangan masyarakat. Para deposan yang telah menyisihkan sebagian dananya untuk dimasukkan kedalam Deposito Berjangka ini berarti telah mengorbankan pemakaian dana itu untuk tujuan lain. Atas pengorbanan itu, bank memberikan balas jasa kepada deposan dalam bentuk bunga deposito berjangka. Dari uraian tersebut di atas, untuk terjadinya deposito mutlak adanya 2 (dua) pihak yaitu deposan dan depositaris. Dengan Deposito maka sebenarnya adalah merupakan jalinan kerja

sama, saling percaya mempercayai antar deposan disatu pihak dan depositaris di pihak lain dalam soal keuangan. Deposan mempercayai depositaris oleh karena yakin bahwa uang yang disimpan itu akan dapat di ambil kembali dengan menghasilkan bunga setiap bulannya, untuk jangka waktu yang tertentu yang diinginkannya, sedangkan depositaris menerima uang simpanan yang akan dapat digunakan untuk hal hal yang bermanfaat dalam pembangunan, untuk usaha usaha yang produktif serta untuk meningkatkan usaha pokok perbankan khusus dalam bidang perkreditan.